Anda di halaman 1dari 27

PEDOMAN INTERNAL

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

PUSKESMAS TAMANAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BONDOWOSO

1
TAHUN 2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas, perlu dilakukan
pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial masih banyak di jumpai di Puskesmas dan biasanya merupakan
indicator bagi pengukuran tentang seberapa jauh puskesmas tersebut telah
berupaya mengendalikan infeksi.
Pengendalian Infeksi nosokomial dopelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister
dan holmes melalui praktek- praktek hygiene dan penggunaan antiseptic.
Tantangan dalam mengendalikan infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering
disebut disiplin epidemiologi puskesmas.
Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang besar,
khususnya untuk biaya tambahan perawatan, penggunaan antibiotic dan obat-
obatan lain serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif
berkurang, kebijakan penggunaan antibiotic, penggunaan desinfektan, serta
sentralisasi sterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan puskesmas melalui pencegahan dan
pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen / unit
dengan meliputi kualitas pelayanan, management resiko, clinical governance,
serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Tujuan Khusus
- Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPI dalam melaksanakan tugas,
wewenang, dan tanggung jawab secara jelas.
- Menggerakkan segala sumber daya yang ada di Puskesmas dan fasilitas
kesehatan lain.
- Menurunkan angka kejadian infeksi di Puskesmas secara bermakna.
- Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPI Puskesmas.

2
C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua petugas kesehatan yang terkait dengan
pelayanan di UPTD Puskesmas Tamanan.

D. Ruang Lingkup
1. Cuci Tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
pencegahan dan pengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk
membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk
mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit
manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora residen dan
flora transien. Flora residen adalah mikroorganisme yang secara konsisten
dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan
gesekan mekanisme yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan
manusia. Flora transien yang flora tansit atau flira kontaminasi, yang jenisnya
tergantung dari leingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan
mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gerakan mekanis dan
pencucian dengan sabun. Mencuci tangan dapat dilakukan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena
cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (handsrub) bila tangan tidak tampak
kotor. Cuci tangan dengan sabun biasa/ antimikroba dan bilas dengan air
mengalir, dilakukan pada saat:
a. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuhpasien yaitu darah,
cairan tubuh sekresi, eksresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband,
walaupun telah memakai sarung tangan.
b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya
yang bersih, walaupun pada pasien yang sama.
Indikasi kebersihan tangan:
- Sebelum kontak dengan pasien
- Sebelum tindakan aseptic
- Setelah kontak dengan cairan tubuh
- Setelah kontak dengan pasien
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

2. Alat Pelindung Diri

3
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret atau
ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan yang
berisiko mencakup tindakan rutin. Jenis alat pelindung: sarun tangan, masker
dan gaun pelindung. Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai, tetap
tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjakan, yaitu :

a. Sarung Tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak
dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak
utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan
harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah
atau semua jenis cairan tubuh.
b. Pelindung Wajah (Masker)
Pemakaian pelindung wajah ini dimaksudkan untuk melindungi selaput
lendir hidung,mulut selama melakukan perawatan pasien yang
memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain.Masker tanpa
kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien
tuberkulosa terbuka tanpa luka bagian kulit ataupun perdarahan. Masker
kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan digunakan petugas
yang melaksanakan atau membantu melaksanakan tindakan berisiko
tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya antara lain
pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi
alat bekas pakai. Bila ada indikasi untuk memakai ketiga macam alat
pelindung tersebut, maka masker selalu dipasang dahulu sebelum
memakai gaun pelindung atau sarung tangan,bahkan sebelum melakukan
cuci tangan bedah.
c. Gaun Pelindung
Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Jenis bahan
sedapat mungkin tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung
adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau
percikan darah atau cairan tubuh lain. Gaun pelindung harus dipakai
apabila ada indikasi seperti halnya pada saat membersihkan luka,
melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan
terkontaminasi kedalam wc, mengganti pembalut, menangani pasien

4
dengan perdarahan masif. Sebaiknya setiap kali dinas selalu memakai
pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun pelindung. Gaun pelindung
harus segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.
d. Goggle
Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi mata.
Tujuan pemakaian Goggle melindugi mata dari percikan darah, cairan
tubuh, sekresi dan ekresi.
Indikasi:
Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan
persalinan, tindakan perawatan gigi dan mulut.
e. Sepatu pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindungi kaki petugas dari
tumpahan/ percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Jenis
sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh
permukaan kaki.
Indikasi pemakaian sepatu pelindung:
- Penanganan limbah
-Tindakan Operasi
-Pertolongan dan tindakan persalinan
f. Topi Pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untukmencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap
alat-alat/ daerah steril atau mebran mukosa pasien dan juga sebaliknya
untuk melindungi kepala/ rambut petugas dari percikan darah atau cairan
tubuh pasien.
Indikasi pemakain topi pelindung:
-Tindakan Operasi
-Pertolongan dan tindakan persalinan
-Pembersihan peralatan kesehatan

3. Pengelolaan Alat-Alat Kesehatan


Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi
melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril
dan siap pakai. Semua alat bahan dan obat yang akan dimasukkan kedalam
jaringan dibawah kulit harus dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan

5
peralatan dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yaitu dekontaminasi,pencucian,
strerilisasi atau DTT dan penyimpanan, pemilihan cara pengelolaan alat
kesehatan tergantung pada kegunaan alat tersebut dan berhubungan dengan
tingkat risiko penyebaran infeksi.

4. Pengelonaan Benda Tajam


Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan
infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan kesehatan, sebagian
besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum suntik
dan perlukaan alat tajam lainnya.
Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda
tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas
tidak boleh digunakan lagi.
Sterilisasi jarum suntik dan alat kesehatan yang lain yang menembus kulit
atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-
alat tersebut didaur ulang walaupun sudah di otoklaf. Tidak dianjurkan untuk
melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan karena 17%
kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama
pemakaian,70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta
13% sesudah pembuangan. Hampir 40% kecelakaan ini dapat dicegah dan
kebanyakan kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarum suntik
setelah penggunaannya.
5. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan antara lain berupa
upaya perbaikan kualitas udara, air, dan permukaan lingkungan serta desain
dan kontruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung. Seluruh
permukaan lingkungan datar, bebas ebu, bebas sampah, bebas serangga
dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus dibersihkan
terus-menerus. Pembersihan dapat dipakai klorin 0,05% atau H2O2 0,5-
1,4%, bila ada cairan tubuh menggunakan klorin 0,5%.
Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin setiap
hari, termasuk setiap kali pasien pulang/ keluar dari fasyankes. Pembersihan
juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh tangan

6
misalnya: nakas disamping tempat tidur, tepi tempat tidur dengan bed rails,
tiang infus, gagang pintu, permukaan meja kerja,kunci dll.

6. Pengelolaan Limbah
Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:
a. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak
kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai risiko
rendah, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan ruang
tunggu pasien, administrasi.
b. Limbah medis bagian dari sampah Puskesmas yang berasal dari bahan
yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut
sebagai limbah berisiko tinggi. Beberapa limbah medis dapat berupa:
limbah klinis, limbah laboratorium, darah atau cairan tubuh lainnya,
material yang mengandung darah seperti perban, kassa dan benda-
benda dari kamar bedah, sampah organik, misalnya potongan tubuh,
plasenta, benda-benda tajam bekas pakai misalnya jarum suntik.
7. Penempatan Pasien
a. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan

8. Etika Batuk

9. Kecelakaan Kerja
Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi secara parenteral melalui
tusukan, luka, percikan pada mukosa mata, hidung atau mulut dan
percikan pada kulit yang tidak utuh,misalnya pecah, terkikis atau kulit
eksematosa. Kejadian seperti tersebut harus dicegah dan keselamatan
petugas harus diutamakan.Apabila kecelakaan terjadi harus
didokumentasikan dan dilaporkan kepada atasan, kepada panitia
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan pada panitia infeksi nosokomial
secepatnya sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Imunisasi dapat
dilakukan apabila tersedia,diberikan kepada semua staf yang berisiko
mendapat perlukaan karena benda tajam. Setelah terjadi kecelakaan harus
diberikan konseling.

10. Kewaspadaan Khusus

7
Kewaspadaan khusus merupakan tambahan pada kewaspadaan universal,
yang terdiri dari tiga jenis kewaspadaan, yaitu:
a. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara (airborne)
b. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan (droplet)
c. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak
Dalam penerapannya maka dapat berupa kombinasi dari kewaspadaan
universal dan salah satu jenis kewaspadaan khusus tersebut sesuai dengan
indikasinya

E. Batasan Operasional
1. Cuci Tangan
Sarana cuci tangan
a. Air mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran
pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air
mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan
mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak
menempel lagi di permukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa
kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara
mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya
pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun percikan air bekas
cucian kembali ke bak penampung air bersih. Air kran bukan berarti
harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana dengan
tangki berkran di ruang pelayanan / perawatan kesehatan agar mudah
dijangkau oleh para petugas kesehatan yang memerlukannya.Selain air
mengalir ada 2 jenis bahan pencuci tangan yang dibutuhkan, yaitu: sabun
atau deterjen dan larutan antiseptik.

b. Sabun dan deterjen


bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan
mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan
permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan
mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang
dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan
seringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan kemak dan
kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.

8
Hilangnya lapisan lemak akan memberi peluang untuk tumbuhnya
kembali mikroorganisme.

c. Larutan Antiseptik
Larutan antispetik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada
kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau
membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia
yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa.
Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan
rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik
tersebut dan reaksi kulit masing- masing individu. Kulit manusia tidak
dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah
mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman transien.
Kriteria memilih antiseptik adalah sbb:
1. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme
secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, basilus dan
tuberkulosis, fungi, endospora)
2. Efektifitas
3. Kecepatan aktifitas awal
4. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan
5. Tidak mengakibatkan iritasi kulit
6. Tidak menyebabkan alergi
7. Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
8. Dapat diterima secara visual maupun estetik

2. Alat Pelindung
a. Sarung tangan
Dikenal tiga jenis sarung tangan, yaitu:
 Sarung tangan bersih
Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan
sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir misalnya
tindakan medik pemeriksaan dalam merawat luka terbuka. Sarung
tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada
sarung tangan steril
 Sarung tangan steril

9
Adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus digunakan pada
tindakan bedah. Bitidak tersedia sarung tangan steril baru dapat
digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi.
 Sarung tangan rumah tangga
Sarung tangan tersebut dari latex atau viril yang tebal, seperti sarung
tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung
tangan rumah tangga dipakai pada waktu membersihkan alat
kesehatan, dan permukaan meja kerja, dll. Sarung tanganjenis ini
dapat digunakan lagi setelah dicuci dibilas bersih.

b. Pelindung wajah (masker)


Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya
merawat pasien tuberkulosis terbuka tanpa luka di bagian
kulit/perdarahan. Masker digunakan bila berada dalam jarak 1 meter
dari pasien.
Masker, kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan digunakan
petugas yang melaksanakan atau membantu melaksanakan tindakan
berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya antara
lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau
dekontaminasi alat bebas pakai. Bila ada indikasi untuk memakai ketiga
macam alat pelindung tersebut, maka maskerselalu dipasang dahulu
sebelum memakai gaun pelindung atau sarung tangan, bahkan sebelum
melakukan cuci tangan bedah.

c. Gaun pelindung
Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas
dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh
lain yang dapat mencemari baju atau seragam. Adapun jenis gaun
pelindung tersebut berbagai macam bila dipandang dari berbagai
aspeknya, seperti gaun pelindung tidak kedap air dan gaun pelindung
kedap air, gaun pelindung steril dan non steril. Gaun pelindung steril
dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya pada saat melakukan
pembedahan, sedang gaun pelindung non-steril dipakai di berbagai unit
yang berisiko tinggi, misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di
kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat, dan kamar bayi.
Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat

10
dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap
air yang hanya dapat dipakai sekali saja (disposable). Gaun pelindung
sekali pakai ini biasanya dipakai dalam kamar bedah, karena lebih
banyak terpajan cairan tubuh yang dapat menyebabkan infeksi. Gaun
pelindung kedap air dapat pula dibuat dari bahan yang dapat dicuci
melalui proses dekontaminasi dan dapat dipakai ulang, seperti misalnya
plastik. Biasanya dipakai sebagai pelapis di bagian dalam gaun
pelindung steril tidak kedap air, untuk mencegah tembusnya cairan
tubuh kepada pemakai atau untuk keperluanlain, seperti pembersihan,
pemulasaran jenazah, dsb.
Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi, misalnya pada
saat membersihkan luka,melakukan irigasi, melakukan tindakan
drainase, menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang
pembuangan / WC / toliet, mengganti pembalut, menangani pasien
dengan perdarahanmasif, melakukan tindakan bedah termasuk otopsi,
perawatan gigi, dsb.
Sebaiknya setiap kali dinas selalu memakai pakaian kerja yang bersih,
termasuk gaun pelindung, atau celemek. Gaun pelindung harus segera
diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.

3. Pengelolaan Alat Kesehatan


Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 3 tahap kegiatan,
yaitu:
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan,
yaitu suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan untuk
membunuh mikroorganisme pada benda mati, dan tidak digunakan
untuk kulit dan jaringan mukosa.Dapat dijumpai berbagai macam
disinfektan di pasaran dengan daya kerja masing-masing. Salah satu
yang biasa dipakai terutama di negara berkembang seperti Indonesia
adalah larutan klorin 0,5% atau 0,05% sesuai dengan intensitas
cemaran dan jenis alat atau permukaan yang akan didekontaminasi.
b. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) merupakan alternatif penatalaksanaan
alat kesehatan apabila sterilisator tidak tersedia atau tidak mungkin
dilaksanakan. DTT dapat membunuh semua mikroorganisme termasuk

11
virus hepatitis B dan HIV, namun tidak dapat membunuh endospora
dengan sempurna seperti tetanus atau gas gangren. Pada situasi
dimana tetanus masih kering ditemukan, semua peralatan
Ada beberapa cara melakukan disinfeksi tingkat tinggi, diantaranya
adalah dengan cara:
1. Merebus dalam air mendidih selama 20 menit
Merebus tidak memerlukan peralatan yang mahal dan selalu tersedia
maka cara tersebut adalah cara yang lebih disukai di klinik kecil atau
daerah terpencil.
2.Rendam dengan desinfektan kimiawi seperti glutaraldehid,
formaldehid 8%.
3. DTT dengan uap (steamer) Cara ini adalah yang terbaik untuk DTT
sarung tangan.
c. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pengelolaan suatu alat atau bahan
dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora.
Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan paling efektif untuk
pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan darah
atau jaringan di bawah kulit secara normal bersifat steril.

Strerilisasi dapat dilakukan dengan 2 cara:


1. Fisik, seperti pemanasan atau radiasi, fitrasi.
2. Kimiawi, menggunakan bahan kimia dengan cara merendam (mis:
dalam larutan glutaraldehid) dan menguapi dengan gas kimia
(diantaranya dengan gas etilin oksida)

4. Pengelolaan Benda Tajam


Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda
tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak
boleh digunakan lagi.Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lain yang menembus
kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-
alat tersebut didaur ulang walaupun sudah diotoklaf. Tidak dianjurkan untuk
melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan karena % kecelakaan
kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi
sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan.
Hampir 40% kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja akibat

12
melakukan penyarungan jarum suntik setelah penggunaannya.Kecelakaan yang
sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah pada saat petugas berusaha
memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya. Oleh karena itu
sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik tersebut melainkan
langsung saja dibuang ke tempat penampungan sementaranya, tanpa menyentuh
atau memanipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup
kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali (recaping), gunakanlah cara
penutupan jarum dengan satu tangan (single handedrecapping method) untuk
mencegah jari tertusuk jarum.

5. Pengelolaan Limbah
Limbah yang berasal dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:
1. Limbah rumah tangga, atau limbah non-medis, yaitu limbah yang tidak kontak
dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko rendah. Semua
limbah yang tidak kontak dengan tubuh pasien umumnya dikenal sebaga
sampah non-medik, yakni sampah sampah yang dihasilkan dari kegiatan di
ruang tunggu pasien atau penunjang, raunag administrasi dan kebun. Sampah
jenis ini meliputi sisa makanan, sisa pembungkus makanan, plastik dan sisa
pembungkus obat. Sampah jenis ini dapat langsung dibuang melalui pelayanan
pengelolaan sampah kota.
2. Limbah medis, yaitu bagian dari sampah kesehatan yang berasal dari bahan
yang
mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dan dikategorikan
sebagai limbah berisiko tinggi dan bersifat menularkan penyakit, limbah medis
dapat berupa:
 Limbah klinis
Limbah klinis merupakan tanggung jawab sarana kesehatan lain dan
memerlukan perlakuan khusus. Karena berpotensi menularkan penyakit,
maka dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi.
Cara penanganan limbah klinis ini yaitu dengan cara sebelum dibawa
ketempat pembuangan akhir / pembakaran (insenerator) semua jenis limbah
klinis ditampung dalam kantong kedap air, biasanya berwarna kuning, dan
ikat secara rapat kantong yang sudah berisi 2/3 penuh.

 Limbah laboratorium

13
Setiap jenis limbah yang berasal dari laboratorium dikelompokkan sebagai
limbah berisiko tinggi .Cara penanganan limbah laboratorium ini dengan cara
sebelum keluar dari ruang laboratorium dilakukan strerilisasi dengan otoklaf
selanjutnya ditangani secara prosedur pembuangan limbah klinis, cara
penanganan terbaik untuk limbah medis adalah dengan insenerasi, dan cara
lain adalah menguburnya dengan metode kapurisasi.
 Setiap jenis limbah yang berasal dari laboratorium dikelompokkan sebagai
limbah berisiko tinggi .Cara penanganan limbah laboratorium ini dengan cara
sebelum keluar dari ruang laboratorium dilakukan strerilisasi dengan otoklaf
selanjutnya ditangani secara prosedur pembuangan limbah klinis, cara
penanganan terbaik untuk limbah medis adalah dengan insenerasi, dan cara
lain adalah menguburnya dengan metode kapurisasi.
 Limbah berbahaya, adalah limbah kimia yang mempunyai sifat beracun.
Limbah jenis ini meliputi produk pembersih, disinfektan, obat-obatan
sitotoksik dan senyawa radio aktif.Upaya penanganan limbah di pelayanan
kesehatan meliputi penanganan limbah cair dan limbah padat (sampah).
Adapun teknik penanganan sampah meliputi pemisahan, penanganan,
penampungan sementara dan pembuangan.

6. Kecelakaan Kerja
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum suntik
bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan yang
cermat dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya
infeksi nosokomial yang tidak diinginkan.Yang terpenting disini adalah segera
mencucinya dengan sabun antiseptik, dan usahakan untuk meminimalkan kuman
yang masuk ke dalam aliran darah dengan menekan luka hingga darah keluar.
Bila darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air beberapa
kali, bilamengenai mata cucilah mata dengan air mengalir (irigasi) atau garam
fisiologis, atau bilapercikan mengenai hidung hembuskan keluar hidung, dan
bersihkan dengan air.

7. Kewaspadaan Khusus
Kewaspadaan khusus terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Udara
Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara digunakan untuk pasien yang
diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui

14
percikan halus diudara. Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan
penularan penyakit melalui udara, baik yang berupa bintik percikan di udara
(airborne droplet ruclei) atau partikel debu yang berisi agen infeksi.

2. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Percikan


Sebagai tambahan dari kewaspadaan universal, kewaspadaan terhadap
penularan melalui percikan ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga
menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan partikel besar.
Transmisi percikan terjadi bila partikel percikan yang benar dari orang yang
terinfeksi mengenai lapisan mukosahidung, mulut atau konjungtiva mata
orang yang rentan. Percikan dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara,
batuk, bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas seperti intubasi
atau bronkoskopi. Transmisi melalui percikan besar berbeda dengan
transmisi penularan melalui udara karena pada transmisi percikan memerlukan
kontak yang dekat antara sumber dan penerima, karena percikan besar tidak
dapat bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat
yang dekat.
3. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Kontak
Sebagai tambahan dari kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak
digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit yang
ditularkan melalui kontak langsung (misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit)
yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak langsung
(persinggungan) dengan benda di lungkungan pasien.pasien harus
ditempatkan di ruang tersendiri bila mungkin. Bila tidak tersedia, dapat di
bangsal umum dengan pasien sejenis. Sarung tangan harus dipakai sebagai
pencegahan, sebagaimana pada kewaspadaan universal terhadap kontak
dengan darah dan bahan tubuh. Pada kewaspadaan terhadap penularan
melalui kontak ini sarung tangan harus diganti setelah menyentuh bahan yang
mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (misalnya tinja atau
cairan luka). Sarung tangan harus dibuka sebelum meninggalkan ruangan dan
kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci antiseptik. Gaun pelindung
yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi kontak yang cukup
rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat menahan buang air besar
(inkontinensia) atau bila ada luka basah yang tidak dapat ditahan dengan
pembalut. Gaun pelindung harus dilepas sebelum meninggalkan ruangan.

15
F. Landasan Hukum
(1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/
62/ 2015 tentang Panduan kewaspadaan universal
(2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran
(3) Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor : HK.02.04/II/963/
2012 tentang Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
(4) Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor :
HK.02/04/II/1181/2012HK tentang Pedoman ppi dirumah sakit

16
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia.


Petugas pelaksana adalah petugas pelaksana yang telah memenuhi standar kualifikasi
sebagai tenaga pelaksana dan telah mendapat pelatihan sesuai dengan tugasnya.
No Nama Jabatan Kualifikasi Formal Keterangan
1 Penanggung jawab Dokter Umum
2 Ketua Tim PPI Perawat
3 Petugas Pelaksana Semua petu- Melaksanakan
gas kesehatan pelayanan kesehatan
baik di dalam gedung
atau di luar gedung

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan kegiatan PPI dikoordinir Oleh Ketua tim PPI
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

N Jenis Kegiatan J F M A M Ju J A Se O N D Ket


o a e ar p ei n ul g p kt o e
n b r s v s
1 Menyusun RUK 2022 √

2 Menyusun RPK 2022 √

3 Monev tiap Ruangan √ √


pelayanan
2 Pertemuan tim PPI √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √
2 Audit kepatuhan √ √
petugas kesehatan
terhadap kebersihan
tangan
3 Audit kepatuhan √ √
petugas kesehatan
terhadap
penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD)
4 Audit penanganan √ √
peralatan perawatan
pasien

17
5 Audit terhadap √ √
pembuangan
sampah infeksius,
cairan tubuh dan
darah
6 Audit pembuangan √ √
benda tajam dan
jarum
7 Koordinasi dengan √ √
Kepala Puskesmas
untuk mengadakan
sosialisasi PPI
kepada karyawan
UPT. Puskesmas
Sumbersari.
8 Mengikuti pelatihan √ √
PPI Dasar
9 Mengadakan √
Sosialisasi PPI
kepada petugas

18
BAB III
KEWASPADAAN STANDART PPI

Kewaspadaan standart untuk pelayanan semu pasien, meliputi :


1. Kebersihan tangan / hand hygiene
- Kuku selalu dipotong pendek, tidak memakai perhiasan dan tidak boleh
memakai kuku palsu saat merawat pasien.
- Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan dengan 6
langkah dan sesuai dengan five moment waktu cuci tangan.
2. Alat Pelindung Diri ( APD set)
- Menggunakan APD sesuai ukuran
- Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung dan atau saat
membersihkan lingkungan pasien.
- Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh
benda,dan permukaan yang tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien
lain.
- Jangan memakai sarung tangan yang sama untuk pasien yang berbeda.
- Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area yang terkontaminasi
ke area bersih.
- Pakailah kacamata goggle untuk melindungi selama melaksanakan prosedur
perawatan yang berisiko terjadi cipratan, dari darah, cairan tubuh, sekresi dan
ekskresi.
- Gunakan masker selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun pada
pasien tidak terduga infeksi.
- Kenakan gaun bersih untuk melindungi kulit dan baju menjadi kotor, kulit
terkontaminasi selama prosedur.
- Bila gaun tembus cairan perlu dilapisi apron tahan cairan
- Pakailah sepatu boot untuk melindungi kaki dan cipratan dari darah, caira
tubuh pasien.

3. Peralatan perawatan pasien


- Buat SOP untuk menampung, transportasi, pengelolaan, peralatan yang
mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh.

19
- Lepaskan bahan organic dari peralatan dengan bahan pembersih yang sesuai
sebelum disterilkan.
- Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh sekresi dengan
benar sehingga kulit dan mucus mebran terlindungi, cegah transfer mikroba
lain dengan lingkungan.
- Pastikan peralatan yang telah dipakai pasien infeksius telah dibersihkan dan
tidak dipakai untuk pasien lain.
- Pastikan peralatan sakli pakai dibuang dan tertangani dengan benar dan
peralatan pakai ulang diproses dengan benar.
- Peralatan yang terkontaminasi di desinfeksi selanjutnya DTT dan sterilisasi.
- Bersihkan dan desinfeksi yang benar peralatan terapi pernapasan, bila perlu
memakai sungkup disposable.
- Alat makan dicuci dengan detergen tiap setelah makan.
4. Pengendalian lingkungan
- Fasilitas kesehatan harus membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk
desinfeksi permukaan lingkungan disekitas pasien.
- Pembersihan harus mengawali desinfeksi.
- Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi, sehingga menurunkan
pencemaran lingkungan.
- Mempunyai desinfektan standart untuk menghilangkan pathogen secara
signifikan, pada permukaan terkontaminasi, sehingga menurunkan rantai
penularan penyakit.
5. Penatalaksanaan linen
- Penanganan, transportasi dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi harus dilakukan dengan benar untuk mencegah kulit, mucus
membrane terexpose dan terkontaminasi linen, atau terjadi transfer mukroba
ke pasien lain, petugas, dan lingkungan.
- Membuang kotoran pada linen ke toilet dan diletakkan ke kantong linen.
- Mencuci dan mengeringkan linen sesuai SOP.
- Petugas menangani linen dengan menggunakan APD.
6. Kesehatan karyawan
- Mencegah terjadinya cedera saat melakukan tindakan menggunakan jarum,
scalpel, dan alat tajam lain, setelah melakukan prosedur, saat membsihkan
instrument, saat membuang jarum.
- Jangan tutup / recap jarum yang telah dipakai, menekuk jarum, mematahkan
dan melepas jarum dari spuit.

20
- Masukkan spuit dan jarum ke dalam safety box dan buang ke TPS limbah
medis.
7. Penempatan pasien
Menempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan, ke dalam
ruang rawat yang terpisah. Bila ruang isolasi tidak memungkinkan mengupayakan
pemisahan, penempatan sesuai dengan jenis kewaspadaan terhadap transmisi
infeksi.
8. Hygiene respirasi / etika batuk dan bersin
Mengendalikan penyebaran pathogen dari pasien yang yerinfeksi untuk trasmisi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Etika batuk dan bersin harus diterapkan
kepada semua individu.
9. Praktek menyuntik yang aman
Pakai jarum suntik yang steril, sekali pakai, tiap kali penuntikan.

21
BAB IV
LOGISTIK

Logistik yang diperlukan dalam pelaksanaan PPI antara lain:

A. Bahan Habis pakai


a. Larutan klorin
b. APD: masker, sarung tangan no 7
c. Kapas, kasa, cotton roll
d. Spuit 1 cc dan 2,5 cc
e. Alkohol 70%
f. Povidon Iodine 10 %
g. NaOCl
h. Aquadest
i. H2o2
j. Gliseril
k. Benang cutgat
l. Benang chromic

B. Alat yang di steril


a. Bak instrumen
b. Pinset anatomi
c. Pinset sirurgi
d. cucing
e. gunting
f. gunting angkat jahitan
g. nal puder

22
h. klem tali puast
i. gunting tali pisat
j. gunting episiotomi
k. heating set
l. setengah kochaer
m. IUD set
n. Speculum
o. Penaculum
p. Sonde
q. Tampon tang

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistim dimana puskesmas


membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistim ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan penerapan keselamatan pasien adalah terciptanya budaya keselatan
pasien, meningkatkan akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat,
menurunkan kejadian tidak diharapkan (KTD) di pusesmas, terlaksananya program-
program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
Pelaksanaan PPI memperhatikan standar keselamatan pasien yang meliputi :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam menigkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

23
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Tujuan
- Petugas Kesehatan di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
- Petugas Kesehatan di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai
resiko tinggi terinfeksi penyakit menular di lingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
universal precaution

B. Tindakan yang beresiko terpajan


- Cuci tangan yang kurang benar
- Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat
- Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman
- Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
- Teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat
- Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai

C. Prinsip Keselamatan Kerja

24
Prinsip utama prosedur universal precoution dalam kaitan Keselamatan Kerja
adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 kegiatan pokok yaitu :
- Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
- Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain
- Pengelolaan alat kesehatan bebas pakai
- Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
- Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu yang digunakan di PPI Puskesmas Tamanan dalam


memberikan pelayanan adalah
1. Kepatuhan mencuci tangan
2. Kepatuhan menggunakan APD
Pengendalian mutu akan dipantau oleh Ketua tim PPI, melalui monitoring dan
evaluasi pelaksanaan, pencapaian pengendalian mutu dibahas dalam pertemuan
managemen dan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas.

25
BAB XI
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait
dalam pelaksanaan kegiatan PPI di UPT Puskesmas Tamanan.
Keberhasilan kegiatan upaya PPI merupakan keberhasilan upaya menekan
angka kesakitan pasien dan meningkatkan kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan
PPI di Puskesmas Tamanan.
Akhirnya penyusun berharap semoga pedoman ini dapat berguna bagi semua
pihak yang terkait.

26
27

Anda mungkin juga menyukai