Anda di halaman 1dari 15

BAB I

SEJARAH BERDIRINYA DINASTI AL-AYYUBIYAH

A. PENDAHULIAN
Dinasti Ayyubiyah merupakan dinasti muslim sunni yang beretnis Kurdi. Daerah
kekuasaannya adalah Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekah, Hejaz dan Dyarbakir.
Setelah Khalifah al-Adid wafat, kekuasaan Dinasti Fatimiyah pun telah berakhir pada tahun
1171 M, setelah berdiri selama 262 tahun sejak 909 M. Selama tiga tahun, Mesir sempat
kembali menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Abbasiyah. Hingga tahun 1174 M,
Shalahuddin Al-Ayyubi mendeklarasikan berdirinya Dinasti Ayyubiyah yang berbaiat
langsung pada Dinasti Abbasiyah. Salahuddin al-Ayyubi tetap mempertahankan Mesir
sebagai pusat pemerintahannya, sehingga ia berhasil mengatasi perkembangan mazhab Syiah
yang pernah dikembangkan oleh pemerintahan Dinasti Fatimiyah sebelumnya.
Salahuddin al-Ayyubi merupakan tokoh Muslim yang dikenal dunia Barat, dengan
nama Saladin. Salahuddin al-Ayyubi adalah aktor kunci dalam Perang Salib, yang berhasil
merebut Yerusalem dari kekusaan pasukan Salib. Perang Salib merupakan perang yang
sangat dikenal oleh Islam dan oleh peradaban barat.

B. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI AL-AYYUBIYAH


Ayyubiyah berasal dari keturunan Kurdi dari Azerbaijan yang melakukan migrasi ke
Irak. Pendin pemerintahan ini adalah Salahuddin al-Ayyubi. Nama Ayyubiyah dikaitkan
dengan nama ayah Salahuddin, yaitu Ayyub bin Syadzi. Sebenarnya Dinasti ini berbentuk
Persatuan (Konfederasi) Beberapa yang tunduk pada satu Dinasti yang dipimpin oleh kepala
keluarga, flap-tiap dinasti dipimpin oleh seorang anggota keluarga Ayyubiyah. Pendiri
Dinasti Ayyubiyah adalah Salahuddin Al-Ayyubi putera dan Najmuddin Bin
Ayyub.Berdirinya dinasti Ayyubiyah dilatarbelakangi oleh berbagai peristiwa, seperti
berikut.
Pada saat kelahiran dinasti Ayyubiyah ini, dunia Islam sedang mengalami masa
pancaroba Kekhalifahan Abbasiyah sedang menurun pamornya, menyusul meningkatnya
pamor dinasti Saljuk di Asia Tengah. Pada tahun 1095 M, Paus Urbanus berpidato di
Clermont di Prancis selatan, dan mendeklarasikan Perang Salib. Mereka merangsek ke
Yerusalem yang saat itu sedang dikuasai oleh dinasti Fatimiyah yang juga sedang sakit
keras". Pada Mei 1098 M, dinasti Fatimiyah harus menghadapi dua front sekaligus, yaitu
pasukan Salib dan Pasukan Saljuk yang terus memperluas areal kekuasaannya. Sebagaimana
sejarah mencatat, akhirnya Yerusalem jatuh ke tangan pasukan Salib dan berkuasa di sana.
Pada tahun 1139 M. Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon, kemudian
Najmuddin Ayyub diangkat menjadi gubemur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja
Suriah. Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya
dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik Di samping itu, ia dikenal memiliki
pengetahuan yang mumpuni di bidang astronomi dan geometri. Setelah cukup dewasa,
Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari agama selama
sepuluh tahun. Dalam lingkungan istana Nuruddin, Shalahuddin memulal karimya. Dan tidak
ada yang istimewa dari semua latar belakang yang dimiliki Shalahuddin. Akan tetapi, semua
berubah ketika salah satu wazir (penasihat) Fatimiyah datang ke istana Nuruddin untuk
memohon bantuan Wazir yang datang bemama Syawar Perlu diketahui bahwa sejak wafatnya
Khalifah al-Hakim pada 1021, para khalifah dinasti ini naik takhta pada usia sangat belia.
Akibatnya, peran penasihat atau wazir menjadi krusial dalam mengelola negara. Maka,
terjadilah perebutan posisi wazir makin berkembang luas. Adapun perebutan posisi wazir
Fatimiyah ini menjadi salah satu sebab jatuhnya dinasti tersebut. Dani 15 wazir Fatimiyah,
empat belas di antaranya meninggal dengan cara yang tragis. Demikian pentingnya posisi ini,
hingga untuk mencapai posisi tersebut, mereka bisa saling membunuh antara mereka.
Salah satu wazir yang datang ke Nuruddin untuk meminta bantuan bernama Syawar
Syawar ini sebelumnya digulingkan dari posisinya. Syawar hanya mampu bertahan selama
sembilan bulan menjadi wazir la dikhianati oleh salah satu Jenderalnya bernama Dirgham,
Menurut John Man, komandan pasukan yang bernama Dirgham mengumpulkan 70 orang
pejabat kerajaan, kemudian membunuh mereka semua secara kejam dalam sebuah perjamuan
Namun Shawar berhasil lolos dari pembantaian tersebut dan melarikan diri ke Suriah yang
ketika itu dipimpin oleh penguasa Seljuk bernama Nuruddin Zangi. Maka, Syawar
bermaksud ingin mengambil kembali posisinya dengan bantuan Nuruddin.
Pada awalnya Nuruddin enggan masuk dalam urusan internal keluarga dinasti
Fatimiyah. Di samping itu, untuk mencapai Mesir juga bukanlah hal yang mudah, karena
pasukannya harus terlebih dahulu melewati pasukan Frank yang sudah menduduki wilayah
Ascalon (sekarang Ashkelon, wilayah pesisir yang jaraknya sekitar 60 Km dari Yerusalem).
Namun akhirnya, ia menyetujui untuk membantu wazir tersebut dan memerintahkan paman
Shalahuddin yang bernama Asaduddin Syirkuh untuk membantu wazir tersebut merebut
kembali posisinya. Mendapatkan perintah ini, pamannya bersikeras mengajak Shalahuddin
yang saat itu masih berusia 26 tahun untuk menyertainya dalam misi tersebut.
Pasukan yang dipimpin oleh Syirkuh berangkat pada 15 April 1154 dan tiba di Belbeis,
daerah kekuasaan dinasti Fatimiyah pada 24 April 1154, dengan membawa 10.000 pasukan
kavaleri. Jarak yang akan mereka tempuh untuk sampai ke wilayah kekuasaan dinasti
Fatimiyah adalah sekitar 830 km, yang berarti setiap hari mereka telah mengunggang kuda
sejauh kira-kira 100 Km/hari Sebuah ujian ketangguhan yang cukup menantang bagi sebuah
pasukan yang akan meraih kemenangan besar di Mesir. Di dalam jajaran pasukan ini,
Shalahuddin bertindak sebagai orang kepercayaan pamannya. Dan bagi Shalahuddin sendiri,
ini adalah ekspedisi militer pertamanya, sekaligus langkah pertamanya di panggung sejarah
dunia. Belbeis dapat ditaklukkan dalam waktu singkat Empat hari kemudian Kairo sudah
berada di bawah kendali pasukan Syirkuh. Tidak ada informasi yang jelas tentang peran
strategis Shalahuddin dalam ekspedisi pertamanya ini, selain ia menjadi orang kepercayaan
pamannya.
Setelah berhasil menguasai Mesir, tiba-tiba hal yang tidak diinginkan terjadi. Syawar
menginginkan kekuasaan untuk dirinya sendiri dan menyuruh Syirkuh untuk angkat kaki dari
Mesir segera. Syirkuh menolak keinginan Syawar dan bersikeras tinggal dan menguasai
wilayah Mesir.
Adapun sultan Fatimiyah yang saat itu masih berusia 13 tahun, tidak berdaya
menghadapi situasi konflik yang terjadi di istananya. Merasa tidak memiliki kemampuan
menghadapi pasukan Syirkuh, sang Wazir akhirnya bertolak ke Eropa. Di sana ia
membangun aliansi dengan tentara Salib dan mengajak mereka untuk bersama-sama merebut
kekuasaan dari Syirkuh, sebagaimana yang dulu ia lakukan saat datang ke Istana Nuruddin di
Damaskus. Pertempuran pun akhirnya pecah antara pasukan Syirkuh dan koalisi Syawar dan
tentara Salib yang berlangsung selama bertahun-tahun. Pertempuran ini berakhir dengan
kemenangan pasukan Syirkuh. Syawar akhirnya dieksekusi, dan pasukan Salib kembali
dengan kekalahan.
Praktis setelah itu, Mesir berada di bawah kekuasaan paman Shalahuddin, sekaligus
bertindak sebagai wazir dinasti Fatimiyah. Khalifah dan keluarga kerajaan sendiri tetap
diizinkan pada posisinya, di bawah pengamanan Syirkuh. Tidak lama setelah itu, Syirkuh
wafat, dan Nuruddin kemudian menunjukkan penggantinya. Namun sosok baru ini ternyata
tidak disukai oleh keluarga Fatimiyah. Khalifah kemudian memilih Shalahuddin untuk
menggantikan posisi wazir menggantikan pamannya. Pada akhir Maret 1169 M. Shalahuddin
dilantik sebagai Wazir oleh Khalifah Fatimiyah terakhir Al-Adid, yang saat itu masih berusia
belasan.
Shalahuddin, seorang pemimpinan yang cerdas dan visioner. Dengan cepat ia mampu
memahami situasi yang dihadapinya. Pada awalnya ia bertindak tidak ubahnya seperti
karyawan dengan banyak tuan. Di satu sisi, ia harus mengabdi pada Nuruddin, sedang di sisi
lain la memiliki tuan yang lain, yaitu khalifah Fatimiyah. Serta di sisi yang lain lagi, ia juga
secara tidak langsung menjalin kesetiaan dengan khalifah Abbasiyah. Namun dengan sangat
hati-hati, ia melepaskan satu persatu ikatan dari para tuannya. Mulai ia memboyong keluarga
besarnya yang secara umum memiliki jabatan di Damaskus - ke Mesir. Ia lalu mengganti
sejumlah posisi di Mesir dengan orang-orang terdekatnya. Melalui langkah ini, ia sudah
mencapai dua hal, pertama, melepaskan semua jenis tekanan yang mungkin diberikan oleh
Damaskus melalu keluarganya. Kedua, secara tidak langsung ia sudah menancapkan
kekuatan politik secara paripura di Mesir. Dengan kata lain, melalui cara ini, Shalahuddin
sudah berhasil menga- mankan semua potensi tekanan terhadap dirinya dari kedua tuannya,
Saljuk dan Fatimiyah.
Setelah dilantik, Shalahuddin langsung menghadapi berbagai persoalan internal Mesir
yang begitu kompleks. Mulai dari perebutan jabatan sebagai wazir, pemberontakan rakyat,
hingga ancaman tentara Salib. Pada bulan Agustus 1169 M. pemberontakan 50.000 tentara
Mesir terhadap dirinya berhasil dipadamkan. Meski begitu, gejolak situasi di Mesir tidak
kunjung reda.
Shalahuddin semakin kukuh sebagai puncak pimpinan Mesir. Pembangunan pun
dimulai. la mulai membangun pasukannya sendiri yang berkekuatan 5000 personil dan terdiri
atas orang- orang Kurdi, yang memiliki ikatan kebangsaan dengan Shalahuddin sendiri. la
mulai mengimpor para ulama Suni ke Mesir, yang selama ini kental pengaruh Syi'ah. la
dirikan Universitas yang bermahzab Maliki dan Syafi'l di sana, untuk mengimbangi pengaruh
Syiah Ismailiyah yang sudah ratusan tahun berada di Mesir. Dengan kuda-kuda kekuasaan
yang sudah cukup kuat.
Shalahuddin mulai memperlus areal kekuasaannya ke sekitar Mesir. Titik balik
kekuasaan Shalahuddin di Mesir yang dicatat oleh para sejarawan berlangsung secara politik.
Dalam khutbah Jumat ja mulai memerintahkan untuk membaca doa khusus bagi Khalifah
Abbasiyah di Bahdad yang notabene adalah saingan dinasti Fatimiyah. Peristiwa ini banyak
dianggap sebagai munculnya ambisi kekuasaan dalam diri Shalahuddin setelah serangkaian
keberhasilan yang dilakukannya terhadap kemajuan Mesir.
Pada saat yang sama, kondisi Khalifah Fatimiyah sedang sangat mengkhawatirkan.
Selama berminggu-minggu la sakit keras, dan tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Pada
tahun 1171, khalifah Fatimiyah, Al-Adid wafat. Setelah kematian Khalifah Fatimiyah,
Shalahuddin mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa Mesir. Maka, berakhirlah kekuasaan
dinasti Fatimiyah yang sudah usia sekitar 250 tahun tersebut.
Shalahuddin mendeklarasikan Mesir sebagai Negara yang merdeka dari Damaskus dan
berbaiat langsung dengan Abbasiyah. Namun tiga tahun kemudian, atau tahun 1174 M.
tersiar kabar bahwa Khalifah Abbasiyah wafat Kondisi ini membuka jalan yang lebar di
hadapan Shalahuddin, untuk mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah dari sebuah negeri
yang merdeka, Dengan bala tentara yang sudah cukup kuat, dan kesuksesan pembangunan
yang luar biasa di Mesir, di tahun yang sama ia mendeklarasikan dirinya sebagai Khalifah,
yang sekaligus menandai lahirnya dinasti Ayyubiyah.

C. PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AYYUBIYAH


Dinasti Al-Ayyubiyah didirikan oleh Shalahuddin al Ayyubi yang dikenal sebagai
penakluk Yerusalem. Pusat dinasti ini adalah Mesir. Wilayah pemerintahannya sebagian
besar berada di Timur Tengah selama abad ke-12 dan ke-13.
Di era keemasannya, dinasti Ayyubiyah menguasai wilayah Mesir, Damaskus, Aleppo,
Diyarbakr, serta Yaman Para penguasa Dinasti Ayyubiyah memiliki perhatian yang sangat
besar dalam bidang pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan di puncak
kejayaannya, Salahuddin membangun beragam jenis sekolah di seluruh wilayah kekuasaan
dinasti itu Peninggalan dinasti Ayyubiyah yang terbesar adalah arsitektur militer. Para
penguasanya sangat juga memperhatikan pembangunan masjid. Berikut peradaban Islam
pada masa Dinasti Ayyubiyah termasuk kemajuan-kemajuan yang dicapai dengan gemilang
dan beberapa peninggalan bersejarahnya
1. Kemajuan Peradaban di Bidang Pendidikan dan Arsitektur
Para khalifah dinasti Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota
pendidikan. Bukti-bukti yang tersimpan menunjukkan jejak arsitektur dan pendidikan
yang dikembangkan para penguasa Daulah Ayyubiyah di Damaskus, ibu kota Suriah
Para khalifah Ayyubiyah melakukan banyak hal, seperti merenovasi dinding-dinding
pertahanan kota, menambahkan beberapa pintu gerbang dan menara, membangun
gedung-gedung pemerintahan yang masih bisa digunakan hingga kini, dan juga
mendirikan madrasah sebagai sekolah pertama di Damaskus yang difokuskan untuk
pengembangan ilmu hadis Madrasah ini terus berkembang dan menyebar ke seluruh
pelosok Suriah.
Madrasah yang dibangun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan masjid atau
sebagai sekolah masjid. Lembaga pendidikan ini secara formal menerima murid-murid
dan mengikuti model madrasah yang dikembangkan pada masa Nizhamiyah. Madrasah
yang didirikan Nuruddin di Aleppo (Halb), Emessa, Hamah dan Balabak mengikuti
madzhab Syafi'i. Berikut penjelasan singkat mengenai usaha-usaha yang dilakukan
Khalifah Ayyubiyah untuk memajukan pendidikan.
a) Membentuk departemen khusus pendidikan dan penerjemahan
b) Mengubah fungsi al-azhar
c) Membangun lembaga-lembaga pendidikan di setiap kota
2. Kemajuan Peradaban di Bidang Industri, Ekonomi, dan Perdagangan
Dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih canggih dibanding buatan orang
Barat merupakan salah satu bukti kemajuan di bidang industri. Terdapat pabrik karpet,
pabrik kain, dan pabrik gelas.
Email atau enamel glass merupakan jenis kaca yang paling berharga dalam sejarah
Islam. Kaca jenis ini diproduksi di wilayah yang dikuasai Dinasti Ayyubiyah Mameluk.
Pada abad ke-13 s.d. ke-14 M, enamel glas yang dihiasi dengan email emas sangat
populer Pada masa itu, glass email dibuat sebagai hadiah yang bernilai tinggi, juga
digunakan dalam acara tertentu yang terbilang istimewa.
Di samping itu, adanya perang Salib telah membawa dampak positif, keuntungan
bidang industri, perdagangan, dan intelektual, misalnya dengan adanya irigasi. Dalam hal
perekonomian, Dinasti Ayyubiah bekerja sama dengan penguasa muslim di wilayah lain,
membangun perdagangan dengan kota-kota di Laut Tengah dan Laut Hindia, juga
menyempurnakan sistem perpajakan. Saat itu, jalur perdagangan Islam dengan dunia
internasional semakin ramai, baik melalui jalur darat maupun jalur laut. Hal itu juga
membawa pengaruh bagi negara Eropa dan negara-negara yang dikuasainya. Pada bidang
perdagangan, dinasti ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negara- negara yang
dikuasainya. Di Eropa terdapat perdagangan arikultur dan industri yang menimbulkan
perdagangan internasional melalui jalur laut. Sejak saat itu dunia ekonomi dan
perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank termasuk Letter of Credit (LC)
bahkan ketika itu sudah ada uang koin yang terbuat dari emas sebagai alat tukar. Selain
itu, dunia perdagangan sudah menggunakan mata uang yang terbuat dari emas dan perak
(dinar dan dirham), termasuk pengenalan mata uang dari tembaga yang disebut fulus.
Percetakan fulus dimulai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad al-Kamil bin al-
Adil al-Ayyubi. Fulus disediakan sebagai alat tukar untuk barang yang nilainya kecil.
Ketika itu, setiap 1 dirham setara dengan 48 fulus.
3. Kemajuan Peradaban Islam di Bidang Pertahanan
Salahuddin menyadari bahwa ancaman pasukan salib akan terus menghantui, maka
tugas utamanya adalah mengamankan Kairo dan Fustat. Saat itu, penasihat militemya
mengatakan bahwa Kairo dan Fustat membutuhkan benteng pertahanan. Akan tetapi,
Salahuddin memiliki ide brilian, yaitu membangun benteng strategis yang melindungi
secara total kotanya (Kairo dan Fustat). Ide pembangunan benteng ini terwujud tahun
1183 M.
Maka, Salahuddin memerintahkan untuk membangun benteng kukuh dan besar yang
dikenal dengan Qal'al Jabal atau Benteng Salahuddin al-Ayyubi, yang sampai hari ini
masih berdiri dengan megahnya. Bahkan untuk pondasi benteng diambilkan dari bebatuan
pada Piramid di Giza. Benteng ini bahkan dikelilingi pagar yang tinggi dan kukuh.
Benteng Qal'al Jabal atau Benteng Salahuddin al-Ayyubi terletak di atas Bukit Muqattam,
berdekatan dengan Medan Saiyyidah Aisyah.
Benteng Qa'al Jabal memiliki beberapa pintu utama, di antaranya pintu Fath, pintu
Nasr, pintu Khalk, dan pintu Luq. Di benteng ini terdapat pula saluran air yang berasal
dari sungai Nil. Saluran air itu pernah menjadi tempat minum para tentara. Di bagian
utara benteng terdapat Masjid Muhammad Ali Pasha yang terbuat dari marmar dan granit.
Dalam kawasan benteng, terdapat juga Muzium Polis, Qasrul Jawhara (Muzium permata)
yang menyimpan perhiasan raja-raja Mesir. Sementara itu, Mathaf al-Fan al-Islami
(Muzium Kesenian Islam) yang terletak di pintu Khalk, menyimpan ribuan barang yang
melambangkan kesenian Islam semenjak zaman Nabi Muhammad saw., termasuk surat
Rasulullah saw. kepada penguasa Mesir bernama Maqaugis untuk memeluk Islam.
Proyek besar Citadel dimulai pada 1176 M di bawah Amir Bahauddin Qaraqush.
Salahuddin juga membangun dinding yang memagari Kairo sebagai kota residen Bani
Fatimiyah, sekaligus juga memagari benteng kebesarannya serta Qata'i-al Fustat yang saat
itu merupakan pusat ekonomi Kairo terbesar.
4. Kemajuan Peradaban di Bidang Politik dan Militer
Pemerintahan Dinasti Ayyubiyah dari tahun 570 H-645 H, lebih kurang 75 tahun,
sibuk dalam mempertahankan wilayah kekuasaan dari serangan pasukan Salib. Banyak
kemenangan yang diraih oleh Dinasti Ayyubiyah. Pasukannya dapat mengusir tentara
Salib dari Palestina dan wilayah Islam lainnya. Padahal tentara Salib telah bercokol di
Palestina selama lebih kurang 100 tahun dan mempersatukan tentara-tentara Islam dari
berbagai suku dan bangsa.
Kekuatan militer pada masa pemerintahan Salahuddin terkenal sangat tangguh.
Pasukannya diperkuat oleh pasukan Barbar. Turki, dan Afrika. Mereka sudah
menciptakan alat-alat perang, pasukan berkuda, pedang, panah, bahan peledak, senjata
api, peluru dan pertarungan senjata dengan menunggang kuda. Dinasti ini juga memiliki
burung elang sebagai mata-mata dalam peperangan dan teknik melatih burung merpati
untuk kepentingan informasi militer. Dalam bidang politik Dinasti Ayyubiyah membuat
berbagai kebijakan dalam membangun pemerintahan, antara lain, sebagai berikut
a. Mengganti gadhi-qadhi (hakim) Syah dengan gadhi-qadhi dengan kalangan ulama
sunni.
b. Mengganti pegawai pemerintahan yang melakukan korupsi.
c. Memecat pegawai yang bersengkokol dengan penjahat dan perampok.

5. Kemajuan Peradaban di Bidang Pertanian


Sistem pertanian yang cukup maju di bidang pertanian telah digunakan. Apalagi
dinasti Ayyubiyah tinggal meneruskan sistem pertanian yang telah ada dan maju dari
kekuasaan dinasti Islam sebelumnya. Seperti model irigasi yang praktis, pembangunan
waduk dan bendungan, serta terusan untuk mengain kebun dan pertanian, termasuk
berbagai temuan produk pertanian seperti gula. Para petani merasakan manfaat dari
sistem irigasi, waduk, dan terusan yang dibangun berupa panen berlimpah seperti, kurma,
gula, dan gandum.

6. Kemajuan Peradaban di Bidang Kebudayaan


Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menjadi tokoh yang meneladankan satu konsep dan
budaya, yaitu perayaan hari lahir Nabi Muhammad saw. yang kita kenal dengan sebutan
maulud alau maulid. Maulud atau maulid ini berasal dari kata milad yang berarti tahun
dan bermakna seperti pada istilah ulang tahun.

D. BERAKHIRNYA DINASTI AYYUBIYAH


Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa pemerintahan Sultan as-Shalih. Pada
waktu itu, tentara dari kaum budak di Mesir (kaum Mamluk) memegang kendali
pemerintahan. Setelah as-Shalih meninggal pada tahun 1249 M. kaum Mamluk mengangkat
istri as-Shalih, Syajarat ad-Durr sebagai sultanah. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan
Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Meskipun demikian, Dinasti Ayyubiyah masih berkuasa di
Suriah.
Pada tahun 1260 M. tentara Mongol hendak menyerbu Mesir. Komando tentara Islam
dipegang oleh Qutuz, panglima perang Mamluk. Dalam pertempuran di Ain Jalut, Qutuz
berhasil mengalahkan tentara Mongol dengan gemilang. Selanjutnya, Qutuz mengambil alih
kekuasaan Dinasti Ayyubiyah. Sejak saat itu, berakhirlah kekuasaan Dinasti Ayyubiyah
secara total.
BAB II
PEMIMPIN BESAR DAN ILMUWAN MUSLIM DAULAH AYYUBIYAH

A. PENDAHULUAN
Daulah Ayyubiyah adalah dinasti Muslim Sunni keturunan elnis Kurdi yang pernah
berkuasa selama sekitar satu abad, antara 1174-1250. Perkembangan dinasti ini, tidak terlepas
dari peran besar Salahuddin sendiri. Di tangan Salahuddin, dinasti Ayyubiyah berkembang
pesat terutama di bidang ilmu pengetahuan yang berpengaruh terhadap kemajuan peradaban
Islam.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti al Ayyubiyah ditandai oleh banyak
hal. seperti munculnya ilmuwan Islam dan kedatangan para pelajar dari pelosok dunia untuk
belajar di al- Azhar. Bahkan, beberapa ulama masyhur dari berbagai negeri juga datang untuk
mengajar di al- Azhar. Kemajuan pengetahuan juga didukung oleh diciptakannya karya-karya
besar ilmuwan muslim.
Pada masa kejayaannya, dinasti yang berpusat di Mesir ini pemah menguasai hampir
seluruh wilayah Timur Tengah. Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri menggantikan Dinasti
Fatimiyah, juga mencapai kemajuan di berbagai bidang, salah satunya di bidang ilmu
pengetahuan. Salah satu buktinya, lahimya ilmuwan-ilmuwan Muslim terkemuka yang mahir
dalam bidangnya Peran ilmuwan Muslim dalam membawa kegemilangan Dinasti Ayyubiyah
pun sangat besar. Berikut ini ilmuwan- ilmuwan Muslim masa Daulah Ayyubiyah dan
karyanya.
B. PEMIMPIN BESAR DAULAH AYYUBIYAH
Sejak 1171 M. Dinasti Ayubiyah mulai berkuasa, selama kurang lebih 79 tahun
lamanya. Khalifah al-Mustadi (Khalifah bani Abbasiyah) memberikan gelar al-Mu'iz li
amirul mukmin kepada Salahuddin al-Ayyubi karena dianggap berhasil dalam menjalankan
pemerintahannya. Kemudian, pada tahun 1175 M. Khalifah al-Mustadi memberikan wilayah
Mesir. An-Naubah Yaman, Tripoli, Syiria dan Magrib (Maroko) sebagai wilayah kekuasaan.
Maka, daerah kekuasaan Salahuddin menjadi sangat luas terbentang mulai dari sungai Tigris
hingga sungai Nil.
Selama periode kekuasaan Dinasti al-Ayyubiyah itu, terdapat sembilan orang pemimpin
besar yang berkuasa, yaitu sebagai berikut.
1. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (564-589 H/ 1171-1193 M)
2. Malik al-Aziz Imaduddin (589-596 H/1193-1198 M)
3. Malik al-Mansur Nasiruddin (595-596 H/ (1198-1200 M)
4. Malik al-Adil Saifuddin (596-615 H/1200-1218 M)
5. Malik al-Kamil Muhammad (615-635 H/ 1218-1238 M)
6. Malik al-Adil Saifuddin (635-637 H/ 1238-1240 M)
7. Malik as-Saleh Najmuddin (637-647 H/ 1240-1249 M)
8. Malik al-Mu'azzam Turansyah (647 H/ 1249-1250 M)
9. Malik al-Asyraf Muzaffaruddin (647-650 H/ 1250-1252 M)
Di antara sembilan penguasa tersebut terdapat beberapa penguasa yang menonjol, yaitu
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (1171-1193 M), Malik al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-
1218 M), dan Malik al-Kamil Muhammad (1218-1238 M).
C. Peranan Ilmuwan Muslim Pada Masa Dinasti Ayyubiyah Dalam
KemajuanPeradaban Islam
Pada masa Dinasti Ayyubiyah, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi beserta keluarga dan
pendiri- pendiri dinasti sangat memperhatikan kelangsungan berbagai bidang termasuk
bidang pendidikan dan pengetahuan. Tokoh-tokoh ilmuwan muslim yang sangat berpengaruh
pada perkembangan kebudayaan atau peradaban Islam mulai bermunculan yaitu As-
Suhrawadi al-Maqtul(Ilmuan Teosofis), Ibn Al-Adhim(sejarawan Masyhur), Al-
Bushiri(Sastrawan Penulis Qasidah Burdah), Abdul Latif Al- Baghdadi(Ahli Mantik dan
Bayan), Abu Abdullah Al-Qoda’i(Ahl Ilmu Fiqih), Ibnu Baitar(Alpetragius) dan Pada ilmuan
lainnya.

D. Nilai-nilai Kebersamaan dan keikhlasan Pemimpin dengan Para Ilmuwan dan


Ulama Dalam Memajukan Negara
Adapun hikmah yang dapat diambil umat Islam atas peran pemimpin bersama ulama
dan ilmuwan dalam memajukan peradaban Islam antara lain sebagai berikut.
1. Kesalehan dan keistiqamahaan pemimpin dalam menegakkan Islam cukup memberikan
wadah seluas-luasnya bagi para ulama dan ilmuwan untuk mengembangkan potensi din
yang kemudian dapat menjadi sumbangan besar terhadap warisan kebudayaan dfan
keilmuan Islam.
2. Pemerintah, ilmuwan dan ulama benar-benar menegakkan dasar dan prinsip ilmu amaliah
dan amal ilmiah.
3. Keikhlasan pemenntah, ilmuwan dan ulama baik jiwa, raga, harta dan waktu hanya satu
untuk kemajuan Islam dan mencan rida Allah Swt.
4. Perhatian dan perlindungan pemerintah terhadap pada ulama dan ilmuwan yang
melarikan diri akibat di negara asalnya tidak aman juga menjadi nilai positif, karena
dengan melindungi ilmuwan dan ulama, sumbangan terhadap keilmuwan dan keislaman
dapat menjadi warisan yang nyata.
BAB III
PENERUS KEMAJUAN KEBUDAYAAN ISLAM

A. PENDAHULUAN
Daulah Mamluk, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, merupakan daulah para
budak, yang berasal dari beragam kelompok suku non-daulah membentuk sebuah
pemerintahan, menggantikan Daulah Ayyubiyah yang telah berkuasa selama 79 tahun di
Mesir (1171-1250 M). Para penguasa ini menegaskan kekuasaan mereka atas wilayah Suriah-
Mesir yang dikuasai oleh tentara salib.
Daulah Mamluk mampu bertahan dari serangan pasukan Mongol pimpinan Hulagu
Khan dan Timurlenk. Seandainya mereka gagal bertahan, tentu seluruh tatanan sejarah dan
kebudayaan di Asia Barat dan Mesir akan berubah drastis. Berkat kegigihan mereka,
penduduk Mesir bisa tetap menyaksikan kesinambungan budayadan institusi politik.
Mamluk atau Mamalik merupakan julukan yang diberikan kepada para budak asal
Turki yang telah memeluk Islam dan direkrut menjadi tentara oleh penguasa Islam pada Abad
Pertengahan. Mereka akhirnya menjadi tentara yang paling berkuasa sepanjang sejarah Islam
dan juga pernah mendirikan Kesultanan Mamluk di dua tempat berbeda.
Daulah Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Sejarah daulah ini
hanya berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Bani Utsmani.

B. PROSES BERDIRINYA DAULAH MAMLUK


Dalam buku "Ensiklopedi Agama dan Filsafat". Mochtar Effendi menuliskan bahwa
dinasti Mamalik ini berasal dari golongan hamba atau yang dimiliki oleh para sultan dan
amir, yang dididik secara militer oleh tuan mereka. Dalam sejarah Islam, raja-raja yang
berasal dari budak ini disebut Mamalik, atau oleh literatur barat disebut Mamluk.
Daulah Mamluk, sebagaimana ditunjukkan oleh namanya, merupakan daulah para budak,
yang berasal dari beragam kelompok suku non-daulah membentuk sebuah pemerintahan,
menggantikan Daulah Ayyubiyah yang telah berkuasa selama kurang lebih 79 tahun di Mesir
(1171-1250 M). Para penguasa ini menegaskan kekuasaan mereka atas wilayah Suriah-Mesir
yang dikuasai oleh tentara salib.
Daulah Mamluk mampu bertahan dari serangan pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan
dan Timurlenk. Seandainya mereka gagal bertahan, tentu seluruh tatanan sejarah dan
kebudayaan di Asia Barat dan Mesir akan berubah drastis. Berkat kegigihan mereka,
penduduk Mesir bisa tetap menyaksikan kesinambungan budayadan institusi politik.
1. Kelahiran Daulah Mamluk
Daulah Mamluk berkuasa di Mesir pada tahun 1250-1517 M. Daulah Mamluk
berfaham Islam Sunni, serupa dengan pendahulunya Daulah Ayyubiyah. Mamluk atau
Mamalik (Bahasa Arab, mamluk (tunggal), mamalik (jamak)) adalah bani budak belian
kasta kesatria yang dimiliki oleh khalifah Islam yang berkuasa. Meskipun para mamluk
adalah belian, tetapi status mereka di atas budak biasa, yang mana budak biasa tidak
diperkenankan membawa senjata dan juga dilarang melakukan aktivitas tertentu. Di
beberapa tempat tertentu seperti di Mesir, sejak masa dinasti Ayyubiyah hingga masa
Kesultanan Utsmaniyah, mamluk bahkan sudah menjadi majikan sajati yang status
sosialnya di atas orang merdeka umumnya.
Meskipun Mamluk secara faktanya memang budak, namun penting untuk
diketahui bahwa gambaran tentang sosok Mamluk jauh dan gambaran umum tentang
budak, yang dalam gambaran masyarakat Barat budak berarti sekelompok orang kulit
bilam Afrika yang dirantai dan dibawa melintasi Atlantik menuju Amerika
Atau sebut saja, tokah ikonik Islam, seorang mantan budak berkulit hitam yang
menjadi muadzin pertama dalam Islam, Bilal bin Rabah. Meskipun budak. Mamluk
sebenamya berkulit putih dan menikmati status sosial yang tinggi dalam masyarakat
Mesir karena mereka mendapatkan pelatihan militer yang ekstensif dan juga berbiaya
tinggi.
Meskipun mereka budak, pada prakteknya para Mamluk dapat memperoleh
pendidikan yang layak. termasuk pelajaran agama dan bahasa Arab. Tetapi
bagaimanapun, pelatihan berperang. yang di antaranya adalah menunggang kuda atau
memanah, merupakan prioritas utama pendidikan untuk Mamluk. Setelah memeluk
Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara berkuda. Mereka harus mematuhi
Furisiyyah, sebuah aturan perilaku yang memasukkan nilai-nilai seperti keberanian dan
kemurahan hati dan juga doktrin mengenal taktik perang berkuda. kemahiran
menunggang kuda, kemahiran memanah dan juga kemahiran merawat luka dan cedera.
Tentara Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja Masa lapang
mereka diisi dengan permainan seperti memanah dan juga persembahan kemahiran
bertempur Latihan yang intensif dan ketat untuk anggota-anggota baru Mamluk juga
akan memastikan bahawa kebudayaan Mamluk ini abadi.
Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus setia
kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah atau sultan.
Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan antara suku
setempat. Pemerintah setempat seperti amir juga mempunyal pasukan Mamluk sendiri
tetapi lebih kecil dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.
Daulah Mamluk berkuasa di Mesir pada tahun 1250-1517 M. Meskipun Daulah
Mamluk terdiri atas berbagai ras yang berbeda-beda, mereka mampu mengapresiasi
dengan baik pembangunan arsitektur dan kesenian, sehingga di kedua bidang itu. Mesir
boleh dibandingkan dengan daulah-daulah yang lain. Bahkan Kairo hingga saat ini masih
menjadi tempat yang indah bagi dunia peradaban Islam. Daulah Mamluk berfaham Islam
Sunni, serupa dengan pendahulunya Daulah Ayyubiyah.
2. Shajar ad-Durr, Sultan Pertama Mamluk

Pondasi kekuasaan Daulah Mamluk diletakkan oleh penguasa pertamanya


Sultanah Shajarah Ad-Durr.
Dalam sejarah dinasti Mamluk ini, ada seorang budak wanita yang bernama
Syajarah ad-Dur atau Syajaratud Dur atau Syajar ad-Dur yang sangat berambisi menjadi
seorang sultan. Ia adalah Istri al-Shaleh, sultan dinasti Ayyubiyah. Syajar ad-Dur
mengambilalih kekuasaan setelah suaminya meninggal dunia dalam pertempuran
melawan pasukan Louis: IX di Dimyath, Mesir. Putra mahkota Turansyah ketika itu
sedang berada di Syam. Untuk 2 menjaga semangat pasukan Islam, sang istri
menyembunyikan berita kematian suaminya. Setelah Turansyah tiba di Mesir untuk
berkuasa, ia dibunuh oleh pengikut Syajar ad-Dur.
Shajarah ad-Durr berasal dari Armenia atau Turki, sejarah mencatat bahwa dia
adalah diletang perempuan cantik, shaleh, dan juga cerdas. Pondasi kekuasaan Daulah
Mamluk diletakkan oleh penguasa pertamanya Sultanah Shajarah Ad-Durr. Shajar ad-
Durr menjadi Sultana Mesir pada tanggal 2 Mei 1250, yang menjadi penanda dimulainya
kekuasaan Dinasti Mamluk sampai 250 tahun ke depan.
Setelah menjadi Sultana pada 2 Mel 1250, Shajar al-Durr mengambil nama
kerajaan sebagai al-Malikah Ismat ad-Din Umm-Khalil Shajar al-Durr dengan beberapa
gelar tambahan seperti Malikat al-Muslimin (Ratu Muslim) dan Walidat al-Malik al-
Mansur Khalil Amir al-Mu'aminin (Ibu dari al-Malik al-Mansur Khalil, Amir para orang
beriman). Selain itu, dalam ceramah shalat Jumat di masjid, namanya pun harus
disebutkan termasuk dengan gelar-gelar lainnya seperti Umm al-Malik khalil (ibu dari al-
Malik Khalil) dan Sahibat al-Malik as-Salih (Istri al-Malik as-Salih).
Hal lainnya adalah koin Mesir dicetak dengan gelarnya, dan dia menandatangani
surat keputusan dengan nama Walidat Khalil. Dengan terus menggunakan nama suami
dan putranya yang telah meninggal, Shajar al-Durr berupaya untuk mendapatkan rasa
hormat dan legitimasi untuk pemerintahannya sebagai pewaris kesultanan yang sah.
Shajarah Ad- Durr pernah memerintahkan agar namanya disebut-sebut dalam khutbah
Jum'at. Selama delapan puluh hari Sultanah Shajarah Ad-Durr berkuasa di Mesir.
3. Pembagian Kekuasaan Dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk yang memerintah di Mesir dibagi menjadi dua, yaitu Mamluk
Bahri dan Mamluk Burji.
a. Mamluk Bahri (1250-1390 M)
b. Mamluk Burji (1382-1517M)

C. KEMAJUAN PERADABAN ISLAM MASA DAULAH MAMLUK


Sebagai dinasti yang mempunyai pengaruh besar, Dinasti Mamluk tidak hanya
membangun kekuatan militer tetapi juga membangun peradaban yang dapat mengharumkan
umat Islam. khususnya di Mesir. Berikut ini sekilas hasil peradaban yang berhasil dibangun
oleh Dinasti Mamluk
1. Bidang Ekonomi
Di sektor perdagangan, daulah Mamluk membuka hubungan dagang dengan Perancis
dan Itali melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh daulah
Fatimiyyah di Mesir sebelumnya. Di sektor pertanian, daulah, Mamluk memiliki hasil
pertanian yang meningkat. Di sektor transportasi dan komunikasi, telah ada
keberhasilan pembangunan jaringan pengangkutan dan komunikasi antara kota, baik
laut maupun darat. Keteguhan angkatan laut daulah Mamluk sangat membantu
perkembangan ekonominya.
2. Seni Bangunan
Kemajuan di bidang seni bangunan tampak pada banyaknya arsitek yang didatangkan
ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah.
Bangunan- bangunan lain yang didirikan pada masa ini, antara lain, rumah sakit,
museum. perpustakaan, villa-villa, kubah, dan menara masjid.

3. Ilmu Pengetahuan
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan terlihat pada perkembangan ilmu-ilmu, seperti
ilmu sejarah, kedokteran, astronomi, matematik, dan ilmu agama. Apalagi Mesir
menjadi tempat pelarian ilmuan-ilmuan asal Baghdad dan serangan tentara Mongol Di
bidang ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, ibn Taghribardi,
dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir Al-Din Al-tusi. Di bidang
kedokteran pula, Abu Hasan Ali Al-Nafis. Sedangkan, dalam bidang ilmu keagamaan.
tersohor nama Ibn Taimiyah, Al-Sayuthi, dan Ibn Hajar Al-Asqalani.
4. Budaya Politik dan Militer
Daulah Mamluk membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan
dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qallawun
(1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun. Anak Qallawun
berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295- 1297
M) Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir.
Kedudukan amir menjadi sangat penting. Para amir berkompetisi dalam prestasi,
karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam
bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu
pengetahuan. Daulah Mamluk juga memilik pengaruh besar dalam bidang militer.
Para tentara yang dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung
kebijaksanaan pemimpin. Sultan akan diangkat di antara pemimpin tentara terbaik,
paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk menghimpun kekuatan.
Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir, mereka berhasil menciptakan
ikatan yang kuat berdasarkan daerah asal mereka. Daulah Mamluk juga menghasilkan
buku ilmu kemiliteran. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka
untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi
penguasa saat itu.
5. Sistem Pemerintahan
Philip K. Hitti menyebutkan bahwa Dinasti Mamluk yang berkuasa di Mesir adalah
sebuah dinasti yang luar biasa karena dinasti tersebut dibangun oleh budak-budak
yang berasal dari berbagai ras yang dapat membentuk suatu pemerintahan oligarki
militer sehingga pola pemerintahannya unik. Pola pemerintahan oligarki militer
adalah suatu bentuk pemerintahan yang menerapkan kepemimpinan berdasarkan
kekuatan dan pengaruh, bukan berdasarkan garis keturunan. Siapa yang terkuat maka
dialah yang menjadi raja. Sistem pemerintahan oligarki ini merupakan kreativitas
tokoh-tokoh militer daulah Mamluk yang belum pernah berlaku sebelumnya dalam
perkembangan politik di pemerintahan Islam. Jika dibandingkan dengan sistem
pemerintahan yang dijalankan sebelumnya, yaitu sistem monarki dan sistem
aristokrasi atau pemerintahan para bangsawan, maka sistem pemerintahan oligarki
dapat dikatakan lebih demokratis.Sistem oligarki lebih mementingkan kecakapan,
kecerdasan, dan keahlian dalam peperangan. Sultan yang lemah bisa saja disingkirkan
atau diturunkan dari kursi jabatannya oleh seorang tentara yang lebih kuat dan
memiliki pengaruh besar di tengah-tengah masyarakat. Kelebihan lain dari sistem
oligarki ini adalah tidak adanya istilah senioritas 2 yang berhak atas juniornya untuk
menduduki jabatan sultan, melainkan lebih berdasarkan 1 keahlian dan kepiawaian
seorang tentara tersebut.
6. Lembaga dan Jabatan Penting
Lembaga utama yang mempunyai otoritas tertinggi dalam pemerintahan adalah sultan,
yang dalam menjalankan tugasnya, ia dibantu oleh beberapa pejabat berikut.
a) Na'ibus-Sulthanah (Wakil Sultan)
Sebagai pembantu sultan, Na'ibus-Sulthanah mempunyai tugas dan wewenang
untuk ikut serta menentukan keputusan-keputusan sultan, memberi gelar amir
membagi-bagikan tanah negara (iqtha) untuk para amir, dan mengangkat pejabat
tinggi la juga mempunyai tugas memerintah atas nama sultan, ketika sultan sedang
berperang, pergi menunaikan ibadah haji atau karena ada keperluan penting
lainnya. Selain itu, Na'ibus-Sulthanah juga berperan penting ketika sultan yang
diangkat adalah sultan-sultan yang masih belia.
b) Atabeg (Panglima Perang)
Atabeg adalah jabatan pada lembaga angkatan bersenjata atau panglima perang.
Dari segi bahasa, Ata berarti bapak, dan beg artinya tuan atau amir yang mengatur
para putra sultan (atabeg berarti bapak) para putra amir. Kata atabeg digunakan
untuk menyebut satu kedudukan atau posisi panglima perang yang berkuasa dalam
mengatur politik dalam negeri. Dengan posisinya yang strategis, beberapa atabeg
dapat menduduki jabatan sultan seperti Baybars yang menjadi atabeg Qutuz,
Qalawun atabeg Adil Salamisy dan Katbuga atabeg Nashir Muhammad bin
Qalawun.
c) Wazir (Perdana Menteri)
Wazir adalah pejabat penting meskipun keberadaannya kurang mendapat
perhatian karena wewenangnya sudah dijalankan oleh wakil Sultan. Wazir
mempunyai wewenang untuk membantu menangani tugas-tugas sultan dan wakil
sultan. Di samping itu, ia mempunyai wewenang dan tugas untuk menjalankan
perintah sultan dan wakilnya dan mengontrol keuangan negara bersama kepala
bidang keuangan.

D. KEMUNDURAN DAN KERUNTUHAN DAULAH MAMLUK


Setelah masa Baybar dan Qallawun, tidak ditemukan lagi figur sultan seperti mereka,
sehingga kondisi dinasti Mamluk pun menjadi memburuk dan puncaknya ketika Mesir
menjadi daerah kekuasaan Utsmani, setelah sultan Salim dari Utsmani berhasil mengalahkan
Tuman Bay (sultan terakhir Mamluk) di pertempuran 22 Juni 1517 M.
Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran dan runtuhnya dinasti
Mamluk,, ada empat, yaitu sebagai berikut.
1. Konflik perebutan kekuasaan
2. Munculnya Budaya Hidup Mewah dan Hedonistik.
3. Rusaknya Moralitas Para Penguasa dan Lemahnya Kontrol Pendidikan Agama
4. Munculnya Turki Utsmani
Ancaman dari luar semakin membahayakan dinasti Mamluk. Ancaman ini bukan dari
Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk. Melainkan ancaman ini datang dari Turki Utsmani,
kemajuan yang luar biasa Utsmani menjadikan mereka sebagai ancaman terbesar dinasti
Mamluk.
Konflik kedua dinasti ini mulai memanas sejak pemerintahan Qait Bay dan Bayazid II.
Penemuan senjata api di Eropa telah banyak membantu Utsmani dalam pertempuran
melawan Mamluk. Dinasti Mamluk menganggap penggunaan senjata seperti itu mengurangi
harga diri. Keahlian perang gaya lama masih menjadi kebanggan mereka. Oleh karena itu,
senjata api hanya diberikan kepada kelas militer paling rendah yang terdiri dari orang-orang
Negro yang kesetiaannya diragukan Puncak konflik kedua dinasti ini berlangsung pada 22
Juni 1517 M. yaitu peperangan antara Tuman Bay' dan Sultan Salim yang berlangsung di luar
kota Kairo. Kekalahan Mamluk dalam perang ini sekaligus mengakhiri riwayat dinasti
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai