Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

Oleh
Kelompok 2
Aulia Eka Anggraini KP1219032
Muhammad Asroruddin KP1219033
I Kadek Candra Kusuma Cahyadi KP1219034
Suwarto KP1219035
Anggi Aji Wibawa KP1219036
Edi Surantono KP1219037
I Ketut Widya KP1219038
Rudi Hidayat KP1219039
Zainal Nur Khosim KP1219040
I Putu Susanto KP1219041
I Wayan Sudiarsa KP1219042
Anak Agung Restu anggara KP1219043
Dedi Prihatin KP1219044
Disti Puspita Sari KP1219045
Wiweka Ayu Dana KP1219046

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IX UDAYANA
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Trauma kepala adalah segala bentuk cedera fisik yang mengenai bagian dahi, tulang
kepala, atau otak. Trauma pada kepala tidak selalu berdampak serius terhadap secara
langsung, namun kerusakan dapat berdampak terhadap jaringan di sekitar kepala, pembuluh
darah bagian luar dan dalam tengkorak, dan tulang kepala terlebih dahulu.
Cedera kepala (trauma kepala) adalah kondisi dimana struktur kepala mengalami
benturan dari luar dan berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Beberapa kondisi
pada cedera kepala meliputi luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan,
dislokasi, patah tulang tengkorak dan gegar otak, tergantung dari mekanisme benturan dan
parahnya cedera yang dialami.
M. Clevo Rendi, Margareth TH (2012). Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa
penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi-deceleasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan. Morton (2012).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan
otak. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
Wahyu Widagdo, dkk (2007). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak
disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan peubahan tingkat kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional.

B. ETIOLOGI
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya cedera
kepala adalah sebagai berikut :
a. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan dengan
kendaraan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan
kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan turun turun maupun
sesudah sampai ke tanah
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang
atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan
kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksa). Beberapa mekanisme yang
timbul terjadi cedera kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan
deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan
tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat
percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.

Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2 macam cedera
kepala yaitu:
a. Trauma tajam Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat
dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom
serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran
otak atau hernia.
b. Trauma tumpul Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk:
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi
kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer
cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

C. PATOFISIOLOGI
Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan jaringan otak.
Ini bisa sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa keadaan yang dapat empengeruhi
luasnya cedera kepala pada kepala yaitu:
a. Lokasi dari tempat benturan lansung
b. Kecepatan dan energi yang dipindahkan
c. Daerah permukaan energy yang dipindahkan d. Keadaan kepala saat benturan (Wahyu
Widagdo, dkk, 2007)

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah untuk mengalami cedera dan
kerusakan. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetakan besar bagi seseorang. Tepat
diatas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan
dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal diantara kulit dan galea
terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembuluh-
pembuluh besar. Bila robek pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan
dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri,
perdarahan arteri yang diakibatkan tertimbun dalam ruang epidural bisa mengakibatkan fatal.
Kerusakan neurologik disebabkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan
merobek jaringan otak oleh pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan oleh
efek akselerasi - deselerasi pada otak. Derajat kerusakan yang disebabkan bergantung pada
kekuatan yang menimpa, makin besar kekuatan maka makin parah kerusakan yang terjadi.
Kerusakan yang tejadi karena benda tajam berkecepatan rendah dengan sedikit tenaga.

Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat tertentu dan disebabkan oleh benda
atau fragmen tulang yang menembus duramater pada tempat serangan. Cedera menyeluruh
sering dijumpai pada trauma tumpul kepala. Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan
diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit
kepala dan tengkorak, tetapi pada trauma hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi
otak. Bila kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar (pada kecelakaan)
kerusakan tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja tetapi juga akibat
akselerasi dan deselerasi.

Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan bergeraknya isi dalam tengkorak


sehingga memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang
berlawanan dengan benturan. Apabila bagian otak yang kasar bergerak melewati daerah krista
sfenoidalis, bagian ini akan dirobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan akan diperparah lagi
bila trauma juga menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian otak yang akan mengalami cedera
yaitu bagian anterior lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior lobus oksipitalis, dan
bagian atas mesonfalon. Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus
pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade yang barakibat
merusak otak. (Price & Wilson. 2012)

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral (Bararah & Jauhar. 2013 ).

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013).
a. Cedera kepala ringan-sedang
1) Disorientai ringan
2) Amnesia post trauma
3) Hilang memori sesaat
4) Sakit kepala
5) Mual dan muntah
6) Vertigo dalam perubahan posisi
7) Gangguan pendengaran
b. Cerdera kepala sedang-berat
1) Oedema pulmonal
2) Kejang
3) Infeksi
4) Tanda herniasi otak
5) Hemiparise
6) Gangguan akibat saraf cranial

Manifestasi klinis spesifik

a. Gangguan otak
1) Commotion cerebri/gegar otak
a) Tidak sadar < 10 menit
b) Muntah-muntah, pusing
c) Tidak ada tanda deficit neurologis
2) Hgjh
a) Tidak sadar > 10 menit
b) Muntah-muntah, amnesia retrograde
c) Ada tanda-tanda deficit neurologis
3) Perdarahan epidural/hematoma epidural
a) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan
meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b) Gejala: penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau mental
sampai koma
c) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernapasan, bradikardi,
penurunan TTV
d) Herniasi otak yang menimbulkan: Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang,
isokor dan anisokor, ptosis
4) Hematoma subdural
a) Akumilasi darah antara durameter dan araknoid, karena robekan vena
b) Gejala: sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia
5) Hematoma subdural
a) Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
b) Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
c) Kronis: 2 minngu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
6) Hematoma intracranial
a) Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
b) Penyebab: fraktur depresi tlang tengkorak, cedera penetrasi peluru, gerakkan
akselerasi tiba-tiba
7) Fraktur tengkorak
a) Fraktur linear/simple Melibatkan Os temporalis dan pariental, jika garis
fraktur meluas kearah orbita/sinus paranasal sehingga menyebabkan
terjadinya perdarahan
b) Fraktur basiler Fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan kontak CSS
dengan sinus, memungkinkan bakteri masuk.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Faktor kardiovaskular
1) Cedera kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
moikardial, peubahan tekanan vaskuler dan edema paru
2) Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan
kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan
meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan tekanan sisolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri
adalah terjadinya edema paru.
b. Faktor respiratori
1) Adanya edema paru pada cedera kepala dan vasokonstriksi paru atau hipetensi paru
menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
2) Konsentrasi oksigen dan karbon doiksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2
rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan
tejadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF
(Cerebral Blood Fluid) sehingga oksigen tidak sampai ke otak denan baik.
3) Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra
cranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau
medulla oblongata.
c. Faktor metabolisme
1) Pada cedera kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air, dan hilangnya sejumlah nitrogen
2) Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang
menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
d. Faktor gastrointestinal
Trauma juga mempegaruhi system gastrointestinal.Setelah cedera kepala (3 hari) terdapat
respon tubuh dengan meransang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan
meransang lambung menjadi hiperasiditas, dan mengakibatkan terjadinya stress alser.
e. Faktor piskologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, cedera kepala pada pasien
adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan
mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan
penurunan kesadaran dan penururnan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial
pasien dan keluarga.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah :
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah merah
terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
3. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi
4. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan, hipokalemia
terjadi bila diuresis.
5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
6. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
7. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut (Wahyu
Widagdo, dkk, 2007).
a. Non pembedahan
1) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter untuk mengeluarkan
kristal-kristal mikroskopis
3) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan tekanan
intracranial
4) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi mekanik untuk
megontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat meningkatkan resiko peningkatan
tekanan intracranial
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk :
1) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3) Mengobati hidrosefalus

H. PATHWAY

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang
digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan
melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul
Effendy dalam Andra, dkk. 2013). Menurut Rendi dan Margareth. ( 2012 )
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan
darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan kesehatan
tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran
( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien akan mengalami penurunan kesadaran dan adanya
benturan serta perdarahan pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan
ataupun tindaka kejahatan
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15),
letargi,mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis,
perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar
kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau,
sulit mencerna/menelan makanan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system persyarafan, riwayat trauma
masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit sistemik/pernafasan
cardiovaskuler, riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol ( Muttaqin, A. 2008 ).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti hipertensi, diabetes
mellitus, dan lain sebagainya
e. Permeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
a) Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
b) Kualitatif
(1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS:
15 - 14.
(2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
(3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11-10.
(4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal, nilai GCS: 9 – 7.
(5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
(6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara.
2010).
2) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang
digunakan secara internasional:

3) Pemeriksaan reflek fisiologis


a) Reflek bisep Caranya: emeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, dengan
membiarkan lengan untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut
sedikit lebih dari 900 di siku, minta pasien memflexikan di siku, sementara
pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital, tendon akan terlihat dan
terasa seperti tali tebal, ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku,
normalnya terjadi fleksi lengan pada sendi siku.
b) Reflek trisep Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, secara
perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan
di bahu atau lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku, ketukan
pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi,
normalnya terjadi ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
c) Reflek patella Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi duduk atau
berbaring terlentang, ketukan pada tendon patella, respon: plantar fleksi kaki
karena kontraksi m.quadrisep femoris.
d) Reflek achiles Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, kaki
menggantung di tepi meja ujian atau dengan berbaring terlentang dengan posisi
kaki melintasi diatas kaki di atas yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe
katak, identifikasi tendon mintalah pasien untuk plantar flexi, ketukan hammer
pada tendon achilles. Respon: plantar fleksi kaki krena kontraksi
m.gastroenemius (Muttaqin, A. 2010).
4) Reflek Patologis Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
a) Reflek babynski
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan, tangan kiri
pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya,
lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior,
respon: posisitif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.
b) Reflek chaddok Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior, amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu
jari, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
c) Reflek oppenheim Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke
distal, amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
d) Reflek Gordon Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis), amati ada
tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari
kaki lainnya.
e) Reflek hofmen tromen Melakukan petikan pada kuku jari, perhatikan jari yang
lain. Normalnya jari-jari lain tidak bergerak (Muttaqin, A. 2010).

f. Aspek neurologis
1) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13, cedera kepala
berat 3-8).
2) Disorientasi tempat/waktu
3) Reflek patologis dan fisiologis
4) Perubahan status mental
5) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia, kehilangan sebagian lapang
pandang
7) Perubagan tanda-tanda vital
8) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
9) Tanda-tanda peningkatan TIK
a) Penurunan kesadaran
b) Gelisah letargi
c) Sakit kepala
d) Muntah proyektil
e) Pupil edema
f) Pelambatan nadi
g) Pelebaran tekanan nadi
h) Peningkatan tekanan darah systole
g. Aspek kardiovaskuler
1) Peubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
2) Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
3) TD naik, TIK naik
h. System pernafasan
1) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi
stridor, tersedak
2) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3) Ronki, mengi positif
i. Kebutuhan dasar
1) Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi, hematuri)
2) Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan, kaji bising usus
3) Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang
j. Pengkajian psikologis
1) Gangguan emosi/apatis, delirium
2) Perubahan tingkah laku atau kepribadian
k. Pengkajian social
1) Hubungan dengan orang terdekat
2) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, disartria,
anomia
l. Nyeri/kenyamanan
1) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2) Gelisah
m. Nervus cranial
1) N.I : penurunan daya penciuman
2) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
3) N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun, perubahan ukuran
pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor
4) N.V : gangguan mengunyah
5) N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
6) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
7) N.IX, X, XI : jarang ditemukan

2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1) X-ray/CT scan
a) Hematom serebral
b) Edema serebral
c) Perdarahan intracranial
d) Fraktur tulang tengkorak
2) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
3) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4) EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
5) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
6) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan perubahan aktivitas metabolism
pada otak.

b. Pemeriksaan laboratorium
1) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan
AGD dalam rentang normaluntuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau untuk
melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
2) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na dapat berakhir beberap hari, diikuti dengan dieresis Na,
peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna, komposisi,
tekana).
5) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran.
6) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif
mengatasi kejang.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul dalam perawatan trauma kepala dapat mencakup keadaan berikut ini :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan pembentukan lendir/sekret


b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuscular karena penurunan
aliran darah otak dan penekanan pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons
c. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi oksigen
melewati membran kapiler atau alveolar karena peningkatan TIK
d. Risiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dengan kehilangan volume cairan
tubuh secara aktif
e. PK: Shock hipovolemi
f. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
g. Mual berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat/ trauma kepala
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
i. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan fungsi motoris otot-otot
bicara
j. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kesalahan interpretasi sekunder tehadap
cedera serebrovaskular
k. Risiko infeksi brehubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma
l. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat hipoksia

3. Rencana Keperawatan

No No Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 1 Setelah di lakukan asuhan keperawatan 1.
selama 3x 24 jam di harapkan …., dengan
kriteria hasil :
1.
2 2 Setelah di lakukan asuhan keperawatan 1.
selama 3x 24 jam di harapkan…., dengan
kriteria hasil :

3 3

4 4

5 5 Setelah di lakukan asuhan keperawatan


selama 3x 24 jam di harapkan …., dengan
kriteria hasil :
1.

6 6

4. Implementasi
5. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Fajar, Al Kemal. 2021. Mengenal 3 Jenis Trauma Pada Kepala.


https://hellosehat.com/saraf/saraf-lainnya/jenis-trauma-kepala/#gref. Diakses pada
tanggal 28 Februari 2021.

Eka Saputra, Yozi. 2017. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA
KEPALA DI RUANG HCU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL PADANG .
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/YOZI_EKA_SAPUTRA.pdf. Diakses
pada tanggal 28 Februari 2021

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai