Anda di halaman 1dari 18

AL-JINAYAH ALA ATHRAF (TINDAK PIDANA TERHADAP

ANGGOTA TUBUH) DAN SANKSINYA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fikih Jinayat Pada

Fakultas Syariah dan Hukum Islam Program Studi Hukum Keluarga

Islam (HKI) Kelompok Enam (VI) Semester Enam (VI)

Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Bone

Oleh :
KELOMPOK IV

EVI AGUSTIANI
01.18.1152
ANDI ZACKIYAH AMALIA ANUGRAH
01.18.1161
A. RAHMANIAR
01.18.1172
AWIS DIANA
01.18.1176

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) BONE

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena

atas petunjuk dan kemudahan yang diberikan kepada kami dalam penyelesaian

salah satu tugas kuliah kami yaitu pembuatan makalah dalam hal ini materi yang

kami bahas mengenai mengenai “Al-Jinayah Ala Athraf (Tindak Pidana Terhadap

Anggota Tubuh) Dan Sanksinya”

Tak lupa kami curahkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW yang juga telah memberi petunjuk bagi kita semua, sehingga

bisa terselamatkan dari lembah kesesatan. Dalam penyusunan makalah ini, tak

semudah apa yang kami bayangkan. Banyak kesulitan dan hambatan yang kami

lalui dalam penyusunan makalah ini. Tapi berkat Izin dan Rahmat Allah SWT

kami mampu menyelesaikannya.

Harapan kami sebagai penyusun makalah, yaitu semoga apa yang terdapat

dalam lembaran kertas ini, dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Tak lupa

pula kami haturkan maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat

dalam makalah ini. Karena pemilik kesempurnaan yang sesungguhnya adalah

Allah SWT.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Penulis

Kelompok IV

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum dari Al-Jinayah Ala Athraf 3

B. Unsur-unsur dari Al-Jinayah Ala Athraf 6

C. Jenis-jenis dari Al-Jinayah Ala Athraf 7

D. Sanksi dari Al-Jinayah Ala Athraf 8

BAB III PENUTUP

A. Simpulan 12

B. Saran 13

DAFTAR RUJUKAN 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan pencerminan dari keadaan masyarakat, tumbuh dan

timbulkannya dari kesadaran masyarakat, sehingga hukum itu tak dapat di

lepaskan dari sifat suatu bangsa. Selain itu, hukum berguna untuk

menyalurkan kehendak masyarakat menuju realisasi cita- cita masyarakat. Jadi

hukum berpengaruh terhadap masyarakat dan masyarakat berpengaruh pula

terhadap hukum

Dalam pengertian persekusi ini yaitu tindakan buruk atau penganiayaan

oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya kususnya

karena suku, agama, dan pandangan politik. Dengan demikian tindakan

persekusi yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku persekusi ada 3 (tiga) yaitu

tentang pengancaman, penganiayaan dan pengroyoan. Didalam KUHP juga

mengantur tingkat kejahatan persekusi dengan pasal-pasalnya yaitu Pasal 368

tentang pemerasan, Pasal 369 tentang pengancaman, Pasal 351 tentang

Penganiayaan, Pasal 170 tentang Pengeroyokan.Disini penulis membahas

tentang persekusi penganiayaan atau di fiqih jinayah disebutkan sebagai jarimah

penganiayaan.

Di sisi lain, dalam kitab-kitab fiqh terdapat bagian yang membahas

tentang hukum pidana Islam, dengan judul jarimah. Di antara

jarimah tersebut adalah membahas tentang tindak pidana terhadap

nyawa, Tindak Pidana Penganiayaan dalam Fiqh Jinayat penganiayaan, dan

luka-luka. Semua itu menggambarkan betapa luas dan dalamnya masalah hukum
2

pidana Islam termasuk di dalamnya tentang tindak pidana terhadap nyawa,

penganiayaan dan luka-luka.

Al-Mawardi menggunakan jarimah (jama'nya jaraim) untuk pengertian

tindak pidana. Tindak pidana ialah semua larangan hukum syar'iyah yang di

ancam Allah dengan hukuman had atau hukuman ta'zir. Dalam tulisan ini akan

dideskripsikan tentang tindak pidana penganiayaan, hukum pidana Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah pada makalah

ini, yaitu :

1. Apa pengertian dan dasar hukum dari Al-Jinayah Ala Athraf?

2. Bagaimana Unsur-unsur dari Al-Jinayah Ala Athraf?

3. Apa saja jenis-jenis dari Al-Jinayah Ala Athraf?

4. Bagaimana sanksi dari Al-Jinayah Ala Athraf?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan pada makalah ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum dari Al-Jinayah Ala Athraf

2. Untuk mengetahui Unsur-unsur dari Al-Jinayah Ala Athraf

3. Untuk mengetahui jenis-jenis dari Al-Jinayah Ala Athraf

4. Untuk mengetahui sanksi dari Al-Jinayah Ala Athraf


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Dari Al-Jinayah Ala Athraf

1. Pengertian Al-Jinayah Ala Athraf

Menurut ahli fiqh, yang dimaksud pidana penganiayaan adalah

menyakiti badan dan tidak sampai menghilangkan nyawa, baik itu

menganiaya atau menyakiti, dan termasuk juga melukai, memukul,

menarik, memeras, memotong rambut, dan mencabutnya, dan lain

sebagainya. Para ahli hukum pidana Mesir menafsirkan bahwa yang

dimaksud menganiaya adalah melukai dan memukul saja, pendapat ini

menganggap bahwa melukai dan memukul termasuk hal yang menyakiti,

tetapi para ahli hukum Mesir menganggap bahwa memukul dan melukai

mencakup semua perbuatan yang ditimpakan pada badan yang berdampak

pada jasmani dan rohani. Maka barang siapa mencekik seseorang dan

menariknya, maka hal itu dianggap memukul dengan sengaja. Tindak

pidana penganiayaan biasa di kenal dengan istilah Al- Jinayat ala-Maa-

Duni al-Nafs.1

Istilah ini sebagai imbangan dari tindak pidana terhadap nyawa (Al-

Jinayat ala al- Nafs). Tindak pidana terhadap selain nyawa (penganiayaan)

itu berupa semua rasa sakit yang menimpa pada badan manusia yang

datang dari sesama manusia yang lain. Tetapi tidak sampai menghilangkan

keselamatan hidupnya. Dengan perkataan lain tindak pidana penganiayaan

adalah semua tindakan melawan hukum dan tindakan seseorang kepada orang

1
Eko Wahyudi, “Tindak Pidana Penganiayaan dalam Fiqh Jina>y ah dan Hukum Pidana
Indonesia “ Al-Qanun, Vol. 20, No. 1, Juni 2017, h. 124.
4

yang membahayakan atau mendatangkan rasa sakit pada badan dan atau

anggota badan manusia.

Tindak pidana penganiayaan ini adakalanya disengaja dan terkadang

karena kesalahan. Tindak pidana penganiayaan sengaja yaitu perbuatan yang

disengaja oleh pelakunya dengan sikap permusuhan. Adapun penganiayaan

tidak sengaja seperti orang melempar batu dengan sengaja tetapi tidak

bermaksud melempar orang dengan sikap permusuhan seperti membuang

batu lewat jendela ketika membersihkan rumah, tiba-tiba mengenai orang

lewat. 2

2. Dasar Hukum Al-Jinayah Ala Athraf

Dasar hukum dalam Jarimah penganiayaan terdapat dalam QS.An-

Nisa dan Al-Maidah.Dalam kasus penganiayaan sanksi atau hukuman yang

setimpal untuk kasus ini adalah diat.Diat adalah hukuman pokok untuk tindak

pidana pembunuhan dan penganiayaan menyerupai sengaja dan tidak sengaja.

Ketentuan ini didasarkan kepada Firman Allah Swt dalam surah An-

Nisaa‟ ayat 92 :3

           

         

           

          

2
Eko Wahyudi, “Tindak Pidana Penganiayaan dalam Fiqh Jina>y ah dan Hukum Pidana
Indonesia, h. 125.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Cet. X; Bandung:
3

CV Penerbit Dipanegoro, 2014), h. 74.


5

          

         

“dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin

(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) dan Barangsiapa membunuh

seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba

sahaya yang beriman serta membayar diat, yang diserahkan kepada

keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)

bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai)

antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat

yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba

sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya Maka

hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk

penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi

Maha Bijaksana.”

Dalam kasus jinâyah (kejahatan/pidana), terkadang korban tidak

mengalami kematian, akan tetapi hanya menderita cacat atau terkena luka yang

dapat disembuhkan. Dalam Islam, balasan pidana ini adalah qishâsh, sebagai

keadilan yang Allah Ta'ala tegakkan di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa

pada luka juga terdapat hukum qishash. Dan ini adalah syariat umat sebelum

umat ini, seperti yang sebutkan pada firman Allah Ta'ala: (Q.S Al-Maidah :

45)4

       

        

            

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 92.


4
6

   

“dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)

bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan

hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada

kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak

itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara

menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang

zalim.”

Dari ayat di atas, diketahui bahwa hukum asal jinayah adalah

qishash.akan tetapi, terkadang hukum asal ini (qishash) terhalang dengan

beberapa mawani‟ (penghalang), sehingga al-jani (pelaku jinayah) diberi

hukuman lain yaitu diyat (denda) sebagai ganti rugi dari kerusakan yang

ditimbulkan.

B. Unsur-unsur dari Al-Jinayah Ala Athraf

Dalam Fiqih Jinayah suatu Perbuatan baru bisa dikatakan Suatu tindak

pidana, ababila sudah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :5

1. Unsur formil yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan

mengancamnya dengan hukuman.

2. Unsur material yaitu adanya tindak laku yang membentuk jarimah, baik

berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (Negatif).

3. Unsur Moral yaitu orang cakap (Mukalaf), yakni orang yang dapat dimintai

5
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta:Sinar
Grafika),h. 28.
7

pertanggung jawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. Dengan

demikian apabila orang yang melakukannya gila atau masih dibawah umur

maka ia dikenakan hukuman, karena ia orang yang tidak bias dibebani

pertanggungjawaban pidana.

C. Jenis-Jenis Dari Al-Jinayah Ala Athraf

Dari rincian yang terdapat di dalam pasal-pasal yang mengatur tentang

penganiayaan tersebut dapat dilihat bahwa telah dibedakan jenis-jenisnya. Untuk

mendapatkan gambaran mengenai jenis-jenis penganiayaan, maka akan

diuraikan sebagai berikut:6

1. Penganiayaan biasa

Penganiayaan biasa diatur dalam pasal 351 KUHP.

2. Penganiayaan Ringan,

Penganiayaan ringan diatur dalam pasal 352 KUHP. Bedasarkan pasal 352

KUHP, maka yang dimaksud dengan penganiayaan ringan adalah

penganiayaan yang tidak mengakibatkan orang menjadi sakit dan terhalang

untuk melakukan pekerjaannya atau jabatannya. Timbul kerancuan antara Pasal

351 ayat (1) dengan Pasal 352 KUHP, sehingga dalam penerapannya timbul

kerumitan, terutama karena pelanggaran terhadap Pasal 352 KUHP lazim

disebut dengan “Tipiring” (tindak pidana ringan), yang berdasarkan KUHAP

(Pasal 205(1)), langsung diajukan penyidik ke Pengadilan Negeri, dengan

demikian tidak melibatkan Penuntut Umum.

3. Penganiayaan Biasa yang Direncanakan

Penganiayaan ini diatur dalam pasal 353 KUHP. Penganiayaan yang

6
Adami Chawazi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Rajawali Pers, Jakarta, 2010),
h.10.
8

dimaksud sama saja dengan penganiayaan biasa, hanya saja diisyaratkan ada

unsur direncanakan terlebih dahulu.

4. Penganiayaan Berat

Dasar hukum penganiayaan berat diatur dalam Pasal 354 KUHP. Untuk dapat

dikenakan pasal ini, maka si pelaku harus memang memiliki niat untuk

melukai berat atau dengan kata lain agar objeknya luka berat.

5. Penganiayaan Berat yang Direncanakan

Kententuan tersebut diatur dalam Pasal 355 KUHP. Penganiayaan berat yang

direncanakan terlebih dahulu diancam penjara paling lama 12 (dua belas)

tahun. Apabila perbuatan tersebut menimbulkan keatian, maka hukumannya

dinaikan menjadi 15 (lima belas) tahun.

D. Sanksi Dari Al-Jinayah Ala Athraf

Pidana tindak pidana penganiayaan pada dasarnya (hukuman pokoknya)

adalah Qisas, jika tidak mungkin untuk dilaksanankan atau di maafkan oleh

keluarga korban, maka hukuman penggantinya adalah diyat. Jika sanksi qisos atau

diyat di maafkan, maka hukuman penggantinya adalah ta'zir :

1. Sanksi tindak pidana penganiayaan yang dilakukan secara berserikat

Penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap satu

orang maka mereka semuanya terkena hukumam Qisas Baik jumlah

mereka banyak ataupun sedikit, meskipun di antara mereka tidak

melakukan penganiayaan secara langsung. Selanjutnya menurut Imam

Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm, beliau mengatakan : Bagi para wali

(orang-orang yang melakukan penganiayaan) darah kalau mereka

menginginkan mereka secara bersamaan, maka dia boleh mengqisos

mereka dan jika mereka menginginkan boleh mengambil dari mereka itu
9

diyat. Mereka wajib membayar satu diyat (ganti rugi), kendati jumlah

mereka banyak. Keluarga korban berhak memaafkan salah seorang dari

para penganiaya dan men- qisas sisanya. Jika keluarga korban

memaafkan semua penganiaya, mereka harus membayar satu diyat

(ganti rugi) tanpa menghitung jumlah mereka. Bagi sekelompok orang

yang melakukan penganiayaan terhadap seseorang dengan memakai

senjata alat yang umumnya dan secara tabiatnya dapat digunakan untuk

membunuh seperti besi, pedang, tombak, dll hingga seseorang tersebut

meninggal maka semua orang yang memukul dihukum sebagai

penganiaya, dan setiap mereka dihukum qishsah.

2. Sanksi tindak pidana bagi pelaku utama

Bagi pelaku utama dalam penganiayaan sekelompok orang/berserikat

menurut empat madzab di ancam dengan hukuman qisos. Akan tetapi

mereka berbeda pendapat jika anggota kelompok tersebut membantu,

memegang, memerintah dan dipaksa untuk menganiaya.Pelaku utama

dapat diartikan, manakala seorang melakukan sesuatu perbuatan yang

dipandang sebagai permulaan pelaksanaan Jarimah yang sudah cukup

disifati sebagai ma’siat, yang dimaksud untuk melaksanakan Jarimah

itu. Dengan istilah sekarang ialah apabila ia telah melakukan percobaan,

baik Jarimah yang diperbuatnya itu sesuai atau tidak, karena selesai atau

tidaknya sesuatu Jarimah tidak mempengaruhi kedudukannya sebagai

orang yang turut berbuat langsung. Pengaruhnya hanya terbatas pada

besarnya hukuman, yaitu apabila Jarimah yag diperbuatnya itu selesai,

sedang Jarimah itu berubah Jarimah had, maka pembuat dijatuhi

hukuman had, dan kalau tidak selesai maka hanya dijatuhi hukuman
10

ta’zir.

3. Sanksi tindak pidana bagi selain pelaku utama

Yang dimaksud dengan tindak pidana selain pelaku utama adalah setiap

orang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain utnuk melakukan

sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, atau menyuruh orang lain

memberikan bantuan dalam perbuatan tersebut dengan disertai

kesengajaan dalam kesepakatan dan menyuruh serta memberi bantuan.

Untuk tindak pidana bagi selain pelaku di bagi empat macam, yaitu:

a. Membantu penganiayaan

Orang yang memberi bantuan kepada orang lain dalam memperbuat

tindak pidana kejahatan dianggap sebagai kawan-berbuat tidak-

langsung, meskipun tidak ada kesepakatan untuk itu sebelumnya. Dalam

hal penganiayaan Imam Safi'i dan Imam- Imam yang lain orang yang

membantu dianggap penganiya hal ini terjadi karena tamalu' (ada

kesepakatan untuk menganiaya. Meskipun pebuatan pembantu bukan

menganiya, namun perbuatannnya – bersama dengan anggota kelompok

lainnya – menyebabkan luka-luka pada korban dan luka-luka tersebut

akibat dari perbuatan kelompok. Namun As- Safi'i berpendapat bahwa

yang dikenai qisos hanyalah orang yang menganiaya langsung.

b. Memegang orang yang akan dianiaya

Dan bagi yang memegang orang yang akan dianiaya, dan ia memegang

bukan untuk menganiaya tidak dapat di qisos. Menurut Imam Syafi'i

orang tersebut di ancam dengan hukuman ta'zir.


11

c. Memerintah/diperintah menganiaya

Sementara dalam kasus memerintah orang lain untuk membunuh para

ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Malik, Imam Ahmad dan Syafi'i,

hukuman qisos dikenakan kepada orang yang memerintah, karena yang

diperintah itu hanya sebagai alat yang digerakkan oleh orang yang

memerintahkannya. Dan untuk yang diperintah diancam dengan hukuman

ta'zir. Tetapi jika yang disuruh orang dewasa, berakal sehat, dan yang

menyuruh tidak memiliki kekuasaan atas yang disuruh, maka yang di

qisos adalah pelaku yang langsung. Sedang yang menyuruh di kenakan

ta/zir

d. Di paksa untuk menganiaya

Sedangkan untuk kasus pemaksaan untuk penganiayaan Madzab Syafi'i

maupun Madzhab Malik, Ahmad berpendapat bahwa baik orang yang

memaksa maupun yang dipaksa di ancam hukuman qisos. Hal ini

didasarkan karena orang yang memaksa itu penyebab luka-luka.

Sedangkan orang yang dipaksa melakukan penganiayaan demi

menyelamatkan diri sendiri. Dalam hal perbuatan sebab dan langsung itu

seimbang.
12
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, adapun kesimpulan pada makalah ini,

yaitu :

1. Menurut ahli fiqh, yang dimaksud pidana penganiayaan adalah menyakiti

badan dan tidak sampai menghilangkan nyawa, baik itu menganiaya atau

menyakiti, dan termasuk juga melukai, memukul, menarik, memeras,

memotong rambut, dan mencabutnya, dan lain sebagainya. Dasar hukum

dalam Jarimah penganiayaan terdapat dalam QS.An- Nisa dan Al-Maidah.

2. Dalam Fiqih Jinayah suatu Perbuatan baru bisa dikatakan Suatu tindak

pidana, ababila sudah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : Unsur formil

,Unsur material , Unsur Moral .

3. Dari rincian yang terdapat di dalam pasal-pasal yang mengatur tentang

penganiayaan tersebut dapat dilihat bahwa telah dibedakan jenis-jenisnya.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai jenis-jenis penganiayaan, maka akan

diuraikan sebagai berikut: Penganiayaan biasa, Penganiayaan Ringan,

Penganiayaan Biasa yang Direncanakan, Penganiayaan Berat, Penganiayaan

Berat yang Direncanakan.

4. Pidana tindak pidana penganiayaan pada dasarnya (hukuman pokoknya)

adalah Qisas, jika tidak mungkin untuk dilaksanankan. atau di maafkan oleh

keluarga korban, maka hukuman penggantinya adalah diyat.


14

B. Saran

Adapun saran yang bisa kami sampaikan selaku penulis pada makalah ini,

yaitu agar kiranya para pembaca lebih menambah wawasannya menganai

pembahasan yang kami bahas dalam makalah ini, karena kami sadar bahwa

makalah yan dibuat ini masih jauh dari kata sempurna.


DAFTAR RUJUKAN

Chawazi, Adami. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Rajawali Pers, Jakarta,
2010.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Cet. X;
Bandung: CV Penerbit Dipanegoro, 2014.
Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta:Sinar
Grafika.
Wahyudi, Eko. “Tindak Pidana Penganiayaan dalam Fiqh Jina>yah dan Hukum
Pidana Indonesia “ Al-Qanun, Vol. 20, No. 1, Juni 2017.

Anda mungkin juga menyukai