Anda di halaman 1dari 1

Aku dan Sudut Pandang

Dear diary.

Ini adalah kali pertama aku menulis, serius, dengan serius. Sebuah diary, ya sebuah
diary. Dulu, aku bertanya-tanya dalam hati, mengapa begitu banyak orang yang tenggalam
dalam waktu, serta pikiran, untuk mencurahkan hatinya lewat lembaran putih. Apa kertas
kertas kosong memang seajaib itu? Maksudku, memang benar jutaan pemikiran idealis
dihasilkan oleh tulisan-tulisan abadi, yang hanya mati dimakan pikiran, tapi tak lekang oleh
waktu. Tapi, apa benar, tulisan bisa mengubah hidup seseorang? Aku bertanya kembali
dalam hati, mencerna kembali kata-kata opa yang dilantunkan dengan lagaknya yang sok
keren itu tadi pagi.

“ Dulu opa pernah baca, bahwa pada hakikatnya manusia adalah lembaran kosong,
begitu polos dan suci.”

“Lantas opa?”

“ Kemudian manusia dihampiri oleh waktu. Mereka menjadi berteman. Pernah


dengar bukan, bahwa karakter seseorang sedikit banyaknya terpengaruh oleh lingkungan
sekitar?”

“ Iya, tapi hubungannya dengan waktu apa opa?”

“Bukankah opa bilang tadi waktu berteman dengan manusia? Mari beranalogi.
Sebagai teman, tentulah waktu yang akan mempengaruhi manusia. Dan memang begitulah
adanya.”

“ Ya memang begitu adanya opa. Kenapa harus pakai analogi sih.”

“ Agar kau sadar, bahwa lingkungan, teman, atau apalah itu yang akan kau jumpai
nanti dalam hidup sebenarnya adalah turunan waktu. Hidup matimu juga adalah persoalan
waktu. Jika kau berevolusi menjadi bajingan setelah bertemu segelintir manusia dalam
hidupmu, maka itu juga adalah pengaruh teman abadimu, waktu.”

“Lantas opa menyalahkan waktu?”

“Masih belum sadar juga toh? Tidak, waktu tidak pernah salah.

Anda mungkin juga menyukai