Disusun oleh:
Wulandari P17324418040
Jalum 3B
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan CBD mengenai
Retensio Plasenta.
Dalam penyusunan CBD ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun, penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan dan
dorongan serta bimbungan orang tua, dosen serta kakak tingkat. Sehingga kendala-kendala
sebagai penulis dan penyusun hadapi dapat teratasi.
CBD ini disusun untuk memenuhi tugas individu Praktik Kebidanan 3 dan agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang Retensio Plasenta yang disajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber informasi, referensi dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa Poltekkes Kemenkes Bandung
Prodi Kebidanan Karawang Jalum 3-B. Saya sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Simpulan..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Retensio Plasenta ?
2. Bagaimana klasifikasi Retensio Plasenta ?
3. Apa saja faktor predisposisi Retensio Plasenta ?
4. Apa etiologi pada Retensio Plasenta ?
5. Apa penyebab Retensio Plasenta ?
6. Apa saja komplikasi pada Retensio Plasenta?
7. Apa saja tanda dan gejala Retensio Plasenta?
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
destruksi endometrium dari infeksi sebelumnya atau bekas endometritis dan implantasi
corneal (Manuaba, 2010).
Ibu bersalin yang mengalami retensio plasenta sebanyak 65 orang (10,6%); umur 35th
sebanyak 140 orang (22,8%); paritas >3 sebanyak 119 orang (19,4%) dan jarak persalinan
10th sebanyak 96 orang (15,6%). (Berdasarkan penelitian Kejadian retensio plasenta di
ruang bersalin RSUD Dr. H. Moch tahun 2014)
Umur risiko memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadinya retensio plasenta, hal ini
sesuai dengan teori bahwa wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan salah
satu penyebabnya adalah retensio plasenta yang dapat mengakibatkan kematian maternal.
hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal
sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan
akan lebih besar. Perdarahan pasca persalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada
wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada
perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan meningkat
kembali setelah usia 30-35 tahun (Rahmawati, 2011).
Teori lain juga mengemukakan bahwa bahaya yang dapat terjadi pada ibu hamil yang
berumur 35tahun lebih adalah perdarahan setelah bayi lahir salah satunya dikarenakan
retensio plasenta karena pada usia tersebut terjadi perubahan pada jaringan alat-alat
kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu ada kecenderungan didapatkan
penyakit lain dalam tubuh ibu (Rochjati, 2011).
Paritas risiko (>3) memililiki resiko 3 kali lebih besar untuk terjadinya retensio plasenta,
hal ini sesuai dengan teori bahwa paritas tinggi (lebih dari tiga) mem-punyai angka kejadian
perdarahan pasca persalinan lebih tinggi, hal ini di hubungkan dengan fungsi reproduksi ibu
bersalin yang mengalami penurunan karena seringnya hamil atau melahirkan menyebabkan
parut pada dinding uterus. Jika plasenta melekat pada bekas parut maka plasenta akan
berimplantasi dengan sangat kuat, sehingga kemungkinan akan terjadi retensio plasenta
(Rahmawati, 2011).
4
Terlalu sering bersalin (jarak antara kelahiran < 2 tahun) akan menyebabkan uterus
menjadi lemah sehingga kontraksi uterus kurang baik dan resiko terjadinya retensio
plasenta meningkat, sedangkan pada jarak persalinan ≥ 10 tahun, dalam keadaan ini
seolah-olah menghadapi persalinan yang pertama lagi, menyebabkan otot polos uterus
menjadi kaku dan kontraksi uterus jadi kurang baik sehingga mudah terjadi retensio
plasenta (Rochjati, 2011).
Menurut Fraser & Coper (2009), ibu yang memasuki persalinan dengan
konsentrasi hemoglobin yang rendah (di bawah 10g/dl) dapat mengalami penurunan yang
lebih cepat lagi jika terjadi perdarahan, bagaimanapun kecilnya. Anemia berkaitan
dengan debilitas yang merupakan penyebab lebih langsung terjadinya retensio plasenta
(Riyanto, 2015).
Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429
kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe
(Djamilus dan Herlina 2008 ).
Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang
dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari.
Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam
mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi
besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang
sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009).
Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu hamil.
Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh mengkonsumsi tablet Fe
dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat dipengaruhi oleh rendahnya
kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar kemungkinan
mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil
mengkonsumsi tablet besi tidak hanya dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada
beberapa faktor lain yaitu bentuk tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual,
konstipasi (Simanjuntak, 2004).
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami
anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
5
Karena selama hamil zat – zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang
dikandungnya. Berdasarkan hasil analisisdidapatkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi
mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas
rendah ( Djamilus dan Herlina, 2008).
6
pada kasus ini plasenta lebih dalam, yaitu pada lapisan myometrium, bahkan lapisan
serosa dari uterus.
b) Diagnosa Diagnosis ditegakkan apabila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi
pusat atau lebih dengan kontraksi yang jelek. (Prawirohardjo, 2010).
2. Ruptur uteri
a. Definisi Ruptur uteri adalah robekan dinding rahim akibat dilampauinya daya regang
miometrium
b. Faktor penyebab
- Disproporsi janin dan panggul
- Partus macet atau traumatic
c. Penilaian Klinik
Ruptur uteri pada uterus normal:
- Partus macet merupakan penyebab utama, didahului oleh lingkaran kontriksi hingga
umbilikus atau diatasnya kemudian diikuti dengan nyeri hebat pada perut bawah,
hilangnya kontraksi dan bentuk normal uterus gravidus, perdarahan dan syok.
- Ruptur uteri bekas seksio :
Pada cara klasik, ruptur terjadi sebelum atau pada fase laten persalinan, pada insisi
transversal SBR umumnya , umumnya terjadi fase aktif atau kala II, gejala nyeri yang
7
khas, seringkali sulit dikenali terutama apabila terjadi ruptur uteri inkomplit, perdarahan
hanya sedikit bertambah dan jani menunjukkan bradikardia.
3. Inversio uteri
a. Definisi Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan uterus (endometrium) turun dan
keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
b. Faktor predisposisi Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya
atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar dan adanya kekuatan yang menarik fundus
ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta atau perkreta, yang tali pusatnya
ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (manuver Crede)
atau tekanan intra-abdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin).
(Prawirohardjo, 2010).
c. Tanda dan Gejala Syok neurogenic Perdarahan banyak bergumpal Di vulva tampak
endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat
8
1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Tanda-tandanya, selain tanda dan gejala khas retensio plasenta ditemui :
a. Tinggi fundus uteri sepusat
b. Konsistensi uterus kenyal
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang atau banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri internum terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada
plasenta akreta vilii chorialis menanamkan diri lebih dalam kedalam dinding rahim
daripada biasa adalah sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta akreta ada yang
kompleta, yaitu jika seluruh permukannya melekat dengan erat pada dinding rahim.
Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya
lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang
kompleta, inkreta, dan precreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah
kelainan desidua, misalnya desisua yang terlalu tipis.
Tanda-tandanya, selain tanda dan gejala khas retensio plasenta ditemui:
a. Tinggi fundus uteri sepusat
b. Konsistensi uterus cukup
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit atau tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium Uteri Internum terbuka
g. Separasi plasenta lepas melekat seluruhnya
h. Syok jarang
i. Pada pemeriksaan tidak ditemui tepi plasenta
9
3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / melewati lapisan
miometrium. Tanda-tandanya sama dengan plasenta akreta
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan miometrium hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus. Tanda-tandanya sama dengan plasenta akreta dan inkreta
5. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
kontriksi ostium uteri internum
Tanda-tandanya, selain tanda dan gejla khas retensio plasenta ditemui:
a. Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat
b. Konsistensi uterus keras
c. Bentuk uterus agak globuler
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium Uteri Internum kontriksi
g. Separrasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
10
BAB IV
PENUTUP
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam
setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya
bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early
postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang
biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, yang merupakan penyebab kematian
nomor satu (40% - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu
yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut
WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah
0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin,
perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam jiwa
dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan
medis yang tepat
11
DAFTAR PUSTAKA
Setyarini Ika Diedin Dan Suprapti. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
BAPPENAS, 2010. Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di
Indonesia, Jakarta, (http://www.bappenas.go.id)
Depkes RI. 2011. Asuhan Persalinan Normal, Jakarta : JNPK-KR
Helen, Varney, dkk., 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Vol. 2 , Jakarta : EGC
12