Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PRINSIP STRATIGRAFI


ACARA II : ANALISA PROFIL

LAPORAN

OLEH :
FERDI IRFAN AMOROKHMAN
D061191068

GOWA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu cara untuk menentukan lingkungan pengendapan dan mendapatkna

gambaran mengenai paleografinya yaitu dengan menggunakan cara analisa profil,

analisa profil sangat penting dalam mempelajari lingkungan pengendapan karena

yang kita ketahui bahwa suatu lingkungan tertentu akan mempunyai mekanisme

pengendapan yang tertentu pula.

Analisa Profil merupakan suatu cara yang digunakan unuk menentukan

lingkungan pengendapan dan untuk mendapatkan gambaran-gambaran paleografi

dan lingkungan pengendapan tersebut. Metode yang digunakan sebenarnya

merupakan metode sratigrafi asli yaitu dengan mengenali urutan-urutan vertikal

dari suatu sikuen.

Analisa sikuen sangat penting dalam mengenali suatu lingkungan

pengendapan. Suatu lingkungan tertentu akan mempunyai mekanisme

pengendapan tertentu pula. Karenanya urut-urutan secara vertikal (dalam kondisi

normal) akan mempunyai karakteristik tersendiri, dengan demikian suatu profil

akan dapat diketahui perkembangan pengendapan yang terjadi dan sekaligus dapat

diketahui perkembangan cekungannya.

Oleh karena itu diadakan praktikum analisa profil ini agar praktikan dapat

mengetahui dimana lingkungan pengendapan suatu litologi berdasarkan ukuran

butir, litologi, struktur yang terdapat pada litologi tersebut.


1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari praktikum kali ini yaitu agar praktikan dapat

menentukan lingkungan pengendapan suatu litologi berdasarkan ukuran butir dan

tebalnya suatu litologi serta struktur sedimen yang terdapat pada litologi. Adapun

tujuan dari praktikum kali ini yaitu:

a. Menganalisa ukuran butir dan perubahan ukuran butir berdasarkan jenis

litologi serta menganalisa struktur sedimen dari jenis litologi

b. Menganalisa tipe genetik unit berdasarkan ekspresi topografi, perubahan

ukuran butir, dan ketebalan masing – masing litologi

c. Menentukan lingkungan pengendapan berdasarkan unit-unit atau paket urutan

sedimen yang telah ditentukan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stratigrafi

Stratigrafi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi, yang berasal dari

bahasa Latin, Strata (perlapisan, hamparan) dan Grafia (memerikan,

menggambarkan). Jadi pengertian stratigrafi yaitu suatu ilmu yang mempelajari

tentang lapisan-lapisan batuan serta hubungan lapisan batuan itu dengan lapisan

batuan yang lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang

sejarah bumi.

Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan

kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu. Dalam

arti sempit adalah ilmu pemerian lapisan-lapisan. Beberapa hal yang terkaitan

dengan stratigrafi adalah korelasi, litologi dan fosil serta horizon. Korelasi adalah

penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan

stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu. Horison adalah suatu

bidang (lapisan tipis di muka bumi atau bawah permukaan) yang menghubungkan

titik-titik kesamaan waktu.

Penggolongan Stratigrafi ialah pengelompokkan bersistem batuan menurut

berbagai cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan hubungan batuan yang

satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut di atas dikenal sebagai Satuan

Stratigrafi. Satuan Stratigrafi terbagi menjadi enam yaitu satuan litostratigrafi,

satuan litodhemik, satuan stratigrafi gunungapi, satuan biostratigrafi, satuan

sikuenstratigrafi dan satuan kronostratigrafi.


2.2 Definisi Analisa Profil

Analisa Profil merupakan suatu cara yang digunakan unuk menentukan

lingkungan pengendapan dan untuk mendapatkan gambaran-gambaran paleografi

dan lingkungan pengendapan tersebut. Metode yang digunakan sebenarnya

merupakan metode sratigrafi asli yaitu dengan mengenali urutan-urutan vertikal

dari suatu sikuen. Analisa sikuen sangat penting dalam mengenali suatu

lingkungan pengendapan. Suatu lingkungan tertentu akan mempunyai mekanisme

pengendapan tertentu pula. Karenanya urut-urutan secara vertikal (dalam kondisi

normal) akan mempunyai karakteristik tersendiri, dengan demikian suatu profil

akan dapat diketahui perkembangan pengendapan yang terjadi dan sekaligus dapat

diketahui perkembangan cekungannya.

2.3 Struktur Sedimen

Struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi yang

lebih besar, merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan sedimen dan

diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi pembentuknya.

Pembentukannya dapat terjadi pada waktu pengendapan maupun setelah proses

pengendapan.

Klasifikasi struktur sedimen mengelompokan kedalam 4 kelompok atau

macam, yaitu: erotional Structures, depositional Structures, Post – depotional

sedimentaryStructures, dan biogenic Sedimentary Structures.


1. Erotional Structures

Struktur yang terbentuk akibat adanya arus yang mengikis batuan yang lebih

tua sebelum sedimen diendapkan diatasnya. Termasuk kedalam struktur sedimen

erotional Structures adalah

a. Flute cast

Terbentuk akibat pengikisan dan merupakan ciri dari endapan turbidit.

Struktur ini berada dibawah permukaan dan memanjang sampai berbentuk

segitiga dengan bagian yang membulat kearah hulu dan mempunyai panjang

mulai dari beberapa millimeter hingga mencapai puluhan centimeter. Struktur ini

bisa menunjukan arah arus purba (paleo current).

Gambar 2.1 Flute Cast

b. Groove cast

Berbentuk punggungan memanjang pada permukaan lapisan berkisar dari

beberapa millimeter hingga beberapa centimeter. Struktur ini pada permukaan

lapisan mungkin seluruhnya sejajar atau mungkin memperlihatkan beberapa arah.

Struktur ini terbentuk melalui pengikisan alur yang dipotong terutama oleh objek
yang terseret sepanjang arus dan merupakan ciri dari arus turbidit. Arah dari

struktur ini adalah arus yang mengendapkannya.

Gambar 2.2 Flute Cast

c. Tool mark

Struktur ini terbentuk ketika objek dibawa oleh arus sungai dan

berhubungan dengan permukaan sedimen dibawahnya. Tanda ini terjadi sebagai

akibat objek menggelinding, menusuk dan menyikat permukaan sedimen

dibawahnya. Objek yang membuat tanda ini biasanya berupa mud clast, fragmen

binatang dan rombakan tumbuhan.

Gambar 2.3 Tool mark


d. Scour mark

Merupakan struktur dalam skala kecil dan terdapat pada bagian bawah

perlapisan. Pada pandangan bidang biasanya memanjang dalam arah arus. Dengan

bertambahnya ukuran, merkah gerus ini berangsur menjadi alur (channel). Ciri

khas permukaan merkah gerus adalah pemotongan endapan yang terletak di

bawah dan hadirnya sedimen kasar di atas permukaan gerusan.

e. Channel

Struktur sedimen berskala besar, beberapa meter hingga kilometer

panjangnya. Alur pula sering terisi oleh sedimen yang kasar daripada sedimen

dibawahnya atau dengan sedimen yang berbatasan, dan sering berupa

konglomerat alas (basalt conglometare).

2. Depositional Structures

Struktur sedimen yang terjadinya bersamaan dengan pengendapan. Struktur

pengedapan ini terdapat pada bagian atas dan bagian bawah perlapisan. Termasuk

kedalam struktur sedimen depositional Structures adalah:

a. Masif

Bila tidak menunjukkan struktur dalam lapisan atau ketebalan lapisan lebih

dari 120 cm Faktor kemungkinan pembentukan struktur masif ini yaitu : Pertama,

saat diendapkan memang tidak mempunyai struktur sedimen, Kedua, struktur

pengendapannya telah dirusak oleh beberapa proses seperti bioturbasi,

rekristalisasi dan pengeringan. Struktur ini dibentuk dalam keadaan yang cepat

dan umumnya berupa endapan turbidit, aliran butir (grain flow) dan aliran debris

(debris flow).
b. Perlapisan sejajar

Bila bidang perlapisannya saling sejajar dengan ketebalan lapisan lebih dari

1 cm. Perlapisan ini terbentuk akibat adanya perubahan dalam butiran sedimen,

warna maupun susunan mineraloginya.

Gambar 2.4 Perlapisan sejajar

c. Laminasi; Perlapisan sejajar yang ketebalannya kurang dari 1 cm.

Gambar 2.5 Laminasi

d. Gradded bedding

Bila perlapisan disusun atas butiran yang berubah teratur dari halus ke kasar

(bersusun terbalik: inverse gradding) maupun dari kasar ke halus pada arah

vertical, struktur ini merupakan ciri dari suatu sedimentasi pada arus yang pekat.
Gambar 2.6 Gradded Bedding

Gambar 2.6 inverse bedding

e Perlapisan silang-siur (Cross bedding) dan Laminasi silang-siur (Cross

Lamination)

Perlapisan atau laminasi yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan

yang berada diatasnya atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, struktur

ini terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah.

f. Ripple

Struktur ini terbentuk pada permukaan lapisan yang dikontrol oleh arus yang

mengalir baik oleh air, angin maupun gelombang. Gelembur yang berasal dari

arus disebut current ripple , oleh angin disebut wind ripple dan oleh gelombang
disebut wave ripple . Skala yang lebih besar disebut sebagai dune (Gumuk Pasir).

Variasi ripple antara lain: Swaley & Hummocky, Herringbone, Symetry &

Asymetry Ripple dll.

Gambar 2.7 Ripple Marks

g. Rainspot

Rainspot adalah cekungan kecil yang terbentuk oleh butiran air hujan pada

permukaan batuan sedimen berbutir halus yang masih lunak. Struktur ini berguna

untuk menentukan lapisan atas dan lapisan bawah dari suatu perlapisan terutama

pada lapisan yang miring maupun terbalik.

3. Post – depositional Sedimentary Structures

Terbentuk melalui gerakan sedimen (nendatan) dan lainnya melalui

reorganisasi bagian dalam seperti pengeringan dan pembebanan. Proses-proses

kimia-fisika setelah pengendapan menghasilkan stylolite, solution dan nodule.

a. Nendatan (slump) dan longsoran (slide)

Pada daerah yang miring, masa sedimen dapat diangkut sepanjang lereng.

Bergeraknyya masa sedimen dapat mengakibatkan perubahan pada bagian dalam

masa sedimen itu. Gerakan seperti ini disebut longsoran (slide). Jika masa

sedimen secara internal berubah selama gerakan sepanjang lereng disebut


nendatan (slump). Masa yang mengalami nendatan menunjukkan lipatan-lipatan

minor. Kehadiran nendatan dan longsoran dalam suatu runtunan dapat ditentukan

dari terdapatnya lapisan diatas dan dibawah perlapisan tersebut tidak terganggu.

Struktur yang sering juga muncul akibat adanya longsoran maupun pembebanan

dapat menimbulkan struktur Growth Fault .

b. Sandstone dike dan sand volcano

Struktur ini relatif jarang dijumpai, mudah ditentukan oleh

memotongsilangnya dengan lapisan sekitarnya dan diisi dengan pasir. Sand

volcano berbentuk kerucut dengan suatu cekungan pada pusatnya yang terdapat

pada bidang perlapisan

c. Dish dan Pillar structure

Struktur ini terdiri dari laminasi yang cekung keatas, biasanya beberapa

centimeter lebarnya, dipisahkan oleh zona tanpa struktur (pillar). Dish dan Pillar

structure dibentuk oleha air yang lewat sedimen secara mendatar dan keatas (fluid

escape) dan umumnya terbentuk pada endapan kipas bawah laut.

d. Load structure

Dibentuk melalui tenggelamnya suatu lapisan kedalam lapisan yang lain.

Load cast biasanya terdapat pada dasar batupasir yang terletak diatas batulumpur.

Lumpur yang ada dapat diinjeksikan keatas kedalam batupasir membentuk

struktur flame. Juga sebagai akibat pembebanan, biasanya pasir dapat tenggelam

kedalam lumpur membentuk struktur ball dan pillow.

e. Deformed bedding
Deformed bedding dan istilah seperti disrupted, Convolute dan conturted

bedding dapat diterapkan pada perlapisan sejajar, perlapisan silang-siur dan

laminasi silang-siur yang dihasilkan selama pengendapan telah terganggu, tetapi

tidak ada pergerakan sedimen secara mendatar dalam skala besar. Convolute

bedding terdapat dalam laminasi silang-siur, dengan laminasi diubah dalam

bentuk antiklin dan sinklin. Convolute seperti ini sering tidak asimetri atau

menungging kearah arus purba, sedangkan conturted dan disrupted tidak

menunjukkan orientasi.

f. Nodule

Nodule juga disebut konkresi, biasanya terbentuk dalam sedimen setelah

pengendapan. Mineral-mineral yang sering terdapat pada nodul adalah kalsit,

dolomit, siderit, pirit, colophane dan kuarsa. Nodul kalsit, pirit dan siderit

diameternya bisa beberapa milimeter sampai beberapa centimeter biasanya

terdapat dalam batuan lumpur. Nodul chert biasanya terdapat dalam batugamping,

nodul kalsit dan dolomit kadang-kadang terdapat dalam batupasir. Bentuk nodule

bervariasi, bisa bulat, pipih, memanjang dan bisa juga tidak teratur.

4. Biogenic Sedimentary Structures

Fosil jejak dapat diinterpretasikan aktifitas binatangnya yang menyebabkan

timbulnya struktur ini, tetapi sifat alami binatangnya sendiri sulit untuk ditentukan

karena organisme yang berbeda sering mempunyai cara hidup yang sama. Suatu

binatang dapat menghasilkan struktur yang berbeda tergantung pada tingkah

lakunya dan sifat sedimen seperti ukuran butir, kandungan air dan sebagainya.

Struktur buluh (burrow) biasanya dibuat oleh crustacea, anellid, bivalve dan
echinoid, sedangkan permukaan track dan trail dibuat oleh crustacea, trilobite,

annelid, gastropod dan vertebrata. Struktur yang agak mirip buluh (burrow) dapat

dihasilkan oleh akar tumbuhan, walapun yang terakhir sering mengandung

karbonat

a. Bioturbation; menunjukkan gangguan sedimen oleh organisme.

Gambar 2.8 Bioturbation

b. Trace fossil (fosil jejak)

Fosil jejak adalah struktur sedimen yang dihasilkan pada sedimen yang tidak

terkonsolidasi oleh kegiatan organisme. Kelompok utama yang terdapat pada

permukaan lapisan dan permukaan bawah lapisan adalah crawling, grazing (Jejak

makan) dan resting (Jejak istirahat), sedangkan yang terdapat dalam lapisan

adalah struktur feeding (Jejak sedang mencari makan) dan dwelling (Jejak

menguni). Jejak merayap biasanya dihasilkan oleh crustacea, trilobita dan

annelid/Vertebrata seperti dinosaurus meninggalkan cetakan kaki sebagai fosil

jejak. Struktur biogenik ini mempunyai pola terputar, meandering dan radial.

Struktur menghuni (Dwelling structure) adalah macam-macam buluh (burrow)

dari bentuk tebing tegak sampai hurup U, orientasinya bisa tegak, mendatar atau

miring dengan perlapisan.


Gambar 2.8 Bioturbation

2.4 Ukuran Butir

Ukuran butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala

pembatasan yang dipakai adalah “Skala Wentworth”

Gambar 2.1 Skala Wentworth

2.5 Lingkungan Pengendapan Delta


Delta adalah sebuah lingkungan transisional yang dicirikan oleh adanya

material sedimen yang tertransport lewat aliran sungai (channel), kemudian

terendapkan pada kondisi di bawah air (subaqueous), pada tubuh air tenang yang

diisi oleh aliran sungai tersebut, sebagian lagi berada di darat/subaerial

Delta terbentuk di hampir semua benua di dunia kecuali di Antarika dan

Greenland, yang daerahnya tertutup salju), dimana terdapat pola penyaluran

sungai dengan dimensi yang luas dan jumlah material sedimen yang besar .

Pada umumnya, delta akan terbentuk apabila material sedimen dari daratan

yang terangkut lewat sungai dalam jumlah yang besar masuk ke dalam suatu

tubuh air yang tenang (standing body water). Sebagian material yang terendapkan

di muara sungai tersebut terendapkan pada kondisi subaerial

Proses pengendapan pada delta menghasilkan pola progradasi yang

menyebabkan majunya garis pantai. Litologi yang dihasilkan umumnya

mempunyai struktur gradasi normal pada fasies yang berasosiasi dengan

lingkungan laut (marine facies). Dalam pembentukan delta, material sedimen yang

dibawa oleh sungai merupakan faktor pengontrol utama.

Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses

fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya

(Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah

karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi

berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols

(1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses yang

berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan pengendapan sedimen.


Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis. Elemen statis

antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu,

sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah pengendapan serta

variasi angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi

dari cairan pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air

(oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas, kandungan karbon dioksida

dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi

tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan maupun

daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan.

Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya

sedimentasi sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan pasokan sedimen

lebih besar daripada kemampuan pendistribusian kembali oleh proses yang ada

pada cekungan pengendapan (Elliot, 1986 dalam Allen, 1997). Menurut Boggs

(1987), delta diartikan sebagai suatu endapan yang terbentuk oleh proses

sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh air yang tenang. Dataran delta

menunjukkandaerah di belakang garis pantai dan dataran delta bagian atas

didominasi oleh proses sungai dan dapat dibedakan dengan dataran delta bagian

bawah didominasi oleh pengaruh laut, terutama penggenangan tidal.

Delta terbentuk karena adanya suplai material sedimentasi dari sistem fluvial.

Ketika sungai-sungai pada sistem fluvial tersebut bertemu dengan laut, perubahan

arah arus yang menyebabkan penyebaran air sungai dan akumulasi pengendapan

yang cepat terhadap material sedimen dari sungai mengakibatkan terbentuknya

delta. Bersamaan dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi


delta yang khas dan dapat dikenali pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta

secara umum terdiri dari tiga, yaitu : delta plain, delta front dan prodelta.

a. Delta Plain

Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari

channel yang sudah ditinggalkan. Delta plain merupakan baigan daratan dari delta

dan terdiri atas endapan sungai yang lebih dominan daripada endapan laut dan

membentuk suatu daratan rawa-rawa yang didominasi oleh material sedimen

berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara.Pada kondisi iklim yang

cenderung kering (semi-arid),sedimen yang terbentuk didominasi oleh lempung

dan evaporit. Daratan delta plain tersebut digerus oleh channel pensuplai material

sedimen yang disebut fluvial distributaries dan membentuk suatu percabangan.

Gerusan-gerusan tersebut biasanya mencapai kedalaman 5-10 meter dan

menggerussampai pada sedimen delta front. Sedimen pada channel tersebut

disebut sandy channel dan membentuk distributary channel yang dicirikan oleh

batupasir lempungan. Sublingkungan delta plain dibagi menjadi :

a) Upper Delta Plain, Pada bagian ini terletak diatas area tidal atau laut dan

endapannya secara umum terdiri dari :

 Endapan distributary channel, Endapan distributary channel terdiri dari

endapan braided dan meandering, levee dan endapan point bar. Endapan

distributary channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar

urutan fasies dan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. Struktur

sedimen yang umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross

stratification, scour and fill dan lensa-lensa lempung. Endapan point bar
terbentuk apabila terputus dari channel-ya. Sedangkan levee alami

berasosiasi dengan distributary channel sebagai tanggul alam yang

memisahkan dengan interdistributary channel. Sedimen pada bagian

iniberupa pasir halus dan rombakan material organik serta lempung yang

terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi banjir.

 Lacustrine delta fill dan endapan interdistributary flood plain, Endapan

interdistributary channel merupakan endapan yang terdapat diantara

distributary channel. Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling

kecil, dangkal, tidak berelief dan proses akumulasi sedimen lambat. Pada

interdistributary channel dan flood plain area terbentuk suatu endapan

yang berukuran lanau sampai lempung yang sangat dominan. Struktur

sedimennya adalah laminasi yang sejajar dan burrowing structure endapan

pasir yang bersifat lokal, tipis dan kadang hadir sebagai pengaruh

gelombang.

b) Lower Delta Plain, Lower delta plain terletak pada daerah dimana terjadi

interaksi antara sungai dengan laut, yaitu dari low tidemark sampai batas

kehadiran yang dipengaruhi pasang-surut. Pada lingkungan ini endapannya

meliputi endapan pengisi teluk (bay fill deposit) meliputi interdistributary

bay, tanggul alam, rawa dan crevasse slay, serta endapan pengisi

distributary yang ditinggalkan.

b. Delta Front

Delta front merupakan sublingkungan dengan energi yang tinggi dan

sedimen secara tetap dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus laut
sepanjang pantai dan aksi gelombang. Delta front terbentuk pada lingkungan laut

dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari distributary channel. Batupasir

yang diendapkan dari distributary channel tersebut membentuk endapan bar yang

berdekatan dengan teluk atau mulut distributary channel tersebut. Pada

penampang stratigrafi, endapan bar tersebut memperlihatkan distribusi butiran

mengkasar ke atas dalam skala yang besar dan menunjukkan perubahan fasies

secara vertikal ke atas, mulai dari endapan lepas pantai atau prodelta yang

berukuran butir halus ke fasies garis pantai yang didominasi batupasir. Endapan

tersebut dapat menjadi reservoir hidrokarbon yang baik. Diantara bar pada mulut

distributary channel akan terakumulasi lempung lanauan atau lempung pasiran

dan bergradasi menjadi lempung ke arah laut

c. Prodelta

Prodelta merupakan sublingkungan transisi antara delta front dan endapan

normal marine shelf yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan

kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke

endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir.

Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri dari

akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke atas

memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies yang lebih batupasir

dari delta front. Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang

merupakan karakteristik endapan laut. Struktur sedimen bioturbasi bermacam-

macam sesuai dengan ukuran sedimen dan kecepatan sedimennya. Struktur

deformasi sedimen dapat dijumpai pada lingkungan ini, sedangkan struktur


sedimen akibat aktivitas gelombang jarang dijumpai. Prodelta ini kadang-kadang

sulit dibedakan dengan endapan paparan (shelf), tetapi pada prodelta ini

sedimennya lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh proses endapan laut yang

tegas.

2.1 Satuan Sikuenstratigrafi

2.1.1. Azas Umum

Pembagian sikuenstratigrafi ialah penggolongan lapisan batuan secara

bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan satuan genesa yang dibatasi, di

bagian bawah dan atasnya oleh bidang ketidakselarasan atau keselarasan

padanannya. Pembagian ini merupakan kerangka untuk menyusun urutan

peristiwa geologi.

Satuan sikuenstratigrafi ialah suatu tubuh lapisan batuan yang terbentuk

dalam satuan waktu pada satu daur perubahan muka-laut relatif.

2.1.1 Batas Satuan

Batas atas dan bawah satuan sikuenstratigrafi adalah bidang

ketidakselarasan atau bidang-bidang keselarasan padanannya.

Bidang ketidakselarasan merupakan bidang erosi, pada umumnya terjadi

di atas muka laut (sub-aerial), ditandai oleh rumpang waktu geologi. Bidang

keselarasan padanan adalah bidang kelanjutan dari bidang ketidakselarasan ke

arah susunan lapisan batuan yang selaras.

Bidang ketidakselarasan atau bidang erosi batas satuan sikuenstratigrafi

disebabkan oleh proses penurunan reltif muka air laut, yang disebabkan oleh

banyak hal diantaranya gerak muka-laut global, sedimentasi maupun tektonik.


2.1.2 Kelanjutan Satuan

Penyebaran satuan sikuenstratigrafi didasarkan hanya oleh kelanjutan

bidang batas satuan dan tidak dibatasi oleh ketebalan, besaran interval waktu atau

kesamaan fisik batuan.

2.1.3 Tingkat-Tingkat Satuan Sikuenstratigrafi

Urutan tingkat satuan sikuenstratigrafi, masing-masing dari besar sampai

kecil adalah : Megasikuen, Supersikuen dan Sikuen.

Sikuen ialah satuan dasar dalam pembagian satuan sikuenstratigrafi.Sikuen

dapat ditentukan berdasarkan data singkapan, data seismik, data pemboran atau

gabungan dari padanya.

Lamina, gabungan lamina, lapisan, gabungan lapisan, parasikuen, gabungan

parasikuen merupakan unsur-unsur pembentuk sikuen tetapi bukan merupakan

satuan sikuenstratigrafi tersendiri.Urutan tingkat satuan mencerminkan tingkat

besaran dan lamanya waktu selang suatu daur perubahan muka-laut relatif

setempat.

2.1.4 Satuan Resmi Dan Tak Resmi

Satuan sikuenstratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan

Sandi sedangkan satuan tak resmi adalah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi

persyaratan Sandi.Penamaan/peristilahan pada satuan tak resmi hendaknya tidak

mengacaukan penamaan/peristilahan satuan resmi.Penulisan tingkat satuan

sikuenstratigrafi tak resmi menggunakan huruf kecil dan bila namanya diambil

dari urutan angka/abjad maka urutan angka/abjad tersebut mencerminkan urutan

umuur dari tua ke muda (misalnya : sikuen 1, sikuen 2 dan sikuen 3 atau sikuen A,
sikuen B, sikuen C maka urutan 1, 2, 3 atau A, B, C menunjukkan urutan

kronologi dari tua (1/A) ke muda (3/C).

2.1.5 Tatanama Satuan Sikuenstratigrafi

Tatanama satuan sikuenstratigrafi resmi ialah dwinama (binomial). Untuk

tingkat sikuen atau yang lebih tinggi, dipakai istilah tingkatnya dan diikuti nama

geografi lokasi tipenya (yang mudah dikenal).Nama geografi sebaiknya diambil

dari nama tempat yang mudah dikenal (sudah dikenal) dan tidak harus nama

geografi lokasi tipenya itu sendiri.Nama satuan sikuenstratigrafi dihindarkan

persamaannya dengan nama satuan stratigrafi lainnya yang sudah dikenal.Sebagai

misal : Sikuen Klandasan, Sikuen Handil dan Supersikuen Mahakam.

2.1.6 Prosedur Pengusulan Satuan Sikuenstratigrafi Resmi

Pengusulan suatu satuan sikuenstratigrafi resmi harus dinyatakan secara

terbuka dan tertulis. Untuk pengusulan satuan sikuenstratigrafi resmi diperlukan

hal-hal sebgai berikut :

a. pernyataan tentang maksud pengusulan suatu satuan,

b. nama dan tingkat satuan,

c. stratotipe dan batas satuan

d. defenisi batas atas dan batas bawah suatu satuan di lokasi tipe dan ciri

pengenal serta keterangan kedua batas tersebut,

e. umur satuan dan dasar penentuannya,

f. korelasi secara regional/inter-regional atau global (bila memungkinkan)


BAB III
METODE DAN TAHAPAN PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

1. Double tip

2. Pensil warna

3. Problem Set

4. Mistar

5. Cutter

6. ATK

7. Kertas hvs a4

3.2 Metode Praktikum

Metode yang digunakan ialah metode pengolahan data berdasarkan problem

set dengan tahapan sebagai berikut.

1. Tugas Pendahuluan
Pemberian tugas pendahuluan ini bertujuan agar praktikan memahami acara

yang akan di praktikumkan. Mengisi problem set yang telah diberikan yaitu

litologi, ukuran butir dan struktur sedimen, ekspresi topografi, genetik unit dan

lingkungan pengendapan.

2. Praktikum

Pada tahap ini, praktikan mengolah data yaitu mengisi problem set yang telah

diberikan yaitu litologi, ukuran butir dan struktur sedimen, ekspresi topografi,

genetik unit dan lingkungan pengendapan.

3. Analisis Data

Dengan melihat problem set, dapat diketahui simbol dan warna litologi,

ukuran butir dan struktur sedimen, ekspresi topografi, genetik unit dan lingkungan

pengendapan..

4. Penyusunan Laporan

Setelah analisis data selesai, maka praktikan menyusun laporan berdasarkan

hasil praktikum.

Tugas
Pendahuluan

Praktikum

Analisis Data

Laporan
Tabel 3.1 Tahapan Praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, Komisi Sandi Statigrafi Indonesia,

Jakarta.

Affandi, A.K., Idarwati dan Hastuti, E.W.D., 2015, Penentuan Kawasan Rawan

Gempa Bumi Untuk Mitigasi Bencana Geologi di Wilayah Sumatera Bagian

Selatan, Laporan Akhir Penelitian Unggulan Kompetitif Universitas

Sriwijaya, Dana DIPA, Universitas Sriwijaya, Palembang.

Noor, Djauhari.2009. Pengantar Geologi. Bogor : PT. Graha Ilmu

Noor, Djauhari.2012. Pengantar Geologi. Bogor : PT. Graha Ilmu

Anonim, 1996, STRUKTUR BATUAN SEDIMEN DAN KONTAK

PERLAPISAN BATUAN, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai