Anda di halaman 1dari 63

KONSEP DASAR

FARMAKOLOGI

Mally Ghinan Sholih


Pendahuluan
 Definisi Farmakologi:
◦ Ilmu tentang obat (pharmacon dan logos )
◦ Ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan
organisme hidup (tubuh manusia)
◦ Studi terintegrasi tentang sifat-sifat zat
kimia (obat) dan organisme hidup serta
segala aspek interaksinya
 Obat : setiap zat kimia (alami maupun sintetik) selain makanan
yang mempunyai pengaruh terhadap atau dapat menimbulkan
efek pada organisme hidup:
◦ efek psikologis
◦ efek fisiologis
◦ efek biokimiawi
 Tujuan Penggunaan Obat:
◦ Penetapan diagnosa,
◦ pencegahan (preventif), dan
◦ penyembuhan (kuratif), simptomatik
◦ Pemulihan kembali (rehabilitatif) dan peningkatan kesehatan (promotif)
◦ Kontrasepsi
 Sumber: Sintestis, Hewan,Tumbuhan, Mineral, Mikroorganisme,
Bioteknologi
I. Sejarah Obat
Zaman Purba
daun/akar tanaman→dicoba (empiris) →pengalaman →turun-
temurun (tradisional).

Racun untuk obat


 strichnin & kurare (racun panah suku indian & afrika) →relaksan
otot.
 Nitrogen mustard (gas racun PD I) →sitostatika/anti kanker.

Obat nabati
 Yg digunakan : rebusan/ekstrak →khasiat berbeda (asal tanaman,
waktu panen, cara pembuatannya →kurang memuaskan.
Isolasi zat aktif dalam tanaman
mis : morfin dari Papaver somniferum.
digoksin dari Digitalis lanata.
vinkristin & vinblastin dari Vinea rosea.

Obat kimia sintetis (awal abad XX)


1. aspirin
2. sulfanilamid (1935)
3. penisillin (1940)
setelah tahun 1945 ilmu kimia, fisika, & farmasi/kedokteran
berkembang pesat→±500 obat baru/th →perubahan di bidang
farmakoterapi.
 Toxikologi : Cabaang dari farmakologi
yang berhubungan dengan efek samping
zat kimia di dalam sistem biologik.
 Pasologi : Ilmu yang mempelajari dosis
obat. Dosis terkait dengan (berat, unit,
atau volume) obat yang dipakai dinyatakan
dalam satuan mg, g, mL, dan unit.
Dosis
 Dosis minimal yaitu dosis yang paling kecil
yang masih mempunyai efek teurapeutik
 Dosis maksimal yaitu dosis yang terbesar
yang mempunyai efek teurapeutik, tanpa
adanya efek toksik.
 Dosis toksik yaitu dosis yang
menyebabkan gejala keracunan
 Dosis fatal adalah dosis yang
menyebabkan kematian
LD dan ED
50 50

 LD50 adalah dosis yang dapat membunuh 50%


binatang percobaan pada suatu percobaan yang
teliti dengan menggunakan sejumlah binatang.
 ED50 adalah dosis teurapeutik, yaitu dosis
yang terletak antara dosis minimal dan dosis
maksimal.
 Theurapeutic rasio atau theurapeutic index
adalah LD50 dibagi dengan dosis teurapeutic.
Bila perbandingan ini besar maka obat
tersebut aman dipakai atau disebut juga
margin of safety obat tsb lebar.
Toleransi obat
 Kondisi dimana terjadi resistensi akibat
pemakaian yang kronis, sehingga untuk
mendatangkan efek yang sama dosis harus
ditingkatkan.
 Toleransi mungkin disebabkan oleh
penghancuran atau detoksifikasi obat yang
cepat oleh sel-sel tubuh.
 Toleransi bersilang dan toleransi sejenis
Habituasi (Ketagihan)
 Kejadian dimana pemakaian obat secara
kronis menyebabkan gangguan emosional
bila pemberian obat tersebut dihentikan
 Contoh merokok
Adiksi
 Kejadian dimana pemberian suatu obat
menyebabkan toleransi dan penghentian
pemberian obat menyebabkan timbulnya
gejala rohani (seperti pada habituasi) dan
jasmani (akibat suatu physical
dependence)
 Contoh: Morfin
Efek samping
 Efek yang tidak diinginkan yang tidak dapat
dihindari pada dosis teurapeutik karena
merupakan efek farmakologhi dari obat.
 Contoh pada penggunaan artopin untuk
mengobati ulkus lambung akan didapat
gejala sampingan berupa mulut kering,
tenggorokan kering, sukar menelan dll.
Idiosinkrasi dan Hipersensitivitas
 Idiosinkrasi adalah efek abnormal dari
suatu obat terhadap seorang individu.
Biasanya disebabkan oleh faktor genetika
yang abnormal pada seseorang
 Hipersensitivitas adalah reaksi alergi
terhadap suatu obat berdasarkan antigen
antibody reaction.
 Gejala hipersensitivitas dapat berupa
dermatitis, urticaria, rhinitis, gejala asma
dll
Proses yg dialami obat
sebelum mencapai tempat kerjanya (target site) :

Tablet -Tablet pecah A B


Obat + reseptor
& zat aktif→ -Granul pecah
-Zat aktif lepas → → →
ADME efek
Di target site
-Zat aktif melarut
2.Fase 3.Fase
1. Fase biofarmasi
farmakokinetik Farmakodinamik
Farmakologi

Vs
Farmakokinetika
Ilmu yang mempelajari apa yang dialami
molekul obat setelah
diaplikasikan/dimasukkan ke dalam tubuh

Apa yang dilakukan tubuh terhadap obat


Farmakodinamika
Ilmu yang mempelajari apa efek yang
ditimbulkan oleh obat

Apa yang dilakukan obat terhadap


tubuh
Farmakodinamik Farmakokinetik
Pengaruh obat terhadap Pengaruh organisme hidup
organisme hidup terhadap obat

Studi tentang tempat dan Studi tentang absorpsi,


mekanisme kerja serta efek distribusi, metabolisme dan
fisiologi dan biokimia obat ekskresi
pada organisme hidup
Faktor yang Menentukan Intensitas
Respon Obat
Obat di Dalam Tubuh

Interaksi
Obat dengan
Reseptor
Farmakokinetika
1. Absorpsi

2. Distribusi

3. Biotransformasi/
Metabolisme obat
4. Eliminasi
Farmakodinamika

1. Efek Terapi
2. Efek samping & Toksisitas
Pharmacodynamic & Pharmacokinetic


FARMAKOKINETIKA
Tahap I: Absorbsi
 Absorpsi:pergerakan partikel obat dari tempat
pemberian menuju darah.
 Faktor yang mempengaruhi Absorpsi Obat:
◦ Laju Disolusi:
◦ Area Permukaan Absorpsi
◦ Aliran Darah
◦ Solubilitas Lemak
◦ Partisi pH
Jalan masuk obat
ke dalam tubuh
 Saluran pencernaan/Oral
 Suntikan:
◦ intravena (iv)
◦ subkutan (sc)
◦ intra muskular (im)
 Inhalasi
 Kulit  topikal
 Membran mukosa
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Absorpsi Obat
 Jalur masuk  sawar biologis
 Bentuk formula
 Dosis
 Sifat Fisiko Kimia Obat
Lanjutan sifat fisiko kimiawi obat....
Pemberian obat p.o. diabsorpsi dari saluran lambung usus dg
fenomena sbb:
1. molekul utuh/tak terionisasi → mudah diabsorpsi
2. Lambung (pH = 2 / asam kuat)
a. Obat asam lemah (asetosal, barbiturat), sedikit terionisasi
→ absorpsi baik.
b. Obat basa lemah (amfetamin, alkaloid), banyak terionisasi
→ absorpsi sedikit.
3. Usus halus (pH = 6,6 – 7,6) = kebalikannya
a. Obat basa lemah → absorpsi baik.
b. Obat asam kuat/basa kuat → mudah terionisasi →
absorpsi lambat.
c. Zat lipofil mudah larut dalam cairan usus lebih mudah
diabsorpsi daripada zat sukar larut → perbedaan
konsentrasi di ke-2 sisi membran tinggi.
Ketersediaan Hayati
(Bioavailability)

 adalah fraksi obat yang dapat


mencapai/dapat ditemukan di dalam
peredaran darah setelah diaplikasikan dalam
dosis tertentu
Tahap II: Distribusi

 Proses berpindahnya molekul-molekul obat


dari peredaran darah ke jaringan-jaringan
tubuh
◦ Tempat kerja (Site of action)
◦ Penyimpanan/penimbunan
 Distribusi: pergerakan molekul obat ke seluruh tubuh
yang reversibel dengan menggunakan sirkulasi sistemik
 Molekul Obat dibawa oleh darah menuju:
◦ Tempat target/ reseptor
◦ Organ eliminasi : Liver dan Ginjal
◦ Jaringan Non Eliminasi : Otak, Kulit dan Otak
◦ Plasenta , ASI
◦ Berikatan dengan protein plasma dan atau jaringan
deposit pada tulang, lemak
 Faktor yang mempengaruhi Distribusi:
◦ Aliran darah ke jaringan
◦ Ikatan Protein
◦ Afinitas terhadap Jaringan Tubuh
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Distribusi Obat
 Permeabilitas membran kapiler
 Fungsi kardiovaskular  aliran darah
 Pengikatan oleh protein plasma (Kompetisi)
 Pengikatan oleh jaringan (ex; Tetrasiklin dan
glikosida digitalis)
 Sawar biologi di dalam tubuh
 Sifat kimia fisik obat
Tahap III : Metabolisme /
Biotransformasi
 Biotransformasi / Metabolisme: Proses
perubahan senyawa obat yang terjadi
di hati menjadi senyawa yang lain
(metabolit)
Obat
(Prodrug) Senyawa aktif
Inaktif

Senyawa in-
Obat (aktif)
aktif
Obat
(Prodrug) senyawa
Senyawa aktif
Inaktif In-aktif
Metabolisme biasanya menghasilkan metabolit yang
lebih polar sehingga menfasilitasi ekskresi obat
melalui ginjal.
Metabolisme mengkonversi kandungan toksik
menjadi metabolit yang kurang toksik untuk
penghentian aksi obat (detoksifikasi)
Metabolisme juga dapat meningkatkan toksisisitas
Metabolisme dapat mengaktivasi obat
Metabolisme dapat menginaktivasi obat
 Metabolisme Obat oleh Hati dilakukan
oleh sistem enzim mikrosomonal hepatik
yang sering disebut enzim sitokrom P-450
Fase Metabolisme Proses
Fase I Oksidasi
Reduksi
Hidrolisis
Fase II Konjungasi: asetilasi,
glukuronidasi, sulfatasi
Metabolisme Obat

 Fase I (reaksi fungsionalisasi)


 Fase II (reaksi konjugasi)

36
Fase I
(Reaksi Fungsionalisasi)
 Mengubah parent compound menjadi
metabolit yang lebih polar dengan
menambahkan atau “unmasking” gugus-gugus
fungsional (-OH, -SH, -NH2, -COOH, dsb.)
 Enzim-enzim yang terlibat terutama enzim-
enzim mikrosomal yang terdapat di ER sel-
sel hepar
Fase I

(Reaksi Fungsionalisasi)

3/12/2021 38
Tipikal Reaksi Fase I

 Reduksi-Oksidasi (termasuk
hidroksilasi)
 Hidrasi/Hidrolisis

3/12/2021 39
Fase II
(Reaksi biosintetik)
◦ Build up molecules with larger molecular weight and
more hydrophillic properties
◦ Prepares molecules for excretion
◦ Detoxify (Inactivate) but occasionally make the
metabolites genotoxic
◦ Enzymes involved are mainly located in the cytosol,
except the glucuronidation enzyme which is also
microsomal enzyme
◦ Phase I usually precedes phase II reactions, but there
are exceptions (Isoniazid)
Metabolisme Fasa II
 Reaksi Konjugasi
◦ Glukuronidasi oleh UDP-Glukuronosiltransferase
terhadap gugus-gugus: -OH, -COOH, -NH2, -SH
◦ Glikosidasi oleh UDP-Glukosiltransferase terhadap
gugus-gugus: -OH, -COOH, -SH
◦ Sulfasi oleh Sulfotransferase terhadap gugus-gugus:
-OH -NH2, -SO2NH2
◦ Metilasi oleh metiltransferase terhadap gugus-gugus:
-NH2, -OH
Lanjutan ……

Metabolisme Fasa II

◦ Acetilasi oleh asetiltransferase terhadap gugus-gugus:


-NH2, -SO2NH2, -OH
◦ Konjugasi asam amino pada: -COOH
◦ Konjugasi glutation oleh Glutathione-S-transferase
pada: epoksida atau halida organik
◦ Konjugasi asam lemak pada gugus: -OH
Faktor yg mempengaruhi kecepatan biotransformasi

1. Konsentrasi obat
• Kecepatan biotransformasi bertambah bila konsentrasi obat
meningkat.
• Jika konsentrasi obat berada pd titik tertinggi maka semua molekul
enzim yg mengkatalisis biotransformasi ditempati terus-menerus
oleh molekul obat sehingga kecepatan biotransformasi menjadi
konstan.

2. Fungsi hati
• Gangguan fungsi hati, biotransformasi dapat menjadi lebih cepat /
lebih lambat sehingga efek obat lebih lemah / lebih kuat dari yg
diharapkan.
3. Usia
- Bayi baru lahir (neonati), semua enzim hati belum terbentuk
sempurna → biotransformasi lebih lambat (terutama pembentukan
glukuronida).
◦ adapula obat yg metabolismenya > cepat pada anak daripada orang
dewasa, shg dosisnya dinaikkan seperlunya berdasarkan ukuran
kadar plasma.
cont: fenitoin (antiepileptic), fenobarbital,karbamazepin, valproat,
etosuksimid.
◦ lansia / geriatric
kemunduran pada banyak proses fisiologi (fungsi ginjal, filtrasi
glomeruli, jumlah total air tubuh & albumin serum <<<, enzim
hepatic <<<) shg menyebabkan terhambatnya biotransformasi shg
berefek kumulasi & keracunan.
cont: digoxin, propranolol, fenilbutazon , kecuali fenitoin yg
dimetabolisme lebih cepat shg efeknya singkat.
4. variasi genetic

1. asetilasi (fs. II , reaksi pembentukan amida)


- INH - prokainamid
- sulfonamide - dapson
2. oksidasi (hidroxilasi) (fs. I)
- debrisoquin / debrisokina

 asetilator : - cepat : orang kulit putih (Eskimo, jepang)


- lambat : orang kulit hitam
 cont :
 pemberian INH / isoniazid
 toksisitas obat / INH pada fenotipe asetilator :
 INH → neuropati perifer → asetilator lambat
 INH → kerusakan hepar → asetilator cepat
5. Penggunaan obat lain

- Induksi enzim : bila obat lipofil menstimulir pembentukan & aktifitas


enzim hati/mikrosomal, maka biotransformasi & ekskresi obat lainnya
dipercepat shg durasi & efeknya dipersingkat.
- Con : interaksi induktor (rifampisin, griseofulvin, terbinavin,
fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, pirimidon) vs pil anti hamil.
Terjadi kegagalan pil KB shg kadar estrogen harian ditingkatkan >±50
mikrogram.
- Inhibisi enzim : obat yg dapat menghambat / menginaktifkan kerja
enzim hati.
con. Inhibitor : simetidin, clotrimazol, mikonazol, ketokonazol,
ekonazol, alkohol, eritromisin, jus grape fruit, flavonoid (dalam the,
bawang putih, sayur, apel, anggur merah).
Tahap IV: Ekskresi
 Ekskresi: proses pembersihan obat dari
tubuh.
 Obat dan metabolitnya dapat keluar dari
tubuh lewat urin, empedu, keringat, air
liur, ASI dan hasil ekspirasi.
 Organ yang paling penting untuk eliminasi
obat adalah ginjal
Jalur ekskresi

 Ginjal  urin
 Saluran pencernaan  faeces
 Saluran pernafasan
 Kelenjar keringat
3/12/2021 49
 Ekskresi: proses pembersihan obat dari tubuh
dimana terjadi perpindahan obat dari sirkulasi
sistemik menuju ke organ ekskresi
 Obat dan metabolitnya dapat keluar dari
tubuh lewat urin, empedu, keringat, air liur, ASI
dan hasil ekspirasi.
 Organ yang paling penting untuk eliminasi/
ekskresi obat adalah ginjal
Ginjal
Ekskresi Obat lewat Ginjal

Filtrasi mengeluarkan obat dari


darah menjadi urin. Obat yang
berikatan dengan protein tidak
bisa difiltrasi

Obat larut lemak kembali masuk


ke darah sedangkan obat polar
dan yang telah terion tetap di urin

Tubular memompa asam dan


basa organiik untuk
mengeluarkan obat dari darah ke
urin
Ekskresi Obat
 Ekskresi Obat lewat hati adalah salah satu metode untuk mengeliminasi
molekul obat dan metabolit yang dilakukan hati menjadi asam empedu dan
dikeluarkan dalam bentuk feses.

 Ekskresi obat lewat ginjal tidak langsung tereliminasi sekaligus , beberapa


obat mengalami resirkulasi enterohepatik (diabsorpsi kembali oleh usus
masuk kembali ke peredaran darah menuju ke hati kembali untuk
mengalami metabolisme). Contoh: Pil Kontrasepsi Oral

 Ekskresi obat lewat paru biasanya terjadi pada obat yang berwujud gas dan
volatil (mudah menguap).
 Banyak obat anastesi yang diekskresikan dari hasil ekspirasi
FARMAKODINAMIK
 mempelajari efek yg terjadi pada manusia/respon yg
terjadi terhadap pemberian obat (obat
mempengaruhi organisme).
 ex : parasetamol → analgetik/antipiretik
 Efek obat timbul karena interaksi antara molekul
obat dg reseptor pd sel organisme.
 Hasil interaksi : perubahan biokimia & fisiologi pd
jaringan, organ / sistem organisme.
 Obat pd umumnya memodifikasi fungsi tubuh yg
sudah ada, mis : stimulasi / depresi.
 Obat tidak membuat fungsi / efek baru.
 Interaksi obat-reseptor →hipotesis : gembok & anak
kunci.
mekanisme kerja obat

1. secara fisis
 ex : diuretic osmosis (manitol & sorbitol) & laksansia
osmotik (Mg & Na-sulfat).
 Mekanisme kerja laksansia osmotik : diabsorpsi sangat
lambat oleh usus → proses osmosis → menarik air
disekitarnya → volume isi usus >> besar → rangsangan
mekanis pada dinding usus → peristaltik >> → feses keluar

2. secara kimiawi
 ex : antasida lambung (Na-bikarbonat, Al & Mg-hidroksida)
mengikat kelebihan asam lambung melalui reaksi netralisasi
kimiawi.
 zat-zat khelasi (chelator), mengikat ion-ion logam berat (Cu,
Hg, Pb, Zn) pada molekulnya dg ikatan kimiawi khusus →
membentuk kompleks shg tidak toksik &mudah diekskresi.
mis : EDTA (Na-edetat) & penisilamin
Lanj…
3.mengganggu proses metabolisme
 ex : probenesid (obat encok) menyaingi penisilin dan
derivatnya pada sekresi tubular → ekskresi penisilin lambat
→ efek diperpanjang.
 Antibiotik mengganggu pembentukan dinding sel, sintesa
protein / metabolisme DNA/RNA bakteri.

4. kompetisi
 untuk reseptor spesifik & enzim
RESEPTOR
 Adalah molekul (protein) di permukaan / di dalam sitoplasma
sel yg mengenal & mengikat molekul spesifik, menghasilkan
efek khusus pada sel.

 Hubungan dosis & respon


- Obat + Reseptor ↔OR→efek
- ikatan obat dg reseptor →ikatn ion, hidrogen, hidrofobik,
van der Walls, kovalen, atau campuran →reversibel.
- semakin besar dosis obat →semakin besar efeknya pd
tubuh.
- efek maksimal (bahkan stagnan) bila semua reseptor
sudah diduduki oleh molekul obat.
1) Reseptor sangat menentukan hubungan
kuantitatif antara dosis atau konsentrasi
obat dengan efek farmakologi.
2) Reseptor yang bertanggungjawab untuk
selektivitas kerja obat.
3) Reseptor yang memperantarai kerja
antagonis farmakologi.
AGONIS

 Suatu obat yg efeknya menyerupai senyawa endogen.


 Obat yg bisa “pas” menduduki reseptor & mengaktifkan
reseptor tsb shg menghasilkan efek farmakologis.
 Ex : salbutamol →agonis β2
petidin →agonis opioid
dopamin →agonis dopamin
ANTAGONIS

 Obat yg struktur kimianya mirip dg suatu hormon, yg mampu


menduduki sebuah reseptor yg sama tapi tidak mampu
mengaktifkan reseptor tsb shg tidak menimbulkan efek
farmakologis & menghalangi ikatan reseptor dg agonisnya secara
kompetitif shg kerja agonis terhambat.
 Con :
 Beta-blockers (propranolol, metoprolol) →menghambat
reseptor beta pd saraf simpatik/adrenergik.
 antihistaminika →memblokir reseptor H1
 Simetidin/ranitidin(H2-antagonis) →memblokir reseptor H2 (di
lambung).
 Allopurinol (enzim blockers) →merebut tempat xantin di enzim
xantinoksidase shg sintesa xantin/asam urat dihambat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai