Anda di halaman 1dari 21

“BK ABK”

MAKALAH
(ABK Kesulitan Belajar Spesifik: Disleksia,
Disgrafia, dan Diskalkulia)
Dosen Pengampu:
Yuanita Dwi Krisphianti M.Pd.

KELOMPOK 5
1. Eva Yuly Novitasari 16.1.01.01.0001
2. Gurindra Kundiarta 16.1.01.01.0014
3. Anang Sulistyo 16.1.01.01.0017

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat


dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, yang
berjudul: “Disleksia, Disgrafia, dan Diskalkulia”.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan menuju
jalan yang terang benderang yang diridhoi oleh Allah SWT yaitu dengan agama Islam.
Walaupun kami sudah berupaya semaksimal mungkin, demi terselesainya
makalah makalah ini, kami tetap menyadari bahwa kemampuan kami jauh dari
kesempurnaan, dan sudah pasti masih banyak kekurangannya. Sehingga kritik dan
saran yang sifatnya membangun semangat kami yang sangat kami harapkan.
Dan atas terselesaikannya penyusunan makalah ini, tak lupa penulis ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Yuanita Dwi Krisphianti, M.Pd. selaku dosen mata kuliah BK ABK yang telah
membimbing dan mendidik kami sehingga kami menjadi mahasiswa yang berilmu.
2. Teman-teman yang membantu kami dalam penulisan makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu kami demi terselesainya makalah ini.
Semoga bimbingan dan bantuan serta dorongan yang diberikan mendapat
balasan dari Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Penyusun,

Kediri, 16 November 2019

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................2

A. Definisi Kesulitan Belajar...............................................................................................2

B. Kesulitan Belajar Spesifik...............................................................................................4

C. Penanganan Anak Kesulitan Belajar Spesifik...............................................................11

D. Contoh Kasus Kesulitan belajar Spesifik.....................................................................16

BAB III PENUTUP.............................................................................................................19

A. Kesimpulan.....................................................................................................................19

B. Saran...............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pendidikan berpendirian bahwa semua anak miliki perbedaan dalam
perkembangan yang dialami, kemampuan yang dimiliki, dan hambatan yang dihadapi.
Akan tetapi ilmu pendidikan juga berpendirian bahwa meskipun setiap anak
mempunyai perpedaan-perbedaan, mereka tetap sama yaitu sebagai seorang anak.
Oleh karena itu jika kita berhadapan dengan seorang arang anak, yang pertama harus
dilihat, ia adalah seorang anak, bukan label kesulitannya semata-mata yang dilihat.
Dengan kata lain pendidikan melihat anak dari sudut pandang yang positif, dan selalu
melihat adanya harapan bahwa anak akan dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Sudut pandang seperti inilah yang mendorong para
pendidik untuk bersikap optimis dan tidak pernah menyerah.

Pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas dalam pembelajaran.


Ketika pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama yang diperhitungkan
adalah apa yang menjadi hambatan belajar dan kebutuhan anak. Apabila hal itu dapat
diketahui maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan kepada apa yang dibutuhkan
oleh seorang anak, bukan pada apa yang diinginkan oleh orang lain. Pendirian seperti
itu menganggap bahwa fungsi pendidikan antara lain untuk memfasilitasi agar anak
berkembang menjadi dirinya sendiri secara optimal sejalan dengan potensi yang
dimilikinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar?
2. Apa saja klasifikasi kesulitan belajar spesifik?
3. Bagaimana penanganan pada anak kesulitan belajar spesifik?
4. Bagaimana contoh kasus anak kesulitan belajar spesifik?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar
2. Menjelaskan klasifikasi kesulitan belajar spesifik.
3. Menjelaskan penanganan pada anak kesulitan belajar spesifik,
4. Menjelaskan contoh kasus anak kesulitan belajar spesifik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI KESULITAN BELAJAR


Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris
“Learning Disability” yang berarti ketidak mampuan belajar.
Kata disability diterjemahkan kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa
anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning
disabilities adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut
memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning
differences lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih
menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan,
maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Kesulitan belajar adalah ketidakmampuan
belajar , istilah kata yakni disfungsi otak minimal ada yang lain lagi istilahnya yakni
gangguan neurologist.
Menurut national institute of health, USA kesulitan belajar adalah
hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaaj yang ditandai oleh adanya
kesenjangan yang signifikan antara intelegensia dan kemampuan akademik yang
seharusnya dicapai lebih lanjut dijelaskan bahwa kesulitan belajar disebabkan oleh
gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat
menyebabkan gangguan perkembangan, seperti perkembangan membaca, menulis,
pemahaman dan berhitung.
Menurut Hammill (1981) kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan
yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap cakap, membaca, menulis,
menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa
gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan
belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris,
hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan
budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal
tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi
faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.

