Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kesehatan Perempuan & Perencanaan Keluarga. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan
termoregulasi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Asik Faqihun, SST. selaku dosen
mata kuliah Kesehatan Perempuan & Perencanaan Keluarga yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi.................................................................................................................3
2.2 Etiologi.................................................................................................................4
2.3 Faktor Resiko.......................................................................................................5
2.4 Patofisiologis........................................................................................................6
2.5 Jenis-jenis PID.....................................................................................................8
2.6 Gejala dan Diagnosis............................................................................................9
2.7 Klasifikasi Klinik PID..........................................................................................10
2.8 Deferensial Diagnosa...........................................................................................11
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................................11
2.10 Cara Pencegahan................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari abses pelvis (radang panggul) ?
2. Bagaimana etiologi penyakit abses pelvis (radang panggul) ?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit abses pelvis (radang panggul) ?
4. Bagaimana tanda gejala penyakit abses pelvis (radang panggul) ?
5. Apa saja faktor resiko penyakit abses pelvis (radang panggul) ?
6. Bagaimana pencegahan penyakit abses pelvis (radang panggul) ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari abses pelvis (radang panggul).
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit abses pelvis (radang panggul).
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit abses pelvis (radang panggul).
4. Untuk mengetahui tanda gejala penyakit abses pelvis (radang panggul).
5. Untuk mengetahui faktor resiko penyakit abses pelvis (radang panggul).
6. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit abses pelvis (radang panggul).
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Definisi Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas.
Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran
tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul.
Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari penyakit Menular
Seksual (PMS). Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul
yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 16- 25 tahun. Lebih buruk
lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan mengalami
komplikasi seperti nyeri perut kronik, infertilitas (gangguan kesuburan), atau
kehamilan abnormal. Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade
terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan
jumlah PMS dan penggunaan kontrasepsi seperti spiral. 15% kasus penyakit ini
terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret, histeroskopi, dan
pemasangan IUD (spiral). 85% kasus terjadi secara spontan pada wanita usia
reproduktif yang seksual aktif.
Penyakit radang panggul atau pelvic inflamatory disease (PID) merupakan infeksi
genetalia bagian atas wanita yang sebagian besar disebabkan hubungan seksual.
(Manuaba)
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari
uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan
pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat
3
kandungan tinggi termasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba ovarian
dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas antara
infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri internum (Marmi, 2013; h.198)
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit
tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba,
indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit
radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual
(PMS).
2.2 Etiologi
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital
bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam
hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul.
Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang
menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai
bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri
ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya
infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya
pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan
bakteri (darah menstruasi).
4
Bakteri fakultatif anaerob dan flora juga diduga berpotensi menjadi penyebab
PID. yang termasuk dantaranya adalah Gardnerella vaginalis, streptokokus
agalactiae, peptostreptokokus, bakteroides dan mycoplasma genetalia. patogen
genetalia lain yang menyebabkan PID adalah haemaphilus influenza dan
haemophilus parainfluenza.
actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan AKDR. PID
mungkin juga disebabkan oleh salpingitis granulomatosa yang disebabkan
Mycobakterium tuberkulosis dan Schistosoma.
5
Faktor resiko lainnya yaitu pemasangan alat kontrasepsi, etnik, status
postmaterial dimana resiko meningkat 3 kali di banding yang tidak menikah, infeksi
bacterial vaginosis, dan merokok. Peningkatan resiko PID di temukan pada etnik
berkulit putih dan pada golongan sosio ekonomi rendah. PID sering muncul pada usia
15 – 19 tahun dan pada wanita yang pertama kali berhubungan seksual.
Pasien yang digolongkan memiliki faktor resiko tinggi untuk PID adalah wanita
di usia 25 tahun, menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multiple, tidak
menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevelensi penyakit
menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang pertama kali berhubungan
aseksual. Pemakain AKDR meningkatkan resiko PID 2 – 3 kali lipat pada 4 bulan
pertama setelah pemakaian, namun kemudian resiko kembali menurun. Wanita yang
tidak berhubungan seksual secara aktif dan telah menjalani sterilisasi tuba, memiliki
resiko yang sangat rendah untuk PID.
2.4 Patofisiologis
PID di sebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus
genital atas dari vagiana dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas
penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktifitas seksual mekanis dan
pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.
Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap :
Tahap Pertama : melibatkan akuisisi dari vagiana atau infeksi servikal.
Penyakit menular seksual yang menyebabkan mungkin asimptomatik
Tahap Ke dua : Timbul oleh penyebaran asenden langsung mikroorganisme
dari vagina dan serviks.
Mukosa serviks menyediakan barrier fungsional melawan penyebaran ke atas,
namun efek dari barrier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal
yang timbul selama ovulasi dan menstruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat
timbul akibat terapi antibiotic dan penyakit menular seksual yang dapat menggagu
keseimbangan flora endogen.Menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh
secara berlebihan dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi
dengan aliran menstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden dari
mikroorganisme. Hubungan seksual juga dapat menyebabkan ifeksi asenden akibat
6
dari kontraksi uterus mekanis dan ritmik. Bakteri dapat terbawa bersama sperma
menuju uterus dan tuba.
Gambar 2.4 patofisilogi radang panggul
Faktor resiko meningkat pada wanita dengan pasangan seksual multiple , punya
riwayat penyakit seksual sebelumnya, pernah PID, Riwayat pelecehan seksual usia
muda, dan mengalami tindakan pembedahan. Usia muda mengalami peningkatan
resiko akibat dari peningkatan permeabilitas mucosal serviks, zona servical ektopi
yang lebih besar, proteksi antibody chalamidya yang masih rendah, dan peningkatan
berlaku beresiko. Prosedur pembedahan dapat menghancurkan barrier servical,
sehingga menjadi predisposisi terjadi infeksi.
AKDR telah di duga merupakan predisposisi terjadinya PID dengan memfasilitasi
transmisi mikroorganisme ke traktus genitalia atas. Kontrasepsi oral justru
mengurangi resiko PID secara simptomatik. Mungkin dengan meningkatkan
viskositas mukosa oral, menurunkan aliran menstrual antegrade dan retrograde, dan
memodifikasi respon imun local.
Pada traktus bagian atas, jumlah mikroba dan fakrot host memiliki peneran
terhadap derajat inflamasi dan parut yang dihasilkan. Infeksi uterus biasanya terbatas
pada endometrium, namun dapat lebih invasive pada uterus yang gravid aytau
postpartum. Infeksi tuba awalnya melibatkan mukosa, tapi inflamasi transmural
yang di mediasi komplimen yang bersifat akut dapat timbul cepat dan intensitas
terjadinya infeksi lanjutan pun meningkat. Inflamasi dapat meluas ke struktur
parametrial termasuk usus. Infeksi dapat pula meluas oleh tumpahnya materi purulrn
7
dari tuba fallopi atau fia penyebaran limfatik dalam pelvis menyebabkan peritonitis
akut atau perihepatitis akut.
8
Gambar 2.5 abses tuba ovarium
2.6 Gejala dan Diagnosis
Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri
abdominopelvik. Keluhan lain berfariasi, antar alin keluarnya cairan vagina, atau
perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan disuria. Demam terlihat pada 60% –
80% kasus. Daignosis PID sulit karena kaluhan dan gejala-gejala yang di
kemukanan sangat berfariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan
adneksa, PID di diagnosis dengan akurat hanya 65%. Karena kaibat buruk PID
terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik, maka PID harus di curigai pada
perempuan beresiko dan diterapi secara agresif. Kriteria diagnosis diagnostic dari
CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan ketepatan terapi..
9
Dokumentasi laboraturium infeksi serviks oleh N. gonorrhoeae atau C.
trachomatis
Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai :
Tegang di bagian bawah
Nyeri serta nyeri gerak pada serviks
Dapat teraba tumor karena pembentukan abses
Di bagian belakang Rahim terjadi penimbunan nanah
Dalam bentuk menahun mungkin teraba tumor, perasaan tidak enak
(Discomfort) di bagain bawah abdomen (Manuaba, 2010)
10
PID akut (Durasi ≤ 30 hari) Patogen servikal (N.gonorrhoeae, C. trachomatis, dan
M. genitalium)
Patogen bakteri vaginosis (Peptostreptococcus.sp, M.
hominis dan Clostridia.sp)
Ptogen respiratori (H, influenza, S. pneumonia,
streptococcus grup A, dan S. aureus)
Patogen enteric (E. Coli, Bracteroides fragilis,
Streptococcus grup B, dan Campylobacter.sp)
PID Subklinis C.trachomatis dan N. gonorrhoeae
PID kronik (durasi > 30 hari) Mycobacterium tuberculosis dan Actinomyces.sp
2.9 Penatalaksanaan
A. Pada Wanita Tidak Hamil
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik
infeksi kronik.Banyak pasien yang berhasil di terapi dengan rawat jalan dan
terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapiotik permulaan.
Pemilihan antibiotika harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N.
Gonorrhoeae atau C. Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat pilimik
krobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama.
Rekomendasi terapi dari CDC
a. Terapi Perenteral
11
Rekomendasi terapi parenteral A
- Sevotetan 2 g intavena setiap 12 jam atau
- Sevoksitin 2 g intravena setiap 6 jam di tambah
- Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam
Rekomendasi terapi parenteral B
- Klindamisin 900 mg setiap 8 jam di tambah
- Gentamicin dosis muatan intravena atau intramuskuler ( 2mg / kg
BB) diikuti dengan dosis pemeliharaan ( 1,5 mg / kg BB) Setiap 8
jam. Dapat di ganti denagn dosis tunggal harian.
Terapi parenteral alternative
Tiga terapi alternatif telah di coba dan mereka mempunyai cakupan
spektrum yang luas
- Levofloksasin500 mg intravena 1X sehari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam atau
- Ofloksasin 400 mg intravena stiap 12 jam dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg intraven setiap 8 jam atau
- Ampisilin/sulbaktam 3 mg intavena setiap 6 jam di tambak
Doksisiklin 100 mg oral atau intravena etiap 12 jam.
b. Terapi oral
Terapi oral dapat di pertimbangkan untuk penderita PID atau sedang karena
kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat
terapi dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi
untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik dengan
rawat jalan maupun inap.
Rekomendasi terapi A
- Levofloksasin 500 mg oral 1X setiap hari selama 14 hari atau
ofloksasin 400 mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
- Metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
Rekomendasi terapi B
- Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal di tambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
12
- Sefoksitin 2 g intramuscular dosis tunggal dan probenosid di
tambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
- Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim atau sefotaksim)
di tambah doksisiklin oral 2x sehari selam 14 hari dengan atau
tanpa metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
13
Kehamilan ektopik
Nyeri panggul kronis
Perihepatitis ( sindrom fitz- hugh Curtis ) : menyebabkan nyeri kuadran
kanan atas
Abses tubo ovarium
Reiter’s syndrome ( reaktif arthritis )
Pada kehamilan : PID dikaitkan dengan peningkatan persalinan prematur,
dan morbiditas ibu dan janin
Neonatal : transmisi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae dapat
menyebabkan ophthalmia neonatorum pneumonitis clamidia juga bisa
terjadi
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah
infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,
tubafalopi, ovarium, miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID
adalah infeksi yang paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular
seksual yang paling biasa. (Sarwono,2011; h.227)
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi
dari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan
pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat
kandungan tinggi termasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba
ovarian dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas
antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri internum. (Marmi, 2013;
h.198)
Terdapat beberapa faktor resiko PID , namun yang utama adalah aktivitas
seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan aktivitas
seksual berjumlah sekitar 85% sedangkan 15% di sebabkan karena luka pada
mukosa misalnya AKDR atau kuretase.
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual.
Wanita dengan lebih banyak dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki
pningkatan resiko sebesar 3 kali lipat.
Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri
abdominopelvik. Keluhan lain berfariasi, antar alin keluarnya cairan vagina, atau
perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan dysuria. Demam terlihat pada
60% – 80% kasus. Daignosis PID sulit karena kaluhan dan gejala-gejala yang di
kemukanan sangat berfariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan
adneksa, PID di diagnosis dengan akurat hanya 65%. Karena kaibat buruk PID
terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik, maka PID harus di curigai pada
perempuan beresiko dan diterapi secara agresif. Kriteria diagnosis diagnostic dari
CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan ketepatan terapi.
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik
infeksi kronik.Banyak pasien yang berhasil di terapi dengan rawat jalan dan
terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapiotik permulaan. Pemilihan
antibiotika harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N. Gonorrhoeae atau
C. Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat pilimik krobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinis menganjurkan
terapi parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi
oral dengan 24 jam setelah ada perbaikan klinis.
15
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
pembaca mengenai penyakit infeksi pada panggul beserta cara pencegahan. Bagi
mahasiswa diharapkan dapat mengetahui, mempelajari serta memahami
bagaimana penyakit infeksi pada panggul beserta cara pencegahan yang
kemudian dapat menerapkan di kehidupan nyata. Semoga makalah ini dapat
diterima bagi semua pembaca dan dapat memberikan kritik untuk perbaikan
makalah selanjutnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka. Jakarta. 2011.
Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB.Jakarta : EGC
17