Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL

PEMETAAN POTENSI EKONOMI


PERDESAAN KABUPATEN BUTON
TENGAH

KETUA TIM PENELITI

LA ODE AMALUDDIN, S.PD., M.PD.

KERJA SAMA

DINAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA

DENGAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN


KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
TAHUN 2020
HALAMAN PENGESAHAN

1 Judul : Pemetaan Potensi Ekonomi Kabupaten


. Buton Tengah
2
. Ketua Peneliti
a. Nama : La Ode Amaluddin, S.Pd., M.Pd
b. Jenis Kelamin : Laki-Laki
c. Pangkat/Golongan : Penata TK.I/III/d
d. NIP : 197503102001 121000
e. Jabatan : Lektor
f. Jurusan/Fakultas : Pendidikan Geografi/FKIP
g. Alamat Kantor : Kampus Bumi Tridarma Andonohu
(0401) 3090607
h. Alamat Rumah : BTN Kendari Permai Blok F6 No.15
i. Surel (E-mail) : amaluddin.75@gmail.com
3 :
. Perguruan Tinggi Universitas Halu Oleo
4 :
. Jangka Waktu 120 Hari Kalender
a. Biaya : Rp. 250.000.000,-
(Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)
b. Sumber Biaya : APBD Kabupaten Buton Tengah TA. 2020

Kendari, 20 Agustus 2019


Mengetahui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Ketua Peneliti,
Pengabdian Kepada Masyarakat