3
B. KESULITAN BELAJAR SPESIFIK
1. Disleksia atau Kesulitan Membaca
Disleksia (dyslexia) adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis
yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun.
Disleksia terdiri dari dua perkataan Yunani yaitu "DYN" bermakna susah, dan
"LEXIA" bermakna tulisan. Disleksia bukannya suatu penyakit, tetapi merupakan
salah satu gangguan dalam pembelajaran yang biasanya di alami oleh anak-anak.
Lebih tepatnya, masalah pembelajaran yang dihadapi adalah seperti membaca,
menulis, mengeja, dan kemahiran mengira. Oleh itu disleksia mengarah kepada
mereka yang menghadapi masalah-masalah membaca dan menulis walaupun
mempunyai daya pemikiran yang normal.
Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan,
tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses.
a. Faktor-Faktor Penyebab Gejala Disleksia
Disleksia disebabkan adanya masalah di bagian otak, yang mengatur proses belajar.
Faktor genetik atau keturunan juga berperan. Misalnya, jika seorang ayah susah
membaca atau mengalami disleksia, bukan tidak mungkin si anak akan mengalami
kesulitan serupa.
Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian
menyimpulkan adanya 3 faktor penyebab, yaitu;
1)     Faktor keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang
tua yang disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-
anaknya, dan anak kidal juga bisa jadi disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di
Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh
lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang
mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang
kidal.
2)     Problem pendengaran sejak usia dini
Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi
tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan
perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini
4
hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli. Jika
kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang
berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan
huruf atau kata yang dilihatnya.
3)     Faktor kombinasi
Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu
problem pendengaran sejak kecil dan faktor keturunan.Faktor kombinasi ini
menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi semakin serius,
hingga perlu penanganan menyeluruh. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak
tersebut dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan
sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini
mempengaruhi pada perkembangan dan fungsi-fungsi tertentu di bagian otak mereka,
terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan
menulis.
Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-
cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan
melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih
kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak
harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat
secara bersamaan oleh mata.
b. Ciri-Ciri Anak Disleksia
Gangguan disleksia biasanya baru bisa terdeteksi setelah anak memasuki dunia
sekolah untuk beberapa waktu, seperti halnya anak yang baru memasuki sekolah TK,
kemampuan membaca anak yang baru memasuki TK tidak menjadi tuntutan untuk di
haruskan bisa membaca. Oleh sebab itu, gejala disleksia sangat sulit diketahui sejak
usia dini. Adapun ciri – ciri anak disleksia diantaranya :
1) Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2) Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya"
urutan hurufnya adalah s ¬ a ¬ y ¬ a.
3) Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah
kata.
5
4) Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu
kata dengan bermacam ucapan. Walaupun kata tersebut berada di halaman buku
yang sama.
5) Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan
gangguan ini akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata. Anak
bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d - b, u -
n, m - n. Ia juga tidak dapat membedakan huruf yang memiliki kemiripan bunyi,
seperti v, f, th.
6) Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman
lainnya, dan lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru,
tandatanya, dan tanda baca lainnya.
7) Bermasalah ketika harus memahami apa yang harus dibaca. Ia mungkin bisa
membaca dengan benar, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya.
8)  Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal"
menjadi "lah" atau "Kucing duduk di atas kursi" menjadi "Kursi duduk di atas
kucing." Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat
yang salah.
9) Keliru terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi. Serta,
bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
10) Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik. Serta, terdapat jarak
pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya
menulis dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.
Anak baru bisa didiagnosis disleksia atau tidak saat anak di usia SD, yaitu
sekitar 7-8 tahun. Karena di usia balita seorang anak belum ditargetkan untuk bisa
membaca.

2. Disgrafia atau Kesulitan Menulis


Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan
atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa
menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya
(tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat
anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya.

6
Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi
mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem
utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat
SD.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai
kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi
karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan
pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki
hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham
bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-
asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru
terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Dysgraphia /
Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri perifernya berupa ketidakmampuan
menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat
intelegensianya. Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara
terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat
intelegensianya.
a. Penyebab Disgrafia
Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila
disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka
diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit,
dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala
disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa.
Demikian ada kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya
gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan
membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis
antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka.
Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-
asalan menulis, dan tidak mau belajar. 

7
b. Ciri-Ciri Disgrafia
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1) Terdapat ketidak konsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2) Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3) Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4) Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5) Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat
tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6) Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu
memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7) Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan
proporsional.
8) Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan
yang sudah ada.

3. Diskalkulia atau Kesulitan Belajar Matematika


Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta,
diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut
gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau
secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan
mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan
dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan
munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun
simbol matematis.
Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang
spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada
gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau
lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan
penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkab adanya
gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan.

8
Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi
mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika
sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan
diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi,
mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal
cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih
abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret,
baru mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar matematika
dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar
siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional,
ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidak tepatan
dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.
a. Penyebab Diskalkulia
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua
golongan, yaitu :
 Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1) Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang
sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses
menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit
faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi
menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan,
serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu,
dan lain sebagainya.
2) Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku
yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar
tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang
juga termasuk dalam faktor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh
anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140)

9
memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak
yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah
walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki
IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu
mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ faktor
psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak
dalam belajar.
 Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi ;
1)     Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda
dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu
diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,
apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga
memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2)     Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran,
kondisi tempat belajar, serta kurikulum.
b. Ciri-Ciri Diskalkulia
1) Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah
seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata
tertulis.
2) Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung
transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak
tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun
kegiatan yang harus melibatkan uang.
3) Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi,
membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.

10
4) Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak
biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu
membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5) Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu.
Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6) Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka,
seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta
deret ukur.
7) Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit
memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8) Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung
mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
9) Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan
perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal
konsep jumlah, hanya konsep hitungan Sementara anak usia 6 tahun ke atas
umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan
simbol seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak
sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan
mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir serta
kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor genetik mungkin
berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga bisa
ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam
matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya
lebih konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal
konsep matematika itu sendiri.

C. PENANGANAN ANAK KESULITAN BELAJAR SPESIFIK


1. Mengatasi Anak yang Mengalami Disleksia
a. Metode multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, disini anak akan diajarkan mengeja tidak
hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga
memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan).

11
Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai,
membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar
di lembaran kertas.Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi
antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan.Sehingga mempermudah otak
bekerja dengan mengingat kembali huruf-huruf.
b. Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami dan diketahui
dalam lingkungannya, termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka
cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca
dan menulis dengan benar, seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu,
mereka sering dilecehkan, diejek, atau pun mendapatkan perlakuan negatif,
sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan.
Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ
dapat dilakukan deteksi dini untuk mencari tahu faktor penghambat proses
belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk
mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman yang sederhana,
hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana.
c. Terapi
Saat anak diketahui mengalami gangguan disleksia, patut diberikan terapi
sedini mungkin, seperti terapi mengulang dengan penuh kesabaran dan ketekunan
untuk membantu si anak mengatasi kesulitannya. Anak-anak yang mengalami
disleksia sering merasakan tidak dapat melakukan atau menghasilkan yang
terbaik seperti yang mereka inginkan.
Oleh sebab itu, guru-guru di sekolah seharusnya bisa melakukan beberapa cara
untuk membantu anak-anak tersebut, seperti menggunakan alat tulis berbagai
warna untuk menulis kata yang penting, memberikan waktu istirahat selama 10
menit dari setiap 20 menit belajar membaca, memberikan waktu lebih saat
menulis dan membaca.
Guru juga dapat memberikan soal atau tulisan dengan ukuran huruf yang lebih
besar agar terlihat jelas dan dapat menarik penglihatan mereka. Intinya, anak-
anak penderita disleksia perlu diberikan kesempatan yang sama dengan anak-

12
anak lainnya. Karena, mereka juga memiliki potensi yang besar.Dan anak-anak
itu butuh perhatian khusus.
2. Mengatasi Anak yang Mengalami Disgrafia
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan
gangguan ini. Di antaranya:
a. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan
keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak
membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya
akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa
frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang
singkat saja setiap hari. Atau bisa juga orang tua dari si anak meminta
kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan
gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
b. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar
menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin
tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya.
Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor
ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
c. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-
kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa
rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak
tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang
dilakukannya.
d. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat
kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik
dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada
selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini
akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya
13
menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan
konkret.
Tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan benar.
FAKTOR MASALAH PENYEBABNYA REMEDIAL
Betulkan posisi kertas
Bentuk Huruf terlalu miring Posisi kertas yang miring sehingga tegak lurus
dengan badan
Ajarkan kembali tentang
konsep ukuran dan
perjelas garis tulisan
Kurang memahami garis
Terlalu besar dan Latih gerakan tangan,
Ukuran tulisan
terlalu tebal salah satu caranya dengan
Gerakan tangan yang kaku
latihan membuat
lingkaran atau bentuk
lengkung
Huruf dalam satu kata
Kurang memahami konsep  Ajarkan kembali konsep
seperti menumpuk
spasi spasi antar-kata
Spasi
Kurang memahami bentuk Kaji kembali konsep
Spasi antar-huruf
dan ukuran bentuk ukuran dan huruf
terlalu lebar
Perbaikilah cara-cara   
memegang alat tulis,
perbaiki juga gerakan
Terlalu tebal atau
Kualitas garis Masalah pada tekanan tulisantangan, serta berikan
menekan terlalu tipis
latihan menulis di atas
kertas tipis dan kertas
kasar
Latih menarik garis lurus
Lambat ketika dalam dengan cepat serta latihan
Tingkat kemampuan menulis
menulis yaitu ketika membuat bentuk
Kecepatan tidak sebanding dengan
menyalin atau saat melingkar, tegak dan
kecepatannya
dikte melengkung di kertas
berpetak

14
3. Mengatasi Anak yang Mengalami Diskalkulia
Penanganan pada anak Diskalkulia
a. Guru dan orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak.
b. Pendekatan yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat anak.
c. Perlu stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk memepertanyakan
matematika dalam dirinya.
d. Pelatihan dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu pemecahan
masalah dalam menghadapi kesulitan pelajaran matematika.
e. Memverbalisasikan konsep matematika yang rumit dengan cermat. Dengan cara
ini mempermudah anak untuk mengerti konsep matematika.
f. Tulis angka-angka di atas kertas untuk mempermudah anak melihat. Dan
menuliskan urutan angka-angka untuk membantu memahami konsep angka
secara keseluruhan.
g. Jangan biarkan anak untuk berpikir secara abstrak tentang matematika.
h. Matematika dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari. Seperti
mengajak anak untuk menghitung kursi yang ada dimeja makan. Usahakan anak
aktif untuk menghitung dalam kegiatan ini.
i. Berikan pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan, tetapi jangan terlalu
menekan anak untuk pandai berhitung.
j. Gunakan gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus dengan
penghitungan. Gunakan gambar yang menyenangkan.
k. Ingatan anak diasah terus menerus agar ingatannya tentang informasi-informasi
yang ada tidak terbuang.

D. CONTOH KASUS KESULITAN BELAJAR SPESIFIK


1. Contoh kasus Disleksia
Sebut saja namanya Denny, bocah berusia delapan tahun. Di sekolah,
anak ini tidak hanya lincah, tetapi juga mudah bergaul dengan siapa saja. Namun

15
Denny sering membuat ayah dan ibunya bingung karena tingkah-laku dan cara
berpikir yang berbeda. Denny memiliki sikap pelupa, tidak suka membaca, sulit
mengeja, dan lemah memahami konsep dalam subjek matematika dan sering
tidak memahami apa yang dibacanya.
Orangtua Denny mendapat laporan dari guru bahwa anak itu sulit
menghafal abjad, susah menghafal nama hari sesuai urutannya, dan sulit menulis.
Abjad ditulisnya tidak sesuai dengan pembentukan benar. Dia juga sering keliru
menulif huruf b dan d, p dan q. Huruf z, j, dan g, sering ditulis terbalik. Akhirnya
Denny belum dapat membaca dengan lancar, meskipun sudah naik kelas. Tetapi
di balik itu, dia fasih berbicara dan sering memberikan ide menarik. Ia lebih
senang mendengar cerita yang dibacakan guru, dibanding membaca.
 Suatu ketika ketika ditanya kenapa ia tidak mau membaca, Denny
mengatakan saat membuka buku ia melihat huruf yang ada di dalamnya campur-
aduk, sehingga kata-katanya tidakjelas. Akhirnya diketahui Denny mengalami
disleksia. Belajar dari pengalaman Denny, biasanya sebagian orangtua gemas
ketika melihat anaknya lamban, terutama saat membaca dan menulis. Orangtua
umumnya langsung mengklaim anaknya memiliki kekurangan inteligensia.
Padahal ketika si anak kesulitan dengan kata-kata, baik saat membaca atau
menulis, serta menerangkan sesuatu, kemungkinan si anak mengalami disleksia.
2. Contoh Kasus Disgrafia
Subjek yang saya observasi ini pertama kali gangguan menulisnya tanpak
yaitu pada saat duduk di kelas 1 SD (tahun kedua, karena tidak naik kelas),
dengan umur masih 7 tahun. Ciri gangguan menulis (disgrafia) yang tanpak pada
subjek saat itu adalah masih sulitnya memegang pensil dengan tepat, padahal
sudah dua tahun belajar di sekolah. Hingga sekarang meskipun subjek sudah
duduk di bangku SMP kelas dua masih tetap tidak bisa memegang pensil dengan
tepat sesuai dengan kenormalan yang ada. Cara dia memegang pensil atau
bolpoin ketika mau menulis terlalu ke ujung atau ke bawah pensil. Dan semua
lima jari tangannya yang memegang pensil tertumpuk pada pensilnya.
Selain itu ciri lain yang tanpak pada saat subjek masih sekolah SD yaitu
selalu memperhatikan tangannya yang digunakan untuk menulis. Setiap menulis

16
dia selalu menundukkan kepalanya dengan memperhatikan tangannya yang
sedang menulis. Dan sampai sekarang ciri itu masih tampak pada subjek.
Ciri atau gejala lain selain di atas yang tanpak pada subjek kami yaitu pada saat
kelas 4 dan 5 SD. Gejala itu antara lain, bentuk huruf hasil tulisan tidak konsisten,
penggunaan huruf besar dan kecil masih tercampur, ukuran bentuk tuisan tidak
proporsional, cara menulis tidak konsisten, sambil berbicara saat menulis, dan
masih tetap mengalami kesulitan meskipun saat menyalin contoh tulisan yang
ada. Meskipun semua itu sudah tanpak pada saat masih kelas 1 SD, namun itu
belum bisa dsimpulkan bahwa anak tersebut tidak mampu. Sebab pada usia kelas
1-3 SD secara normal kebanyakan anak juga masih belum mampu terhindar dari
gejala-gejala di atas. Jika sudah masuk usia kelas 4-5 SD secara normal mayoritas
anak sudah mampu melewati atau menyelesaikan masalah seperti tadi. Namun,
yang terjadi pada klien kami sampai sekarang pun masih belum bisa melewati
atau menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
3. Contoh Kasus Diskalkulia
Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang
memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum
tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah
dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak
yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut.
Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati
mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang
Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik.
Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan
memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki 25 pohon
apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram
apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan
jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara
menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia
tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan
kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang
mengalami problem “dyscalculia”.
17
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN

Learning disabilities atau kesulitan belajar adalah istilah untuk mereka yang
mengalami gangguan atau hambatan dalam hal memahami dan mempelajari sesuatu.
Learning disabilities disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal
diantaranya gangguan neurologist atau disfungsi otak dan psikologis serta faktor eksternal
diantaranya lingkungan tempat ia tinggal.
      Klasifikasi kesulitan belajar diantaranya disleksia yaitu kesulitan membaca,
disgrafia, kesulitan menulis dan diskalkulia kesulitan berhitung.
Anak yang mengalami kesulitan belajar ini perlu mendapat bimbingan dan penanganan
khusus. Mereka bukanlah tidak bisa belajar, hanya membutuhkan perhatian lebih serta
bimbingan untuk mengatasi kesulitan yang mereka alami. Peran keluarga khususnya
orang tua serta guru sangat dibutuhkan untuk mengarahkan mereka agar bisa seperti
layaknya anak normal lain serta dapat menjalani kehidupannya di lingkungan masyarakat
dengan baik.

B. SARAN

Setiap anak memiliki hal masing-masing yang membuat mereka berbeda. Begitu
juga anak kesulitan belajar. Mereka memang memiliki perbedaan dengan anak lainnya
tetapi mereka tetaplah anak-anak yang mmebutuhkan kasih sayang, perhatian serta
perlakuan yang sama. Dalam hal memperlakukan anak kesulitan belajar janganlah
menganggap perbedaan mereka menjadi hal yang negatif sehingga mereka terkucilkan.
Anak kesulitan belajar memiliki potensi serta kelebihan bakat-bakat di samping
kekurangan mereka. Memperhatikan serta membantu mengembangkan bakat anak
kesulitan belajar adalah hal yang perlu dilakukan untuk membangkitkan kepercayaan diri
dan mengaktualisasi diri mereka.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://indriindrut.blogspot.com/2014/12/makalah-anak-kesulitan-belajar-learning.html

19

Anda mungkin juga menyukai