Dinasti Ayyubiyah adalah sebuah daulah besar yang berbentuk dinasti atau kerajaan,
berkuasa di Timur Tengah antara abad ke-12 sampai abad ke-13. Namun daulah ini mungkin
asing bagi umat Islam bahkan nama Daulah ini kalah tenar dibandingkan sultan mereka sendiri.
Dinasti Ayyubiyah sejak awal hingga akhir, adalah dinasti penakluk dalam jihad. Pendiri
sekaligus penguasa pertamanya adalah Salahuddin al-Ayyubi dan penguasa Terakhirnya adalah
Turansyah. Sultan dari kerajaan ini sangat berperan dalam upaya mematahkan gempuran musuh
dalam perang Salib. Andai saja tidak ada Dinasti Ayyubiyah yang menghalau gempuran Kristen-
Eropa, Islam pasti sudah tercerabut dari bumi Syam, Jazirah, Mesir dan Afrika Utara. Begitu
juga dengan keluarga Zangki yang menjadi guru pertama dalam mengusir pasukan Salib.
Adanya kesempatan dan kemampun yang dimiliki oleh pemimpinnya, Salahuddin menunjukkan
eksistensinya sebagai Sultan sekaligus penakhluk yang cakap hingga dapat mendirikan
Dinastinya sendiri. Kedudukannya sebagai seorang Sultan menandai bertambahnya tantangan
yang harus ia hadapi. Tidak hanya itu, problematika selepas meninggalnya Salahuddin menjadi
hal yang menarik untuk dikaji. Dari penjelasan di atas, termuat beberapa pembahasan yang
terangkum dalam rumusan masalah di barah ini.
3. Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih
canggih dibanding buatan orang Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain, dan pabrik gelas. Di
samping itu, adanya perang Salib telah membawa dampak positif, keuntungan di bidang industri,
perdagangan, dan intelektual, misalnya dengan adanya irigasi.
4. Bidang Militer
Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan sebagainya, Salahuddin juga
memiliki burung elang sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Ia juga membina
kekuatan militer yang tangguh dan perekonomian yang bekerja sama dengan penguasa muslim di
kawasan lain. Ia juga membangun tembok kota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukit
Muqattam. Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan Barbar, Turki, dan Afrika.
5. Bidang perdagangan
Dalam hal perekonomian, dinasti bekerja sama dengan penguasa muslim di wilayah lain. Di
samping itu, ia juga menggalakkan perdagangan dengan kota-kota di Laut Tengah, lautan Hindia
dan menyempurnakan sistem perpajakan. Pada bidang perdagangan, dinasti ini membawa
pengaruh bagi Eropa dan negara-negara yang dikuasainya. Di Eropa terdapat perdagangan
arikultur dan industri. Hal ini menimbulkan perdagangan internasional melalui jalur laut, sejak
saat itu dunia ekonomi dan perdangan sudah menggunakan sistem kredit bank.[15]
Kemunduran Dinasti Ayyubiyah
Setelah al-Kamil meninggal pada tahun 635 H/1238 M, Dinasti Ayyubiyah terkoyak oleh
pertentangan-pertentangan internal. Serangan Salib keenam dapat diatasi dan pemimpinnya, Raja
Perancis St Louis, ditangkap. Namun segera setelah meninggalnya al-Salih, pasukan budak Bahri
Turki merebut kekuasaan di Mesir dan menjadikan pemimpin mereka, Aybak, mula-mula
sebagai Atabeg dan kemudian sebagai Sultan pada tahun 648 H/1250 M.[16]
Pada pemerintahan al-Malik al-Salih, lebih dari 100.000 orang pasukan Salib yang
dipimpin Louis IX bertolak menuju Dimyath dan berhasil menguasainya. Saat itu, al-Malik al-
Salih tengah sakit keras. Istrinya Syajarah al-Durr, mengirim surat kepada anaknya, (Turansyah)
agar pulang ke Mesir. Ketika al-Malik al-Salih wafat, Syajarah al-Durr merahasiakan dan
menerbitkan sejumlah perintah resmi dengan memalsukan tanda tangan al-Malik. Ia lalu
mengumpulkan semua petinggi militer, pemerintahan untuk segera membaiat Turansyah. Setelah
kokoh duduk di kursi kekuasaan, dan berhasil mengusir pasukan Salib, Turansyah memaksa
ibunya untuk menyerahkan harta peninggalan al-Malik al-Salih. Turansyah juga mengancam
eksistensi kaum Mamalik, ini membuat kaum Mamalik marah besar dan membunuhnya setelah
tujuh tahun menjabat. Mereka lalu menunjuk Syajarah al-Durr sebagai pengganti Turansyah.