Dr. H. La Aba, S.Si., M.Si. La Ode Amaluddin, S.Pd.,M.Pd


NIP. 196912311997 031011 NIP. 197503102001 121000
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................iv
I. BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang..................................................................................5
I.2 Maksud Penelitian.............................................................................8
I.3 Tujuan Penelitian..............................................................................8
I.4 Sasaran Penelitian
I.5 Output Penelitian...............................................................................
I.6 Kerangka Pikir..................................................................................
II. KAJIAN PUSTAKA.............................................................................
II.1Pemetaan...........................................................................................
II.2Potensi Ekonomi...............................................................................
II.3Ekonomi Perdesaan...........................................................................
III. METODE PENELITIAN.....................................................................9
III.1..........................................................................................................Te
mpat Penelitian..................................................................................
III.2..........................................................................................................Teh
nik Pengumpulan Data......................................................................
III.3..........................................................................................................Teh
nik Pengelolaan Dan Analisis Data
III.4..........................................................................................................Jad
wal Rencana Pelaksanaan Penelitian
III.5..........................................................................................................Jeni
s dan Sumber Data
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perlambatan ekonomi global dalam kurun tiga tahun terakhir menjadi
salah satu sentimen buruk yang berdampak pada perekonomian nasional.
Berdasarkan laporan Dana Moneter Internasional (IMF) proyeksi pertumbuhan
ekonomi dunia diturunkan dari 3,5% menjadi 3,3% di tahun 2019. Pertumbuhan
ekonomi global yang lambat turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.
Badan Pusat Statistik mencatat secara rata-rata laju petumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2000-2018 berada pada angka 5,2%. Hal ini menjadi pekerjaan
rumah bagi pemerintah pada level nasional maupun daerah yang tidak hanya
sekedar mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang meningkat, tetapi
memastikan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan jumlah orang
yang bekerja, penurunan kemiskinan yang lebih signifikan serta pengurangan
ketimpangan ekonomi di daerah.
Mengacu pada fenomena ekonomi di atas perencanaan pembangunan
ekonomi tidak bisa hanya berharap pada kebijakan nasional yang didominasi oleh
pemerintah pusat dan bersifat sentralistis. Pemerintah daerah perlu membuat
kebijakan dan strategi dalam memajukan daerahnya (desentralisasi) yang tentu
kemajuan tersebut dapat memberikan dampak positif untuk perekonomian
nasional. Zang dan Zou (1998) mengemukaan bahwa desentralisasi merupakan
bagian untuk memperbaiki efisiensi dari sektor publik dan memdorong
petumbuhan ekonomi daerah jangka pendek dan jangka panjang. Pembangunan
ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah beserta
masyarakatnya mengelolah sumber daya yang ada dan membentuk pola kemitraan
untuk menciptakan lapangan kerja baru, serta merangsang pertumbuhan ekonomi
dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2004).
Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang nomor 22 tahun 1999
membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan membuat
kebijakan sendiri demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semakin luasnya
wewenang pada pemerintah daerah dan tuntutan dalam perkembangan
perekonomian, maka pemerintah daerah dituntut untuk berperan aktif dalam
membuat terobosan yang mampu meningkatkan pendapatan, produksi, dan
perekonomian.
Kabupaten Buton Tengah merupakan daerah otonom baru di Sulawesi
Tenggara berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2014.
Salah salah satu pertimbangan terbentuknya kabupaten ini yaitu untuk mendorong
peningkatan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi
daerah yang dimiliki khususnya pada bidang ekonomi.
Terdapat banyak keuntungan dari berlakunya Undang-Undang otonomi
daerah antara lain: (1) memungkinkan untuk terjadinya perencanaan
pembangunan dari bawah (botton up planing) secara seignifikan dan mengikis
rantai birokrasi yang dirasakan sangat menghambat pelayanan kepada masyarakat.
(2) Meningkatkan pastisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
sehingga pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan di daerah. (3)
Pengelolaan dan pemecahan masalah pembangunan daerah dapat lebih
bertanggung jawab. (4) Terbukanya peluang untuk menggali potensi daerah dan
mengembangkan ekonomi pedesaan (Titisari, 2009).
Sebagai daerah otonom baru Kabupaten Buton Tengah perlu menggali
segala potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah untuk menjadi motor penggerak
perekonomian dan meningkatkan daya saing wilayah. Pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Buton Tengah pada tahun 2017 yaitu 6,35. Angka pertumbuhan
ekonominya mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi tahun 2016 yakni 8,08 dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi
Provinsi yaitu 6,81 (BPS, 2018).
Dinamika perekonomian di Kabupaten Buton Tengah yang tidak stabil dan
cenderung mengalami penurunan dipengaruhi oleh beberapa aspek permasalahan
antara lain:
1. Setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi yang bervariasi namun belum
diketahui sektor mana saja yang paling berpengaruh pada perubahan laju
pertumbuhan ekonomi. Selain itu dari pertumbuhan ekonomi yang ada
belum diketahui sektor ekonomi apa yang memiliki potensi dan daya saing
kompetitif yang dapat berdampak pada peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Oleh karena itu diperlukan identifikasi potensi ekonomi yang
berbasis pada sektor ekonomi unggulan dan potensial di Kabupaten Buton
Tengah. Hal ini senada dengan pendapat (Titisari, 2009) yang menyatakan
bahwa sektor unggulan merupakan sektor yang dapat memenangkan
persaingan dengan daerah-daerah lain dalam sektor yang sama.
2. Saat ini data pertumbuhan ekonomi dan potensi ekonomi masih disajikan
dalam bentuk teks book yang memuat tabel, grafik, diagram dan uraian
yang mana informasi tersebut belum menggambarkan distribusi informasi
secara utuh. Sehingga diperlukan pendekatan secara spasial dalam
menyajikan informasi potensi ekonomi di Kabupaten Buton Tengah agar
mempermudah masyarakat dalam memahami dan menentukan keputusan
yang tepat terkait potensi ekonomi yang ada di daerahnya. Pendapat yang
sama dikatakan oleh (Wicano, 2016) bahwa data informasi spasial
merupakan informasi yang efektif, efisien, cepat serta memiliki referensi
spasial dipermukaan bumi sehingga menyajikan informasi secara utuh.
3. Kabupaten Buton Tengah merupakan daerah otonomi baru yang masih
memiliki banyak kekurangan baik dari segi infrasktuktur dasar, maupun
fasilitas pendukung lainnya yang ikut mempengaruhi dinamika
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu diperlukan strategi dan kebijakan
yang mampu merangsang dan mempercepat pertumbuhan ekonomi pada
berbagai sektor potensial dan unggulan. Sesuai dengan pendapat (Aries,
2017) yang menyatakan bahwa diperlukan strategi pengembangan
terhadap masing-masing sektor ekonomi agar dapat memiliki pertumbuhan
dan daya saing sehingga meningkatkan pertumbuhan PDRB dan
kesempatan kerja.

Berbagai permasalahan ini harus segera diatasi demi terwujudnya


pemerintahan daerah yang kuat dan mandiri. Perencanaan pembangunan ekonomi
memerlukan berbagai macam data statistik yang diperkuat dengan suvey lapangan
sebagai dasar pijakan dalam menentukan strategi kebijakan, agar pembangunan
dapat dicapai dengan tepat. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam
memetakan potensi ekonomi di daerah. (1) sektor ekonomi yang unggul dan
mempunyai daya saing dalam beberapa tahun terakhir dan kemungkinan prospek
sektor ekonomi yang menjanjikan dimasa mendatang. (2) Sektor ekonomi yang
potensial dikembangkan di masa mendatang walaupun saaat ini belum
mempunyai tingkat daya saing yang kompetitif. Dengan adanya peta potensi
ekonomi daerah, maka dapat disusun kebijakan pembangunan yang berlandaskan
pada upaya meningkatkan petumbuhan ekonomi dan berkelanjutan. Berdasarkan
permasalahan di atas maka menarik minat peneliti untuk melakukan kajian
tentang “Pemetaan Potensi Ekonomi di Kabupaten Buton Tengah”.

1.2 Maksud Penelitian


Pemetaan potensi ekonomi perlu dilakukan, mengingat parameter
keberhasilan suatu daerah adalah meningkatnya kesejahteraan hidup
masyarakatnya. Hal ini perlu diperhatikan dengan saksama karena beberapa
pertimbangan berikut: (1) Implementasi dari amanat konstitusi sebagai daerah
otonom baru yang berkewajiban untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya
yang dimiliki dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. (2) Setiap
wilayah memiliki karakter, kondisi fisik, dan sosial yang berbeda beda yang ikut
mempengaruhi aktivitas ekonomi daerah. Oleh karena itu diperlukan pemetaan
potensi ekonomi dan analisis secara mendalam seluruh potensi yang ada sehingga
dapat dikelola dan dimanfaatkan menjadi sumber kekuatan modal pembangunan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam mengahadapi tantangan
perekonomian global.
Berdasarkan uraian dan sajian data pada latar belakang, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Potensi ekonomi apakah yang ada di Kabupaten Buton Tengah?
2. Bagaimana peta potensi ekonomi di Kabupaten Buton Tengah?
3. Bagaimana strategi percepatan pengembangan potensi ekonomi di
Kabupaten Buton Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi potensi ekonomi yang ada di Kabupaten Buton Tengah
2. Memetakan potensi ekonomi yang ada di Kabupaten Buton Tengah
3. Merumuskan strategi percepatan pengembangan potensi ekonomi di
Kabupaten Buton Tengah.

1.4 Sasaran Penelitian


Sasaran penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Buton Tengah agar
dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui pengembangan sektor
unggulan yang terdapat pada wilayah perdesaan.

1.5 Output Penelitian


Output yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, untuk kajian lebih mendalam dalam pengembangan potensi
ekonomi di Kabupaten Buton Tengah.
2. Secara praktis, untuk dasar dan bahan perbaikan kebijakan pemerintah
daerah tentang strategi pengembangan potensi ekonomi di Kabupaten
Buton Tengah.
3. Informasi faktual tentang gambaran peta potensi wilayah baik bagi
pengembangan usaha maupun perencanaan usaha lainnya di Kabupaten
Buton Tengah.
1.6 Kerangka Pikir

Identifikasi Potensi Ekonomi

Referensi Yang
Data Statistik Dokumen Kebijakan
Relefan

Data Spasial: Potensi Ekonomi


(Sektoral)
Peta Administrasi
Peta Jaringan Jalan
Peta RTRW Peta
Data Spasial Penutup/Penggunaan
Analisis Spasial Lahan
Pendukung

Peta Potensi Ekonomi


Tentatif

Penentuan Sampel & Reinterpretasi


Survey Lapangan

Peta Potensi Ekonomi


Kabupaten Buton Tengah
Strategi
Pengembangan
Potensi Ekonomi
Dokumen Potensi Ekonomi
Kabupaten Buton Tengah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pemetaan
Menurut Jatmiko (2011) pemetaan merupakan suatu proses penyajian
informasi muka bumi yang fakta (dunia nyata), baik bentuk permukaan buminya
maupun sumbu alamnya, berdasarkan skala peta, sistem proyeksi peta, serta
simbol-simbol dari unsur muka bumi yang disajikan. Lebih lanjut dijelaskan oleh
Wibowo (2009) bahwa pemetaan dapat diartikan sebagai proses terpadu yang
meliputi kegiatan pengumpulan, pengolahan dan visualisasi dari data keruangan.
Proses pemetaan akan menghasilkan peta sebagai sarana informasi (spasial)
mengenai lingkungan. Pemetaan digital atau sering disebut sebagai digital
mapping merupakan suatu cara dalam pembuatan peta, baik untuk keperluan
pencetakan maupun dalam format peta digital (Ronny, 2011).
Beberapa alasan suatu data dapat dipetakan, antara lain: 1) melalui peta
dapat menimbulkan daya tarik yang lebih besar terhadap objek yang ditampilkan;
2) melalui peta dapat memperjelas, menyederhanakan, dan menerangkan suatu
aspek yang dipentingkan; 3) melalui peta dapat menonjolkan pokok-pokok
batasan dalam tulisan atau pembicaraan; 4) melalui peta dapat dipakai sebagai
sumber data bagi yang berkepentingan; 5) Peta sebagai alat komunikasi antara
membuat peta dengan pengguna dimana akan memudahkan dalam penyampaian
informasi (Dickinson 1975; Hanum, 2013).
Menurut Hagerstand (1953) pemetaan dapat memberikan tiga kontribusi
utama yaitu: 1) dengan menggunakan peta diharapkan muncul gambaran
deskriptif mengenai distribusi serta penyebaran kasus; 2) keberadaan peta
diharapkan dapat memberikan aspek prediktif penyebarankasus; dan 3) model
interaktif, jika pada tahap dua, pola prediksi hanya sebatas ramalan kasus, tetapi
jika menggunakan pendekatan interaktif, kita dapat menentukan intervensi serta
dampaknya bagi masa depan.
2.1.1. Perolehan Data Spasial
Data spasial memberikan amatan terhadap berbagai fenomena yang ada
pada suatu objek spasial. Secara sederhana data spasial dinyatakan sebagai
informasi alamat. Dalam bentuk yang lain, data spasial dinyatakan dalam bentuk
grid koordinat seperti dalam sajian peta atau pun dalam bentuk piksel seperti
dalam bentuk citra satelit.
Data spasial diperlukan pada saat harus merepresentasikan atau
menganalisis berbagai informasi yang berkaitan dengan dunia nyata. Dunia nyata
yang begitu luas pada kenyataannya tidak mungkin diambil secara utuh menjadi
sebuah data spasial. Dengan demikian data spasial adalah sebuah gambaran
sederhana dari dunia nyata. Dalam sistem informasi geografis, data spasial
menggambarkan sebaran dan lokasi fenomena.
Untuk memperoleh data spasial dapat dilakukan salah satunya dengan
menggunakan perangkat Global Position System (GPS). Perangkat Global
Position System (GPS) yang digunakan dalam pengambilan data sebenarnya
merupakan perangkat penangkap sinyal (receiver) dari beberapa satelit Global
Position System (GPS) yang mengorbit diatas lokasi survei. Menurut (Budiyanto,
2010), panduan dari sinyal satelit Global Position System (GPS) memberikan
informasi lokasi receiver Global Position System (GPS) tersebut.

2.1.2. Objek Spasial


Menurut Budiyanto (2010), objek spasial terdiri dari tiga jenis, yaitu bentuk
titik, garis, dan area. Masing-masing objek spasial ini memiliki karakteristik
sendiri-sendiri. Perbedaan karakteristik ini menentukan pemilihan bentuk simbol
yang digunakan dalam penggambaran data spasial tersebut, untuk suatu fenomena
seperti kota dalam sebuah pulau sering digunakan simbol titik karena karakteristik
jalan yang selalu membentuk garis. Untuk data spasial yang memerlukan
perhitungan luas, seperti data-data administrasi, sering digambarkan dengan
menggunakan bentuk poligon.
2.1.3. Model Data Spasial
Secara garis besar model data spasial ada dua, yaitu data vektor dan data
raster. Data vektor adalah data yang minimal terdiri dari sebuah start node dan
end node, dan dapat memiliki beberapa verteks di antara start node dan end node
tersebut. Data vektor berupa titik, garis, atau poligon. Data raster adalah data yang
terdiri dari piksel-piksel penyusun data tersebut. Contoh data raster adalah sebuah
gambar (image) hasil scanning (Budiyanto, 2010).

2.2. Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis (SIG)


2.2.1. Penginderaan Jauh
Menurut Lillesand et al. (2015), penginderaan jauh merupakan suatu ilmu
dan seni untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek di permukaan
bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung dengan objek
yang dikajinya. Penginderaan jauh bertujuan untuk mengumpulkan data terkait
dengan sumberdaya alam, lingkungan serta menghasilkan beberapa bentuk citra
yang selanjutnya akan diproses serta diinterpretasi dan akhirnya membuahkan
data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan,
geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya (Fachmi et al., 2015;
Lo, 1995).
Pada prinsipnya, setiap objek di permukaan bumi akan memantulkan
gelombang elektromagnetik pada spektrum radiasi gelombang yang berbeda-beda,
oleh sebab itu sistem penginderaan jauh melakukan pengamatan objek di
permukaan bumi dengan cara mengukur radiasi gelombang elektromagetik yang
dipantulkan atau dipancarkan oleh objek yang direkam dengan bantuan sensor
pada satelit.
Berdasarkan sumber energi yang digunakan, pengideraan jauh dibagi
kedalam dua jenis, yaitu penginderaan jauh aktif (active remote sensing) dimana
gelombang yang dipancarkan pertama kali berasal dari pesawat atau satelit dan
kemudian gelombang dipantulkan ke objek yang direkam oleh sensor satelit
sehingga satelit memerlukan sumber tenaga lain selain matahari (Fachmi et al.,
2015; Liu dan Mason, 2009) dan penginderaan jauh pasif (passive remote sensing)
dimana gelombang yang diukur berasal dari sinar matahari, sehingga objek akan
memantulkan gelombang dari matahari dan direkam dengan sensor satelit (Fachmi
et al., 2015; Schowengerdt dan Robert, 2007). Teknologi penginderaan jauh yang
terus berkembang dan teknologi sensor satelit yang semakin maju hingga saat ini,
tentunya memungkinkan masyarakat untuk memperoleh data yang baru, cepat dan
akurat khususnya untuk inventarisasi sumberdaya alam dan deteksi perubahan
mangrove (Vaiphasa, 2006).
Lillesand et al. (2015) menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan oleh matahari akan melewati atmosfer terlebih dahulu sebelum
dipantulkan oleh objek. Interaksi gelombang elektromagnetik dengan atmosfer
dapat merubah hasil radiasi yang direkam oleh sensor satelit karena gelombang
yang diterima diproses seara berbeda-beda saat melewati atmosfer atau mengenai
objek.

Gambar 2.2. Interaksi dengan permukaan bumi (Lillesand et al.,


2015).
Wolf (1983) menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetik dapat
berinteraksi dengan suatu objek dengan tiga cara, yaitu: (1) dipantulkan (reflected)
dimana energi datang dan dikembalikan ke medium perambatan yang pada
dasarnya tidak berubah; (2) diteruskan (transmitted) dimana tenaga merambat
melalui objek; (3) diserap (absorption) dimana radiasi yang datang diubah
menjadi beberapa bentuk lain karena diserap oleh objek tersebut.

2.2.2. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)


Jensen (1986) menjelaskan sistem informasi geografis (SIG) adalah
manajemen basis data yang dipergunakan untuk menyimpan, memperoleh
kembali, menganalisis dan menampilkan informasi spasial. Aronoff, (1989)
memberikan pengertian sistem informasi geografis sebagai suatu sistem berbasis
komputer yang memiliki empat kemampuan untuk menangani data spasial:
pemasukan, pengelolaan data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi
dan analisis, serta keluaran (output). Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah
sebuah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi,
analisis dan penayangan data, yang mana data tersebut secara spasial (keruangan)
terkait dengan permukaan bumi.

2.2.3. Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG)


2.2.3.1 Perolehan dan Input Data
Input data dalam SIG biasanya terdiri dari dua komponen yaitu: data grafis
atau spasial, dan data atribut atau tabularnya. Data grafis atau data spasial adalah
data digital yang menggambarkan kenampakan peta (permukaan bumi), yang
meliputi koordinat, garis, dan simbol yang menunjukan elemen kartografi pada
peta. Data dalam SIG dapat diperoleh dari berbagai macam sumber seperti: 1) data
lapangan, 2) data statistik, 3) data spasial dari peta dasar ataupun peta tematik
dalam analog maupun digital serta, 4) data penginderaan jauh (Murti, 2014).

2.2.3.2 Basis Data


Pada umumnya pengelolaan data dalam SIG berorientasi pada basis data
(data base). Kumpulan dari data grafis dan data atribut yang terstruktur dengan
baik dinamakan database atau basis data. Basis data adalah kumpulan data yang
memiliki relasi dan disimpan dalam format (raster dan vektor) serta struktur data
tertentu dalam komputer yang tidak mengalami pengulangan dan mudah untuk
diperluas, diperbaharui, dipanggil kembali, dan dipergunakan secara bersama-
sama oleh banyak pengguna.

2.2.3.3 Analisis dan Pemodelan Spasial


Analisis spasial adalah suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah
fungsi hitungan dan evaluasi logika matematis yang dilakukan terhadap data
spasial dalam rangka untuk mendapatkan ekstraksi, nilai tambah, atau informasi
baru yang juga beraspek spasial. Model adalah penyederhanaan dari kenyataan
yang ada (Hagget, 2001). Pengelolaan, pemrosesan dan analisa data spasial
memanfaatkan pemodelan SIG yang berdasar pada kebutuhan dan analitiknya.
Analitik yang berlaku pada pemrosesan data spasial seperti overlay, clip,
intersect, buffer, query, union, merge; yang mana dapat dipilih ataupun
dikombinasikan. Pemodelan spasial adalah proses manipulasi yang diterapkan
pada data spasial (Longley et al., 2005). Chang (2002) menyebutkan bentuk-
bentuk pemodelan spasial yaitu model biner, model indeks, model regresi, dan
model proses.

2.2.3.4 Output
Output data adalah hasil dari proses manipulasi dan analisis data dalam
lingkungan SIG. Hasil tersebut dapat dalam bentuk peta, tabel, diagram, grafik
dan sebagainya. Format hasil dapat dalam bentuk soft-copy, hard copy, maupun
format elektronik lainya (Riyanto dkk, 2009). Beberapa penelitian tentang
pertanian telah menggunakan metode regresi untuk melakukan estimasi produksi.
Model regresi merupakan persamaan yang memanfaatkan variabel bebas dan
terikat untuk estimasi dan prediksi. Faktor-faktor yang diregresikan yaitu data
yang diperoleh dari ekstraksi informasi citra penginderaan jauh dengan data
jumlah produksi yang didapatkan dilapangan ataupun data sekunder lainnya
(Fauziana, 2016; Murti, 2014).

Data yang sering digunakan dalam melakukan pemetaan dan analisis


medan dengan menggunakan sistem informasi geografi adalah Digital Elevation
Model (DEM). DEM merupakan input data berbasis raster dan Triangulated
Irregular Network (TIN) input berbasis vektor yang merepresentaskan ketinggian
suatu tempat. Data DEM dapat digunakan untuk analisis morfometrik diantaranya
contour line, slope, aspect, dan hill shade (Chang, 2002).
2.3. Potensi Ekonomi
Setiap daerah memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan dalam upaya
memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Yang
dimaksud dengan potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada
di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus
berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat
mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan
sendirinya dan berkesinambungan (Suparmoko, 2002).
Tujuan dari pengembangan ekonomi di daerah pada umumnya adalah
peningkatan pendapatan ril per kapita serta adanya unsur keadilan atau
pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dibutuhkan strategi yang menyeluruh dalam proses pengembangan
potensi ekonomi di daerah, sebagai pedoman dan pegangan dalam setiap
pengambilan kebijakan.
Dalam mempersiapkan strategi pengembangan potensi ekonomi di daerah,
setidaknya terdapat lima langkah yang harus ditempuh, yaitu:
1. Mengidentifikasi sektor-sektor kegiatan mana yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masing-
masing sektor.
2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang potensinya rendah untuk dikembangkan
dan mencari faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya potensi sektor
tersebut untuk dikembangkan.
3. Mengidentifikasi sumber daya (faktor-faktor produksi) yang ada termasuk
sumber daya manusianya dan yang siap digunakan untuk mendukung
perkembangan setiap setor yang bersangkutan.
4. Dengan model pembobotan terhadap variabel-variabel kekuatan dankelemahan
untuk setiap sektor dan sub-sektor, maka akan ditemukan sektor-sektor andalan
yang selanjutnya dianggap sebagai potensi ekonomi yang patut dikembangkan
di daerah yang bersangkutan.
5. Menentukan strategi yang akan ditempuh untuk pengembangan sektor-sektor
andalan yang diharapkan dapat menarik sektor-sektor lain untuk tumbuh
sehingga perekonomian akan dapat berkembang dengan sendirinya (self
propelling) secara berkelanjutan (sustainable development).
Persoalan pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada
sumberdaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan peningkatan jumlah dan
jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Menurut Sjafrizal (2008), untuk
mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama pemerintah dan masyarakat untuk
dapat mengidentifikasi potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan
sebagai kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah.
Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan
untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan
pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan
ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua sektor
perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor tertentu
pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama
yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam jangka waktu
relatif singkat (Glasson, 1990).
Dari definisi tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa wilayah yang memiliki
potensi berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian
pengembangan wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor
yang memiliki potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih
awal yang kemudian diikuti oleh perkembangan sektor lain yang kurang potensial.
Dalam pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan
serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada
pengembangan sektor-sektor perekonomian yang potensi berkembangnya cukup
besar. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang
akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi
perkembangan sektor potensial tersebut.
Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas
perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang
tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk forward linkage dan backward
linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong
polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak
langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan.
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan suatu sektor ekonomi potensial
dapat menciptakan peluang bagi berkembangnya sektor lain yang terkait, baik
sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya
kebutuhan tenaga kerja sektor potensial yang mengalami peningkatan pendapatan.
Hal inilah yang memungkinkan pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai
langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan
wilayah secara keseluruhan.

2.4. Strategi Pengembangan Potensi Basis Ekonomi


Potensi ekonomi di daerah pada dasarnya dapat dibagi kedalam dua sektor,
yaitu sektor ekonomi yang menjadi kegiatan basis dan sektor ekonomi yang bukan
kegiatan basis. Berikut ini penjelasannya:
1. Kegiatan-kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang
mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas
perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau kepada orang-orang yang
datang dari luar wilayah perekonomian bersangkutan.
2. Kegiatan-kegiatan yang bukan basis (non basic activities) adalah kegiatan-
kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang
yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat daerah
yang bersangkutan, kegiatan ini tidak mengekspor barang dan jasa, produksi
dan pemasaran terbatas pada wilayah daerah yang bersangkutan.
Pada dasarnya teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan dengan permintaan akan
barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan investasi industri yang
menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk
diekspor, dan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job
creation).
Inti dari teori ini adalah sektor unggulan menghasilkan barang-barang dan
jasa untuk dipasarkan di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka
penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut.
Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan
konsumsi dan investasi di daerah tersebut dan pada gilirannya akan menaikkan
pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan
tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor unggulan tetapi juga
menaikkan permintaan akan sektor non unggulan. Berdasarkan teori ini sektor
unggulan yang harus dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi
suatu daerah (Arsyad, 1999).
Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada teori ini adalah
di mana arah penekanannya terhadap arti pentingnya bantuan (aid) kepada dunia
usaha yang mempunyai pasar baik secara nasional maupun internasional.
Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan terhadap
perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada akan didirikan di
daerah tersebut (Arsyad, 1999).
Menurut Glasson (1990) kegiatan-kegiatan Basis (basic activities) adalah
kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa keluar batas perekonomian
masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang
datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang
bersangkutan.Sedangkan kegiatan bukan basis (non basic activities) adalah
kegiatan menyediakan barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal
di dalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan
ini tidak mengekspor barang jadi; luas lingkup produksi dan daerah pasar yang
terutama bersifat lokal. Implisit didalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat
hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah
banyaknya kegiatan basis dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan
kedalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa
sehingga akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan. Sebaliknya berkurangnya
kegiatan basis akan mengurangi pendapatan suatu daerah dan turunnya
permintaan terhadap barang dan jasa dan akan menurunkan volume kegiatan
(Richardson, 1977).
Kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (prime mover role)
dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian
regional. Pendekatan secara tidak langsung mengenai pemisahan antara kegiatan
basis dan kegiatan bukan basis dapat menggunakan salah satu ataupun gabungan
dari tiga metode yaitu:
1. Metode Arbetrer Sederhana
Metode arbetrer sederhana mengasumsikan bahwa semua industri primer
dan manufakturing adalah basis, dan semua industri jasa adalah bukan basis,
metode tidak memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu
kelompok industri bisa terdapat industri-industri yang menghasilkan barang yang
sebagian di ekspor atau dijual kepada lokal atau ke duanya.

2. Metode Location Quotient (LQ)


Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu teknik pengukuran yang
paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan sektor basis atau non
basis (Prasetyo, 2001). Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan
merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan
menggunakan produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai indikator
pertumbuhan wilayah.
Penggunaan LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis
sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Namun teknik ini mempunyai suatu
kelemahan karena berasumsi bahwa permintaan disetiap daerah adalah identik
dengan pola permintaan nasional, bahwa produktivitas tiap tenaga kerja disetiap
daerah sektor regional adalah sama dengan produktivitas tiap tenaga kerja dalam
industri nasional, dan bahwa perekonomian nasional merupakan suatu
perekonomian tertutup. Sehingga perlu disadari bahwa: 1)nSelera ataupola
konsumsi dan anggota masyarakat itu berbeda–beda baik antar daerah maupun
dalam suatu daerah; 2) Tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang untuk
setiap daerah berbeda; 3) Bahan keperluan industri berbeda antar daerah.
Walaupun teori ini mengandung kelemahan, namun sudah banyak studi
empirik yang dilakukan dalam rangka usaha memisahkan sektor-sektor basis-
bukan basis. Disamping mempunyai kelemahan, metode ini juga mempunyai dua
kebaikan penting, pertama ia memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor
langsung. Kedua metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data historik
untuk mengetahui trend (Prasetyo, 2001).

3. Metode Kebutuhan Minimum (Minimum Requirements)


Metode kebutuhan minimum adalah modifikasi dari metode LQ dengan
menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk
menopang industri regional dan bukannya distribusi rata–rata. Untuk setiap daerah
yang pertama dihitung adalah persentase angkatan kerja regional yang
dipekerjakan dalam setiap industri. Kemudian persentase itu diperbandingkan
dengan perhitungan hal-hal yang bersifat kelainan dan persentase terkecil
dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi industri tertentu.
Persentase minimum ini dipergunakan sebagai batas dan semua employment di
daerah-daerah lain yang lebih tinggi dari persentase dipandang sebagai
employment basis. Proses ini dapat diulangi untuk setiap industri di daerah
bersangkutan untuk memperoleh employment basis total.
Dibandingkan dengan metode LQ, metode minimum requirements lebih
bersifat arbiter karena sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan
tingkat disagregasi yang terlalu terperinci sehingga dapat mengakibatkan hampir
semua sektor menjadi kegiatan basis atau ekspor. Teori basis ini mempunyai
kebaikan mudah diterapkan, sederhana dan dapat menjelaskan struktur
perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari perubahan-perubahan jangka
pendek. Keterbatasan teori ini tidak terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang
sangat bermanfaat bagi peramalan jangka pendek.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian


Lokasi penelitian ini yaitu berada di Kabupaten Buton Tengah, yang
meliputi tujuh kecamatan, yaitu: Kecamatan Lakudo, Kecamatan Mawasangka
Timur, Kecamatan Mawasangka Tegah, Kecamatan Mawasangka, Kecamatan
Talaga Raya, Kecamatan Gu, Kecamatan Sangia Wambulu. Kabupaten Buton
Tengah memiliki wilayah daratan seluas ±958,31 km². Kecamatan yang paling
luas wilayahnya adalah Kecamatan Mawasangka dengan luas 269,55 km2,
Lakudo 225 km² serta Mawasangka Tengah dengan luas 152,22 km2 atau
masing-masing sebesar 28,13%, 23,48% serta 15,88% terhadap total luas wilayah
Kabupaten Buton Tengah. Sedangkan wilayah yang paling kecil adalah
Kecamatan Sangia Wambulu dengan luas wilayah 10 km² atau 1,04% dari total
luas wilayah Kabupaten Buton tengah.

Gambar 3.1 Peta Admnistrasi Kabupaten Buton Tengah


3.2 Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan:
1. Interview (wawancara), suatu proses memperoleh informasi dengan cara
melakukan tanya jawab secara langsung kepada kepala keluarga (ayah/ibu)
yang ada di Kabupaten Buton Tengah untuk mendapatkan dukungan
informasi yang berkaitan variable-variabel di atas sebagai data pendukung
dan pendalaman pembahasan hasil penelitian.
2. Observasi, adalah teknik untuk mengumpulkan data awal dengan cara
pengamatan langsung, khususnya kegiatan ekonomi sehari-hari masyarakat
dan lokasi yang memiliki potensi ekonomi dari berbagai sektor sebagai data
pendukung dan pendalaman pembahasan hasil penelitian.
3. Survey lapangan adalah kegiatan pengecekan langsung di lapangan untuk
mengetahui akurasi hasil model peta penggunaan lahan serta untuk
memperoleh dokumentasi wilayah perdesaan yang memiliki potensi
ekonomi.

3.3 Tehnik Pengelolaan Dan Analisis Data


Alat analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif, analisis statistik, dan analisis spasial.
a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan dengan tujuan untuk menggambarkan
karakteristik wilayah atau profil daerah penelitian dan potensi ekonomi di
Kabupaten Buton Tengah.
b. Analisis Statistik
Untuk mengetahui sektor unggulan di wilayah Kabupaten Buton Tengah
menggunakan analisis "Location Quotient" (LQ). Sedangkan untuk mengetahui
akurasi penggunaan lahan menggunakan analisis Matriks Confusion. Salah satu
aplikasi Analisis statistik yang digunakan yaitu Statistical Program Servive
Solution (SPSS) for windows versi 20.
c. Analisis Spasial
Analisis spasial adalah suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah
fungsi hitungan dan evaluasi logika matematis yang dilakukan terhadap
data spasial dalam rangka untuk mendapatkan ekstraksi, nilai tambah, atau
informasi baru yang juga beraspek spasial. Analisis spasial dalam
penelitian ini yaitu pemetaan sebaran potensi ekonomi di Kabupaten
Buton Tengah.

3.4 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian


Jangka waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu 120 hari (seratus dua puluh
hari kalender), terhitung mulai sejak ditandatanganinya surat perjanjian (kontrak)
dengan susunan jadwal seperti tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian
N April Mei Juni Juli
o
Sub-Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengembangan Desain                                
2. Pengembangan Instrumen                                
3. Laporan Pendahuluan                                
4. Pengumpulan Data dan
Informasi                                
5. Analisis data dan
Penyusunan Laporan                                
6. Laporan Antara                                
7. Seminar Akhir                                
8. Laporan Akhir                                
Inpu Proces Outp
t   s   ut  

3.5 Jenis dan Sumber Data


Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data
primer dan pengumpulan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer yang dimaksud adalah data utama yang dibutuhkan dalam
penelitian ini yakni data hasil observasi dan survey di lapangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu berupa pengumpulan pustaka
yang terkait dengan tema dan isi penelitian meliputi pustaka tentang
pemetaan potensi ekonomi khususnya tentang perolehan data, penentuan
sampel, uji akurasi model, teori bukti, metodologi penelitian kuantitatif
dan kualitatif. Selain itu data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian
ini berupa data BPS Buton Tengah, Data Spasial (data curah hujan, peta
jaringan jalan, peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, peta administrasi,
peta RBI, citra satelit, peta RTRW) dari BAPEDA serta data pendukung
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aries. R, Jiuhardi, Irwan G, 2017, Analisis Struktur dan Strategi Pengembangan
Potensi Ekonomi, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Arsyad Lincolin, 2004, Ekonomi Pembangunan Edisi Keempat, STIE YKPN,
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik, 2018, Kabupaten Buton Tengah Dalam Angka Tahun 2018,
Pasar Wajo, Kabupaten Buton.
Badan Pusat Statistik, 2018, Sulawesi Tenggara Dalam Angka Tahun 2018,
Kendari.
Berita Online Detik.com, 2019, Tantangan Ekonomi Nasional, Diakses tanggal 19
agustus 2019.
Titisari, K. Hendara, 2009, Identifikasi Potensi Ekonomi Daerah Boyolali,
Karanganyar, dan Sragen, Universitas Batik Surakarta, Surakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15. 2014, Pembentukan Kabupaten
Buton Tengah di Sulawesi Tenggara, Jakarta.
Widodo, Tri, 2006, Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer Era Otonomi
Daerah, STIM TKPN, Yogyakarta.
Zang Tao dan Zou Heng Fu, 1998, Fiscal Decentralization Public Spending and
Economic Growth in China, Journal of Public Expendicure.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai