Anda di halaman 1dari 8

Tugas Tersruktur Mandiri (Avian/Swine Influenza)

Nama : Yuziwanti Panggabean


Kelas : Reguler Karyawan Tingkat 2
Mata Kuliah : PPI 1

Buatlah tabel yang membandingkan antara Avian Influenza dan Swine Influenza ,
berdasarkan :

1. Hewan Reservoir
2. Subtipe Virus Influenza
3. Wabah pertama pada manusia (tahun, tempat)
4. Fase pandemi (termasuk ke fase berapakah wabah yang paling luas dampaknya , tahun)
5. Kelompok beresiko (sebutkan kelompok manusia yang paling beresiko)
6. Vaksin (ada/tidak , sebutkan nama vaksin jika ada)
7. Pengobatan (ada/tidak , sebutkan nama obatnya jika ada)

Perbandingan Avian Influenza Swine Influenza

1. Hewan Reservoir Avian Influenza adalah unggas Babi dapat bertindak sebagai inang
air antara lain itik liar, dalam mixing vessel untuk reassortment
tubuhnya ditemukan semua virus
subtipe yang ada dan dapat influenza unggas dan manusia karena
bersembunyi pada saluran sel epitel trakea babi mengandung
pernapasan dan saluran reseptor NeuAc α2,3Gal dan NeuAc
pencernaan dan menyebar ke α2,6Gal sehingga rentan terhadap
unggas lain melalui inhalasi. infeksi virus influenza unggas dan
manusia. Virus classical swine
influenza H1N1 merupakan virus yang
bersirkulasi pada babi dan tidak
menyebabkan epizootic sebelum tahun
1918.
2. Subtipe Virus Avian Influenza (AI) atau flu Virus swine influenza ini juga terdiri
Influenza burung merupakan penyakit dari subtipe dan strain virus yang
zoonosis yang ditularkan oleh berbeda. Salah satu virus yang
virus Avian Influenza tipe A sub ditemukan di Amerika Utara adalah
tipe H5N1 dari family virus classical swine influenza H1N1.
Orthomyxoviridae , Virus ini adalah virus pertama yang
yang terbagi atas (1) Virus diketahui sebagai virus yang
influenza tipe A yang secara menginfeksi babi dan menyebabkan
antigenik sangat bervariasi dan wabah pada tahun 1918.
dapat berubah-rubah bentuk
(Drift, Shift) dan merupakan
penyebab dari sebagian besar
kasus epidemi dan pandemi. (2)
Virus influenza tipe B dapat
juga memperlihatkan perubahan
antigenik dan kadang-kadang
menyebabkan epidemi. (3) Virus
influenza tipe C yang secara
antigenik bersifat stabil dan
hanya menyebabkan penyakit
ringan.
Virus ini memiliki sub-tipe yang
dibagi berdasarkan
permukaannya yaitu
Hemaglutinin (HA) dan
Neuraminidase (NA)

3. Wabah pertama Berawal pada tahun 1997 infeksi Infeksi zoonosis triple reassortant
pada manusia flu burung telah menular dari swine influenza A (H1N1) yang
(tahun, tempat) unggas ke manusia dan 2 sejak menyebabkan gangguan pernafasan
saat itu telah terjadi 3 kali pada manusia dilaporkan terjadi secara
outbreak infeksi virus influenza sporadik di Amerika Serikat selama
A subtipe H5N1. Flu burung di tahun 2005.
manusia pertama kali ditemukan
di Hongkong pada tahun 1997
yang menginfeksi 18 orang
diantaranya 6 orang pasien
meninggal dunia. Kemudian
awal tahun 2003 ditemukan 2
orang pasien dengan 1 orang
meninggal. Virus ini kemudian
merebak di Asia sejak
pertengahan Desember 2003
sampai saat ini (Depkes RI,
2006a).
4. Fase pandemi Hal ini dilakukan Kemenkes Virus triple reassortant swine
(termasuk ke fase sebagai langkah pencegahan dan influenza A (H1N1) yang mewabah di
berapakah wabah penanggulangan flu burung serta Amerika Utara dan Amerika Serikat
yang paling luas mencegah terjadinya Kejadian sejak tahun 2009 dan telah menyebar
dampaknya , tahun) Luar Biasa (KLB) serta sebagai luas ke tiga puluh negara sehingga
bentuk kewaspadaan dini World Health Organization (WHO)
terjadinya pandemi. Karena mengumumkan status pandemik
sampai saat ini, Indonesia influenza dari fase 4 ke fase 5 pada
berstatus fase 3 tahapan pra April 2009 yang artinya telah terjadi
pandemi. Fase 3 ditandai dengan penularan virus triple reassortant
adanya infeksi pada manusia swine influenza A (H1N1) dari
dengan suatu subtipe baru, tetapi manusia ke manusia dan menyebabkan
tidak ada penyebaran dari wabah setidak-tidaknya di dua negara
manusia ke manusia, atau pada dalam suatu wilayah regional WHO.
kejadian-kejadian yang jarang Hal ini dilakukan karena WHO sudah
pada kontak yang dekat. Maka melihat tanda-tanda pandemik
dari itu perlu adanya semakin jelas dengan bukti jumlah
kewaspadaan terjadinya kasus makin meningkat dan meluas ke
pandemi sewaktu-waktu. berbagai negara (COKER, 2009).
Selanjutnya, kasus infeksi virus
reassortant influenza A H1N1 makin
lama makin bertambah hingga
mencapai 30.000 kasus dan terbanyak
di Amerika Serikat, Kanada, Meksiko,
kemudian menyebar ke seluruh dunia
meliputi 53 negara termasuk
Indonesia.
5. Kelompok beresiko Kelompok resiko tinggi tertular Kelompok resiko tinggi tertular
(sebutkan kelompok penyakit ini yaitu: penyakit ini yaitu:
manusia yang paling - pekerja dipeternakan - Pekerja dipeternakan
beresiko) unggas pemotong unggas, pemotong unggas
unggas dan penjamah produk
- Bekerja sebagai unggas lainnya.
peternak unggas - Berusia kurang dari 5 tahun
- Bekerja sebagai tim atau di atas 65 tahun
medis yang merawat (lansia)
penderita flu burung - Berada di daerah wabah
- Memiliki anggota - Sedang hamil
keluarga yang - Daya tahan tubuh lemah,
menderita flu burung misalkan karena infeksi
- Berada dekat dengan HIV/AIDS
unggas yang - Mengalami obesitas atau
terinfeksi penyakit kronis tertentu
- Sering mengonsumsi (seperti asma, penyakit
daging atau telur jantung, diabetes.
unggas yang tidak
matang

6. Vaksin (ada/tidak , Indonesia telah menetapkan Pencegahan infeksi virus reassortant


sebutkan nama penerapan strategi vaksinasi AI H1N1 pada manusia harus melibatkan
vaksin jika ada) sejak tahun 2004 guna pencegahan infeksi pada babi dan
menurunkan prevalensi AI dan unggas. Para ahli menyarankan untuk
melindungi unggas dari melalukan vaksinasi pada babi
serangan infeksi AI dengan terhadap infeksi virus influenza H1N1
menggunakan vaksin. Selain itu sehingga jumlah virus yang beredar di
vaksinasi juga akan berhasil babi berkurang dan penularan virus
dengan dukungan penerapan influenza H1N1 ke manusia berkurang
Biosekuriti yang ketat. (BOFFEY, 1976a; BOFFEY, 1976b).
Sampai saat ini, belum ada Penggunaan vaksin pada babi yang
vaksinasi yang spesifik untuk direkomendasikan akhir-akhir ini yaitu
virus flu burung. Meskipun vaksin yang melawan virus influenza
demikian, dapat melakukan H1 yang berbeda dan vaksin yang
vaksinasi flu tahunan untuk spesifik terhadap virus novel influenza
menurunkan risiko terserang flu. H1N1. Evaluasi tentang kajian
efektifitas kedua vaksin ini perlu
dilakukan untuk mengetahui
kemampuan vaksin dalam
menimbulkan kekebalan, melindungi
dari gejala klinis, dan menghambat
terjadinya shedding virus swine
influenza dari babi.
7. Pengobatan Avian influenza tidak dapat Penderita Swine Influenza dengan
(ada/tidak , sebutkan diobati, pemberian gejala ringan disarankan untuk
nama obatnya jika antibiotik/antibakteri hanya istirahat yang cukup, minum banyak
ada) untuk mengobati infeksi air putih, serta minum obat demam
sekunder oleh bakteri atau dan pereda nyeri (seperti ibuprofen,
Mycoplasma. Pengobatan paracetamol).
suportif dengan multivitamin Namun pada kasus yang cukup parah,
perlu juga dilakukan untuk penderita flu babi perlu mendapatkan
proses rehabilitasi jaringan yang penanganan di Rumah Sakit untuk
rusak  mencegah komplikasi yang tidak
diinginkan. Diantaranya pneumonia,
gagal napas, gangguan sistem saraf,
hingga penyakit kronis (seperti asma,
penyakit jantung).
Sumber

