Anda di halaman 1dari 37

ANTIMITOSIS

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke bahan alami mulai

meningkat. Banyaknya permintaan tumbuhan yang berkhasiat dari

Indonesia ke luar negeri adalah salah satu bukti bahwa begitu

pentingnya khasiat dari suatu tanaman obat. Indonesia terkenal

dengan kekayaannya akan berbagai jenis tumbuhan yang berkhasiat

obat, bahkan temasuk salah satu negara yang memiliki

keanekaragaman flora terbesar didunia. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian-penelitian yang berguna bagi pengembangan

dalam pemanfaatan flora yang ada secara maksimal alam termasuk

untuk pengobatan kanker. Perkembangan penyakit kanker sangat

pesat, setiap harinya ditemukan satu juta pasien kanker baru. Kurang

dari seperempat dapat disembuhkan hanya dengan pembedahan atau

radiasi lokal.

Perkembangan ilmu pengetahuan tentang penyakit kanker,

sekarang ini telah banyak dilakukan penelitian-penelitian di kalangan

medis. Guna mendukung pencarian obat kanker yang lebih spesifik.

Diantaranya lebih banyak menggunakan ekstrak dari tumbuhan

berkhasiat obat sebagai bahan utamanya. Dimana Negara kita sendiri

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

terkenal dengan kekayaannya akan berbagai jenis tumbuhan yang

berkhasiat obat, bahkan temasuk salah satu negara yang memiliki

keanekaragaman flora terbesar di dunia. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian-penelitian yang berguna bagi pengembangan

dalam pemanfaatan flora yang ada secara maksimal alam termasuk

untuk pengobatan kanker.

Dalam mempelajari toksisitas yang paling awal dilakukan

adalah dengan menggunakan kematian dari hewan percobaan sebagai

suatu respon dari pengaruh suatu senyawa yang diuji. Angka

kematian hewan percobaan dihitung sebagai Median lethal

concenration. Pada percobaan ini, dilakukan pengujian sel telur bulu

babi dengan cara mengamati penghambatan pembelahan sel telur

tersebut oleh ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) 1

%. Seperti sel kanker, embrio bulu babi juga mempunyai sensitifitas

selektif terhadap obat.

I.2 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan

memahami uji sitotoksik dengan metode penghambatan mitosis sel

telur bulu babi (Tripeneustes gratilla Linn).

I.3 Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan

toksisitas ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) 1 %

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

dengan metode penghambatan mitosis sel telur bulu babi

(Tripeneustes gratilla Linn).

I.4 Prinsip Percobaan

Prinsip dari praktikum ini adalah uji toksisitas ektrak etanol

buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) 1 % terhadap sel telur bulu

babi (Tripeneustes gratilla Linn) dengan menggunakan metode

penghambatan mitosis sel telur bulu babi ( Tripeneustes gratilla

Linn) dan dilakukan pengamatan terhadap jumlah sel yang

membelah dibawah mikroskop setelah dilakukan fertilisasi.

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Kanker atau karsinoma (Yun. Karkinos = kepiting) adalah

pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas

(maligne). Suatu kelompok sel dengan mendadak menjadi liar dan

memperbanyak diri secara pesat dan terus menerus (poliferasi)

(Tjay, 2007).

Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya mutasi gen

sehingga mengalami perubahan baik bentuk,ukuran, maupun fungsi

dari sel tubuh yang asli. Mutasi gen ini dipicu oleh keberadaan suatu

bahan asing yang masuk ke dalam tubuh diantaranya zat bahan

tambahan makanan, radioaktif, oksidan, atau karsinogenik yang

dihasilkan oleh tubuh sendiri secara alamiah (Griffiths,1993).

Kanker dapat menyerang semua bagian tubuh. Berdasarkan

organ-organ tubuh yang terserang, dikenal berbagai jenis kanker

seperti kanker payudara, kanker mulut rahim, kanker otak, kanker

hati, kanker paru-paru, kanker prostat, kanker kulit dan kanker usus.

Kanker mulut rahim dan payudara merupakan jenis kanker yang

paling banyak ditemukan di Indonesia (Mangan, 2003).

Akibatnya adalah pembengkakan atau benjolan yang disebut

tumor atau neoplasma (Lat. Neo = baru, plasma = bentukan). Sel-sel

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

kanker ini menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memusnahkannya.

Tumor primer setempat itu seringkali menyebarkan sel-selnya melalui

saluran darah dan limfe ke tempat lain di tubuh (metastate), untuk

selanjutnya menjadi tumor sekunder (Tjay, 2007).

Sel-sel tumor dapat menggandakan gen-gennya sampai 10.000

kali lebih cepat daripada sel normal. Oleh karena itu berbagai mutasi

dapat berlangsung secara serentak, juga akibat kekhilafan genetis

spontan. Sel membelah dalam beberapa fase selama siklusnya, yang

rata-rata memakan waktu sekitar 20 jam (Tjay, 2007).

Bentuk-bentuk tumor dinamakan menurut jaringan tempat

neoplasma berasal, yaitu (Tjay, 2007) :

 Adenoma : benjolan maligne pada kelenjar, misalnya pada prostat

dan mamma.

 Limfoma : kanker pada kelenjar limfe, misalnya penyakit ( non-)

Hodgkin dan p. Burkitt yang berciri benjolan rahang.

 Sarkoma : neoplasma ganas yang berasal pembuluh darah,

jaringan ikat, otot atau tulang, misalnya sarkoma Kaposi, suatu

tumor pembuluh di bawah kulit tungkai.

 Leukimia : kanker darah yang berhubungan dengan produksi

leukosit yang abnormal tinggi dan eritrosit sangat berkurang.

 Myeloma : kanker pada sumsum tulang misalnya penyakit Kahler

(multiple myeloma) dengan pertumbuhan liar sel-sel plasma di

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

sumsum. Sel plasma termasuk leukosit dan membentuk

antibodies.

 Melanoma : neoplasma kulit yang luar biasa ganasnya, terdiri dari

sel-sel pigmen, yang dapat menyebar dengan pesat. Neoplasma

kulit lainnya yang dapat terjadi adalah dari sel basal dan sel

“plaveisel” (squamous cell). Berlainan dengan melanoma, kedua

jenis kanker terakhir dapat disembuhkan.

Munculnya kanker dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti

zat kimia dan radiasi. Faktor-faktor pencetus kanker ini memberikan

pengaruhnya pada suatu kelompok gen yang disebut gen kanker

(oncogene). Oncogene secara normal melakukan fungsi seluler yang

umumnya berkaitan dengan pengaturan pembelahan sel. Tetapi

beberapa faktor pemicu dapat mengubah fungsi oncogene yang

menyebabkan pembelahan sel terjadi secara tidak normal dan terus-

menerus yang pada akhirnya membentuk tumor/kanker. Salah satu

cara yang dapat mengubah oncogene menjadi keadaan yang

menyebabkan kanker adalah melalui mutasi. Mutasi pada oncogene

dapat terjadi secara spontan atau diinduksi oleh lingkungan seperti

senyawa kimia, sinar UV. Gen kanker yang telah mengalami mutasi

ini diwariskan secara genetik oleh orang tua pada keturunannya.

(Griffith, 1993).

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat

terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok

farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat

dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang

cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme

(“Sola dosis facit venenum”: hanya dosis membuat racun, Paracelsus)

(Tjay, 2007).

Kemoterapi kanker merusak dan mematikan sel sehingga

menghentikan perkembangan tumor. Umumnya, serangan bersifat

langsung terhadap tempat-tempat terjadinya metabolisme sel dalam

replikasi sel, misalnya tersedianya prekursor urine dan pirimidin untuk

proses sintesis RNA dan DNA (Mycek, 2001).

Idealnya, obat-obat ini mengganggu proses-proses selular sel-

sel maligna. Obat-obat antikanker yang ada sekarang justru tidak

mengenal sel-sel neoplasma itu secara khusus, tetapi juga

mempengaruhi semua sel yang tumbuh normal ataupun abnormal.

Karena itu, hampir semua obat-obat anti tumor mempunyai kurva

respon dosis yang kurang baik untuk efek toksik maupun terapi

(Mycek, 2001).

Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk

sediaan tak murni atau campuran dari beberapa zat aktif , metode

spektrofotometer ultraviolet/ infrared, dan polarograf tidak dapat

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

dilakukan. Obat-obat ini diukur dengan metode biologis, yaitu dengan

bio-assay, dimana aktivitas ditentukan oleh organisme hidup (hewan,

kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut dengan efek

suatu standar internasional (Tjay, 2007).

Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun

sintesis) terlebih dahulu diuji dengan serangkaian uji farmakologik

pada organ terpisah maupun pada hewan (uji praklinik). Bila

ditemukan suatu aktivitas farmakologik yang mungkin bermanfaat,

maka senyawa yang lolos penyaringan ini akan diteliti lebih lanjut

(Gunawan, 2007).

Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia,

dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat

farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek toksisnya pada hewan

coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup juga pengembangan

teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan

metabolitnya dalam cairan biologik. Semuanya ini diperlukan untuk

memperkirakan dosis efektif dan memperkecil resiko penelitian pada

manusia (Gunawan, 2007).

Studi toksikologi pada hewan umumnya dilakukan dalam 3

tahap, masing-masing pada 2-3 spesies hewan coba. Penelitian

toksisitas akut bertujuan mencari besarnya dosis tunggal yang

membunuh 50% dari sekelompok hewan coba (LD50). Pada tahap ini

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

sekaligus diamati gejala toksik dan perubahan patologik organ pada

hewan yang bersangkutan. Penelitian toksisitas jangka panjang,

bertujuan meneliti efek toksik pada hewan coba setelah pemberian

obat ini secara teratur dalam jangka panjang dan dengan cara

pemberian seperti pada pasien lainnya. Penelitian toksisitas khusus

meliputi penelitian terhadap sistem reproduksi termasuk teratogenitas,

uji karsinogenitas dan mutagenisitas, serta uji ketergantungan

(Gunawan, 2007).

