Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF ( DENGUE HAEMORHAGIC FEVER )

OLEH

FEBRIYANI LITCLARISTA GONGGUS

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEPERAWATAN

SMK YARSI MATARAM

2021
A.      Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat
pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang
tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty (betina)(Resti, 2014)
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya
dengan cepat menyebar secara efidemik. (PADILA, 2012)
B.       Etiologi
Virus dongue serotype 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vector
nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi
dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup
terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotype lain.
(Smeltzer & Suzanne, 2001)
C.      Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan kriteria menurut WHO yaitu :
1.      Derajat I ( ringan )
Demam mendadak dan sampai 7 hari di sertai dengan adanya gejala yang
tidak khas dan uji turniquet (+).
2.      Derajat II ( sedang )
Lebih berat dari derajat I oleh karena di temukan pendarahan spontan pada
kulit misal di temukan adanya petekie, ekimosis,  pendarahan,
3.      Derajat III ( berat )
Adanya gagal sirkulasi di tandai dengan laju cepat lembut kulit dngin
gelisah tensi menurun manifestasi pendarahan lebih berat( epistaksis,
melena)
4.      Derajat IV ( DIC )
Gagal sirkulasi yang berat pasien mengalami syok berat tensi nadi tak
teraba.
(Smeltzer & Suzanne, 2001)
D.      Patofisiologi
Virus dongue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali member gejala DF.
Pasien akan mengalami gejala viremia, sakit kepala, mual, nyei otot, pegal
seluruh badan, hyperemia ditenggorokkan, timbulnya ruam dan kelainan
yang mungkin terjadi pasa RES seperti pembesaran kelenjar getah bening,
hati dan limfa. Reaksi yang berbeda Nampak bila seseorang mendapatkan
infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu
timbullah the secondary heterologous infection atau sequential infection of
hypothesis. Re- infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik
antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody
(kompleks virus antibody) yang tinggi.
Terdapatnya kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah
mengakibatkan hal sebagai berikut:

A. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen,


yang berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu
keadaan yang sangat berperan terjadinya renjatan.
B. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan
metamorphosis akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial
dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada
keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan vasokoaktif
(histamine dan serotonin) yang bersifat meningkatkan
permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit factor III yang
merangsang koagulasi intravascular.
Terjadinya aktivasi factor hegamen (factor XII) dengan akibat
kahir terjadinya pembentukan plasmin yang berperan dalam pembentukan
anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation
product. Disamping itu aktivasi akan merangsang system kinin yang
berperan dalam proses meningginya permeabilitas dindin pembuluh darah.
(PADILA, 2012)
E. Pathway

Virus Dengue

Viremia

Hipertermia Hepatomegali Depresi sum-sum Permebilitas


tulang kapiler meningkat

Manifestasi
Permebilitas kapiler
- Anoreksia
perdarahan meningkat
- Muntah

Kehilangan Plasma

Ketidakseimbangan nutisi < Resti Kekurangan


keb tubuh Volume cairan
Hipovolemi

Resiko tjd Efusi pleura asites


perdarahan hemokonsentrasi
Resiko syok
hipovolemia

Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
Syok

Kematian
F. .   Manifestasi klinis
Diagnose penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan criteria
diagnosa klinis dan laboratories. Berikut ini tanda dan gejala
penyakit DBD dengan diagnose klinis dan laboratories:
a.       Diagnose klinis
1. Demam tinggi 2 sampai 7 hari (38-40̊ C)
2. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji tourniquet positif,
petekie (bintik merah pada kulit), purpura (perdarahan kecil di
dalam kulit), ekimosis, perdarahan konjungtiva (perdarahan
pada mata), epitaksis (perdarahan hidung), perdarahan gusi,
hematemesis (muntah darah), melena (BAB darah) dan
hematusi (adanya darah dalam urin).
1. Perdarahan pada hidung
2. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik
merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Rejan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau
kurang, tekanan sistolik sampai 80mmHg atau lebih rendah
5. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia
(hilangnya nafsu makan), lemah, mual, muntah, sakit perut,
diare dan sakit kepala.
b.      Diagnose laboratories
1. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan
penurunan trombosit hingga 100.000/mmHg
2. Hemokonsentrasi, meningkatnya hemotokrit sebanyak 20%
atau lebih(Resti, 2014)
G.   Pemeriksaan diagnostic
a.      Darah lengakap
a. Leukpenia pada hari ke 2-3
b. Trombositopenia dan hemokonsentrasi
c. Masa pembekuan normal
d. Masa pedarahan memanjang
e. Penurunan factor II, V, VII, IX, dan XII
b.      Kimia darah
a. Hipoproteinemia, hiponatriam, hipodorumia
b. SGOT/SGPT meningkat
c. Umum meningkat
d. pH darah meningkat
c.       Urinalis
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
d.      Uji sum-sum tulang
Pada awal sakit biasanya hipaseluler kemudian menjadi
hiperseluler
 (Doenges, 2000)
H.   Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Pemberian makanan lunak .
3. Pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl)
ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling
sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4
mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter
dan Ca = 3 mEq/liter.
4. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
5. Anti konvulsi jika terjadi kejang
6. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
7. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
9.      Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari
I.  Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a.       Perdarahan luas.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniquet yang
positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia
dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna
bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat.
b.     Shock atau renjatan.
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu
kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta
sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam
maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
c.      Effuse pleura
d.   Penurunan kesadaran.
(Resti, 2014)
I.        suhan Keperawatan
1.   Pengkajian
a.       Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi indicator
terjadinya DHF
b.      Riwayat kesehatan
1. Keluhan utamaPanas
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise,
muntah, mual, sakit kepala, sakit pada saat menelan, lemah,
nyeri pada efigastrik, penurunan nafsu makan,perdarahan
spontan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Pernah menderita yang sama atau tidak
6. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang
sama dan adanya penyakit herediter (keturunan).
c.       Aktivitas
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, malaise Gangguan pola tidur
  Sirkulasi
Tanda : perasaan dingin meskipun pada ruangan hangat Tekanan
darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal. Denyut perifer
kuat, cepat (perifer hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang,
takikardia ekstrem (syok), nadi lemah Suara jantung : disritmia
dan perkembangan S3 mengakibatkan disfungsi miokard, efek
dari asidosis/ketidak seimbangan elektrolit. Kulit teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
 Integritas ego
Tanda : gelisah
Eliminasi
Gejala : diare
Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, haus, sakit saat menelan Mual,muntah
Perubahan berat badan akhir-akhir (meningkat/turun)
Tanda : penurunan berat badan, penurunan massa otot
(malnutrisi) Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk
Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
Hygiene
Tanda : ketidakmapuan mempertahankan perawatan diri Bau
badan Lidah kotor
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala Nyeri tekan epigastrik Nyeri pada anggota
badan, punggung, sendi
  Perdarahan
Tanda : perdarahan di bawah kulit (petekie), perdarahan gusi,
epistaksis sampai perdarahan yang hebat berpa muntah darah
akibat perdarahan lambung, melena, hematuria
d.      Pemeriksaan fisik
 System pernapasan
Sesak, epistaksia, napas dangkal, pergerakan dinding dada,
perkusi, auskultasi
System cardivaskular
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni.
 Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat
(tachycardia), penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis
sekitar mulut, hidung dan jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
 System neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade
III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada
grade IV dapat terjadi DSS
System perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah
 System pencernaan
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan,
nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada
hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta
dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).
  System integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam
makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet,
terjadi bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit
(petikie), pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada
kulit.
e.       Pemeriksaan penunjang
  Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan di jumpai
1.        Ig.G dengue positif
2.        Trombositopenia
3.        Hemoglobin meningkat
4.        Hemokonsentrasi ( hematokrit meningkat)
5.        Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
 hipoproteinemia
 hiponatremia dan
 hipokalemia
Pada hari kedua dan ketiga terjadi lekopenia, netropenia,
aneosinophilia, peningkatan limposit, monosit dan basofil
1.        SGOT atau SGPT darah mungkin meningkat
2.        Ureum dan Ph darah mungkin meningkat
3.        Waktu pendarahan memanjang
4.        Pada pemeriksaan analisa gas darah arteri menunjukkan
asidosis metabolik: PCO2 < 35 – 40 mm Hg, HCO3 rendah
  Pemeriksaan serologi
Pada pemeriksaan ini di lakukan pengukuran literantibodi pasien
dengan cara haemaglutination nibitron test (HIT test) atau dengan
uji peningkatan komplemen pada pemeriksaan serologi di
butuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut atau
demam dan masa penyembuhan (104 minggu setelah awal gejala
penyakit ) untuk pemeriksaan serologi ini di ambil darah vena 2 –
5 ml.
Pemeriksaan sianosis yang menunjang antara lain foto thorak
mungkin di jumpai pleural effusion, pemeriksaan USG
hepatomegali dan splenomegali
2.             Diagnosa Keperawatan
a.         Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
b.         Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif.
c.         Nyeri akut berhubungan dengan proses patologis penyakit.
d.        Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia , mual dan muntah.
e.         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
f.          Resiko syok berhubungan dengan hipovilemik
g.          Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
h.         Defisiensi pengetahuan berhubungan degan kurang familier
dengan sumber informasi.

Anda mungkin juga menyukai