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, DepKes RI, mengenai Flu Burung, 2005,
Jakarta, Indonesia.

Dept RI, Ditjen Bina Produksi Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan, 2005 “Aspek Veteriner
dan Epidemiologi Avian Influenza”

Seminar Situasi Terkini HPAI dan Tindakan Pengendaliannya. Bandar Lampung, 7 April 2015.

Tabbu., C.R. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Volume I. Kanisius. Yogyakarta. Hal.


232-243.

ASSELIN-PATUREL, C., A. BOONSTRA, M. DALOD, I. DURAND, N. YESSAAD, C.


DEZUTTER- DAMBUYANT, A. VICARI, A.O.’GARRA, C. BIRON, F. BRIERE and G.
TRINCHIERI. 2001. Mouse type I IFN-producing cells are immature APCs with plasmacytoid
morphology. Nat. Immunol. 2: 1144 – 1150.

BOFFEY, P.M. 1976a. Swine flu campaign: Should we vaccinate the pigs? Science 192: 870 –
871.

BOFFEY, P.M. 1976b. Swine flu vaccination campign: The scientific controversy mounts.
Science 193: 559 – 563.
BROWN, I.H. 2000. The epidemiology and evolution of influenza viruses in pigs. Vet. Microb.
74: 29 – 46.

CAMPITELLI, L., I. DONATELLI, E. FONI, M.R. CASTRUCCI, C. FABIANI, Y.


KAWAOKA, S. KRAUSS and R.G. WEBSTER. 1997. Continued evolution of H1N1 and H3N2
influenza viruses in pigs in Italy. Virol. 232: 310 – 318.

CDC. 2009. H1N1 flu/interim guidance on antiviral recommendation for patients. Conf.
6/27/2009. http://www.CDC.gov (10 Mei 2012).

CDC. 2009. Novel H1N1 flu situation. http://www.CDC.gov (11 Juni 2012). CDC. 2012.
Seasonal influenza (flu). Conf. 1/7/2012. http://www.CDC.gov (20 Mei 2012)

CHOI, Y.K., T.D. NGUYEN, H. OZAKI, R.J. WEBBY, P. PUTHAVATHANA, C.


BURANATHAL, A. CHAISINGH, P. AUEWARAKUL, N.T.H. HANH, S.K. MA, P.Y. HUI,
Y. GUAN, J.S.M. PEIRIS and R.G. WEBSTER. 2004. Studies of H5N1 influenza virus infection
of pigs by using viruses isolated in Vietnam and Thailand in 2004. J. Virol. 79(16): 10821 –
10825.

COKER, R. 2009. Swine flu: Fragile health systems will make surveillance and mitigation a
challenge. Br. Med. J. 338: 1087. DHARMAYANTI, N.L.P.I. 2009. Perubahan Genom dan
Karakter Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 pada Unggas di Indonesia. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 47 hlm.

DHARMAYANTI, N.L.P.I., A. RATNAWATI dan D.A. HEWAJULI. 2011. Virus influenza


novel H1N1 babi di Indonesia. J. Biologi Indonesia 7(2): 289 – 297. DEPKES. 2009. Seputar
penanggulangan pandemik flu baru H1N1 oleh Departemen Kesehatan RI. www.depkes .go.id
(13 Mei 2012).

EASTERDAY, B.C and V. S. HINSHAW. 1992. Swine influenza. In: Diseases of Swine.
LEMAN, A.D., B. E. STRAW, W. L. MENGELING, S.D. D’ALLAIRE and D.J. TAYLOR JR
(Eds.). Iowa State Press, Ames, IA. pp. 349 – 357.

Anda mungkin juga menyukai