Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN ISLAM di PERIODE MAKKAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR`AN

Disusun oleh : Wahyu Tri Nugroho

NIM : 2020010045

Studi pustaka ini disusun untuk memenuhi tugas Sejarah Pendidikan Islam

Dosen pengampu: Luluk Awaliyah Spd. M pd


I. PENDAHULUAN

Sejarah pendidikan Islam, pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Oleh karena itu
periodesasi sejarah peradaban Islam bisa dikatakan berada dalam periode-periode sejarah
Islam. Yaitu masa dimana dalam proses pembudayaannya berlangsung. Masa itu berlangsung
sejak Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dan diangkat menjadi Rasul. Ajaran yang
dibawa oleh Nabi Muhammad berfungsi untuk meluruskan perkembangan budaya ummat
manusia.

Jadi, dengan mempelajari sejarah pendidikan Islam dapat diketahui kemajuan dan
kemunduran Islam baik dari cara didiknya maupun ajarannya. Dan dalam makalah ini saya
akan membahas tentang “Sistem Pelaksaan Pendidikan Islam Periode Makkah”.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kondisi social budaya masyarakat Makkah pra islam ?

2. Bagaimana sistem pelaksaan pendidikan periode Makkah ?

3. Apa sajakah kesulitan pelaksanaan pendidikan periode Makkah?

III. PEMBAHASAN

1. Kondisi sosial budaya masyarakat Makkah pra islam

Kondisi social budaya pada masyarakat Makkah sangat mempengaruhi pola pendidikan
periode rasullullah di Makkah.Kondisi sosial kemasyarakatan pada periode pra islam,
terdapat beberapa kelas masyarakat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bangsa arab
sangat mendewakan tuan dan menghina Budak bahkan tuan bahkan tuan berhak atas semua
harta rampasan dan kekayaan, dan hamba diwajibkan membayar denda dan pajak. Kekuasaan
yang berlaku saat itu adalah sistem diktator. Banyak hak yang hilang dan terabaikan. Para
budak tidak bisa melakukan perlawanan sedikit pun, banyak diantara mereka yang merasa
kelaparan, dan kesulitan yang tidak jarang merenggut nyawanya dengan sia-sia.

Mengamati keadaan bangsa Arab pra islam, pada saat itu masyarakat Makkah masih
menyembah berhala, berjudi, mabuk-mabukan, membuhun dan perbuatan-perbuatan lain
yang tidak baik. Dan alangkah tragisnya lagi bahwa semua itu merupakan suatu kesenangan.
Pengikut agama Yahudi dan Nasrani pun tidak mampu mengubahnya, karena kedua agama
itu dalam kitab-kitabnya telah berubah dan ditukar isinya oleh pendeta-pendeta pada masa
itu.
Dalam bidang pendidikan, masyarakat Arab sebelum islam menerapkan pola pendidikan
keluarga yang diarahkan pada pembiasaan, keterampilan, sifat, dan karakter yang harus
dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan keluarga. Pendidikan dalam arti mencerdaskan
masyarakat dengan memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan kerja dan keterampilan
kerja secara sistematis belum dijumpai. Pendidikan pada saat itu hanya dimiliki oleh kaum
elit. Itulah sebabnya, pada saat itu orang cerdas dapat membaca, menulis, berhitung
jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari.

Dalam kondisi seperti ini islam lahir untuk mengubah kejahiliyahan masyarakat atau
penduduk pada saat itu agar menjadi masyarakat yang berakhlaq baik dan mulia sesuai ajaran
dalam islam, yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.

Pendidikan pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi dua periode: Periode Makkah dan
periode Madinah. Pada periode pertama, yakni sejak Nabi diutus sebagai Rasul hingga hijrah
ke Madinah kurang lebih sejak tahun 611-622 M atau selam 12 tahun, 5 bulan, 21 hari, sistem
pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan, tidak ada yang mempunyai
kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi-materi kependidikan, selain Nabi.

2. Sistem Pendidikan Periode Makkah

Sebelum Muhammad memulai tugasnya sebagai rasul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam
terhadap umatnya, Allah telah mendidik dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas
tersebut secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan serta peran serta dalam kehidupan
masyarakat dan lingkungan budayanya. Dengan potensi fitrahnya yang luar biasa, ia mampu
mengadakan penyesuaian diri dengan masyarakat dan lingkungannya yang telah menyimpang
dari ajaran-ajaran sebenarnya. Menjelang usia ke-40 Allah memberikan kepercayaan kepada
Muhammad sebagai rasul/utusan untuk menjadi pendidik bagi umatnya. Untuk meluruskan
kembali warisan nabi Ibrahim, serta memperbaiki keadaan dan situasi budaya masyarakatnya.

A. Tahapan Pendidikan Islam pada Fase Makkah

Pola pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah
yang disampaikannya kepada kaum Quraisy. Diantaranya adalah:

1. Tahap Pendidikan Islam Secara Rahasia dan Perorangan

Pada awal turunnya wahyu pertama Al Qur’an; surat al-Alaq ayat ayat 1-5 pola pendidikan
yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat kondisi sosial politik yang
belum stabil sebagai fase Pendidikan Islam Makkah. Setelah wahyu pertama datang,
kemudian selang beberapa lama, wahyu yang kedua datang yaitu surat al-mudatsir 1-7

Setelah mendapat wahyu yang kedua ini Rasulullah diwajibkan untuk memanggil satu umat
yang telah begitu rusak kepercayaannya dan akhlaknya, yang begitu fanatik atas adat dan
istiadat dan agama berhala nenek moyangnya. Dengan dikalangan keluarga dan sahabat
dekatnya. Dilanjutkan berdakwah secara berangsur-angsur kepada masyarakat arab pada
masa itu.
Dalam dakwah tersebut orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah istrinya,
kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Tholib yang baru berumur sepuluh tahun.
Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaed, bekas budak
yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh nabi sejak ibunya masih hidup,
juga termasuk orang yang pertama masuk islam.

2. Tahap Terang-terangan

Pendidikan secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama tiga tahun, sampai turun wahyu
berikutnya, yang memerintah dakwah secara terang-terangan .Ketika wahyu tersebut turun
beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul dibukit shafa, menyerukan agar
berhati-hati terhadap azab yang keras di hari kiamat, bagi orang yang tidak mengakui Alloh
sebagai Tuhan yang maha esa dan Muhammad adalah utusanNya.seruan tersebut dijawab abu
lahab “Celakalah kamu Muhammad!Untuk inikah kamu mengumpulkan kami ?saat itu
diturunkan yang menjelaskan perihal Abu Lahab dan istrinya.

Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah
sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena
diyakini dengan dakwah tersebut, banyak kaum Quraisy yang masuk islam. Disamping itu,
keberadaan rumah Arqam Ibn Arqam sebagai pusat lembaga pendidikan islam, sudah
diketahui oleh Kuffar Quraisy.

3. Tahap untuk umum

Hasil seruan dakwah secara terang-terangan kelihatannya belum maksimal sesuai yang
diharapkan. Maka, Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus
kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluuhan. Seruan
dalam sekala “Internasional” tersebut didasarkan kepada perintah Allah Surat Al-Hijr ayat
94-95. Yang berarti ;

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan


(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. (QS. Al-hijr: 94).

“Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang


memperolok-olokkan (kamu)”. (QS. Al-hijr: 95).

Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan baik
golongan Bangsawan maupun golongan Sahaya. Setelah dakwah dengan terang-terangan ini,
pemimpin Quraisy mulai menghalangi dakwah Rasul. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima
faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan itu:

a. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa
tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul
Mutholib.

b. Nabi Muhammad SAW menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba
sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
c. Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran kebangkitan kembali dan
pembalasan diakhirat.

d. Taklit kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang sangat berakar kepada bangsa Arab.

e. Pemahat dan penjual patung memandang Islam adalah penghalang rizki.

B. Materi Pendidikan Islam

Materi pendidikan pada fase Makkah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

Pertama, Materi pendidikan tauhid, difokuskan untuk memurnikan ajaran ilmu tauhid yang
dibawa nabi Ibrahim yang diselewengkan masyarakat Jahiliyah. Penyembahan terhadap
berhala-berhala dan perbuatan syirik lainnya menyelimuti ajaran tauhid. Nama Allah, sebagai
pencipta memang masih ada dalam kepercayaan mereka, tetapi larut dalam nama-nama
berhala dan sesembahan lainnya. Inilah tugas Muhammad, yaitu untuk memancarkan kembali
sifat tauhid dalam kehidupan umat manusia umumnya, dan yang pertama-tama dihadapinya
adalah kehidupan bangsa Arab pada masanya. Secara teori intisari ajaran tauhid terdapat
dalam kandungan surat Al-Fatihah ayat 1-7. Yang berarti:

(1). Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. (2). Se-gala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam,( 3). Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, (4). Pemilik hari
pembalasan. (5). Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah
kami mo-hon pertolongan. (6). Tunjukilah kami jalan yang lurus, (7). (yaitu) jalan orang-
orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan(jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

dan Al-Ikhlas ayat 1-4:

(1). Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2) Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. (3) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (4) dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Pertama-tama nabi dalam rangka memberikan pendidikan tauhid ini, mengajak umatnya
untuk membaca, memperhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah dan diri
manusia sendiri. Kemudian beliau mengajarkan cara bagaimana mengaplikasikan pengertian
tauhid tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hasilnya kebiasaan masyarakat Arab yang
memulai dengan ucapan atas nama berhala, diganti dengan ucapan bismillahirrahmanirrohim.
Kebiasaan menyembah berhala, diganti dengan mengagungkan dan menyembah Allah.

Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan
pendidikan Islam masa Makkah ini meliputi:

1. Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata,


jangan dipersekutukan dengan nama berhala, karena tuhan itu maha besar dan maha pemurah.
2. Pendidikan akliyah dan ilmiyah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal
darah dan kejadian alam semesta.

3. Pendidikan akhlaq dan budi pekerti, nabi Muhammad SAW mengajar sahabatnya agar
berakhlaq baik sesuai dengan ajaran tauhid.

4. Pendidikan jasmani, yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat


kediaman.

Kedua, materi pengajaran Al-Qur’an. Materi ini dapat diperinci kepada:

1. Materi baca tulis Al-qur’an, untuk sekarang ini disebut dengan materi imla’ dan iqra’.
Dengan materi ini diharapkan agar kebiasaan orang Arab yang sering membaca syair-syair
indah, dengan membaca Al-Qur’an sebagai bacaan yang lebih tinggi nilai satranya.

2. Materi menghafal ayat-ayat al-Qur’an, yang kemudian hari disebut dengan menghafalkan
ayat-ayat suci al-Qur’an.

3. Materi pemahaman al-Qur’an, saat ini disebut dengan materi fahmi al-Qur’an atau tafsir
al-Qur’an. Tujuan materi ini adalah meluruskan pola pikir umat islam yang dipengaruhi pola
pikir jahiliyah.[12]

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “aku tinggalkan dua perkara, apabila kamu
berpegang teguh kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah”.
Semua yang disampaikan oleh Rasullulah kepada umatnya adalah berdasarkan al-Qur’an.
Apa yang dicontohkan oleh rasul adalah cermin isi al-Qur’an.[13]

c. Metode Pendidikan Islam

Metode pendidikan yang dilakukan rasulullah dalam membidik sahabat-sahabatnya


diantaranya:

1. Metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan memberikan


penjelasan-penjelasan yang diterimya serta keterangannya.

2. Dialog, misalnya dialog antar Rasulullah dengan Mu’az Ibn Jabal ketika Mu’az akan
diutus ke negeri Yaman, dialog antara Rasulullah dengan para sahabat untuk mengatur
strategi perang.

3. Diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang suatu
hukum kemudian Rasulullah menjawab.

4. Metode perumpamaan, misalnya orang mukmin itu laksana satu tubuh, bila sakit salah
satu anggota tubuh maka anggota tubuh lain akan turut merasakannya.

5. Metode kisah, misalnya kisah beliau dalam perjalanan isra’ mi’raj dan kisah tentang
pertemuan antara nabi Musa dan nabi Khidzir.

6. Metode pembiasaan, membiasakan kaum muslimin sholat berjamaah.


7. Metode hafalan, misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga al-Qur’an dengan
menghafalnya.[14]

d. Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan Islam pada fase Makkah ada dua macam tempat, yaitu:

1. Rumah Arqam Ibn Arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin
beserta rasullulah untuk belajar hukum-hukum dan dasar-dasar ajaran Islam. Rumah ini
merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama kali, dan adapun yang
mengajara lembaga tersebut adalah Rasullullah sendiri.

2. Kuttab. Pendidikan di Kuttab tidak sama dengan pendidikan yang diadakan di Rumah
Arqam Ibn Arqam yang kandungan materintya tentang hukum Islam dan dasar-dasar agama
Islam. Sedangkan pendidikan di Kuttab pada awalnya lebih terfokus pada materi baca tulis
sastra, syair Arab dan pembelajaran berhitung. Namun setelah datang Islam ditambah dengan
materi baca tulis al-Qur’an dan memahami hukum-hukum Islam. Adapun guru yang
mengajar di Kuttab pada era awal Islam adalah orang-orang non muslim.

e. Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasullullah baik di Makkah maupun di Madinah
adalah al-Qur’an yang diwahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa
yang dialami oleh umat Islam pada saat itu, karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan
rasional tetapi juga fitrah dan pragmatis. Hasil yang demikian dapat dilihat dari sikap rohani
dan mental para pengikutnya. [15]

Kurikulum pendidikan di Makkah juga berisi materi pengajaran yang berkaitan dengan
aqidah dan akhlaq mulia dalam arti yang luas. Yakni akidah yang dapat mengubah keyakinan
dan pola pikir masyarakat yang semula mempertuhankan berhala sebagai tempat memohon
sesuatu, menjadi orang yang meyakini adanya Allah yang memiliki berbagai sifat
kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan. Sedangkan akhlak mulia adalah akhlak
yang bukan hanya sekedar menunjukkan keshalihan individual dengan mengerjakan
serangkaian ibadah dan bersikap ramah dan tawadluk melaikan juga akhlak mulia dalam
praktek kehidupan sosial ekonomi dan politik.

Keadaan kurikulum atau pelajaran di Makkah yang demikian itu selain sebagai pengaruh
masyarakat Makkah yang belum kuat akidah, akhlak dan amal ibadahnya, juga karena
masyarakatnya masih tergolong sederhana, ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum juga
belum berkembang.[16]

f. Sasaran (peserta didik)

Sasaran atau peserta didik di Makkah bermula dari keluarga terdekat yang selanjutnya diikuti
oleh keluarga agak jauh dan masyarakat pada umumnya. Mereka itu adalah: Khadijah, Ali
bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid, dan Ummu Aiman. Setelah itu Abu Bakar mampu
mengislamkan beberapa teman dekatnya, seperti Usman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Selain itu, yang menjadi sasaran atau peserta didik adalah sejumlah penduduk Yatsrib yang
berhaji ke Makkah. Mereka yang terdiri dari kaum ‘Aus dan Khazraj.

Pada saat itu, jumlah peserta didik di Makkah masih sangat sedikit, karena berbagai fasilitas
dan sarana pendidikan yang masih terbatas dan juga keadaan yang belum kondusif. Nabi
Muhammad SAW dan para pengikutnya sering mendapat gangguan, teror, kekerasan, dan
bahkan ancaman pembunuhan. Namun, Nabi Muhammad dan para sahabatnya tetap
semangat dalam berdakwah.

g. Pembiayaan dan fasilitas pendidikan

Informasi yang menjelaskan tentang sumber pembiayaan pendidikan selam di Makkah secara
eksplisit belum ditemukan. Namun secar implisit, sumber pembiayaan pendidikan dan
dakwah selama di Makkah dapat diduga berasal dari bantuan dan dukungan diberikan oleh
Abu Thalib, bantuan harta benda dan material yang diberikan oleh Siti Khadijah, dan
sebagian sahabat dan teman dekat Rasullulah seperti Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan Al-
Arqam yang mempersilakan rumahnya untuk digunakan sebagai tempat berlangsungnya
kegiatan pendidikan.

h. Evaluasi dan lulusan pendidikan

Pendidikan di Makkah sebagai pendidikan permulaan yang dilaksanakan amat sederhana.


Evaluasi dan pemberian ijazah sebagaimana yang dikenal saat ini belum ada di Makkah pada
saat itu. Namun demikian, substansi evaluasi dan lulusan sebenarnya sudah ada. Ujian
tersebut tidak dalam bentuk verbal atau penguasaan materi pelajaran, tetapi lebih ditekankan
pada pengalaman ajaran yang disampaikan Rasulullah.

3. Sistem Pendidikan Periode Madinah

Madinah adalah sebuah kota dalam wilayah kekuasaan pemerintah Kerajaan Arab Saudi
sekarang. Kota ini dikenal sebagai tanah suci kedua umat Islam. Pada zaman Nabi
Muhammad SAW dan al-Khulafa al-Rasyidin, kota ini menjadi pusat dakwah, pusat
pengajaran, dan pemerintahan Islam. Dari kota inilah Islam memancar ke seluruh penjuru
semenanjung Arab dan kemudian keseluruh dunia. [17]

Kedatangan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin Makkah, disambut oleh
penduduk madinah dengan gembira dan penuh rasa persaudaraan. Kemudian wahyu secara
beruntun selama periode Madinah kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan
al-Qur’an adalah menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat al-
Qur’an sebagaimana diajarkannya. Beliau sering mengadakan ulangan-ulangan dalam
pembacaan al-Qur’an dalam sholat, dalam pidato, dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain
kesempatan.

a. Lembaga Pendidikan Islam Fase Madinah


Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah salah satu program pertama yang
beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW
pindah menempati sebagian ruangan yang memang khusus disediakan untuk beliau.

Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin untuk secara
bersama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan
persatuan dan kesatuan umat. Di masjid itulah beliau memulai kembali berdakwah.[18]

b. Materi Pendidikan Islam di Madinah

1. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju kesatuan sosial dan politik.

2. Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum musimin.

3. Pendidikan anak dalam islam.[19]

c. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan

Visi pendidikan di Madinah adalah “unggul dalam bidang keagamaan, moral, sosial ekonomi,
dan kemasyarakatan, serta penerapannya dalam kehidupan.”

Visi ini sejalan dengan ayat al-Qur’an yang menggunakan kata-kata yang membangkitkan
semangat untuk menerapkan nilai ajaran agama dalam kehidupan. Misalnya, QS. At-Taubah:
13-14.

Pendidikan yang berlangsung di Madinah memiliki misi:

1. Memberikan bimbingan kepada kaum Muslimin menuju jalan yang diridhai Tuhan.

2. Mendorong kaum Muslimin untuk berjihad dijalan Allah.

3. Memberikan didikan akhlak yang sesuai dengan keadaan mereka dalam bermacam-
macam situasi (kalah, menang, bahagia, sengsara, takut, dsb).

4. Mengajak kelompok diluar Islam (Yahudi dan Nasrani) agar mematuhi dan
menjalankan agamanya dengan saleh.

5. Menyesuaikan didikan dan dakwah dengan keadaan masyarakat saat itu.

Tujuan pendidikan yang diselenggarakan di Madinah adalah membentuk masyarakat yang


memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan Islam, yakni
mewujudkan masyarakat yang diridhai Allah SWT dengan cara menjalankan syariat Islam
seutuhnya.

d. Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan diMadinah selain berisi materi pengajaran yang berkaitan dengan
akidah dan akhlaq, juga pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum Muslimin,
pendidikan anak-anak, pendidikan tauhid, pendidikan shalat, pendidikan adab sopan santun,
pendidikan kepribadian, dan pendidikan pertahanan keamanan.
e. Sasaran (peserta didik)

Peserta didik di Madinah lebih banyak dibandingkan peserta didik yang ada di Makkah. Hal
ini terjadi karena ketika di Madinah, Nabi Muhammad SAW sudah memiliki otoritas yang
lebih luas, baik sebagai kepal agama, maupun sebagai kepala negara. Syaikh Ahmad Farid
dalam bukunya Min A’lam al-Salaf, menyebutkan adanya sejumlah sahabat sebanyak 60
orang.

f. Tenaga Pendidik

Yang menjadi pendidik di Madinah pada saat itu adalah Nabi Muhammad SAW sendiri yang
pada tahap selanjutnya diabntu oleh para sahabat terkemuka sebagaimana tersebut diatas.
Dari para sahabat ini kemudian berguru para tabi’in dan selanjutnya menjadi ulama. Mereka
itu antara lain:

1. Masruq bin Al-Ajda’

2. Saib bin al-Musayyab

3. Urwah bin Zubair

4. Said bin al-Jubair

5. Umar bin Abdul Aziz

6. Amir bin Syarahil

7. Thawus bin Kaisan

8. Al-Hasan al-Bashri

9. Muhammad bin Sirin

10. Imam al-Zuhri

11. Ayyub bin Sakhtiani

12. Sulaiman bin Mihran

13. Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit

14. Abdurrahman bin Amr al-Auza’i

15. Sufyan al-Tsauri

16. Muhammad bin Salamah

17. Al-Laits bin Sa’ad

18. Muhammad bin Zaid

19. Malik bin Anas


20. Waqi’ bin al-Jarrah

g. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan di Madinah diantaranya yaitu:

1. Masjid

Setelah hijrah ke Madinah, pendidikan kaum Muslimin berpusat dimasjid-masjid. Masjid


Quba merupakan masjid pertama yaang dijadikan Nabi SAW sebagai institut pendidikan. Di
dalam masjid Rasullulah mengajar dengan cara memberi khotbah dalam bentuk halaqah,
dimana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya jawab
berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari.

2. Al-Suffah

Al-Suffah merupakan ruang atau bangunan yang bersambung dengan masjid. Suffah dapat
dilihat sebagai sebuah sekolah karena kegiatan pengajaran dan pembelajaran dilakukan secara
teratur dan sistematik.

3. Kuttab

Kuttab didirikan oleh bangsa Arab sebelum kedatangan Islam dan bertujuan memberikan
pendidikan kepada anak-anak. Namun demikian, lembaga pendidikan tersebut tidak
mendapat perhatian dari masyarakat Arab, terbukti karena sebelum kedatangan Islam, hanya
17 orang Quraisy yang tahu membaca dan menulis. Mengajar keterampilan membaca dan
menulis dilakukan oleh guru-guru yang mengajar secara sukarela. Rasullulah SAW pernah
memerintahkan tawanan perang Badar yang mampu membaca dan menulis mengajar 10
orang anak-anak Muslim sebagai syarat membebaskan diri dari tawaran.

h. Pembiayaan dan Fasilitas Pendidikan

Setelah menjadi seorang Rasul, Muhammad SAW lebih sibuk berdakwah dan mendidik,
daripada berdagang. Muhammad SAW lebih banyak menggunakan harta kekayaannya dijalan
Allah seperti untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim, serta proyek-proyek sosial
lainnya. Harta kekayaannya pun sedikit demi sedikit berkurang karena digunakan untuk
berbagai hal. Bahkan beliau tidak menyimpan kekayaan dirumah beliau.

i. Evaluasi dan Lulusan Pendidikan

Pendidikan di Madinah adalah sebagai pendidikan permulaan dan pengembangan yang


dilaksanakan sudah sedikit lebih maju dan berkembang dibandingkan pendidikan yang
diselenggarakan di Makkah. Evaluasi dan pemberian ijazah sebagaimana yang dikenal saat
ini belum ada di Madinah saat itu. Namun kepada sahabat yang dinyatakan sudah menguasai
mata pelajaran yang diberikan oleh Rasulullah, diberikan hak untuk mengajar diberbagai
wilayah kekuasaan Islam.
Substansi evaluasi dan lulusan sesungguhnya sudah ada di Madinah. Evaluasi tersebut tidak
dalam bentuk verbal atau penguasaan materi pelajaran, tetapi lebih ditekankan pada
pengalaman ajaran yang disampaikan Rasulullah. Para pengikut Rasulullah SAW yang hijrah
dari Makkah ke Madinah dapat dikatakan sebagai orang-orang yang telah lulus dalam
menghadapi ujian.[20]

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan sebagai berikut:

Pertama, pendidikan di zaman Rasulullah SAW baik ketika di Makkah maupun di Madinah
sudah berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal ini dilakukan, karena Rasulullah SAW
sangat mementingkan pendidikan.

Kedua, walaupun masih sederhana, dizaman Rasulullah SAW sudah terdapat sistem
pendidikan. Berbagai komponen pendidikan seperti visi, misi, tujuan, kurikulum, proses
belajar mengajar, guru, murid, sarana prasarana, pembiayaan, serta evaluasi pendidikan dan
pengajaran sudah ada, walapun sifatnya masih sederhana.

Ketiga, pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tergolong berhasil dengan baik.
Perbedaan evaluasi antara pendidikan periode Makkah yaitu: pada periode Makkah, seorang
sahabat dinyatakan lulus ujian apabila ia telah mampu menghadapi ujian. Yaitu para sahabat
yang mau mengikuti hijrah nabi. Sedangkan pendidikan di periode Madinah yaitu, para
sahabat yang dinyatakan sudah memahami materi diperbolehkan untuk mengajar di wilayah
kekuasaan Islam.

Kemudian, konsep dan praktik pendidikan yang dilakukan zaman Rasulullah SAW masih
cukup relevan untuk diterapkan dimasa sekarang. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya
kajian yang dilakukan oleh para ahli terhadap konsep dan praktik pendidikan yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW.

V. PENUTUP

“Tiada gading yang tak retak” kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca senantiasa kami harapkan agar dalam
penyampaian makalah selanjutnya semakin lebih baik. Semoga makalah ini dapat menambah
wacana keilmuan dan memberi manfaat bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai