Anda di halaman 1dari 3

DERMATITIS KONTAK ALERGIK (DKA)

No. Dokumen : SOP/UKP/RJ/ /2018

No Revisi : 00
SOP Tanggal : 5 Januari 2018
terbit
Halaman : 1/3

UPTD PUSKESMAS Heri Suherman SKM.M.Si


PALABUHANRATU NIP.196602271988031001

1. Pengertian  Dermatisis Kontak Alergik (DKA) adalah reaksi peradangan kulit


imunologik karena reaksi hipersensitivitas
 Kerusakan kulit didahului oleh sensitisasi berupa alergen (fase sensitisasi)
yang umumnya berlangsung 2-3 minggu
 Pada pajanan ulang dengan alergen yang serupa, gejala klinis terjadi 24-48
jam (fase elisitasi)
 Alergen paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang
dari 500-1000 Da
 DKA terjadi dipengaruhi oleh adanya sensitisasi alergen, derajat pajanan
dan luasnya penetrasi di kulit
2. Tujuan Agar petugas dapat memahami dan memberikan pengobatan yang tepat pada
pasien dermatitis kontak alergik (DKA).
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Palabuhanratu Nomor 103
Tahun 2018 tentang Layanan Klinis
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Langkah – 1. Anamnesa
Langkah 1.1 Menanyakan apakah kelainan kulit berupa gatal disertai timbulnya
bercak kemerahan
1.2 Menanyakan apakah ada riwayat kontak dengan bahan-bahan yang
berhubungan dengan riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan yang dapat
menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
2.1 Tanda Patognomonis
Lokasi dan pola kelainan kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi
kemungkinan penyebabnya, seperti di ketiak oleh deodoran, di
pergelangan tangan oleh jam tangan, dan seterusnya.
2.2 Faktor Predisposisi
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat
alergen.
3. Diagnosis
3.1 Dermatitis kontak alergik
4. Diagnosis Banding
4.1 Dermatitis kontak iritan
5. Terapi
5.1 Keluhan diberikan farmakoterapi berupa:
5.1.1 Topikal (2 kali sehari)
• Pelembab krim hidrofilik urea 10%
• Kortikosteroid: desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia
dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%)
• Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat krim
0,1% atau mometason furoat krim 0,1%)
• Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian
antibiotik topikal
5.1.2 Oral sistemik
• Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2
minggu, atau loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu
5.2 Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan
yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis,
memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab serta
memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat
bekerja
6. Konseling dan Edukasi
6.1 Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat mengerjakan
pekerjaan rumah tangga
6.2 Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan
sepatu boot
6.3 Memodifikasi lingkungan tempat bekerja
7. Rujukan
7.1 Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test
7.2 Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu setelah pengobatan
standar dan sudah menghindari kontak
6. Diagram
Alir Pasien datang dengan gejala
dermatitis kontak alergik

1 Anamnesa
2 Pemeriksaan fisik

Diagnosis
tidak ya
Diagnosis Lain Terapi
1. Topikal (2 kali sehari) : krim
1. Dermatitis Kontak Iritan hidrofilik urea 10%,
kortikosteroid
2. Oral sistemik : antihistamin
hidroksisin 2 x 25 mg/hari atau
loratadin 1x10 mg/hari selama
maksimal 2 minggu
3. Menghindari faktor risiko

Sembuh Infeksi
Sekunder

Antibiotik
topikal

7.Hal-hal -
yang
harus
diperhati
kan
8. Unit
Pendaftaran
Terkait
Rawat Jalan ( poli umum, poli lansia, MTBS/MTBM, apotik)
9. Dokumen
Rekam Medis
Terkait
10. Tanggal mulai
NO Yang Dirubah Isi Perubahan
Rekaman Diberlakukan
Historis
Perubaha
n

Anda mungkin juga menyukai