Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGANTAR PERPAJAKAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 15 DAN 21

Dosen : SUARDI ,SH,MH

Disusun oleh :

MAULANA HAFIZI
18110325

STIE BINA KARYA TEBING TINGGI

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah kami dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tebing Tinggi 5 Januari 2021

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1

1.2 Rumuasan Masalah........................................................................................................ 1

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1  Pajak Penghasilan Pasal 15........................................................................................... 2

2.2  Pajak Penghasilan Pasal 21........................................................................................... 7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas
penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan
usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun
non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak.
Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran(cash disbursment) tanpa
adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak
perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama
hal tersebut memungkinkanPada hakekatnya perpajakan di Indonesia di tetapkan
berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan
tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Dalam hubungan ini merupakan suatu realita negara yang merdeka dan berdaulat.
Sesuai perjalanan sejarah perpajakan nasional di Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa
dalam penyusunan kerangka acuan perubahan undang-undang dan peraturan perpajakan
sebagian besar bersumber dari sistem perpajakan warisan kolonial penjajah, terutama
ketika negara Republik Indonesia baru terbentuk. Dalam beberapa dekade terakhir ini
perubahan tersebut telah banyak mengalami perubahan yang bersumber dari sistem
perpajakan negara lain.

1.2  Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari pajak penghasilan pasal 15 dan 21 ?
2. Apa saja wajib pajak yang ada di pasal 15 ?
3. Apa saja ketentuan ketentuan dari pph pasal 15 ?
4. Apa saja kebijakan kebijakan pajak penghasilan dipasal 21 ?
5. Bagaimana perhitungana pajak penghasilan dipasal 21 ?

1.3  Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan apa maksud dari pajak penghasilan pasal 19 dan 21
2. Menjelaskan apa saja wajib pajak yang ada di pasal 15
3. Menjelaskan apa saja ketentuan ketentuan pph dipasal 15
4. Menjelaskan apa saja kebijakan kebijakan pajak penghasilan dipasal 21
5. Menjelaskan bagaimana perhitungan pajak penghasilan di pasal 21

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15

A. Pengertian PPh Pasal 15 adalah :


Pajak Penghasilan yang dikenakan Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh oleh Wajib Pajak Tertentu, yaitu :

 Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional


 Perusahaan pelayaran dalam negeri
 Perusahaan penerbangan dalam negeri
 Perusahaan asuransi luar negeri
 Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi
 Perusahaan dagang asing
 Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah atau BOT
(“build, operate, and transfer”).
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai
dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri
Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna
menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.

B. Wajib Pajak Tertentu Pasal 15 :


1. Wajib Pajak Pelayaran Dalam negeri
* Untuk penghasilan neto = 4% x peredaran bruto
* Untuk PPh terhutang = 1,2% x peredaran bruto dan final Tertuang dalam
KepMenKeu 416/KMK.04/1996

2. Wajib Pajak Penerbangan Dalam Negeri


* untuk penghasilan neto = 6% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = 1,8% x peredaran bruto dan tidak final
Tertuang dalam KepMenKeu 475/KMK.04/1996

v
3. Wajib Pajak Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri
* untuk penghasilan neto = 6% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = 0,44% x Peredaran bruto dan Final
Tertuang dalam KepMenKeu 417/KMK.04/1996

4. Wajib Pajak Kantor Perwakilan Dagang Asing


* untuk penghasilan neto = 1% x ekspor bruto ke Indonesia
* PPh terhutang = 0,44% x ekspor bruto dan Final
Tertuang dalam KepMenKeu 634/KMK.04/1996.

5. Wajib Pajak Kerja Sama Telkom


* untuk PPh terhutang = 5% x peredaran bruto dan Final
* Penghasilan Neto = 14,285% x peredaran bruto. Tarif 35%
Tertuang dalam KepMenKeu 88/KMK.04/1994

6. Wajib Pajak Jasa Maklon Internasional


* untuk penghasilan neto = 7% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = tarif tertinggi pasal 17 x penghasilan neto.
Tertuang dalam KepMenKeu 543/KMK.03/2002

C. PPh Pasal 15 Untuk Pelayaran Nasional :

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


416/KMK.04/1996 tentang “Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi
Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri” dijelaskan :

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.

vi
Pasal 2

1) Penghasilan neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri


ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari peredaran bruto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1;
2) Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau
barang bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah sebesar
1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 dan bersifat final.
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 29/PJ.4/1996 tentang
PPh Terhadap Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Seri PPh
Umum No 35 ), angka 6 menjelaskan :
Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau
charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau
terutang hasil tersebut wajib :
a.1. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nilai pengganti;
a.2. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana
pada Lampiran 1.
a.3. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan
Giro selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP);
a.4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya
setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan
menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan
Lembar ke-3 SSP dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas
Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final).
b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada
huruf a, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib

vii
b.1. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan
Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima
atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) Final;
b.2. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana
pada Lampiran III, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final;
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dijelaskan bahwa:
 Atas penghasilan Wajib Pajak Pelayaran Dalam Negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau
sebaliknya dikenakan pajak penghasilan sebesar 1,2% (satu
koma dua persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.
 Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan
atau charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang wajib
melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak adalah
pihak yang membayar atau terutang hasil.

PPh Pasal  15 :
No Penghasilan Tarif DPP Ketentuan Berlaku
Uru %
t
1 Imbalan yang diterima/diperoleh 1.2 Penghasilan NOMOR
sehubungan dengan pengangkutan Bersifat Bruto 416/KMK.04/199
orang dan/atau barang, termasuk final 6
penyewaan kapal laut oleh perusahaan
pelayaran dalam negeri ^
2 Imbalan Charter Kapal Laut dan/atau 2,64 Penghasilan NOMOR
Pesawat  Udara yang bersifat Bruto 417/KMK.04/199
Dibayarkan/Terutang Kepada final 6
Perusahaan Pelayaran dan/atau jo  NOMOR SE –
Penerbangan  Luar Negeri * 32/PJ.4/1996
3 Imbalan yang Diterima/Diperoleh 2,64 Penghasilan s.d.a.
Sehubungan  dengan Pengangkutan bersifat Bruto
Orang dan/atau Barang  Termasuk final.
Charter Kapal Laut dan/atau  Pesawat
Udara Oleh Perusahaan Pelayaran
dan/atau Penerbangan Luar Negeri *

viii
4 Imbalan Charter Pesawat Udara Yang  1.8 Penghasilan NOMOR
Dibayarkan/Terutang Kepada Bruto 475/KMK.04/199
Perusahaan  Penerbangan Dalam 6
Negeri
5 WP LN yang mempunyai Kantor 0.44 Nilai Ekspor KEP-667/PJ./2001
Perwakilan Dagang di Indonesia ** Bruto
6 Pihak-pihak yang melakukan 5 jumlah bruto 248/KMK.04/199
kerjasama dalam bentuk Perjanjian Final bagi nilai yang 5
Bangunan Guna Serah (Built Operate WP OP tertinggi
and Transfer) antara nilai
pasar dengan
Nilai Jual
Obyek Pajak
(NJOP)

Keterangan :
*      Jika perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri tidak memiliki BUT
diindonesia maka tarif 20% atau sesuai dengan P3B bersifat final
     tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan
pelayaran atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan orang dan/atau
barang di luar negeri dan dari pelabuhan diluar negeri ke pelabuhan di Indonesia.
^ yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti
berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan
pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke
pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.
Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian charter kapal atau pesawat
udara meliputi semua bentuk charter. Khusus mengenai sewa ruangan kapal atau
pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang (“space charter’), apabila sewa tersebut
meliputi lebih dari 50% (lima puluh Persen) dari kapasitas angkut atau pesawat terbang
yang disewa, maka sewa tersebut digolongkan sebagai charter.
** nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang
di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau
bertempat kedudukan di Indonesia.

Pasal 15 UU PPh
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib Pajak
tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3)
ditetapkan Menteri Keuangan.

Penjelasan Pasal 15 UU PPh


Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib
Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional,
perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi,

ix
perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-
guna-serah (“build, operate, and transfer”).

Untuk menghitung kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan
kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi
wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya
penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.

2.2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21


A. Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak
Penghasilan adalah “ pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan
dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu
tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang
Nomor 36 Tahun 2008 :
            Pajak Penghasilan, adalah “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Sedangkan
yang dimaksud dengan
            Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.

B.  Kebijakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21


      Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :

1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28
Tahun 2007.

x
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat
Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak,
serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan
Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan
Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan
Pemotongan Pajak Penghasilan.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21/26.
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012
tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

C.  Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas Penghasilan


Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak
kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp
24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya
perubahan itu, tata cara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan.
Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-
31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

xi
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas
pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun
sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun,
badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang
membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan
penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu
kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan
menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun
berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal
21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta
program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun. 
Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk
Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.

xii
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal
baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan
demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah,
dan lain sebagainya.

xiii
DAFTAR PUSTAKA

 http://ellorakarina.blogspot.com/2013/01/pengertian-pph-pasal-26.html
https://makalahubb.blogspot.com/2017/05/makalah-perpajakan-jenis-jenis-pajak.html
http://amsyong.com/2013/09/siapa-subjek-dan-bukan-subjek-pph-pasal-2126/
 http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru

xiv

Anda mungkin juga menyukai