Namun kekuasaan Syajarah hanya berlangsung tiga bulan setelah ia mengudurkan diri secara
suka rela. Kaum Mamalik sepakat mengangkat al-Asyraf Musa sebagai pengganti baru. Waktu
itu al-Asyraf masih berumur delapan tahun. Oleh karena itu, mereka menunjuk Izzudin Aybak
al-Turkumani menjadi wakil al-Asyraf untuk menjalankan urusan pemerintahan. Pada kemudian
hari, Izzudin Aybak menikahi Syajarah dan tak lama kemudian Izzudin Aybak menggulingkan
al-Asyraf dan merebut kekuasaan pusat. Dengan demikian, berakhirlah era Dinasti Ayyubiyah di
Mesir. Tak lama kemudian Dinasti Ayyubiyah di Syam juga tunduk di bawah kekuasaan kaum
Mamalik.[17]
PENUTUP
Ayyubiyah berasal dari keturunan Kurdi dari Azarbaijan yang melakukan migrasi ke Irak.
Pendiri pemerintahan ini adalah Salahuddin al-Ayyubi. lahir di takriet 532 H/1137 M. dan
meninggal 589 H/1193 M. pada perjuangan dan proses berdirinya Dinasti Ayyubiyah ini
meliputi faktor intern dan ekstern. Faktor intern antara lain perjuangan Salahuddin sebagai
seorang panglima dari Nuruddin yang berhasil menakhlukkan Dinasti Fatimiyah kemuian
berhasil mengalahkan perlawanan dari anak Nuruddin yaitu Sultan Ismail Malik Syah. Periode
berikutnya masuk dalam permasalahan ekstern ketika Salahuddin menjadi seorang Sultan.
Kemuian yaitu perang Salib atas perebutan Yerussalem yang dimenangkan oleh pasukan
Salahuddin.
Tantangan setip Sultan memang berbeda-beda namun ada tiga tokoh Sultan yang menonjol
pada Dinasti Ayyubiyah yaitu Salahuddin al-Ayyubi, al-Adil I, dan al-Kamil. Pada masanya
banyak memberikan pengaruh besar terhadap perang salib serta perkembangan dan kemajuan
peradaban islam pada bidang pendidikan dan arsitektur, ilmu pengetahuan, filsafat, sastra,
pertanian dan industri hingga bidang militer.
Adapun penyebab dari keruntuhan Dinasti Ayyubiyyah adalah selain dari faktor intern juga
karena faktor ekstern. Faktor intern dari keruntuhan Ayyubiyyah ini adalah adanya perselisiah
dikalangan keluarga yang memperebutkan wilayah kekuasaan. Sedangkan faktor ekstern
keruntuhan Ayyubiyyah adalah karena serangan bangsa Mongol dan Dinasti Mamluk.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, dkk.Taufik.Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Jilid II. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002.
Ali, K. Sejarah Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996.
Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media, 2013.
Bosworth,C. E.Dinasti-Dinasti Islam.terj. Ilyas Hasan. Mizan: Bandung, 1993.
Hitti, Philip K. History of the Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008.
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Publiser.2009.
Ibrahim, Qasim dan Muhammad A. Saleh. Buku Pintar Sejarah Islam. Jakarta: Zaman, 2014.