Ada beberapa kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi

diantaranya (Mustchler, 1991. hal : 723) :

1. Efek toksis akut, yang langsung berhubungan dengan

pengambilan zat toksik.

2. Efek toksik kronik, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit

diterima tubuh dalam jangka waktu yang lama sehingga akan

terakumulasi mencapai konsentrasi toksik dan dengan demikian

menyebabkan terjadinya gejala keracunan.

Efek samping toksik bergantung pada dosis dan spesifik bagi

obat. Sepanjang diberikan dosis yang cukup tinggi, efek samping

toksik terjadi pada setiap orang (Mustchler, 1991).

Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya

keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada

tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

mengatakan, bahwa dosis menetukan apakah suatu zat kimia adalah

racun (dosis sola facit venenum). Sekarang dikenal banyak faktor

yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat racun, namun

dosis tetap merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap zat

kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek

sama sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan

keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka

dosis yang adekuat dapat menimbulkan efek farmakoterapeutik

(Gunawan, 2007).

Efek toksik, atau toksisitas suatu obat dapat diidentifikasi

melalui pemantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma

(serum). Tetapi, untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik

yang lebar, batas terapeutik jarang diberikan. Untuk obat-obat yang

mempunyai indeks terapeutik sempit, seperti antibiotika

aminoglikosida dan antikonvulsi, batas terapeutik dipantau dengan

ketat. Jika kadar obat melebihi batas terapeutik, maka efek toksik

kemungkinan besar akan terjadi akibat dosis yang berlebih atau

penumpukan obat (Kee, 1996).

Efek toksik terjadi sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran

maupun mekanisme kerjanya. Efek toksik dapat bersifat (Hayes,

1986) :

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

a. Lokal : yaitu hanya terjadi pada tempat bahan toksik

bersentuhan dengan tubuh, misalnya pada saluran pencernaan,

iritasi gas atau uap saluran nafas.

b. Sistemik : terjadi hanya setelah toksikan tersekap dn tersebar

ke bagian tubuh yang lain. Umumnya toksikan hanya

mempengaruhi satu atau beberapa organ saja.

c. Reversibel : jika efek yang ditimbulkan dapat hilang dengan

sendirinya atau dapat hilang beberapa waktu setelah pemaparan

toksikan tertentu.

d. Irreversibel : yaitu efek yang menetap atau justru bertambah

parah setelah pemaparan toksikan terhenti.

Angka kematian hewan coba dihitung sebagai Median Lethal

Dose (LD50) atau Median Lathal Concentration (LC50). Penggunaan

LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan

terhadap hewan coba secara inhalasi atau menggunakan media air.

Kematian pada hewan percobaan digunakan sebagai pedoman untuk

memperkirakan dosis kematian pada manusia (Cassaret, 1975).

Belakangan ini telah banyak pengujian tentang toksisitas yang

dikembangkan untuk pencarian produk alam yang potensial sebagai

bahan antineoplastik. Metode pengujian tersebut antara lain Simple

Brench-Top Bioassay (terdiri dari Brine Shrimp Lethality Test, Lemma

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

Minor Bioassay dan Crown-Gall Potato Disc Bioassay) dan pengujian

pada sel telur bulu babi (Anonim, 2012) :

1. Dengan berdasarkan pada pemikiran bahwa efek farmakologi

adalah toksikologi sederhana pada dosis yang rendah dan

sebagian besar senyawa anti tumor adalah sitotoksik, maka Brine

Shrimp Lethality Test dapat digunakan sebagai uji pendahuluan

senyawa anti tumor. Senyawa yang mempunyai kemampuan

membunuh larva udang diperkirakan juga mempunyai kemampuan

membunuh sel kanker dalam kultur sel. Pengujian ini adalah

pengujian letalitas yang sederhana dan tidak spesifik untuk

aktifitas tumor, tetapi merupakan indicator toksisitas yang baik

dan menunjukkan korelasi yang kuat dengan pengujian antitumor

lainnya seperti uji sitotoksitas dan uji leukemia tikus. Karena

kesederhanaan prosedur pengerjaan, biaya yang rendah serta

korelasinya terhadap pengujian toksisitas dan pengujian antitumor

menjadikan Brine Shimp Lethality Test sebagai uji hayati

pendahuluan untuk aktivitas tumor yang sesuai dan dapat

dilakukan secara rutin di Laboratorium dengan fasilitas sederhana.

2. Metode BST juga digunakan untuk mendeteksi keberadaan

senyawa toksik dalam proses isolasi senyawa dari bahan alam

yang berefek sitotoksik dengan menentukan harga LC50 dari

senyawa aktif. Metode BST dapat digunakan dari berbagai system

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

uji seperti uji pestisida, mitotoksin, polutan, anastetik, komponen

seperti morfin, karsinogenik, dan ketoksikan dari hewan dan

tumbuhan laut serta senyawa racun dari tumbuhan darat.

3. Lemma Minor Bioassay terutama digunakan sebagai uji

pendahuluan terhadap bahan yang dapat menghambat dan

meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan pengujian ini dapat

diamati bahwa senyawa anti tumor alami juga dapat menghambat

pertumbuhan lemma, walaupun korelasinya dengan pengujian anti

tumor lainnya kurang baik. Oleh karena pengujian ini lebih

diarahkan untuk mencari herbisida dan stimulant pertumbuhan

tanaman baru.

4. Crown-Gall Potato Disc Bioassay merupakan metode pengujian

toksisitas yang relatif cepat pengerjaannya, tidak mahal, tidak

memerlukan hewan percobaan serta menunjukkan korelasi yang

sangat baik dengan uji antitumor lainnya.

5. Pengujian pembelahan sel telur bulu babi dilakukan dengan

mengamati pengamatan penghambatan pembelahan sel telur oleh

suatu senyawa, diamati secara normal pembelahan sel telur

tersebut terjadi dengan cepat. Keuntungan dari metode ini adalah

pengerjannya yang relative cepat, tidak memerlukan kultur sel

serta peralatan dengan metode khusus. Seperti sel kanker, embrio

Bulu Babi juga mempunyai sensitivitas selektif terhadap obat

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

sehingga pengujian dengan cara ini menjadi metode yang layak

bagi penentuan bahan yang akan dievaluasi lebih lanjut.

Walaupun semua sel bereproduksi selama embriogenesis,

hanya sel – sel tertentu yang terus melakukannya setelah beberapa

bulan kelahiran bayi. Sel – sel yang bereproduksi, seperti sel hati, kulit

dan gastrointestinal, menduplikasi secara persis DNA mereka dan

kemudian membelah menjadi dua sel anak. Sele bereproduksi melalui

sebuah proses, yang disebut siklus sel. Sel – sel yang tidak

bereproduksi setelah lahir, misalnya sel otot skeletela, tidak menjalani

siklus sel ini. Perjalanan siklus sel ini secara ketat dikontrol dan dapat

dihentikan atau dimulai bergantung pada kondisi sel dan sinyal yang

diterimanya, yang sebagian bahasannya diuraikan berikut ini. Sel – sel

yang bereproduksi biasanya melalui siklus sel dengan kecepatan yang

sudah semestinya kecepatannya dapat ditambahkan atau dikurangi.

Sel yang bereproduksi secara lambat, atau tidak sama sekali,

menghabiskan sebagian besar waktu mereka pada stadium interfase

tahap gap (G1 atau G2) (Corwin, 2009).

Siklus sel dikontrol oleh konstribusi berbagai gen yang

bererspon terhadap tanda pemadatan sel, cedera jaringan, dan

kebutuhan untuk tumbuh. Secara umum, sel menjalani siklusnya jika

distimulasi oleh faktor hormon dan pertumbuhan yang diekskresi oleh

sel – sel yang jauh, oleh faktor pertumbuhan yang diproduksi secara

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

lokal, dan oleh isyarat kimia yang dilepaskan dari sel sekitarnya,

termasuk sitokinin yang dihasilkan oleh sel imun dan sel radang.

Isyarat eksternal ini bertindak mengikat reseptor spesifik yang ada di

membran plasma sel target. Setelah terikat, kompleks reseptor

mengaktifkan sistem penghantar kedua ( Second Massenger system),

yang mengirimkan sinyal pertumbuhan ke inti sel. Ketika sinyal

mencapai inti sel. Protein tertentu yang ada di inti sel, yang disebut

faktor transkripsi, mengaktifkan atau menginaktifkan gen khusus yang

pada akhirnya menghasilkan protein yang mengontrol proliferasi sel.

Gen yang diaktifkan jugan menghasilkan protein yang memberikan

umpan balik terhadap setia tahap sinyal dan stimulasi penghantar

untuk memperkuat untuk meminimalkan efek stimulasi awal (Corwin,

2009).

Berikutnya akan diuraikan isyarat eksternal yang mengontrol

pertumbuhan sel dan menyajikan contoh sistem penghantar kedua

yang penting. Akhirnya akan disajikan dua kategori besar gen yang

produksi akhirnya mengontrol siklus sel, yaitu gen supresor/penekan

tumor dan proto – onkogen. Proto – onkogen adalah gen yang

ditemukan di sel, yang ketika diaktifkan, merangsang sel untuk

menjalani siklus sel untuk menjalani siklus sel sehingga menghasilkan

pertumbuhan dan proliferasi sel. Gen ini dapat merangsang terjadinya

siklus sel disemua tingkatan, termasuk (1) menghasilkan produksi

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

yang membentuk reseptor membran untuk mengikat hormon dan

bahan kimia perangsang pertumbuhan, (2) meningkatkan

pertumbuhan protein penghantar kedua, termasuk protein ras, yang

mentransfer sinyal pertumbuhan ke inti sel, dan (3) menghasilkan

faktor transkripsi yang mengaktifkan gen vital yang mendorong

pertumbuhan an sel (mis., keluarga gen myc) (Corwin, 2009).

II.2 Uraian Bahan

1. Air Suling (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Sinonim : Air suling, aquadest

RM/BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna; tidak

berbau; tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertrutup baik.

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Air laut (http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

Komposisi :

Air 96,5 %

Garam 3,5 %

Dalam 3,5% garam mengandung :

a. Senyawa Klorida 55% wt

b. Senyawa Sulfat 7,7% wt

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

c. Sodium 30,6% wt

d. Calcium 1,2% wt

e. Potassium1,1% wt

f. Magnesium 3,7% wt

g. Lain-lain 0,7% wt

3. Etanol (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : AETHANOLUM

Sinonim : Etanol, alkohol

BM/RM : 46,0 / C2H5OH

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, mudah

menguap dan mudah bergerak, bau

khas, rasa panas mudah terbakar

dengan memberikan nyala biru yang

tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dal;am air dan

kloroform dan dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai antiseptik

4. KCl 10% (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : KALII CHLORIDUM

Nama lain : Kalium klorida

BM/RM : 74,55/ KCl

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

Pemerian : Hablur berbentuk kubus atau prisma , tidak

berwarna dan serbuk butir,putih tidak

berbau rasa asin.

Kelarutan : Larut dalam tiga bagian air dan sangat larut

dalam air mendidih praktis tidak larut dalam

etanol.

Kegunaan : Sebagai penginduksi

II.3 Uraian Tanaman

II.4.1 Klasifikasi (Plantamor.com)

Regnum : Plantae

Subdivisi : Traceheobionta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Rubiales

Family : Rubiaceae

Genus : Morinda

Spesies : Morinda citrifolia L.

II.4.2 Morfologi (Bangun,2002)

Pohon mengkudu tidak begitu besar, tingginya antara

4-6 m. batang bengkok-bengkok, berdahan kaku, kasar, dan

memiliki akar tunggang yang tertancap dalam. Kulit batang

cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuning-kuniangan,

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

berbelah dangkal, tidak berbulu,anak cabangnya bersegai

empat. Tajuknya suklalu hijau sepanjang tahun. Kayu

mengkudu mudah sekali dibelah setelah dikeringkan. Bisa

digunakan untuk penopang tanaman lada.

Berdaun tebal mengkilap. Daun mengkudu terletak

berhadap-hadapan. Ukuran daun besar-besar, tebal, dan

tunggal. Bentuknya jorong-lanset, berukuran 15-50 x 5-17

cm. tepi daun rata, ujung lancip pendek. Pangkal daun

berbentuk pasak. Urat daun menyirip. Warna hiaju

mengkilap, tidak berbulu. Pangkal daun pendek, berukuran

0,5-2,5 cm. ukuran daun penumpu bervariasi, berbentuk

segi tiga lebar. Daun mengkudu dapat dimakan sebagai

sayuran. Nilai gizi tinggi karena banyak mengandung vitamin

A.

Perbungaan mengkudu bertipe bonggol bulat,

bergagang 1-4 cm. Bunga tumbuh di ketiak daun penumpu

yang berhadapan dengan daun yang tumbuh normal.

Bunganya berkelamin dua. Mahkota bunga putih, berbentuk

corong, panjangnya bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari

tertancap di mulut mahkota. Kepala putik berputing dua.

Bunga itu mekar dari kelopak berbentuk seperti tandan.

Bunganya putih, harum.

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

Kelopak bunga tumbuh menjadi buah bulat lonjong

sebesar telur ayam bahkan ada yang berdiameter 7,5-10 cm.

Permukaan buah seperti terbagi dalam sel-sel poligonal (segi

banyak) yang berbintik-bintik dan berkutil. Mula-mula buah

berwarna hijau, menjelang masak menjadi putih kekuningan.

Setelah matang, warnanya putih transparan dan lunak.

Daging buah tersusun dari buah-buah batu berbentuk

piramida, berwarna cokelat merah. Setelah lunak, daging

buah mengkudu banyak mengandung air yang aromanya

seperti keju busuk. Bau itu timbul karena pencampuran

antara asam kaprik dan asam kaproat (senyawa lipid atau

lemak yang gugusan molekulnya mudah menguap, menjadi

bersifat seperti minyak atsiri) yang berbau tengik dan asam

kaprilat yang rasanya tidak enak. Diduga kedua senyawa ini

bersifat aktif sebagai antibiotik.

II.4.3 Kandungan Kimia dan Kegunaan

Kandungan umum dan kegunaan mengkudu (Bangun,

2002) :

1. Zat nutrisi: secara keseluruhan mengkudu merupakan buah

makanan bergizi lengkap. Zat nutrisi yang dibutuhkan

tubuh, seperti protein, viamin, dan mineral penting, tersedia

dalam jumlah cukup pada buah dan daun mengkudu.

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

Selenium, salah satu mineral yang terdapat pada mengkudu

merupakan antioksidan yang hebat. Berbagai jenis senyawa

yang terkandung dalam mengkudu : xeronine, plant

sterois,alizarin, lycine, sosium, caprylic acid, arginine,

proxeronine, antra quinines, trace elemens, phenylalanine,

magnesium, dll.

2. Terpenoid. Zat ini membantu dalam proses sintesis organic

dan pemulihan sel-sel tubuh.

3. Zat anti bakteri.Zat-zat aktif yang terkandung dalam sari

buah mengkudu itu dapat mematikan bakteri penyebab

infeksi, seperti Pseudomonas aeruginosa, Protens morganii,

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan Escherichia

coli. Zat anti bakteri itu juga dapat mengontrol bakteri

pathogen (mematikan) seperti Salmonella montivideo, S .

scotmuelleri, S . typhi, dan Shigella dusenteriae, S .

flexnerii, S . pradysenteriae, serta Staphylococcus aureus.

4. Scolopetin. Senyawa scolopetin sangat efektif sebagi unsur

anti peradangan dan anti-alergi.

5. Zat anti kanker. Zat-zat anti kanker yang terdapat pada

mengkudu paling efektif melawan sel-sel abnormal.

6. Xeronine dan Proxeronine. Salah satu alkaloid penting yang

terdapt di dalam buah mengkudu adalah xeronine. Buah

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

mengkudu hanya mengandung sedikit xeronine, tapi banyak

mengandung bahan pembentuk (precursor) xeronine alias

proxeronine dalam jumlah besar. Proxeronine adalah

sejenis asam nukleat seperti koloid-koloid lainnya. Xeronine

diserap sel-sel tubuh untuk mengaktifkan protein-protein

yang tidak aktif, mengatur struktur dan bentuk sel yang

aktif.

II.4 Uraian Hewan Coba

II.4.1 Klasifikasi hewan coba (Jasin, 1992)

Filum : Echinodermata

Subfilum : Eautherozoa

Class : Echinoideata

Sub class : Echinodea

Suku : Echinaceae

Marga : Tripneustes

Spesies : Tripneustes gratilla Linn.

II.4.2 Karakteristik hewan coba (Jasin, 1992)

Echinodea atau bulu babi tubuhnya dipenuhi duri tajam

durk yang tersusun oleh zat kapur. Jenis hewan ini biasanya

hidup di selah-selah pasir atau bebatuan, sekitar pantai/

didasar laut. Tubuhnya tanpa lengan,hampir bulat atau

gepeng. Bulu babi merupakan salah satu jenis komoditas

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

perairan yang gonadnya dimanfaatkan sumber pangan

potensial. Buluu babi termasuk fiul Echidermata, bentuk

dasar tubuh segi lima, mempunyai lima pasang garis tabug

dan duri ranjang yang dapat digerakkan. Cangkang luarnya

tipis dan tersusun dari lempeng-lempeng satu sama lain.

II.5 Prosedur kerja (Anonim, 2012)

1. Pemilihan Hewan Coba

Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah

bulu babi dari jenis Tripneustes gratilla Linn yang dewasa dan

diameter 7-9 cm. bulu babi dipelihara dalam aquarium yang

berisi air laut bersih yang dilengkapi dengan aerator dan

diadaptasi 24 jam.

2. Penyiapan dan Pembuatan Bahan

a. Pembuatan Larutan KCl 10 %

Sebanyak 10 gr KCl dimasukkan dalam labu ukur 100

ml kemudian ditambahkan air suling sedikit demi sedikit,

sambil dikocok dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml.

b. Penyiapan Air Laut Bersih Untuk Media

Air aut bersih yang akan digunakan sebagai air

media dan untuk membersihkan hewan uji disiapkan

dengan cara menyaring air laut dengan menggunakan filter

bakteri sehingga bebas dari protozoa.

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

c. Pembuatan Sediaan Uji

Larutan uji di buat dalam 3 seri konsentrasi yaitu 10

µg/ml, 100 µg/ml dan 1000 µg/ml dengan menambahkan

larutan air.

a) Penyiapan Sel Telur dan Sperma Bulu Babi

Bulu babi jantan dan bulu babi betina diinduksi

menyuntikkan 5 ml KCl 10 % ke dalam bagian gonad.

Sperma yang berwarna putih susu dan sel telur yang

berwarna kuning keemasan ditampung pada gelas kimia

yang berbeda. Setelah itu dimasukkan kedalam lemari

pendingin. Fertilisasi dilakukan dengan cara 1 ml sperma

dan 4 ml sel telur diletakkan dalam gelas kimia yang

berisi 10 ml air laut bebas protozoa.

b) Penyiapan Sampel dan Pelaksanaan Uji

Masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg

kemudian disuspensikan dengan air sebanyak 10 ml

sehingga diperoleh konsentrasi 1000 µg/ml sebagai stok.

Kemudian dari stok dipipet 1, 10, 100 µl kedalam tabung

efendrof yang masing-masing telah berisi air laut bebas

protozoa lalu ditambahkan zigot yang diperoleh selama

110 menit, terjadinya filtrasi selama 100 µl untuk

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

mendapatkan konsentrasi 1, 10 dan 100 µg/ml. Kontrol

negative dibuat 2 jenis yaitu control air laut dan kontrol

menggunakan Na.CMC konsentrasi 100 µg/ml. Kontrol

positif menggunakan vinkristin dengan konsentrasi 0,01

µg/ml, 0,1 µg/ml dan 1 µg/ml. dilakukan pengulangan

sebanyak 3 kali untuk tiap sampel dan kontrol.

Selanjutnya disimpan pada suhu 15-20oC dengan

diselingi pengocokan. Pengamatan sel yang membelah

dilakukan setelah 2 jam inkubasi dengan menghitung

jumlah sel yang terlambat pembelahannya dan akan

dihitung sebagai IC 50.

d. Pematangan Sel

Pematangan dilakukan terhadap sel telur dan

sperma hewan coba bulu babi yang telah difertilisasi

dibawah mikroskop pada jam pertama, ke dua, keempat

dan kedelapan, lalu dihitung jumlah sel yang terlambat

pembelahannya.

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat Yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam praktikum antimitosis adalah alat

ekstraksi, aquarium, aerator, filterbakteri, kromatografi kolom cair

vakum, labu ukur 100 ml, mikropipet, mikroskop, objek gelas dan

deck gelas, seperagkat alat rotavapor, spoit 5 ml, timbangan

analitik, timbangan O’hauss, tabung Eppendorf.

III.2 Bahan Yang Dipakai

Bahan yang dipakai dalam praktikum antimitosis adalah Air

laut bebas protozoa, air suling, bulu babi ( Tripneustes gratilla Linn),

DMSO, Na-CMC, pelarut etanol, KCL 10%.

III.3 Hewan Coba

Adapun hewan coba yang digunakan dalam praktikum

antimitosis adalah bulu babi (Tripneustes gratilla Linn).

III.4 Cara kerja

III.4.1 Pemilihan Dan Pemeliharaan Hewan Coba

1. Digunakan hewan uji dalam percobaan ini adalah bulu

babi dari jenis Tripneustes gratilla lin yang dewasa dan

diameter 7-9 cm

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

2. Dipelihara bulu babi dalam aquarium yang berisi air laut

bersih yang dilengkapi dengan aerator

3. Diadaptasi 24 jam.

III.4.2 Penyiapan Bahan

a. Ekstrak Kental mengkudu (Morinda citrifolia L.)

1. Disiapkan simplisia serbuk mengkudu (Morinda

citrifolia L.)

2. Dilarutkan dengan pelarut etanol, rendam selama

3x24 jam

3. Disaring dan di ambil filtratnya

4. Dimaserasi filtratnya selama 2x24 jam hingga

mendapatkan ekstrak kental mengkudu (Morinda

citrifolia L.) 1%

b. Larutan Ekstrak Etanol Mengkudu (Morinda

citrifolia L.) 1%

1. Ditimbang ektrak etanol mengkudu (Morinda

citrifolia L.) 1%

2. Dilarutkan dalam air suling

3. Dimasukkan ektrak etanol mengkudu (Morinda

citrifolia L.) 1% sedikit demi sedikit sambil di aduk

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

4. Larutan ektrak etanol mengkudu (Morinda citrifolia

L.) 1% dimasukkan dalam vial dan di simpan

dalam lemari es.

c. KCl 10%

1. Ditimbang KCl 10 gram

2. Dimasukan ke dalam labu ukur

3. Dilarutkan dengan air suling sedik demi sedikit

4. Dihomogekan

5. Dicukupkan volumenya sampai 100 ml

III.4.3 Perlakuan Hewan Coba

a. Penyiapan Sel Telur

dan Sperma Bulu Babi

1. Disediakan bulu babi yang masih hidup.

2. Dilakukan induksi pada bagian Gonadnya

Tripneustes gratilla Linn dengan KCl 10%.

3. Dibiarkan sejenak.

4. Diletakkan Terbalik dalam wadah yang berisi air

laut.

5. Sel sebanyak 10 ml ditampung dalam wadah yang

berisi 50 ml

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

6. Dimasukkan ovum dalam wadah 4 ml dan

kemudian sperma 1 ml.

7. Difertilkan

8. Didiamkan hingga 5-10 menit.

b. Pelaksanaan

Pengujian

1. Dimasukkan zigot sebanyak kurang lebih 100 µg/ml

kedalam ektrak etanol mengkudu (Morinda citrifolia

L.) 1% dengan konsentrasi 10 µg/ml , 100 µg/ml,

dan 1000 µg/ml.

2. Diinkubasi selama 2 jam

3. Diamati pembelahan sel dibawah mikroskop.

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

IV.1 Hasil Pengamatan

IV.1.1 Tabel

sampel Replikasi Sel Sel yang tota % % rata dari

yang dihambat l penghambatan penghambatan

hidup
10µg/ml 1 68 78 146 53,42 54,90
2 66 87 153 56,86
3 77 92 169 54,43
100µg/ml 1 57 124 181 68,51 74,5
2 48 153 201 76,12
3 45 168 213 78,87
1000µg/m 1 11 184 195 94,35 95,31
2 8 189 197 95,94
l 3 9 198 207 95,65

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

tabel perhitungan IC

Sampel konsentrasi(x) Probit (Y) Persamaan garis


1 5,10 Y= 4,25 + 0,77X
2 5,64
3 6,64

Persamaan Garis = y = a + bx

y = a + bx

= 4,25 + 0,77X

Untuk Ic50

y=5

y = a + bx

5 = 4,25 + 0,77 x

5−4,25
x=
0,77

¿0,974

IC50 = anti log x

¿ anti log 0,974

µg
¿ 9,418
ml

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

BAB V

PEMBAHASAN

Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol.

Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya mutasi gen sehingga

mengalami perubahan baik bentuk,ukuran, maupun fungsi dari sel tubuh

yang asli.

IC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau

dalam air yang dapat menyebabkan 50% penghambatan pada suatu

populasi hewan uji atau makhluk hidup tertentu. Penggunaan IC 50

dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap

hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji dipaparkan suatu

bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan menghirupnya

atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai IC50 dapat digunakan

untuk menentukan tingkat hambatan suatu senyawa sehingga dapat juga

untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker.

Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah bulu babi

dari jenis Tripneustes gratilla Linn yang dewasa dan diameter 7-9 cm.

Bulu babi dipelihara dalam aquarium yang berisi air laut bersih yang

dilengkapi dengan aerator dan diadaptasi 24 jam.

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

Dalam percobaan kali ini digunakan tiga variasi konsentrasi yang

berbeda masing-masing konsentrasi 10, 100, dan 1000 µg/ml untuk

mengetahui uji sitotoksik dengan metode penghambatan mitosis sel telur

bulu babi (Tripeneustes gratilla Linn). yang ditimbulkan masing-masing

konsentrasi tersebut. Setelah itu, untuk melihat pada konsentrasi

berapakah bulu babi mengalami IC50. Dan air laut sebagai kontrol

dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian dari sampel dan

bukan dari laut. Selain itu digunakan ekstrak etanol buah mengkudu 1%

karena tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai obat antikanker.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka didapatkan nilai IC 50

µg
dari ekstrak etanol buah mengkudu 1% yaitu 9,418
ml

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

BAB VI

PENUTUP

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari data pengamatan dapat diproleh

kesimpulan nilai Ic50 pada ekstrak etanol buah mengkudu 1% yakni

µg
9,418
ml

VI.2. Saran

Sebaiknya asisten selalu mendampingi praktikannya selama

kegiatan praktikum berlangsung.

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. “Penuntun Farmakologi dan Toksikologi III”. UMI:


Makassar.

Corwin, Elizabeth J, 2009. “Buku Saku Patofisiologi”. Penerbit Buku


Kedokteran EGC : Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan, 2007. “Farmakologi dan Terapi Edisi 5”.


Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.
Jakarta.

Griffits, E. J. F. , J. H. Miller, D. T. Suzuki., R. G. Lewontin, W. M.


Gelbart. 1993. An Introduction to Genetic Analysis 5th ed. W.
H. Preeman and Company. New York.

Hayes, A.W. 1986. “Principles and Methods of toxicology ”. Raven


Press : New York.

Kee, Joyce L. 1996. “Farmakologi Pendekatan Proses


Keperawatan”. EGC: Jakarta.

Mangan, Y. 2003. Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Agromedia


Pustaka Jakarta.

Mayer et al. 1982. Deteksi toksisitas Kanker. http://cis/. nci. nih. gov/
fact/3-62 htm. Dikunjungi pada Mei 2012.

Mutschler. E., 1991. Dinamika Obat. ITB : Bandung.

Tjay, Tan Hoan. 2007. “Obat-Obat Penting”. Gramedia: Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Mengkudu

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

Lampiran

Skema kerja antimitosis

Bulu Babi (Tripneustes gratilla Linn)

Diinduksi pada bagian gonad KCl


10%

Dibiarkan sejenak

Diletakkan terbalik dalam wadah

Sel sebanyak 10 ml ditampung


dalam wadah yang berisi 50 ml

Diambil 1 ml sperma, 4 ml sel ovum /


sel telur

Difertilkan

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt


ANTIMITOSIS

Didiamkan 5- 10 ml

Zigot

Perlakuan

Zigot diambil 100𝞵g/ ml

Konsentrasi 10𝞵g/ml, Bebas protozoa Kontrol pelarut Konsentrasi 0,01𝞵g/


100 𝞵g/ml dan 1000 ml, 0,1𝞵g/ ml, 1𝞵g/
𝞵g/ml ml.

Inkubasi selama 2 jam

Diamati dibawah mikroskop

Analisis data dengan


menghitung IC50

WAHYU WIRA UTAMI BAYU PUTRA S.Farm, Apt

Anda mungkin juga menyukai