Anda di halaman 1dari 2

1.

HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945


HAM yang dijamin dalam UUD 1945 tidak terbatas hanya pada apa yang terdapat dalam
pasal-pasal, melainkan juga terdapat dalam Pembukaan dan penjelasannya seperti yang
tercantum di dalam alinea pertama bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan pada
alinea keempat yang menyatakan bahwa jaminan bagi setiap warga negara untuk melaksanakan
kehidupan beragama secara damai dan tertib hal ini juga dipertegas di dalam pasal 29 UUD
1945. Selain itu terdapat dalam UUFD 1945 HAM juga termuat dalam sila-sila Pancasila, antara
lain sila kemanusiaan yang adil dan beradab sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan HAM dan
kebebasan yang fundamental, sila persatuan Indonesia mengandung ide dasar bahwa rakyat
Indonesia meletakkan kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi dan
keselamatan pribadi, sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan merupakan inti ajaran demokrasi yang berdasarkan Pancasila baik
dalam arti formal maupun material, dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Di negara kita dalam era reformasi sekarang ini, upaya untuk menjabarkan ketentuan
HAM telah dilakukan melalui amandemen UUD 1945 ke dua (Tahun 2000) dan diundangkannya
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan meratifikasi beberapa konvensi internasional tentang
HAM. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tampak jaminan HAM, hal ini terlihat dari jumlah bab dan
pasal-pasal yang dikandungnya relatof banyak terdiri atas XI bab dan 106 pasal. Apabila
dicermati jaminan HAM dalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam UU No. 39 Tahun 1999
secara garis besar meliputi hak untuk hidup hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; hak
mengembangkan diri; hak atas rasa aman; hak atas kesejahteraan; hak turut serta dalam
pemerintahan; hak wanita; hak anak.
Undang-undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi PBB tentang
Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Keputusan Presiden No. 36 Tahun
1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the
Child). Majelis Umum PBB dalam sidangnya yang ke 44 pada bulan Desember 1989 telah
berhasil menyepakati sebuah Resolusi yakni Resolusi MU PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember
1989 tentang Convention on the Rights of the Child. Tentang pengertian anak, konvensi
menekankan pada faktor umur yakni setiap orang yang masih berumur di bawah 18 tahun. Mulai
dari deklarasi PBB mengenai Hak-hak anak tahun 1959 (Declaration on the Rights of the Child
of 1959) dan deklarasi PBB tentang tahun anak-anak Internasional (Declaration on the
international Year of the Child of 1979). Bahkan jauh sebelumnya, Liga Bangsa-Bangsa pun
telah manaruh perhatian yang serius tentang masalah anak-anak ini, yang terbukti dengan
dikeluarkannya Deklarasi Jenewa 1924 (Geneve Declaration of 1924) tentang pembentukkan
Uni Internasional Dana dan Keselamatan Anak-Anak (Save the Children Fund International
Union). Demikian pula PBB secara khusus memiliki salah satu organ aksi khusus yang
berkenaan dengan anak-anak yakni UNICEF (United Nations Children`s Fund/ Dana PBB untuk
anak-anak). Undang-undang RI No. 8 Tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau
merendahkan martabat manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment).
2. Kasus-Kasus yang Berkaitan dengan HAM
Untuk mengetahui kasus-kasus yang berkaitan dengan HAM di Indonesia, maka perlu
dipahami terlebih dahulu tentang ciri-ciri pelaksanaan HAM. Adapun Ciri-cirinya yaitu:
a. Dalam bidang politik berupa kemauan pemerintah dan masyarakat untuk mengakui pluralism
pendapat dan kepentingan dalam masyarakat.
b. Dalam bidang social berupa ditandai dengan adanya perlakuan yang sama oleh hokum antara
wong cilik dan priyayi dan adanya rasa toleransi dalam masyarakat terhadap perbedaan atau
latar belakang agama dan ras warga negara Indonesia, dan
c. Dalam bidang ekonomi dalam, yaitu dengan tidak adanya monopoli dalam system ekonomi
yang berlaku.
Ketiga ciri tersebut jika dipakai untuk melihat pelaksanaan pembangunan di Indonesia
dewasa ini di bidang politik, sosial, dan ekonomi masih jauh dari yang diharapkan. Kehidupan
politik masih cenderung didominasi konflik antar-elit politik sering berimbas pada konflik dalam
masyarakat (konflik horizontal) dan elit politik lebih memperhatikan kepentingan
diri/kelompoknya, sementara kepentingan masyarakat sebagai konstituennya di abaikan. Di
bidang hukum masih terlihat lemahnya penegakan hokum, banyak pejabat yang melakukan
pelanggaran hukum sulit dijamah oleh hukum, sementara ketika pelanggaran itu dilakukan oleh
masyarakat hukum tampak begitu kuat cengkramannya. Pemerintah kita pun saat ini secara
sungguh-sungguh telah dan sedang berupaya untuk memenuhi, memajukan, melindungi, dan
menegakkan HAM. Namun, kita tidak dapat pungkiri bahwa sampai saat ini sering sekali kita
temui tindakan-tindakan yang melanggar nilai-nilai HAM terjadi dimana-mana. Sebagai contoh
ketika kita menggunakan fasilitas umum (telepon umum) maka sekalipun kita bebas
menggunakannya karena akan membayarnya, namun dibelakang kita banyak yang mengantri
maka kita harus bisa membatasi diri dalam berbicara.
Oleh karena itu, semua ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan
HAM dibentuk untuk memberikan jaminan dalam upaya penegakan HAM dalam negara hokum
Indonesia. Agar supaya penegakan HAM di Indonesia dapat berjalan secara efisien dan efektif
maka diperlukan adanya semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan dan
seluruh lapisan masyarakat untuk Bersama-sama, dan saling bahu membahu dalam penegakan
HAM. HAM dalam masyakat mutlak harus ditegakkan, karena setiap orang dilahirkan bebas
dengan harkat dan martabat manusia yang sama dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati
Nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
Selain itu juga setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta mendapat kepastian hukum dan diperlakukan sama di depan hukum. Sehingga
dengan ditemuinya berbagai kendala dalam penegakkan HAM merupakan tantangan untuk
dipecahkan Bersama. Kendala tersebut diantaranya paradigma pelanggaran HAM dalam dataran
kebijakan politik selalu berbeda dengan paradigma hukum. Pelanggaran HAM yang ditetapkan
DPR, misalnya berbeda secara teoretis dan fakta-fakta hukum di mata hakum adhoc HAM.

Anda mungkin juga menyukai