ARSITEKTUR PATOLA
(KAJIAN KONSEP STRUKTUR DAN KONSTRUKSI PADA
ARSITEKTUR RUMAH ADAT PAUTOLA, KECAMATAN KEO
TENGAH, KABUPATEN NAGEKEO, NUSA TENGGARA TIMUR.)
DISUSUN OLEH :
MUAMAR SARIFUDIN L.S SERAJAWA.(22118108).
Arsitektur Nusantara menunjuk pada pemahaman yang dibangun berdasarkan konteks iklim
tropis dua musim dan konteks wilayah tertentu yang berada dalam garis khatulistiwa.
Pemahaman terhadap prinsip arsitektur tropis lembab di Indonesia, sangat perlu untuk
menciptakan bangunan dengan ruang-ruang yang nyaman dan sehat. Selain itu dengan
mengantisipasi permasalahan dan memanfaatkan potensi iklim tropis lembab, akan
didapatkan hal yang sangat penting, yakni penghematan energi, pelestarian lingkungan dan
penghematan sumberdaya alam.Sebelum terpengaruh dengan budaya luar, arsitektur
nusantara di era ini sangatmenonjolkan kearifan lokal. Setiap daerah di Indonesia memiliki
arsitektur khas melalui penggabungan adat istiadat, tradisi, budaya dan seni
Kehandalan arsitektur Nusantara dalam merespon iklim sudah banyak teruji melalui
beberapa penelitian terkait dengan penciptaan performa lingkungan ruang dalam. Beberapa
bangunan tradisional akan digunakan sebagai studi kasus dan metoda pembahasan yang
dipilih dalam pembentukan paradigma ini adalah metoda deskriptif-kualitatif. Bentuk
arsitektur sangat dipengaruhi oleh iklim, terutama bentuk atap rumah tradisional yang
memiliki peran dominan dalam beradaptasi dengan iklim, berupa ekspresi kecuraman atap. .
Analisa terhadap studi kasus beberapa bangunan tradisional di wilayah Nusantara ini
diharapkan dapat menjadi dasar bagi perumusan paradigma berfikir dalam wilayah keilmuan
arsitektur sebagai pendukung keberlanjutannya dalam konteks ontologis dan aksiologis.
Melalui pengetahuan ilmiah yang kontekstual terhadap karakteristik ‘tempat,’ dalam hal ini
adalah Nusantara dan potensi iklimnya diharapkan Arsitektur Nusantara menjadi bagian dari
pengetahuan yang membentuk keilmuan arsitektur khususnya arsitektur yang tanggap
terhadap iklim di Indonesia.
Struktur bangunan merupakan suatu hal yang sangatlah vital (penting) di dalam
arsitektur dan merupakan suatu alat utama dalam pembangunan bangunan primer.
Perkembangan perencanaan arsitektur tidak mungkin tanpa pengetahuan dasar
mengenai struktur bangunan. Di karenakan struktur dan konstruksi merupakan
factor pendukung yang memberikan kekuatan fisik pada bangunan sehingga struktur
itu dapat mampu menahan gaya-gaya yang bersifat merusak seperti beban dari
bangunan tersebut,beban orang, angina, dan gempa). Hal ini dapat di ibaratkan
seperti kerangka pada tubuh manusia yang di gunakan sebagai penopang
tubuh.Beban-beban yang ditopang oleh bangunan ini termasuk juga berat
strukturnya akan disalurkan oleh struktur dan kerangka sebuah bangunan ke kulit
bumi.
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif melalui pembacaan
ekspresi bentuk geometris bangunan, korelasi dengan elemen selubung bangunan rumah
tradisional, dan dengan perilaku iklim tropis. Elemen selubung bangunan rumah tradisional
meliputi: bentuk, material, dan struktur. Arsitektur tradisional yang digunakan sebagai data,
adalah Arsitektur Tropik Nusantara.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif, sehingga data yang digunakan
adalah berupa dokumen-dokumen yang meliputi;
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan data
sekunder.
- Tapak
- Denah
- Potongan
- Ragam hias
2. Wawancara
Dilakukan dengan cara mengadakan wawancara secara langsung atau bertatap muka secara
langsung pada pihak kepala adat,tokoh adat, dan tokoh masyarakat yang akan memberikan
keterangan atau data-data yang berkaitan dengan bagian-bagian rumah adat, norma-norma
dan sejarah rumah adat serta perubahan material pada rumah adat pautola.
2. Internet.
Metode Analisa
Metode analisa dilakukan dengan cara pendekatan deskriptif dan komparatif. Pendekatan
deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran
lengkap/klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenan dengan masalah yaitu, tapak, denah,
potongan, tampak, bentuk, teknik konstruksi (detail), dan ragam hias sebagai data
arsitektural serta sosial budaya. Pendekatan komparatif adalah suatu pendekatan mengenai
suatu obyek penelitian atau permasalahan, mencatat persamaan antara dua atau lebih
obyek sebelumnya yang belum pernah diketahui, dan memahami perbedaan yang muncul
antara satu obyek dan obyek lainnya. Metode untuk menjelaskan tentang dasar pemikiran,
makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalam Arsitektur Nusantara, digunakan metode
diskriptif, yang berarti proses penelitian seluruhnya diuraikan secara diskriptif, sedangkan
teknik untuk menjelaskan dipakai teknik narasi. Dengan demikian maka, diharapkan akan
mudah untuk menemukan hakekat pemikiran yang ada dibalik karya Arsitektur Nusantara
tersebut. Dalam penelitian ini kajian dilakukan terhadap teks-teks yang menuliskan tentang
pemikiran dan pengetahuan tentang makna dan nilai yang terkandung dalam arsitektur
nusantara, baik yang bersifat fisik maupun bersifat non fisik.
Rumah adat pautola terletak di kampung adat pautola, desa pautola, kecamatan Keo
Tengah, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggaea Timur.
rumah adat pautola secara anatomi dapat dibedakan dalam beberapa komponen utama
yaitu atap, dinding dan lantai (termasuk tiang panggung). Tiga komponen ini mempunyai
fungsi atau makna yang berbeda beda.
Atap terdiri dari komponen utama penutup atap, rangka atap dan ornamen. Dinding terdiri
dari dinding masif dan dinding bukaan berupa pintu dan kisi kisi. Sedangkan kaki terdiri dari
lantai, tiang kolom dan pondasi. Wujud dari bentuk meliputi aspek material, struktur dan
konstruksi.
Ditinjau dari penggunaan bahan bangunan, maka rumah tradisional pautola didominasi oleh
material lokal yang didapat dari alam sekitar, dan tidak menggunakan bahan dari industri.
Bahan bangunan dari alam yang banyak digunakan adalah kayu, baik untuk komponen
struktural seperti balok dan kolom maupun komponen nonstruktural seperti dinding, pintu,
dan lantai.
Komponen Atap bangunan sangat penting untuk daerah beriklim tropis (curah hujan tinggi
dan radiasi matahari sepanjang tahun). Fungsi atap utama adalah memberikan
perlindungan atau peneduh terhadap bangunan utama yaitu: badan bangunan, dan
sebagian bagian kaki.
bentuk geometris yang dimaksudkan untuk memberikan aliran air hujan dengan kemiringan
yang bervariasi. Pada atapRumah adat pautola umumnya memiliki kemiringan atap yang
curam karena faktor permeabilitas yang tinggi dari material penutup atap yang digunakan,
seperti ijuk, alang-alang, dan bambu. Dengan kemiringan atap yang curam, maka volume
ruang di bawahnya menjadi besar dan air hujan dapat mengalir dengan cepat.
Gubahan bentuk atap rumah adat pautola adalah berbentuk prisma.. Ciri umum rumah
tradisional adalah mempunyai atap yang menaungi ruang sekitar bangunan, atau bagian
depan bangunan yang tidak mempunyai dinding penuh (tritisan, teras). Ruang di bawah
atap tritisan atau atap teras dapat berfungsi sebagai ruang transisi iklim antara ruang luar
dengan ruang dalam.Atap rumah tradisional yang tidak mempunyai lubang bukaan atau
celah, adalah rumah yang terletak di iklim yang mempunyai suhu udara rendah seperti di
pegunungan. Hal ini merupakan upaya mempertahankan suhu hangat di dalam ruang, agar
tidak mudah keluar melalui celah-celah atap. Bentuk atap yang demikian mempunyai
ekspresi tertutup dan dominan dibanding komponen dinding dan lantai.
Dinding rumah tradisional selalu memiliki elemen untuk berinteraksi dengan lingkungan luar
seperti bukaan dinding, pintu, jalusi, dan ornamen bercelah. Elemen bukaan dan celah pada
dinding menjadi karakter dan memberikan ekspresi kesejukan.
pada rumah adat pautola menggunakan lantai yang terbuat dari papan kayu yang disusun
dan mempunyai celah diantara susunannya agar di dalam ruangan terasa hangat. Lantai
yang banyak celah dan memiliki jarak yang cukup tinggi dengan tanah memungkinkan untuk
menjaga kelembapan, pergerakan udara masuk ke dalam ruangan melalui celah-celah lantai
atau sebaliknya udara dari dalam bangunan dapat keluar melalui celah tersebut.
Komponen lantai rumah adat pautola
Pencahayaan di dalam ruangan pada saat yang bersamaan merupakan suatu fraksi dari
pencahayaan di luar bangunan. Meskipun demikian korelasi tersebut hanya dapat terjadi jika
terdapat suatu pola distribusi luminasi langit tertentu (Soegijanto 1999). Pencahayaan pada
aerah kampung adat pautola terjadi dari pagi hingga sore hari. Permukaan bangunan pada
siang hari akan menerima radiasi matahari yang terdiri dari: radiasi matahari langsung,
radiasi matahasri difus dan radiasi matahari refleksi. Radiasi matahari akan diterima oleh
permukaan selubung bangunan baik yang tembus cahaya maupun yang tidak.
Pada rumah adat pautola Ventilasi atau aliran udara disebabkan karena adanya perbedaan
tekanan antara dua tempat pada bangunan tersebut. Aliran udara atau ventilasi pada rumah
adat pautola terjadi diantara celah-celah dinding rumah yang bertujuan untuk memasukan
udara ke dalam bangunan.
3.1 Temperatur
Temperatur udara sangat tergantung pada radiasi matahari yang diperoleh. Permukaan
bangunan yang tidak diteduhi atap dan dinding selama waktu tertentu, akan terkena radiasi
matahari langsung. Pada keadaan ini temperatur permukaan tersebut akan naik jauh diatas
permukaan yang tidak terkena radiasi matahari langsung
Beberapa variabel iklim menunjukkan pergerakan pengaruh yang datang dari arah
berlawanan memapar bentuk bangunan. Kondisi bangunan seharusnya dapat mengurangi
pengaruh iklim yang merugikan dan dapat memanfaatkan pengaruh yang menguntungkan.
Kondisi iklim di luar bangunan sangat menentukan kondisi iklim di dalam bangunan. Apabila
kondisi iklim eksternal terlalu ekstrim, maka diperlukan upaya pertahanan melalui cangkang
atau selubung bangunan.
1.4 KAITAN IKLIM DENGAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN.
Bangunan tradisional di Indonesia telah dibangun ratusan tahun yang lalu, sehingga
untuk mengetahui kondisi iklim pada era tersebut, dapat diperkirakan melalui
klasifikasi iklim yang dikembangkan oleh Wladimir Koppen pada tahun 1884.
Klasifikasi ini mengalami beberapa kali perubahan pada tahuntahun 1918 dan 1936
(Kottek et al. 2006). Bila mengacu pada klasifikasi Koppen, maka mayoritas
kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh iklim sedang maritim. Klasifikasi iklim sedang
maritim di Indonesia dibagi atas: iklim sedang maritim tidak dengan musim kering,
iklim sedang maritim dengan musim panas yang kering dan iklim dengan es abadi.
Hampir semua daerah di Indonesia diklasifikasikan kedalam: ‘iklim sedang maritim
tidak dengan musim kering’, kecuali daerah-daerah di Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur yang diklasifikasikan kedalam iklim
sedang maritim dengan musim panas yang kering. Terdapat pulabeberapa daerah
dengan iklim es abadi dan pegunungan yaitu terdapat di pegunungan PapuaMenurut
Penilaian Kottek et al. (2006), klasifikasi iklim tahun 1961 yangdikembangkan oleh
Koppen bersama dengan Geiger perlu dirubah. Namun ternyata perubahan klasifikasi
iklim Koppen-Geiger untuk daerah-daerah di Indonesia secara umum tidak
memperlihatkan perubahan yang mencolok.
Pembagian Iklim di Indonesia Berdasarkan Sistem Klasifikasi Iklim dari Koppen
(Keterangan:
Cf: iklim sedang maritim tidak dengan musim kering
Cw: iklim se`dang maritim dengan musim panas yang kering
Ef: iklim dengan es abadi, iklim pegunungan dibawah 3000m sampai di atas
3000m)
5. KESIMPULAN.
LAMPIRAN.