Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: PENYAKIT SALURAN


PENCERNAAN APPENDIKSITIS

OLEH :

1. SISILIA SUSANTI WERANG (012201001)

2. SUMIYATI (012201016)

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

FAKULTAS KESEHATAN

PRORAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2020/2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan peradangan apendik vermivormis, dan merupakan


penyebab masalah abdomen yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih,
2010). Apendiksitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang terjadi. Insidensi pada pria dengan perbandingan
1,4 lebih banyak daripada wanita (Santacroce dalam Muttaqin, 2013).
Apendisitis ditemukan pada semua kalangan dalam rentang usia 21-30 tahun
(Ajidah & Haskas, 2014). Komplikasi apendisitis yang sering terjadi yaitu
apendisitis perforasi yang dapat menyebabkan perforasi atau abses sehingga
diperlukan tindakan pembedahan (Haryono, 2012).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien

dengan post laparatomi apendiksitis.

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Post

Laparatomi Apendisitis penulis dapat :

1. Melakukan pengkajian pada klien dengan Laparatomi

Appendiksitis.

2. Mampu menegakan diagnose keperawatan pada klien dengan

Laparatomi Appendiksitis.

3. Mampu menetapkan intervensi pada klien dengan Laparatomi

Appendiksitis.

4. Mampu melakukan implenmentasi pada klien dengan


2
Laparatomi Appendiksitis.

5. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Laparatomi

Appendiksitis.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Appendisitis

2.1.1 Defenisi Appendisitis

Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum

(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2010). Apendisitis

merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan

penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

(Brunner&Suddarth, 2014).

Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam

pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara

pasti, namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang

berfungsi untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian

usus ini mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa

bagi penderitanya (Saydam Gozali, 2011).

Apendiks merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjang adalah

10 cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama

dibelakang sekum. Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor

5
yang paling sering terjadi, walaupun apendiksitis dapat terjadi setiap

usia (Gruendemann 2006).

Apendiktomi menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010) adalah

operasi untuk mengangkat apendiksitis yang dilakukan sesegera

mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Jadi appendiktomi adalah

Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat

apendiks, harus segera dilakukan tindakan untuk menurunkan risiko

perforasi apendiks, peritonitis. Sayatan dilakukan pada garis tegak

lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior

(SIAS) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc

Burney).

Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding abdomen dan

yang telah didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau

catatan medik klien. Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding

abdomen seperti caesarean section sampai membuka selaput perut

(Jitowiyono, 2010).

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen.

Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu

tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono, 1996). Ramali

Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomi yaitu pembedahan perut,

membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut Arif

Mansjoer (2000), laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada


usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus

halus dan usus besar.

Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan

apendisitismerupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum)

yang disebabkan karena ada obstruksi yang mengharuskan

dilakukannya tindakan bedah.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Beberapa struktur organ pencernaan sebagai berikut menurut

(Drs.H.Syaifuddin ,AMK;2011)

1. Mulut

Mulut (Oris) merupakan organ yang pertama kali dari saluran

pencernaan yang meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu

perbatasan antara mulut dengan faring ,terdiri dari :

a. Vestibulum Oris : Bagian di antara bibir dari pipi di luar

,gusi dan bibir bagian dalam.Bagian atas bawah

vestibulum dibatasi oleh lipatan membrane mukosa bibir

,pipi dan gusi.

b. Kavitas oris propia : Bagian di antara arkus alveolaris

,gusi ,dan gigi,memiliki atap yang dibentuk oleh

palantum durum (palatum keras )bagian depan palantum

mole (palantum lunak ) bagian belakang.


2. Gigi

Anatomi gigi

Gigi dan geraham terletak dalam alveolus dentalis dari tulang

maksiladan mandubula .Gigi mempunyai satu akar sedangkan

geraham mempunyai 2-3 akar.Akar gigi ditutupi oleh semen yang

merupakan bagian tebesar dari gigi yang dilapisi oleh email.

Fisiologi gigi

Menguyah makanan ,pemecahan partikel besar menjadi partikel

kecil yang dapat ditelan tampa menimbulkan tersedak.proses ini

merupakan proses mekanik pertama yang dialami makanan pada

waktu lincinkan ,dan membasahi makanan yang kering dengan

saliva serta mengaduk makanan sampai rata.

3. Lidah

Anatomi lidah

lidah terdapat dalam kavum oris, merupakan susunan otot serat

lintang kasa dilengkapi dengang mukosa.

Fisiologi lidah

Lidah berperan dalam proses mekanisme pencernaan di mulut

dengan mengerakan makanan ke segala arah.

a. Pangkal lidah : Terdapat epiglotis yang berfungsi

menutup jalan pernafasab pada waktu menelan supaya

makanan tidak masuk ke jala pernafasan .


b. panggal lidah : Fungsinya untuk mentukan rasa manis,

pahit, asam dan asin.

c. ujung lidah : Membatu membolakbalikan makanan,

proses berbicara, merasakan makan yang dimakan, dan

membantu proses menelan.

4. Faring

Anatomi faring

Faring terbentang lurus antara basis kranii setinggi vertebrae

servikalis VI, kebawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring

terbentuk dari jaringan yang kuat (jaringan otot melingkar).

Fisiologi faring

merupakan orgzn yang menghubungkan rongga mulut

kerongkongan panjangya (kira –kira 12 cm).

5. Esofagus

Anatomi esophagus

Esofagus (kerongkongan ) merupakan saluran pencernaan setelah

mulut dan faring. Panjangya kira –kira 25 cm, Posisi vertikel

dimulai dari bagian tengah leher bawah faring sampai ujung bawah

rongga dada di belakang trakea.

Fisiologi esophagus

Esophagus merupakan struktur organ pencernaan setelah mulut

yang memiliki fungsi.


6. Lambung

Anatomi lambung

Lambung merupakan sebuah kantong muskel yang letaknya antara

esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen dibagian

diagfragma bagian depan pancreas dan limpa. Lambung

merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya

gerakan peristaltic terutama di daerah epigaster.

Fisiologi lambung

a. Fungsi penampungan makanan yang masuk melalui

esophagus, menghancurkan makanan dan menghaluskan

makanan dengan gerakan peristaltic lambung dan getah

lambung

b. Fungsi bakterisid : Oleh asam lambung

c. Membantu proses pembentukan eritosit: lambung

menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor

ekstrinsik dari makana, membentuk zat yang disebut

anti –anemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit

yang disempan dalam hati.


7. Usus Halus

Gambar2.1UsusHalus(sumber: Yenicahyaningrum.wordpress.)
Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan makanan

yang berpangkal pada pylorus dan berakir pada sekum.Panjangnya

kira-kira 6 meter, merupakan saluran pencernaan yang paling

panjang dari tempat proses pencernaan dan absorsip pencernaan.

bentuk dan susunanya berupaka lipatan melingkar,Makanan dalam

intestinum minor dapat masuk karena adanya gerakan yang

memberikan permukaan yang lebih halus.

Fisiologi usus halus

Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat pentig

dari saluran pencernaan karena disini terjadinya proses pencernaan

yang terbesar dan penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh

absorpsi, fungsi usus halus :


a. menyekresikan cairan usus :untuk menyempurnakan

pengolahan zat makanan di usus halus.

b. menerima cairan empedu dan pangreas melalui duktus

kholedukus dan duktus pankreatikus.

c. mencerna makanan: Getah usus dan pangkreas

mengandung enzim pengubah protein menjadi asam

amino, karbohidrat menjadi glukosa, lemak menjadi

asam lemak gliserol.

d. Mengabsobsi air garam dan vitamin, protein dalam

bentuk asam amino, karbohidrat dalam bentuk

monoksida. Makanan tersebut dikumpulkan dalam

vena-vena halus lalu dikumpulkan dalam vena besar

bermuara ke dalam vena porta langsung.

8. Usus Besar

Gambar 2.2 Usus Besar (sumber: Yenicahyaningrum.wordpress.)


Usus besar merupakan saluran pencernaan merupakan usus

berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira

1,5 -1,7 meter dan penampangan 5-5 cm. Lanjutan usus halus yang

tersusun seperti huruf U terbalik mengililinggi usus halus

terbentang dari valvula ilosekalis sampai ke anus.

Fisiologi usus besar

a. Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa

massa membentuk massa yang lembek yang disebut

feses.

b. menyimpan bahan feses.

c. tempat tinggal bakteri koli.

9. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa latin:caecus ,”buta”) dalam isitilah

anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus

penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini

ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptile.

10. Umbai Caciang (Appendiks)

Appendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada

organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.

Appendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan

bentuk nanah dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi

rongga abdomen).
11. Rektum atau anus

Sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar dan berakir di

anus. Organ ini berfungsi sebagai penyimpanan sementara fases.

Biasanya rectum ini kosong karena tinja disimpan ditempat yang

lebih tinggi yaitu pada kolon sehingga pada kolon penuh maka dari

itu terjadinya BAB.

Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana

bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari

permukaan tubuh dan sebagian lainnya dari usus (Syaifudin, 2011).

12. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Gambar 2.3 Apendiks (yayanakhya.Wordpress.com)


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-

kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada

sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga

taenia yaitu : taenia anterior,medial dan posterior. Secara klinis,

apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah


garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan

dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar

dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk

kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.

Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus

vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri

apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus

torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis

bermula disekitar umbilikus.

Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu

normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir

ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung

amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan

oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat

disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.

Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan

terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi

sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali

jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan

diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri

secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak


efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung

menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadapinfeksi

( Sjamsuhidayat, 2005.

2.1.3 Klasifikasi

Sedangkan menurut Sjamsuhidayat dan De (2005), apendisitis

diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

1. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari

oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda

setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum

lokal. Gejala apendisitis akut nyeri samar-samar dan tumpul yang

merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar umbilicus.

Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya

nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah

ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas

letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat.

2. Apendisitis kronis

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan

adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu,

radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik.

Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh

dinding apendiks, sumbatan parsial maupun total lumen apendiks,

adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik. Insiden apendisitis

kronik antara 1-5%.

2.1.4 Etiologi

Penyebab appendicitis adalah adanya obstruksi pada lumen

appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa,

fekalit (material garam kalsium, debris fekal ) atau parasit (Katz, 2009

)Apendisitis penyebabnya paling umum adalah inflamasi akut pada

kuadran bawah kanan dari rongga abdomen. Kira-kira 7% dari

populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan

dalam hidup mereka: pria lebih sering dipengaruhi wanita, dan remaja

lebih sering dari pada dewasa. Diantara beberapa faktor diatas, maka

yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab

appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan

hyperplasia jaringan limfoid.

Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri

untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces

manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman

Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang

berakibat pada peradangan usus buntu (Anonim,2008). Adapun

penyebab lain terhadap apendisitis yaitu :

1. Sumbatan lumen

2. Kostipasi (kebiasaan memakan yang rendah serat) tinja yang

keras.
3. Hyperplasia jaringan limfoid

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis menurut Lippicott williams &wilkins (2011)

Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun

setempat. Pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa

tanda nyeri antara lain : Rovsing’s sign, Psoas sign dan Jump sign.

a. Apendiksitis

1) Nyeri samar-samar

2) Terkadang terasa mual dan muntah

3) Anoreksia.

4) Disertai demam dengan suhu 37,5-38,5˚C

5) Diare

6) Konstipasi

7) Nilai leukosit meningkat dari rentang normal.

b. Apendiksitis perforasi

1) Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut

kanan bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri

dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin

memberat.

2) Mual dan muntah sampai keluar lender

3) Nafsu makan menurun

4) Konstipasi BAB

5) Tidak ada flaktus


6) Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal

apendisitis dan bising melemah jika sudah terjadi perforasi.

7) Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C

8) Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada

disekitar appendiks menjadi sebuah tanda sonographik

penting.

9) Respirasi retraktif.

10) Rasa perih yang semakin menjadi.

11) Spasma abdominal semakin parah.

12) Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi

peritoneal).

2.1.5 Patofisiologi disertai Web of caution

Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat

atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa dank eras dan fases),

tumor, atau benda asing. Proses imflamasi meninggkatkan

intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat

secara progresif, dalam beberapa jamterlokalisasi di kuadrat kanan

bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi

pus. Setelah dilihat penyebab dari appediksitis adalah adanya obstruksi

pada lumen appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid

submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal ) atau parasit

(Katz ,2009 ).
Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan

peningkatan perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan

kogesif dan penuruna pada perfusi pada dinding apendiks yang

berkelanjutan pada nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat

terjadi pada permukaan serosa apendiks (santacroce,2009)

Dengan selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan

meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrate pada

mukosa dinding apendiks yang disebut dengan apendisitis mukosa,

dengan manifestasi ketidak nyamanan abdomen.

Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk

membatasi proses peradangan ini dengan cara menutupi apendiks

dengan omentum dan usus halus sehingga terbentuk massa

periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate

apendiks berlanjut kondisi apendiks akan meningkat risiko terjadinya

perforasi dan pembentukan massa periapendikular. perforasi dengan

cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu

memberikan respon imflamasi berbentuk periotenum atau terjadi pada

peritonitis. (Tzanakis, 2005).


2.1.6 Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak

dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita

appendicitis berkisar antara 12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan

persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah

normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah

leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan

appendicitis.

2. Pemeriksaan Urinalisis

membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis

atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria

dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.

3. Ultrasonografi Abdomen (USG)

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan

untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala

appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas

USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.

Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis

acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau

lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa

periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi

sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau


inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul

karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang

terisi banyak udara yang menghalangi appendiks.

4. CT-Scan

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk

mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak

jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-

pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga

adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan

test diagnostik. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan

ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada

diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan

mengeci.

2.1.7 Penatalaksaan

1. Keperawatan

a. Lakukan observasi TTV klien .

b. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

c. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,

selama pasien dipuasakan. Bila tindakan operas


2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Indetitas klien

Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status,

agama, perkerjaan, pendidikan, alamat ,penanggung jawaban juga

terdiri dari nama,umur penanggung jawab ,hub.keluarga, dan

perkerjaan.

2. Alasan masuk

Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit

perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB

yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang –kadang mengalami diare

dan juga konstipasi.

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat post op

operasi, merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga bisanya

tersa letih dan tidak bisa beraktivitas atau imobilisasisendiri.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah

serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti

hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma.

d. Pemeriksaan Fisik

Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5

M:6. Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh

klien merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya

tinggi, nadi takikardi dan pernafasan biasanya sesak ketika klien

merasakan nyeri.

e. Kepala

Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau

penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang

mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien tidak

bisa tidur menahan sakit.

f. Leher

Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah pada

klien yang menderita apedisitis.

g. Thorak

Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah atau

gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya biasanya

sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi bunyinya

vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada masalah

bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi, Bunyi jantung

klien regular (lup dup), suara jantung ketiga disebabkan osilasi


darah antara orta dan vestikular. Suara jantung terakir (S4)

tubelensi injeksi darah. Suara jantung ketiga dan ke empat

disebab kan oleh pengisian vestrikuler, setelah fase

isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak ada kalau ada suara

tambahan seperti murmur (suara gemuruh, berdesir) (Lehrel

1994).

h. Abdomen

Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region kanan

bawah atau pada titik Mc Bruney. Saat di lakukan inspeksi.

Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik. Kembung

sering terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi. Benjolan

perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau abses

periapedikular.

Pada saat di palpasi biasnya abdomen kanan bawah akan

didapatkan peninggkatan respons nyeri. Nyeri pada palpasi

terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas.

Kontraksi otot menunjukan adanya rangsangan periotenium

parietale. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasaka nyeri

diperut kanan bawah yang disebut tanda rofsing. Pada apendisitis

restroksekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk

menemukan adanya rasa nyeri. (Sjamsuhidayat 2005).


2.2.1.1 Data Biologis
NO
AKTIVITAS SEHAT SAKIT

MAKANAN
 Menu Biasanya klien suka makana yang Biasanya klien diberikan diet
pedas dan kurang serat. nasi lunak atau bubur
sumsum
Biasanya porsi makan klien tidak porsi 3x sehari
 Porsi
teratur
 Makanan kesukaan Biasanya klien suka makanan pedas Tidak ada
seperti bakso,mie ayam

 Pantangan
Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan

MINUMAN
 Jumlah Biasanya klien sedikit minum air Biasanya klien diharuskan
putih banya minum air putih

 Minuman kesukaan Tidak ada Tidak ada

 Pantangan
Tidak ada pantangan Tidak ada

26
ELIMINASI
BAB
 Frekuensi Biasanya klien tidak pernah Bab 1x/hari
dalam seminggu atau sering diare
Kecoklatan Kuning
 Warna

 Bau Khas Khas


 Kesulitan
Bianya klien mengalamai konstipasi
biasanya tidak mengalami
konstipasi
BAK
 Frekuensi 5-6 x/hari
4-5 x/hari
kuning
 Warna Bening

 Bau
Pesing
Pesing
 Konsistensi Cair
Cair
Tidak ada kesulitan
 Kesulitan Tidak ada kesulitan

ISTIRAHAT DAN TIDUR


1 Lama tidur 8 jam / hari
2-3 jam /hari
2 Waktu tidur Pagi dan malam
malam
3 Hal yang Keadaan tenang Keadaan tenang

mempermudah tidur

4 Kesulitan tidur Suara berisik Suara berisik,sesak saat tidur

PERSONAL HYGINE
1. Mandi 2x1/hari Hanya di lap
2-1x/hari 1 x selama di rawat
2. Cuci rambut

3. Gosok gigi Tidak ada Tidak ada


4. Potong kuku 2x1/minggu Selama dirawat belum pernah
potong kuku
2.2.2 Diagnosa Keperawatan Menurut NANDA
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnose keperawatan yang

biasanya muncul pada klien dengan appendicitis adalah :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (mis, Abses,

amputasi, lukabakar, terpotong, mengangkat berat, trauma,

prosedur pembedahan, olah raga berlebihah).Domain : 12

Kenyamanan ,Kelas : 1 kenyamanan fisik, Halaman: 469

NANDA

2.Pelambatan pemulihan pasca-bedah berhubungan hambatan

mobilitas (1998,2006,2013 ;LOE 2.1) Domain : 11 Keamanan

/perlindungan, Kelas : 2 Cedera fisik, Halaman :429

3.Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan.

(1975,2000) Domain :2 Nutrisi, Kelas : 1 Makan, Halaman : 177

4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan Imobilisasi. (1980, 1998,

2006, LOE 2.1)Domain : 4 Aktivitas /Istirahat ,Kelas : 1 Tidur

/istirahat, Halaman : 229

5.Risiko Infeksi (1986, 2010, 2013; LOE 2.1) Domain: 11

Keamanan /Perlindungan,Kelas:1Infeksi,Halaman:405

29
2.2.3 INTERVENSI
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens Setelah dilakukan tindakan 1. Pain Management
cidera fisik (mis, Abses, amputasi, keperawatan selama 3 x 24 jam  Lakukan pengkajian nyeri
luka bakar, terpotong, mengangkat maka diharapkan nyeri secara komprehensif termasuk
berat, trauma, prosedur pembedahan, berkurang. lokasi, karakteristik, durasi
olah raga berlebihah. Domain : 12 Tujuan : frekuensi, kualitas dan faktor
Kenyamanan  Pain Level, presipitasi.
Kelas : 1 kenyamanan fisik  Pain control  Observasi reaksi
Halaman: 469 NANDA  Comfort level nonverbal dan
Batas Krakteristik KH : ketidaknyamanan.
1. Ekspresi wajah nyeri (mata  Mampu mengontrol  Gunakan teknik
kurang pencahayaan, tanpak nyeri (tahu penyebab komunikasi terapeutik untuk
kacau, gerakan mata berpencar nyeri, mampu mengetahui pengalaman nyeri
atau berada pada satu focus, menggunakan tehnik pasien
meringgis.) nonfarmakologi untuk  Kaji kultur yang
2. Mengekspresikan perilaku(mis, mengurangi nyeri, mempengaruhi respon nyeri
gelisah, merengek, menagis, mencari bantuan)  Evaluasi pengalaman nyeri
waspada)  Melaporkan bahwa masa lampau
nyeri berkurang  Evaluasi bersama pasien
dengan menggunakan dan tim kesehatan lain tentang
manajemen nyeri. ketidakefektifan kontrol nyeri
 Mampu mengenali masa Iampau
nyeri (skala, intensitas,  Bantu pasien dan keluarga
frekuensi dan tanda untuk mencari dan

30
nyeri) menemukan dukungan
 Menyatakan rasa  Kontrol lingkungan yang
nyaman setelah nyeri dapat mempengaruhi nyeri
berkurang seperti suhu ruangan,
pencahayan dan kebisingan.
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,nonfarmakologi
dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen nyeri
2. Analgesic
Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih
dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala

Pelambatan pemulihan pasca- bedah Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan area syatan
berhubungan hambatan mobilitas keperawatan selama 1x 24 jam  Control infeksi
(1998,2006,2013 ;LOE 2.1) :  Pemberian obat
Domain : 11 Keamanan Tujuan : 2. Manajemen nutrisi
/perlindungan  Pemuliahan  Terapi nutrisi
Kelas : 2 Cedera fisik pembedahan : 3. Manajemen nyeri
Halaman :429 Penyembuhan  Bantuan perawatan diri
Batasan Karakteristik KH :  Monitor tanda-tanda vital
1. Hambatan mobilitas  Mencapai kembali  Perawatan tirah baring
2. ketidaknyamanan tingkat energi para  Bantuan perawatan diri
3. Tidak mampu melakukan pembedahan yang  Perawatan luka :Drainase
aktivitas ditandai dengan klien tertutup.
tanpak mampu
beristirahat.
 Menujukan pemulihan
insisi pembedahan
Ketidak seimbangan nutrisi : kurang Setelah dilakukan tindakan Nutrition Monitoring
dari kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selam 3 x 24 jam:  BB pasien dalam batas
dengan ketidak mampuan mencerna Tujuan : normal
makanan. (1975,2000)  Monutrional status :  Monitor adanya penurunan
Domain :2 Nutrisi Food and fluid Intake berat badan
Kelas : 1 Makan KH :  Monitor tipe dan jumlah
Halaman : 177 1. Mampu mengontrol nyeri aktivitas yang biasa
pada klien dilakukan
2. Melaporkan bahwa nyeri  Monitor interaksi anak atau
berkurang orangtua selama makan
3. Mengatakan rasa nyaman  Monitor lingkungan selama
setelah nyeri berkurang makan
 Jadwalkan pengobatan dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
nutrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
Gangguan pola tidur berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Manjemen lingkungan
denganImobilisasi.(1980,1998,2006,L keperawatan selama 3 x 24 jam 2. pemberian obat
OE 2.1) : 3. Terapi relaksasi
Domain : 4 Aktivitas /Istirahat Tujuan : Tarik nafas dalam
Kelas : 1 Tidur /istirahat  Anxiety reduction 4. Memandikan klien
Halaman : 229  Comfort level 5. memijat klien
Batasan karakteristik  Rest :Extent and patten 6. menajemen nutrisi
1. Ketidak puasan tidur  Sleep :Extentan patten 7. manajemen nyeri
2. sering terjaga tanpa jelas
penyebab KH :
3. Menyatakan tidak mersa  Jumlah jam tidur dalam
cukup istirahat. batas normal 6-8 jam
/hari
 Pola tidur ,kualitas
dalam batas normal .
 Mampu
mengidentifikasi hal-
hal yang meningkan
tidur.
Risiko Infesksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kontrol infeksi
(1986,2010,2013;LOE 2.1) keperawatan selama 3 x 24 jam  Kontol\infeksi: intraoperasi
Domain:11 Keamanan : 2. Perlinndungan infeksi
/Perlindungan Tujuan :  perawatan luka
Kelas : 1 Infeksi  Keparahan infeksi  monitor tanda –tanda vital
Halaman : 405 KH :  perawatan luka :tidak sembuh
 Kontrol Risiko :Proses irigasi
infeksi  manajemen pengobatan
 pemulihan pembedahan  perawatan luka tekan
:penyembuhan
 pemulihan pembedahan
:segera setelah operasi.
2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan

tindakan kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011).

Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang

dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien

baik secara umum maupun secara khusus pada klien post

appendictomy pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya

secara independen. Interdependen dan dependen.

2.2.5 Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana

perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap

asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011).

Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi

atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan

antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan.

Format evaluasi mengguanakan :

S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat

dari klien setelah tindakan diperbaiki

O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,

penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah

dilakukan tindakan

37
A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan

objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil

kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah

teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.

P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan

dilakukan berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan,

dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).


WOC Apendiksitis Tumor apendiks Hiperplansiajaringan limfoid
Skema 2.4 (Sumber : Arif Muttaqin, Kumala Sari, 2011)
Fekalit Benda asing

Obstruksi pada
Apendisitis kronis /rekuren lumenapendekeal oleh apendikolit
Apendiksitis akut
Peningkatantekananintraluminal

Respon saraf terhadap inflamasi dan bakteri


peningkatan perkembangan
Gangguan gastrointestinal Respon sistemik

Respon sistemik Menghambat aliran limfe


Peningkatan suhu tubuh
Mual, muntah, kembung, diare, anoreksia

Nyeri Ulserasi dan infeksi bakteri pada dinding appendik


Hipertermi

Asupan nutrisi tidak adekuat


Apendiksitis

Keperitonium Trombosis vena intra luminal pola nutrisi pasca bedah


Perubahan

Peritonitis
Pembengkakan dari iskemia
Ketidak seimbangan nutrisi kuarang dari kebutuhan
Distensi abdomen Pembedahan laparatomi

Resiko infeksi Pasca bedah Kerusakan jaringan intergumen


Nyeri akut
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN

3.1.1 Identitas Klien

Nama : Ny.R

Umur : 33 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Nikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Alamat : Jl.Pintu Kabun

Penanggung Jawab

Nama : Tn.A

Pekerjaan : Wiraswasta

Umur : 41 Tahun

Hub .Keluarga : Suami

No.MR 499078

Ruangan Rawat : Bedah Ambun Suri Lantai 2

Tgl Masuk RS : 31 Mai 2018

Tgl Pengkajian : 07 Juni 2018

Tgl Operasi : 01 Juni 2018

Diagnosa Medis : Post Op Laparatomi Apendiksitis

39
3.1.2 Alasan Masuk

Klien masuk ke IGD pada tanggal 31 Mai 2018 hari Kamis pukul

15:30 Wib,dengan alasan masuk perut sakit pada bagian kanan

bawah sejak 5 hari yang lalu, sebelumnya pasien berobat ke

puskesmas lalu setelah memakan obat dari puskesmas pasien merasa

mual dan muntah. Klien mengatakan pusing dan lemas,pasien juga

mengatakan tidak pernah BAB selama 5 hari setelah itu pasien juga

merasakan perutnya padat dan sakit.

3.1.3 Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Saat dilakukan pengkajian pada Tanggal 07 juni 2018 pukul

12.00 wib klien mengatakan nyeri pada bagian kanan bawah

perut pasien karena akibat post appendiks, klien merasakan

pusing, klien juga mengatakan susah bergerak karena insisi

pebedahan, Skala nyeri 5 dengan penilaian PQRST yaitu :

P (Provokatif ) : Klien mengatakan timbul nyeri pada saat

mau bergerak.

Q (qualiti ) : Klien mengatan nyeri terasa seperti diiris-iris

setiap ingin melakukan aktivitas bergerak.

R (radiation ) : Klien mengatakan nyeri disekitar area

abdomen
S (severity) : Klien tanpak meringis, skala nyeri 5, nyeri

yang dirasakan klien disertai nadi dan nafas cepat, klien

merasa tidak nyaman ketika nyeri datang.

T (Time ) : Klien mengatakan nyeri terasa hilang timbul,

nyeri dirasakan saat mau bergerak.

Klien mengatakan sulit untuk tidur karena nyeri yang

dirasakanya sangat mengganggu, klien merasakan gelisah

karena cuaca yang panas dan pasien tidak bisa bergerak dengan

bebas, klien haya tidur 2-3 jam di malam hari, klien merasakan

kuatir dengan kondisinya sekarang ini, karena klien

memikirkan anaknya yang tinggal dirumah yang memerlukan

ASI eklusif sehari-hari.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengatakan dahulunya pernah mengalami penyakit

magh tetapi hanya berobat di puskesmas saja, kebiasaan klien

suka memakan yang pedas –pedas, sebelumnya pasen tidak

pernah mengalami penyakit yang sama seperti sekarang, tetapi

pasien sebulan ini babnya sangat sulit dan sering kesakitan.

Klien tidak pernah mengalami operasi pada bagian abdomen

atau bagian tubuh lainya.


c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit

yang sama dengan klien, tetapi dalam pihak keluarga tepatnya

pada ayah pasien mengalami penyakit asma, tetapi keluarga

tidak pernah atau tidak ada mengalami penyakit hipertensi,

Diabetes mellittus, Hepatitits dan Hipertensi.

Genogram

Keterangan:

: Laki - Laki

: Perempuan

: Laki – Laki meninggal

: Perempuan meninggal

: pasien
3.1.4 Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Composmetis E :4 V:5 M:6

Berat badan sehat : 54 kg

Berat badan sakit : 54 kg

Tinggi Badan :155 cm

Tanda Vital

TD :130/90 mmHg

Nadi :120 x/menit

Suhu :36,7·C

Pernafasan : 22x/menit

1. Kepala

 Rambut

Inspeksi : Klien memiliki rambut berminyak,

berbentuk agak ikal, kusam, terlihat agak kotor,

terlihat ada ketombe.

Palpasi : Klien tidak ada teraba benjolan, maupun luka

jahitan.

 Mata

Inspeksi : Mata klien tanpak seperti mata panda,

terlihat simetris kiri dan kanan.

Palpasi : Mata klien tidak ada nyeri tekan ,konjungtiva

anemis, sclera ikterik, reflek cahaya (+/+).


 Telinga

Inspeksi : Telinga klien terlihat simetris kiri dan

kanan, tidak terlihat luka lecet, ada sedikit serumen di

dalam telinga pasien, tidak ada terlihat lecet dan

pendarahan.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada terlihat

pembengkakan.

 Hidung

Inspeksi :Hidung klien terlihat bersih, tidak ada

pembekakan, tidak ada luka lecet, terlihat tidak

terpasang NGT.

Palpasi : Hidung klien tidak ada nyeri tekan .

 Mulut dan Gigi

Inspeksi : Mulut klien terlihat agak kotor, ada

terlihat karies, tidak ada stomatitis .

2. Leher

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas luka

atau jahitan .

Palpasi : Tidak ada pembengkakan pada leher pasien, tidak

ada teraba kelenjar getah bening, dan vena jugularis.


3. Thorak

 Paru-paru

Inspeksi : Dada klien terlihat simetris kiri dan

kanan, pengerakan dada normal, frekuensi nafas 22x/i,

tidak ada terliahat bekas luka atau lecet.

Palpasi : Tidak ada pembengkakan pada sekitar dada,

pergerakan dada sama ketika klien mengucapkan 7777,

getaran dinding dada sama.

Perkusi : Terdengar bunyi sonor pada kedua lapang

paru.

Auskultrasi :Bunyi nafas vesikuler /normal,

whezing(- ), rhonki(-).

 Jantung

Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat ,tidak

terdapat sianosis.

Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS 4 linea medio

clavicularis sinistra.

Perkusi : Terdengar bunyi redup ketika di perkusi.

Auskultrasi : Bunyi jantung klien regular (I lup II dup),

tidak ada murmur (suara gemuruh, berdesir).


4. Abdomen

Inspeksi : Perut terlihat buncit, terlihat strechmark ,

terlihat luka jahitan, dan panjang luka 20 cm, kondisi jahitan

terlihat bersih.

Auskultrasi : Di dengar kan dengan stetoskop bising usus

klien 9x/i.

Perkusi : Ada terdengar suara timpani ketika di perkusi.

Palpasi : Nyeri tekan pada bagian abdomen

kanan bawah bekas operasi.

5. Punggung

Punggung klien terlihat datar ,tidak ada bekas luka lecet atau

luka jahit,tidak ada ciri dekubitus pada klien.

6. Ekstremitas

Atas : Pada tangan sebelah kiri terlihat terpasang infuse.

Bawah: Pada kaki tidak ada ngangguan berjalan, tidak terlihat

adanya luka lecet atau parises, stremart.

Kekuatan otot : 5555 5555

5555 5555

7. Genetalia

Pada genetalia tidak terpasang kateter dan tidak ada

melakukan pemeriksaan pada area tersebut.


8. Intergumen

Pada kulit pasien warnanya sawo matang, tugor kulit bagus

atau lembab,ada luka laparatomi sebesar 20 cm.

3.1.5 Data Biologis

AKTIVITAS SEHAT SAKIT

MAKANAN

 Menu Nasi biasa MS

 Porsi porsi 3x sehari porsi 3x sehari

 Makanan kesukaan Tidak ada Tidak ada

 Pantangan Tidak ada Tidak ada pantangan


pantangan
MINUMAN 1 gelas/hari
 Jumlah 5-7 gelas /hari
Tidak ada
 Minuman kesukaan Tidak ada Tidak ada
 Pantangan Tidak ada
pantangan
ELIMINASI
BAB
1x dalam 3 hari 1x/hari
 Frekuensi
Kecoklatan Kuning
 Warna
Khas Khas
 Bau
Padat Lembek
 Kesulitan

BAK
 Frekuensi 4-5 x/hari
5-6 x/hari
 Warna Putih bening
Kuning pucat
 Bau Pesing Pesing

 Konsistensi Cair Cair

 Kesulitan Tidak ada Tidak ada kesulitan


kesulitan
ISTIRAHAT DAN
TIDUR 2-3 jam /hari
 Lama tidur 8 jam / hari malam
 Waktu tidur Pagi dan malam
 Hal yang Keadaan tenang
mempermudah tidur Keadaan tenang Suara
 Kesulitan tidur
berisik,sesak saat
Suara berisik tidur
PERSONAL
HYGINE
Hanya di lap
2x1/hari 1 x selama di rawat
 Mandi
2-1x/hari
 Cuci rambut
Tidak ada
 Gosok gigi Selama dirawat
2x sehari belum pernah
 Potong kuku 2x1/minggu potong kuku

3.1.6 Riwayat Alergi

Klien mengatakan ada riwayat alergi debu pada saat dia sudah

melahirkan anak yang paling terakir.

3.1.7 Data Psikologis

1. Prilaku Verbal

 Cara Menjawab : Klien tanpak nyambung saat dilakukan

pengkajian.
 Cara Memberikan Informasi : Klien memberikan informasi

sangat jelas dan tidak bertele-tele.

2. Emosi

Klien sangat bisa dalam mengontrol emosinya, klien termasuk

orang yang bisa berfikir dengan rasional.

3. Persepsi penyakit

Klien berfikir penyakit yang dideritanya itu suatu pelajaran bagi

klien supaya tidak mau memakan makanan yang pedas –pedas.

4. Konsep Diri

Klien memiliki konsep diri yang sangat bagus .

5. Adaptasi

Klien sangat murah bergaul dengan masyarakat contohnya saja

pada klien yang berada satu ruangan dengan klien.

6. Mekanisme pertahanan diri

Klien memiliki pertahan diri kurang bagus Karen dia kurang

mempertahan kan kondisi tubuhnya sendiri agar supaya sehat.

3.1.8 Data Sosial

1. Pola komunikasi

Klien mengatakan sangat jelas, dengan bahasa Indonesia

2. Orang yang dapat membuat nyaman

Klien mengatakan dia sangat nyaman apabila berkumpul keluarga

atau ketika pergi jalan-jan sama keluarga.


3. Orang yang paling berharga bagi pasien

Klien mengatakan dia sangat mencintai anak dan suaminya

4. Hubungan dengan keluarga dan masyarakat

Klien mengatakan suka bergaul dengan masyarakat, klien salah

satu ibuk PKK, dan juga rumah klien berada di lingkungan

perumahan.

3.1.9 Data Spritual

1. Keyakinan

Klien mengatakan dia lebih yakin kepada agama islam yaitu

kepada allah

2. Ketaatan beribadah

Selama dirumah sakit pasien tidak pernah melakukan ibadah

seperti puasa ,sholat ,mengaji.

3. Keyakinan terhadap penyembuhan

Klien mengatakan sangat yankin bahwa sakitnya itu akan

disembuhkan oleh allah.


3.1.10 Data penunjang

1. Pemeriksaan darah lengkap

Tanggal pemeriksaan 01-06-2018 (Jum’at)

NO Parameter Hasil Nilai normal

HGB 12.2 (g/dl) Pria(13-16)wanita(12-14)

RBC 4.38(10ᶺ6/ul) Pria(4.5-5.5)wanita(4.0-5.0)

HTC 36.8 (%) Pria(40.0-48.0)wanita(37.0-43.0)

WBC 26.82(10ᶺ3/ul) (5.0-10.0)


PT 10.2 Sec (9,5 -11,7)
APTT 32,5 Sec (28-42)
INR 0,94%

HBG 10.3 (g/dl)

RBC 3.62 (10ᶺ6/ul)

HTC 32.7(%)

WBC 22.80 (10ᶺ3/ul)

PLT 631+ (10ᶺ3/ul) (150-400)

PCT 0,57 + (%)


 Kimia Klinik II

Tanggal pemeriksaan 01 –Juni -2018

NO Parameter Hasil Hasil Normal

Kalium 3.01 (3.5-5.5) (mᴇq/l)

Natrium 131.4 (135-147) (mᴇq/l)

Klorida 97.5 (100-106) (mᴇq/l)

3.1.11 Data Pengobatan

a. Ceftiaxon 2 x 1 hari /mg

b. Metronidazole 3 x 1 hari /mg

c. Ranitidin 2 x 1 hari /mg

d. Keterolak 3 x 30 mg

e. Infus RL 500 cc 20 tts

3.1.12 Data Fokus

a. Data Subjektif

1) Klien mengatakan nyeri pada bagian perut kanan bawah klien

karena insisi pembedahan sudah hari ke enam.

2) Klien mengatakan nyeri seperti ditusu-tusuk

3) Klien mengatakan nyeri saat mau bergerak

4) Klien mengatakan tidak nyaman saat nyeri terasa

5) Klien mengatan merasakan pusing saat nyeri terasa

6) Klien mengatakan sulit bergerak karena sakit diarea luka jahitan.


7) Klien mengatakan gelisah dengan kondisi area pembedahan

8) Klien mengatakan luka berdarah saat mau bergerak

9) Klien mengatakan lingkungan tidak nyaman ,karena kodisi cuaca

lagi panas .

10) Klien mengatakan sudah 7 hari gelisah untuk tidur dari pertama

dirawat sampai sudah operasi.

11) Klien mengatakan hanya tidur 2-3 jam pada malam hari

b. Data Objektif

1) Klien tanpak meringis kesakitan ketika bergerak

2) Klien tanpak memengang abdomen yang sakit disertai menutup

mata rapat-rapat dan mengigit bibir bawah saat nyeri

3) Klien tanpak nafas cepat

4) Klien tanpak lemas

5) Klien tanpak gelisah karena takut lukanya akan menimbulkan

nyeri

6) Klien tanpak malas untuk mobilisasi

7) Klien tanpak kurang ceria karena kepanasan disebabkan oleh

kondisi cuaca

8) klien tanpak matanya seperti mata panda karena kurang tidur

9) Kekuatan otot pasien


55555555

55555555
10) Klien tanpak skala nyeri 6

11) TTV

TD :130/90 mmHg

N :120 x/i

RR :24 x/i

S :36,7 ˚C

12) Klien tanpak lukanya ada bekas berdarah terlihat diperban karena

dipaksa untuk bergerak.

13) luka klien laparatomi 20 cm


3.1.13 Analisa Data

NO DATA MASALAH ETIOLOGI

1. DS : Nyeri Akut Agens cedera


1.Klien mengatakan nyeri
fisik
pada bagian perut kanan
(pembedahan)
bawah klien karena insisi

pembedahan sudah hari ke

enam.

2.Klien mengatakan nyeri

seperti ditusu-tusuk

3.Klien mengatakan nyeri

saat mau bergerak

4.Klien mengatakan tidak

nyaman saat nyeri terasa

5.Klien mengatan merasakan

pusing saat nyeri terasa

DO :
1.Klien tanpak meringis

kesakitan ketika bergerak

2.Klien tanpak memengang

abdomen yang sakit disertai


menutup mata rapat-rapat dan

mengigit bibir bawah saat

nyeri

3.Klien tanpak nafas cepat

4.Skala nyeri (6)


5.TTV :
TD :130/90 mmHg
N :120 x/i
RR :24 x/i
S :36,7˚C

2 DS : Pelambatan Trauma pada


1. Klien mengatakan
. gelisah dengan kondisi area pemulihan pasca sisi bedah
pembedahan
bedah
2. Klien mengatakan
luka berdarah saat mau
bergerak
DO :
1.Klien tanpak meringis
kesakitan ketika bergerak
2.Klien tanpak malas untuk
mobilisasi.
3. Klien tanpak lukanya ada
bekas berdarah terlihat
diperbanya.
4. klien sudah hari ke 6
setelah operasi
5. Kekuatan otot klien

5 5

5 5
3 DS: Gangguan pola Halangan
1.Klienmengatakanlingkun
gan tidak nyaman ,karena tidur lingkungan
kodisi cuaca lagi panas .
2. Klien mengatakan belum
mandi sejak 5 hari yang
lalu,hanya dilap oleh
keluarganya.
3. Klien mengatakan sudah
7 hari gelisah untuk tidur
dari pertama dirawat sampai
sudah operasi.
DO :
1. Klien tanpak kurang
ceria karena kepanasan
disebabkan oleh kondisi
cuaca.
2. klien tanpak matanya
seperti mata panda karena
kurang tidur

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cidera fisik (pembedahan).

2. Pelambatan pemuliah pasca bedah berhubungan dengan trauma pada

sisi bedah.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi


3.3 INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan 1. Pain Management

cidera fisik (pembedahan). keperawatan selama 1x24 jam :  Lakukan pengkajian nyeri

Tujuan : secara komprehensif termasuk


Domain : 12 Kenyamanan
 Pain Level lokasi, karakteristik, durasi
Kelas : 1 kenyamanan fisik
 Pain Control frekuensi, kualitas dan faktor
Halaman: 469 NANDA
 Comfrot Level presipitasi.
Batas Krakteristik
KH :  Observasi reaksi nonverbal
1. Ekspresi wajah nyeri(mata kurang
 Mampu mengontrol nyeri dan ketidaknyamanan.
pencahayaan,tanpak kacau,gerakan
 Mampu melaporkan  Gunakan teknik komunikasi
mata berpencar atau berada pada
bahwa nyeri berkurang terapeutik untuk mengetahui
satu focus ,meringgis.)

2. Mengekspresikan  Menyatakan rasa nyaman pengalaman nyeri pasien.

setelah nyeri berkurang  Kaji kultur yang


perilaku(mis,gelisah,merengek,men
 Mampu mengenali nyeri mempengaruhi respon nyeri.
agis ,waspada)
(skala nyeri ,tanda-tanda  Ajarkan tentang teknik non

56
nyeri) farmakologi

 Tingkatkan istirahat

 Kolaborasikan dengan

dokter jika ada keluhan dan

tindakan nyeri tidak berhasil

2. Analgesic Administration

 Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas, dan derajat

nyeri sebelum pemberian obat

 Cek instruksi dokter tentang

jenis obat, dosis, dan frekuensi

 Cek riwayat alergi

 Pilih analgesik yang

diperlukan atau kombinasi dari

analgesik ketika pemberian lebih

dari satu
 Tentukan pilihan analgesik

tergantung tipe dan beratnya

nyeri

 Tentukan analgesik pilihan,

rute pemberian, dan dosis optimal

 Pilih rute pemberian secara

IV, IM untuk pengobatan nyeri

secara teratur

 Monitor vital sign sebelum

dan sesudah pemberian analgesik

pertama kali

 Berikan analgesik tepat

waktu terutama saat nyeri hebat

 Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan gejala


2. Pelambatan pemulihan pasca bedah Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan area syatan

berhubungan dengan hambatan mobilitas keperawatan selama 1x 24 jam :  Control infeksi

(1998,2006,2013 ;LOE 2.1) Tujuan :  Pemberian obat

Domain : 11 Keamanan /perlindungan  Pemuliahan pembedahan : 2. Manajemen nutrisi

Kelas : 2 Cedera fisik Penyembuhan  Terapi nutrisi

Halaman :429 KH : 3. Manajemen nyeri

Batasan Karakteristik  Mencapai kembali tingkat  Bantuan perawatan


1. Hambatan mobilitas energi para pembedahan diri

2. ketidaknyamanan yang ditandai dengan klien  Monitor tanda-


3. Tidak mampu melakukan tanpak mampu tanda vital

aktivitas beristirahat.  Perawatan tirah

 Menujukan pemulihan baring

insisi pembedahan  Bantuan perawatan

diri

 Perawatan luka

:Drainase tertutup.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Sleep Enhancement

halangan lingkungan. keperawatan selama 1 x 24 jam :  Determinasi efek-efek

.(1980,1998,2006,LOE 2.1) Tujuan : medikasi terhadap pola tidur

Domain : 4 Aktivitas /Istirahat  Anxiety reduction  Jelaskan pentingnya tidur

Kelas : 1 Tidur /istirahat  Comfort level yang adekuat

Halaman : 229  Rest :Extent and patten  Fasilitasiuntuk

Batasan karakteristik  Sleep :Extentan patten mempertahankan aktivitas

1. Ketidak puasan tidur KH : sebelum tidur (membaca,atau

2. sering terjaga tanpa jelas penyebab  Jumlah jam tidur dalam apa kebiasaan sebelum tidur).

3. Menyatakan tidak mersa cukup batas normal 6-8 jam /hari  Ciptakan lingkungan yang

istirahat.  Pola tidur ,kualitas dalam nyaman

batas normal .  Kolaborasi pemberian obat

 Mampu mengidentifikasi tidur

hal-hal yang meningkan

tidur.
BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny.R dengan apendiksitis

dapat disimpulkan bahwa apendisitis merupakan penyakit peradangan pada

usus buntu atau umbai cacing yang mengalami konstipasi fases sehingga

menyebabkan penyumbatan dan memberikan kesempatan kepada bakteri

Escherichia coli berkembang biak sehingga menjadi infeksi akibat dari

infeksi akan menimbulkan nyeri akut pada bagian kanan bawah abdomen,

itu merupakan posisi letak umbai cacing tersebut.

5.2 Saran

Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi penulis

dalam memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada klien

dengan post laparatomi atas indikasi apendiksitis.

61
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar yayan, 2008, Apendisitis, diakses 19 April 2012 from http://www.

Yayanakhyar. Wordpress.com/2008/09/29/apendisitis.

Anonim, 2008, Iso farmakoterapi, 288-294, PT.ISFI Penerbitan, Jakarta.

Arif Muttaqin & Kumala Sari ,2011.Gangguan Gastrointestinal(Aplikasi asuhan

keperawatan medical bedah),Jakarta:Salemba medika.

Birnbaum BA, Wilson SR, 2000, Appendicitis at the millenium, Radiology

215:337-348.

Braunwald E, Hauser S1, Jameson Jl, 2005. Harrison’s Prinsiple Of Internal.

Medicine. 16th Ed. New York : The Mc Graw-Hill Companies.

Brunner & Suddarth. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC.

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.

Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung

Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

http://yenicahyaningrum.wordpress.com/ipa-viii/sistem-pencernaan-pada

manusia/sistem-pencernaan/organ-sistem-pencernaan/&xid.

Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

M.Tucker, 1998, Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,Diagnosa

dan Evaluasi, Edisi 5, Volumr 3,Jakarta:EGC.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction

Publishing.
RSUP Dr.M Djamil Padang (1 Januari 2015 s/d 31 Desember 2016). kasus

apendisitis. data rekam medis .

Santacroce R, Craig S. 2007. Appendicitis. Available from:

http://www.emedicine.com [Accessed on May, 30th 2010].

Silent W. Acute Appendicitis And Peritonitis, In: Kasper D1, Fauci As, Longo

D1.

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah .

Syamsuhidayat, R., Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta :

EGC.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi

2. Jakarta: Salemba Medika.

T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015,

Diagnosa Keperawatan; Definisi & klasifikasi 2015=2017: Jakarta: EGC.

Tzanakis NE et al, 2005. A New Approach to Accurate Diagnosis of Acute

Appendicitis: world journal of surgery, April 2005, 1151-1156.

Williams, L & Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit.

Alih Bahasa Paramita. Jakarta : PT. Indeks.

WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.

Anda mungkin juga menyukai