Anda di halaman 1dari 8

NAMA : AMALIYAH AZIZAH

KELAS : VIII. K

SEJARAH ARTIKEL DINASTI AYYUBIYAH

Sejarah Daulah Ayyubiyah


Daulah Ayyubiyah adalah sebuah daulah besar yang berbentuk dinasti atau kerajaan, berkuasa di
Timur Tengah antara abad ke-12 sampai abad ke-13. Namun daulah ini mungkin asing bagi umat
Islam secara umum, umat Islam lebih akrab dengan nama-nama kerajaan seperti Daulah Umayyah,
Daulah Abbasiyah, dan Daulah Utsmaniyah, bahkan nama daulah ini kalah tenar dibandingkan sultan
mereka sendiri, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi.

Asal Penamaan dan Pertumbuhannya


Nama Ayyubiyah dinisbatkan kepada Najmuddin Ayyub bin Syadi, ayah dari Shalahuddin al-Ayyubi,
seorang Kurdi yang berasal dari Kota Dvin, di Utara Armenia. Najmuddin Ayyub berasal dari suku
Rawadiya yang merupakan warga mayoritas Kota Dvin. Sebagian orang-orang Bani Ayyub
menyatakan bahwa mereka bukanlah orang Kurdi. Mereka mengklaim sebagai orang Arab keturunan
dari Bani Umayyah yang tinggal di Utara Armenia. Shalahuddin al-Ayyubi sendiri membantah
pendapat ini, dan menyatakan bahwa ia adalah orang asli Kurdi bukan dari bangsa Arab.
Keadaan Kota Dvin yang semula nyaman bagi keluarga Syadi berubah menjadi kota yang tidak
bersahabat setelah ditaklukkan oleh Turki. Hal ini memaksa Syadi membawa kedua putra; Najmuddin
Ayyub dan Asaduddin Syirkuh pindah menuju Tikrit, Irak.
Sesampainya di Tikrit, ia disambut oleh temannya, Mujahid al-Din Bihruz, yang merupakan panglima
militer Dinasti Saljuk untuk wilayah Utara Mesopotamia. Kemudian Bihruz mengangkat Syadi
menjadi amir di wilayah Tikrit. Setelah Syadi wafat, putra tertuanya Ayyub menggantikan jabatannya
dan sang adik Syirkuh menjadi wakilnya. Mereka berdua berhasil memimpin Tikrit dengan baik dan
manarik simpati masyarakat.
Kepemimpinan mereka di Tikrit berjalan dengan baik dan tidak memiliki konflik dengan pihak luar
sampai terjadi insinden terbunuhnya salah seorang pejabat Abbasiyah oleh Syirkuh. Menurut Syirkuh
hal itu terjadi karena perwakilan Abbasiyah itu hendak mengganggu seorang wanita dan ia berusaha
menolong wanita tersebut. Pihak Abbasiyah pun mengambil sikap dengan menjadikan Ayyub dan
Syirkuh sebagai buronan. Akhirnya kedua bersaudara ini pindah dari Tikrit menuju wilayah
kekuasaan Daulah Zankiyah. Di sana mereka mendapatkan perlindungan dari Nuruddin az-Zanki.

Peta Kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Masa Keemasannya

Pada masa selanjutnya, ketika Daulah Zankiyah tidak memiliki sosok pemimpin, mereka bergabung
dan mengintegrasikan wilayah mereka di bawah kekuasaan Shalahuddin al-Ayyubi. Kemudian Mei
1175 Shalahuddiin ditetapkan sebagai penguasa Mesir, Maroko, Nubia, Arab Barat, Palestina, dan
Suriah Tengah oleh Khalifah Abbasiyah.
Dinasti ini berkuasa selama 90 tahun, mempunyai sepuluh orang sultan:
1. Salahuddin Yusuf (1174-1193)
2. Al-Aziz ibn Salahuddin (1193-1198)
3. Mansur ibn al-Aziz (1198-1199)
4. Al-Adil I Ahmad ibn Ayyub (1199-1218)
5. Al-Kamil I (1218-1238)
6. Al-Adil II (1238-1240)
7. Malik al-Shalih Najmuddin (1240-1249)
8. Muazzam Tauransyah ibn Shalih (1249)
9. Syajarah al-Durr, istri Malik Saleh (1249)
10. Asyraf ibn Yusuf (1249-1250)[14]
Biografi Salahudin Al-Ayubi (1138 - 1193 M)

Biografiku.com - Dunia mengenalnya sebagai salah satu tokoh pemimpin terbesar yang pernah
ada. Ia sangat dikenal oleh umat islam di dunia dan juga terkenal di barat. Dialah juga merupakan
salah satu tokoh terbesar dalam Perang Salib. Namanya dikenal luas takkala ia dapat menaklukkan
kerajaan Jerusalem yang ketika itu dipimpin oleh Guy The Lusignan Raja Jerusalem.

Pasukan Shalahuddin dikenal sebagai pasukan yang pemberani dibawah pimpinannya. Berikut
biografi dan profil lengkapnya. Bernama lengkap Salahuddin Al-Ayubi yang dikenal didunia barat
sebagai Saladin terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat
sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di
Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nur Ad-Din atau
Nuruddin Zangi.

Profil Kehidupan Salahuddin Al Ayyubi


Salahudin Al-Ayubi atau tepatnya Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau
Saladin/salahadin (menurut lafal orang Barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh
(sejarah) Islam.

Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW
yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun,
bermakna seperti pada istilah ulang tahun.

Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan/organisasi muslim sering disebut sebagai milad atau
miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang tahun menurut penanggalan kalender Masehi.

Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin
Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya
Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan
dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).

Dinobatkannya Salahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin,
Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal
garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Salahuddin
berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Salahuddin.

Shalih Ismail terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada
tahun 1181. Salahuddin Al Ayyubi kemudian memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan
Islam di Mesir kembali kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Menaklukkan Jerusalem
Dalam menumbuhkan wilayah kekuasaannya Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para
Crusader (Tentara Salib) dari Eropa, terkecuali satu hal yang tercatat adalah Salahuddin sempat
mundur dari peperangan Battle of Montgisard melawan Kingdom of Jerusalem (kerajaan singkat di
Jerusalem selama Perang Salib) yang saat tu dipimpin oleh Baldwin IV karena kesepakatan antara dua
belah pihak.

Mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Châtillon pimpinan perang dari The Holy
Land Jerusalem memrovokasi muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang
digunakan sebagai jalur jamaah haji ke Makkah dan Madinah.
Lebih buruk lagi Raynald yang ketika itu didukung oleh Guy of Lusignan yang merupakan raja
jerusalem yang baru menggantikan Baldwin IV yang meninggal akibat lepra mengancam menyerang
dua kota suci tersebut, hingga akhirnya Salahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerusalem pada
tanggal 4 juli 1187 pada perang yang terkenal dengann nama 'Battle of Hattin'.

Pada pertempuran tersebut, pasukan islam yang dipimpin langsung oleh Salahuddin Al Ayyubi dapat
membumi hanguskan tentara salib yang ketika itu dipimpin oleh Guy of Lusignan sekaligus
mengeksekusi mati Raynald of Châtillon dan kemudian menangkap rajanya, Guy of Lusignan.

Setelah peristiwa tersebut, Salahuddin al Ayyubi kemudian bergerak dengan cepat untuk menguasai
daerah-daerah disekitar kerajaan jerusalem. Beberapa bulan kemudian ia berhasil mengusai daerah-
daerah tersebut, Salahuddin yang akhirnya mencapai kerajaan jerusalem pada bulan september 1187
kemudian melakukan pengepungan kerajaan yerusalem yang ketika itu dipimpin oleh Balian of Ibelin.

Serangan pertama ke tembok pertahanan Kerajaan jerusalem dilakukan pada tanggal 21 september
1187 oleh pasukan Salahuddin Al Ayyubi. Selama 12 hari, kerajaan yerusalem yang dikomando oleh
Balian of Ibelin bertahan mati-matian oleh serangan pasukan islam.

Hingga akhirnya pada tanggal 2 oktober 1187, kerajaan Jerusalem akhirnya menyerah. Setelah sekian
lama seluruh Jerusalem kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jerusalem pun runtuh. Kisah
penaklukan kerajaan Yerusalem oleh Salahuddin Al Ayyubi dapat pembaca lihat di film yang berjudul
'Kingdom of Heaven'.

Jatuhnya Jerusalem ini menjadi pemicu Kristen Eropa menggerakkan Perang Salib Ketiga atau Third
Crusade. Perang Salib Ketiga ini menurunkan Raja Richard dari Inggris ke medan perang di Battle of
Arsuf.

Shalahuddin pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan
invincibilty Salahuddin. Dalam kemiliteran Sholahuddin dikagumi ketika Richard cedera,
Shalahuddin menawarkan pengobatan di saat perang di mana pada saat itu ilmu kedokteran kaum
Muslim sudah maju dan dipercaya.

Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, di mana Jerusalem tetap
dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya Shalahuddin
meninggal dunia di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris. Bahkan ketika rakyat membuka
peti hartanya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak dibagikan
kepada mereka yang membutuhkannya.

Selain dikagumi Muslim, Shalahuddin atau Saladin/salahadin mendapat reputasi besar di kaum
Kristen Eropa, kisah perang dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa,
salah satunya adalah The Talisman (1825) karya Walter Scott.

Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak ingin menengoknya. Bahkan di salah
satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak jadi masjid
yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-
Mu, ya, Kristus, adalah kerajaan abadi...."

Tapi jika masa lalu tak mudah pergi, dari bagian manakah dari Saladin yang akan datang kepada kita
kini? Dari ruang makamnya yang kusam, mitos apa yang akan kita teruskan? Kisah Saladin adalah
kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar cerita dahsyat bagaimana agama-agama telah
menunjukkan kemampuannya untuk memberi inspirasi keberanian dan ilham pengorbanan - yang
kalau perlu dalam bentuk pembunuhan.

Tapi sebagian besar kisah Saladin - yang tersebar baik di Barat maupun di Timur dari sejarah Perang
Salib yang panjang di abad ke- 12 itu - adalah juga cerita tentang seorang yang pemberani dalam
pertempuran, yang sebenarnya tak ingin menumpahkan darah. Saladin merebut Jerusalem kembali di
musim panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk
menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat.

Dan ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah menjadikan
penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam,
meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu
orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.

Dalam hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang tampaknya dilakukan Saladin. Meskipun tak
selamanya ia tanpa cacat, meskipun ia tak jarang memerintahkan pembunuhan, kita toh tahu,
bagaimana pemimpin pasukan Islam itu bersikap baik kepada Raja Richard Berhati Singa yang datang
dari Inggris untuk mengalahkannya.

Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam
salju, dan juga seorang dokter. Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta
diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa
melahirkan orang sebaik itu.

Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang sebaik itu. Terutama
ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari abad ke- 12 tapi
meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah
sebenarnya masa silam?

Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di tahun 1970-an, saya kembali ke pusat
Damaskus, lewat lorong bazar yang sibuk di depan Masjid Umayyah. Kota itu riuh, keriuhan yang
mungkin tanpa sejarah.
Biografi Khalifah Al-Adil I (1145-1218 M)

Al-Adil I ( bahasa Arab : ‫ العادل‬, penuh al-Malik al-Adil Sayf al-Din Abu-Bakr bin Ayyub , Arab : ‫الملك‬
‫ العادل سيف الدين أبو بكر بن أيوب‬, 1145-1218) adalah seorang Ayyubiyah umum Mesir dan
penguasa Kurdi keturunan. Dari kehormatan nya "Sayf al-Din" (Sword of Faith) ia kadang-kadang
dikenal dengan tentara salib Frank sebagai "Saphadin". Seorang administrator berbakat dan efektif
dan organizer, Al-Adil memberikan dukungan militer dan sipil penting untuk kampanye besar Saladin
(sebuah contoh awal dari menteri besar perang). Dia juga seorang jenderal mampu dan strategi di
kanan sendiri, dan dasar dan ketekunan dari negara Ayyubiyah adalah sebanyak prestasinya seperti itu
Saladin.

Al-Adil adalah putra Najm ad-Din Ayyub , dan adik Salah ad-Din Ayyubi . Ia dilahirkan pada bulan
Juni 1145, mungkin di Damaskus .Dia pertama kali mencapai perbedaan sebagai perwira di Nuruddin
Zengi 's tentara selama nya paman Shirkuh 's kampanye ketiga dan terakhir di Mesir (1168-1169);
setelah kematian Nur ad-Din pada tahun 1174, Al-Adil memerintah Mesir atas nama saudaranya
Saladin dan memobilisasi sumber daya negara itu besar dalam mendukung kampanye saudaranya
di Suriah dan perang melawan Tentara Salib (1175-1183). Dia adalah gubernur Aleppo (1183-1186)
namun kembali untuk mengelola Mesir selama Perang Salib Ketiga (1186-1192), sebagai gubernur
provinsi utara Saladin (1192-1193), ia menekan pemberontakan 'Izz Al-Din dari Mosul berikut
kematian Shalahuddin (Maret 1193). Pada kematian Saladin dia adalah gubernur Damaskus.

Salah satu objek utama kebijakan luar negeri al-Adil adalah untuk menghindari memprovokasi
peluncuran sebuah Perang Salib baru.Namun di September 1217 (Jumada II 612) tentara salib baru
turun di Acre. Al-Adil sama sekali tidak siap untuk serangan ini dan meskipun tujuh puluh dua tahun
dia buru-buru mengambil pasukannya ke Palestina untuk terlibat dengan mereka. Kampanye di
Palestina tidak membawa dia setiap keberhasilan yang nyata bagaimanapun, dan di Agustus 1218 (1
Jumada 615) ia menerima kabar mengejutkan bahwa kekuatan Tentara Salib kedua telah mendarat di
Mesir dan menyerang Damietta. Dia jatuh sakit dan meninggal saat kampanye (Agustus 1218) dan
digantikan oleh putranya Malik Al-Kamil .

Aturan Al Adil adalah menentukan dalam menentukan bentuk alam Ayyubiyah selama bertahun-
tahun yang akan datang. Setelah dia, suksesi di Mesir dan gelar didambakan dari Sultan tetap dalam
garis laki-laki tertua dari penerusnya. Keturunannya juga menguasai benteng perbatasan
kritis Mayyafariqin di ujung timur laut dari wilayah Ayyubiyah. Di tempat lain, keturunan Saladin
ditahan Aleppo, dan keluarga saudara Al-Adil lainnya Nuruddin Shahanshah diadakan Baalbek dan
Hama. Homs diselenggarakan oleh keturunan itu paman Al-Adil Shirkuh . Damaskus menjadi fokus
utama persaingan antara berbagai cabang dari keluarga, berpindah tangan beberapa kali sebelum
aturan Ayyubiyah berakhir.
Sejarah Khalifah Malik Al-kamil muhammad (1218-1238M-khalifah ke 5)

Nama lengkapnya adalah Al-malik al-Kamil Nasiruddin Abu Al-


Ma’li Muhammad. Al kamil merupakan putra dari Al-
Adil.pada tahun 1218, ia memimpin pertahanan untuk menghadapi pasukan salib yang mengepu
ng kota Dimyat (Damietta). Beliau menjadi sultan setelah ayah beliau wafat, yaitu Al -Adil.

Pada tahun 1219 M, Al


Kamil hampir kehilangan tahta karena persekongkolan kaum Kristen koptik. Beliau berhasil me
ngungsi ke Yaman untuk menghindari kelompok pasukan tersebut. Beliau berhasil meredam pe
rsekongkonglan Kristen koptik tersebut atas bantuan gubernur suriah, yakni Al-Mu’azzam.

Pada bulan Februari 1229 M, Al-


kamil menyepakati genjatan senjata selama kurang lebih 10 tahun dengan Fredreric
II, yang isinya antara lain:

1. Ia mengembalikan Yarusalem dan kota suci lainnya kepada pasukan salib.


2. Kaum muslimin dan yahudi dilarang memasuki kota itu kecuali di sekitaran kompleks Masji
dil Aqsa dan Masjid Umar.

Selain itu, ada beberapa peristiwa penting yang di alami Al-Malik al-Kamil, antara lain:

1) Menjadi sultan menganikan ayahnya yang wafat pada tahun 1218 M.


2) Tahun 1219 M, kota Dimayat jatuh ke tangan kaum Kristen.
3) Membangun kembali tembok di Yarusalem yang di robohkan Al-Mu’azzam.
4) Mengembalikan salib asli yang dulu terpasang di kubah Baitul Maqdis kepada orang Kristen.
5) Beliau wafat pada tahun 1238 M. kedudukannya sebagai sultan digantikan oleh Salih Al-
ayyubi.

Penaklukkan Jerusalem

Pada 3 Juli 1187 Shalahuddin dan pasukannya mengepung wilayah Tiberias, sementara Pasukan Salib
sedang mengadakan persiapan untuk menyerang Daulah Ayyubiyah. Mendengar hal itu, Shalahuddin
langsung bertolak menuju pusat pemerintahannya di Kafr Sabt –sebuah daerah di Utara Palestina-. Ia
meninggalkan pasukannya di Tiberias, dan memerintahkan pasukannya yang lain untuk mencegat
Pasukan Salib di wilayah Hattin. 4 Juli 1187, terjadilah peperangan besar antara Shalahuddin dan
pasukannya dengan tentara Salib, perang yang terjadi di saat kaum muslimin berpuasa ini dikenal
dengan Perang Hattin. Pada perang ini, sebanyak 20.000 tentara Salib berhasil ditundukkan, di antara
mereka ada yang mati kehausan dan kepanasan. Sedangkan Raja Jerusalem yang memimpin Pasukan
Salib di perang ini, Guy de Lusignan, berhasil ditawan. Shalahuddin adalah pria yang penuh adab dan
keramahan, ia memperlakukan tawanannya yang terhormat ini dengan penuh adab, tidak seperti yang
digambarkan oleh sebagian pihak. Adapun tawanan seperti Reginald dari Chaliton yang berhianat
dengan merusak perdamaian dieksekusi sebagai bayaran dari perbuatannya. Demikian juga dengan
seluruh ksatria gereja dan pasukan elit Kristen, semua dieksekusi di depan khalayak.

Kekalahan di Hattin telah memangkas gerak penyebaran Pasukan Salib di Timut Tengah dan juga
mengakibatkan Jerusalem kehilangan sebagian pasukannya. Kondisi ini benar-benar dimanfaatkan
Shalahuddin untuk terus menekan Pasukan Salib. Terbukti, empat hari setelah perang itu, Shalahuddin
mengajak kaum muslimin bersatu memerangi tentara Salib dan mengusir mereka dari tanah Palestina.
Ia mengumpulkan semua pasukannya dari berebagai desament menuju tanah suci Jerusalem dengan
tujuan membebaskannya.

Pada bulan Agustus 1187, pasukan besar ini telah berhasil menaklukkan Ramalah, Gaza, Bayt Jibrin,
dan Laturn. Kemudian pada 2 Oktober 1187, barulah Shalahuddin bersama pasukannya berhasil
membebaskan Jerusalem setelah berunding dengan penguasanya, Balian dari Ibelin. Saat itu lantunan
adzan dari Masjid al-Aqsha menggantikan dentang lonceng gereja yang biasa menggema di
Jerusalem.

Perang Salib III


Kekalahan yang dialami Pasukan Salib di tahun 1187 menyisakan dendam dan keinginan untuk
merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaan mereka yang telah terlepas. Pada tahun 1189, Paus
Gregory VIII menyerukan Perang Salib III. Ia menyeru kerajaan-kerajaan besar Kristen di Eropa
untuk menyambut seruannya tersebut. Sekutu bersar Salib yang teridiri dari Frederick Barbarossa dari
Kerajaan Romawi, Philip Augustus dari Prancis, Richard The Lion Hart dari Inggris, dan ditambah
Guy de Lusignan yang menghianati janjinya kepada Shalahuddin untuk tidak kembali memeranginya
setelah Shalahuddin membebaskannya dari tawanan, mereka semua bersatu dalam shaf Pasukan Salib
untuk menghadapi Shalahuddin al-Ayyubi dan umat Islam.

Perang terbesar dalam sejarah konflik Pasukan Salib dan Pasukan Islam pun mulai berkobar.
Frederick Barbarossa menempuh jalur darat dan berhasil ditenggelamkan ketika menyeberangi sungai
Cicilian, sebagian pasukannya kembali dan sebagian yang lain bergabung dengan pasukan Richard
The Lion Hart.
Dalam peperangan yang berlangsung selama dua tahun ini, Richard berhasil mengalahkan
Shalahuddin al-Ayyubi. Akibat kekalahan itu sebagian Pasukan Islam ditawan oleh Richard, dan ia
meminta dua syarat jika Shalahuddin menginginkan pasukannya dibebaskan; pertama, membayar
tebusan sebesar 200.000 keping emas, kedua, Pasukan Islam harus memperbaiki Salib Suci. Namun
syarat ini tidak dipenuhi oleh Pasukan Islam dan Richard membantai 2700 tawanan tersebut.

Apa yang dilakukan Richard tentu saja jauh berbeda dengan yang dilakukan Shalahuddin ketika
menaklukkan Jerusalem, Shalahuddin membebaskan ribuan tawanan Jerusalem tanpa menciderai
mereka sedikit pun, ditambah lagi pembebasan tawanan lainnya atas permintaan Uskup Jerusalem.
Tidak hanya sampai di situ, bersamaan dengan tawanan Pasukan Islam yang dibunuh oleh Richard,
Shalahuddin malah membalasnya dengan membebaskan tawanan yang ada padanya yang terdiri dari
orang-orang miskin, para wanita dan anak-anak, tanpa tebusan sama sekali.

Berakhirnya Dinasti Ayyubiyah

Runtuhnya Dinasti Al-Ayyubiyah dimulai pada masa pemerintahan Sultan As-Salih ketika pada
waktu itu tentara kaum budak di Mesir yakni Kaum Mamluk, memegang kendali pemerintahan.
Setelah As-Salih meninggal pada tahun 1249M kaum Mamluk kemudian mengangkat istri As-Salih,
Sajarad Ad-Dur sebagai sultanah. Dengan demikian berakhir kekuasaan Dinasti Al-Ayyubiyah di
Mesir. Selanjutnya, Qutus mengambil alih kekuasaan Al-Ayyubiyah. Sejak itu berakhirlah kekuasaan
Dinasti Al-Ayyubiyah.
Kesultanan yang telah dibangun Shalahuddin dari Tigris sampai ke Nil telah ia bagi-bagikan kepada
ahli warisnya. Sayangnya tidak ada satu pun dari mereka yang mewarisi keahliannya dalam
memimpin. Anak-anaknya al-Malik al-Afdhal yang menggantikan kedudukannya di Damaskus, al-
Zahir mewarisi tahta di Aleppo, dan si bungsu sekaligus kepercayaan Shalahuddin, Shalah al-Adil
yang menguasai Karak dan Syaubak, gagal meneruskan kejayaan Daulah Ayyubiyah ini.

Kekuasaan mereka berhasil direbut oleh paman mereka sendiri al-Adil antara tahun 1196-1199 M.
Pada masa selanjutnya, kekuasaan Dinasti dilanjutkan oleh anak-anak al-Adil dan kemudian
dihancurkan oleh pasukan Tartar.

Sumber:
History of The Arab
Islamstory.com dll.

Read more http://kisahmuslim.com/4107-sejarah-daulah-ayyubiyah.html

Anda mungkin juga menyukai