Anda di halaman 1dari 3

"......

Bila kau tahu hakikat seorang pencinta, kau akan menyadari bahwa ketunggalan harus meniadakan dirinya, untuk musnah ke dalam pelukan kekasihnya. (Majnun)

......Bahkan sekarang aku seperti lilin terbakar. Bila aku mendekati api, aku akan hangus seluruh. Kedekatan membawa bencana, dan para pencinta harus menghindarinya. Lebih baik sakit daripada setelah itu harus menahan malu karena menanggung perawatan setelah terbakar oleh gairah pertemuan Kenapa meminta lebih?" (Layla)

Layla Majnun sesungguhnya merupakan kisah cinta klasik yang dikisahkan dari mulut ke mulut di tanah Arab sejak Dinasti Umayyah berkuasa (661-750 M). Diyakini oleh banyak orang roman ini didasarkan pada kisah nyata tentang seorang pemuda bernama Qays putra Al-Mulawwah, penguasa Bani Amir di Arabia. Ada banyak versi cerita pada masa itu. Dalam salah satu versi, Qays menghabiskan masa mudanya bersama Layla di tenda mereka. Dalam versi yang lain, Qays hanya memandang Layla dan langsung jatuh cinta kepadanya dengan cinta yang membuatnya pikun pada dunia. Betapapun, ada sebuah persamaan dalam masing-masing versi: Qays berubah menjadi gila karena cintanya kepada Layla; karena alasan itulah ia disebut Majnun , yang berarti gila . Melalui kisah itulah kemudian syair-syair Arab, yang berbicara tentang romantika cinta Majnun dan kesetiaan Layla yang menggetarkan, digubah. Layla Majnun sangat menginspirasi para penyair Arab, khususnya kaum Sufi, karena sosok Layla menjadi simbol yang merepresentasikan Yang Terkasih, dan sosok Majnun merepresentasikan seorang pencinta. Dalam tradisi Sufi, hubungan antara pencinta dan Kekasih, juga antara hamba dan Tuhan, hanya bisa terjalin melalui cinta. Dari tradisi lisan kisah tersebut kemudian merasuk ke dalam khazanah sastra Persia, dan Nizami kemudian menuliskannya pada abad 12 dalam Bahasa Persia. Dalam versi Nizami, Qays dan Layla samasama jatuh cinta ketika keduanya bertemu di sekolah tempat mereka menuntut ilmu bersama. Namun kemudian, mereka terpisah karena ayah Layla tidak menyetujui hubungan mereka. Dalam perjalanan, Layla dinikahkan secara paksa oleh ayahnya dengan lelaki yang bernama Ibnu Salam. Namun Ibnu Salam tak pernah bisa menjamah keperawanan Layla yang senantiasa setia kepada Qays hingga akhir hayatnya. Sementara itu, Qays kemudian berubah menjadi gila hingga ia lebih terkenal dengan sebutan Majnun . Ia kehilangan unsur kemanusiaan di dalam dirinya, berkawan dengan binatang-binatang rimba, dan jiwanya sepenuhnya lebur ke dalam bayangan kekasihnya. Kenapa versi yang ditulis Nizami menjadi sangat terkenal dan bahkan mengalahkan versi-versi kisah sebelumnya? Nizami, di samping mempertahankan fakta dan seting utama cerita, memberikan tambahan-tambahan penting ke dalam kisah sebelumnya: panorama di taman, penyerangan Nawfal terhadap kabilah Layla,

kunjungan ibu dan paman Majnun, kematian ibu Majnun, kisah tentang pemuda dari Baghdad yang terpesona pada kepenyairan dan kegilaan Majnun, kematian suami Layla, juga kisah tentang dunia hewan dan renungan ala Sufi, yang semuanya itu tidak ditemukan dalam sumber-sumber awalnya di Arab. Sumber-sumber awal tentang kisah Layla dan Majnun tidak dimaksudkan untuk menciptakan sebuah karya seni adiluhung, melainkan hanya merekam karya-karya syair Majnun yang sangat terkenal di seluruh jazirah Arab. Selain mempertahankan suasana kehidupan suku Badui Arab, tenda-tenda kabilah di gurun, dan tradisi tribal para penghuninya, pada saat yang sama Nizami juga merasukkan kisah tersebut ke dalam semesta peradaban Persia. Kegersangan dan kekakuan kisah lama dibingkai oleh Nizami dengan deskripsi mengenai angkasa bertabur bintang dan matahari yang bersinar, atau rahasia-rahasia terdalam dari jiwa manusia, dalam sebuah bahasa yang luar biasa kaya, penuh dengan citraan-citraan yang mempesona. Nizami membebaskan kisah tersebut dari batasan-batasan peristiwa yang aksidental dengan menaikkannya ke level spiritual dan memperkayanya dengan kecintaannya akan warna, aroma, dan suara, seraya membumbuinya dengan permata, bunga-bunga, anggur, dan bebuahan. Yang jauh lebih penting dari Nizami adalah pandangannya terhadap takdir yang menimpa Layla dan Majnun sebagai tragis , sangat berbeda dengan pandangan Barat tentang makna tragedi dan penderitaan . Bahwa tidak terpenuhinya cinta mereka di dunia adalah ciri khas dari mistisisme yang dihidupi Nizami. Laylanya Nizami menyatakan dengan jelas bahwa dalam cinta, kedekatan yang terlalu dekat sangatlah berbahaya bagi sepasang kekasih. Dengan demikian, penderitaan para pencinta tidak bisa dikatakan sebagai tragis , tidak bisa diinterpretasikan dari sudut pandang moralitas konvensional. Penderitaan pencinta meruntas belenggu sifat kemanusiaan, memampukan mereka untuk bebas dari diri yang terikat dengan dunia fana. Kematian adalah pintu gerbang menuju dunia sejati , ke Rumah yang dihasrati jiwa pencari, dan Nizami menyingkap hal ini dalam metafora-metafora yang brilian dan dinamis: lilin yang menumpahkan air mata kegetiran; kerang yang menderita karena mengandung mutiara; berlian yang merindu-dendam ingin terbebas dari batu karang tempatnya tidur selama jutaan tahun; mahkota-mahkota mawar mengering menjadi setetes sari mawar yang semerbak dan berharga; Majnun meniadakan pemakan dalam dirinya , mengatasi rasa lapar, egoisme, dan kepemilikan, serta membubarkan lapak-lapak perasaan di dalam tubuhnya. Ia menjadi Penguasa Cinta dalam Keagungan. Tidak setiap peristiwa jatuh cinta dapat mencapai keadaan mulia ini. Cinta yang tiada abadi, tutur Nizami, hanyalah permainan indra dan cepat punah bagaikan masa muda. Tak heran jika Hakim Nuruddin Abdurrahman Jami, penyair Sufi Persia abad 15, yang menulis roman alegoris Yusuf dan Zulaikha, mengungkapkan, Meskipun hampir semua karya Nizami pada permukaannya tampak sebagai roman, dalam kenyataannya karya-karyanya menampilkan selubung bagi kebenaran-kebenaran hakiki dan pengetahuan ilahi. Goethe, pujangga terbesar Jerman, berujar, Roh agung yang berbicara tentang perhelatan termanis dari cinta yang terdalam, itulah Nizami Melalui Nizami, kisah tersebut kemudian menyebar ke wilayah-wilayah Turki, Eropa, Afrika, Kaukasus,

India, Nusantara, dan mempengaruhi banyak penulis setelahnya, termasuk Jalaluddin Rumi, penyair Sufi terbesar. Menurut salah satu sumber, kisah Romeo dan Juliet yang ditulis William Shakespeare pun dipengaruhi oleh karya ini. Kemasyhuran kisah ini memberikan ilham bagi banyak seniman baik pelukis, pemusik, maupun sineas, dalam menciptakan beragam karya seni yang menggambarkan kisah cinta tak terbalas, namun cinta itu sendiri mentransformasikan pencintanya ke dalam persatuan mistik dengan Sang Kekasih. Buku yang berada di tangan Anda saat ini merupakan karya Nizami yang paling otoritatif dan terlengkap, mengingat banyak naskah Layla Majnun yang dikaitkan kepada sang pengarang. Karena pentingnya kisah ini sebagai rujukan abadi bagi para peminat sastra, spiritualitas, dan mistisisme, maka kami mempersembahkan karya terjemahan naskah ini kepada Anda. Dalam proses penyuntingan, kami memperhatikan diksi dan rima dalam setiap paragraf dengan tetap merujuk pada teks aslinya serta keindahan bahasa yang mengena pada rasa pembaca Indonesia. Selamat menikmati.

Anda mungkin juga menyukai