Anda di halaman 1dari 29

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II`
LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Belajar dan Pembelajaran
Witherington dalam Aunurrahman (2013: 35) mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepribadian atau suatu pengertian.
Menurut Menurut Dahar (2011: 3) “belajar dihasilkan dari pengalaman
dengan lingkungan, yang di dalamnya terdapat hubungan-hubungan antara
stimulus-stimulus dan respons-respons”.
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengokohkan kepribadian (Suyono & Hariyanto, 2012: 9).
Sedangkan menurut Hamalik (2008: 21) belajar merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan.
Dalam islam, penekanan belajar terhadap signifikansi fungsi kognitif
(akal) dan fungsi sesori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar.
Kata-kata kunci seperti ya’qiluun, yatafakkaruun, yubshiruun, yasma’uun dan
lain sebagainya yang terdapat di dalam Al-Qur‟an merupakan bukti betapa
pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karya manusia dalam belajar
dan meraih ilmu pengetahuan (Syah, 2013: 98-99).
Syah (2013: 99) menyebutkan beberapa penyusunan kutipan firman-
firman Allah dan Hadits Nabi SAW, baik secara eksplisit maupun implisit
mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan.
a. Allah berfirman : “..... apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang
yang berakal-lah yang mampu menerima pelajaran” (Az-Zumar: 9).
b. Allah berfirman : “Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang
commit
kamu tidak ketahui” (Al-Isra‟: 36).to user
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Dalam hadits riwayat Ibnu „Ashim dan Tabrani, Rasulullah SAW


bersabda: “Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena ilmu pengetahuan
hanya didapat melalui belajar... “
Dalam kitab ta‟limul muta‟allim, Imam Az-Zarnuji menguraikan bahwa
belajar harus dimulai dengan niat. Niat Belajar adalah dasar daripada amal.
Dalam sabda Rasulullah S.A.W dijelaskan :

ِ ‫اِنَّ َما ْاالَ ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬


‫ت‬
Artinya : "Sesungguhnya setiap perbuatan itu didasari dengan niatnya"
Untuk itulah Imam Az-Zarnuji menyarankan bagi pelajar untuk berniat
mencari ridla Allah dan pahala di akhirat kelak.
Berdasarkan beberapa definisi tentang belajar, maka dapat diambil garis
besar bahwa belajar merupakan suatu proses pada individu yang didasari
dengan niat untuk memperoleh pengetahuan sehingga akan memberikan
dampak perubahan tingkah laku pada individu tersebut.
Proses belajar mengajar (pembelajaran) adalah upaya secara sistematis
yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses belajar mengajar secara efektif
dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Aqib,
2013: 66).
2. Teori Belajar
Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Di
sini penulis menggunakan teori belajar Piaget, Vygotsky, dan Brunner.
Pemilihan teori-teori belajar tersebut didasarkan pada kesesuaian dengan model
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan masing-masing
teori adalah sebagai berikut:
a. Teori Belajar Piaget
Menurut Jean Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat
perkembangan intelektual. Masing-masing tingkat perkembangan tersebut
dijelaskan oleh Dahar dalam bukunya Teori-teori Belajar dan
Pembelajaran (2011). Teori belajar Piaget tentang perkembangan
intelektual sesuai untuk penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan
commit to user
pada siswa tingkat SMA yang menurut Piaget berada pada tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

Operasional Formal. Yaitu pada usia 11 tahun ke atas, di mana pada tahap
ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk
operasi-operasi yang lebih kompleks. Anak juga sudah memiliki
kemampuan berpikir abstrak. Kemampuan berfikir abstrak merupakan
kemampuan untuk menganalisis suatu permasalahan maupun kemampuan
berfikir kreatif. Implementasi teori ini dalam penelitian adalah dalam
pembelajaran siswa dilatih untuk mampu berfikir dalam menganalisis dan
memecahkan suatu masalah sesuai dengan hakikat dari Problem Based
Learning. Cara berfikir ini dibutuhkan dalam pembelajaran sains termasuk
kimia.
b. Teori Belajar Vygotsky
Menurut pandangan Vygotsky perkembangan intelektual pada
individu terjadi ketika individu menghadapi pengalaman baru yang
membingungakan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang
ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman ini. Dalam usaha menemukan
pemahaman tentang sesuatu, individu akan menggunakan pengetahuan
yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru yang mereka temukan dan
akan dikonstruksi makna yang baru. Ide Vygotsky ini hampir sama dengan
ide Piaget, hanya saja Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial
dalam perkembangan intelektual seseorang, sedangkan menurut Piaget
seseorang terlepas dari konteks sosialnya. Hal ini sesuai dengan kegiatan
berkelompok siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan saat
pembelajaran (Dahar, 2011).
Sumbangan dan teori Vygotsky adalah penekanan pada bakat
sosiokultural dalam pembelajaran. Menurutnya pembelajaran terjadi saat
anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal
development). Zona perkembangan proksimal adalah tingkat
perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada saat
ini. Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa


melalui kerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu.
Ide penting lain yang diturunkan Vygotsky adalah scaffolding,
yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap awal-awal
pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada
anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan
tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah
pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh, ataupun hal-hal lain
yang memungkinkan pelajar unutuk mandiri (Isjoni, 2009).
c. Teori Belajar Bruner
Teori belajar Jeremo Bruner dikenal sebagai teori belajar penemuan atau
discovery learning. Bruner menekankan pentingnya model pengajaran
yang membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu
disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses
belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi
melalui penemuan pribadi (personal discovery). Teori ini mengisyaratkan
bahwa tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan, tetapi
juga mengarah pada penciptaan (invention) dan penemuan (discovery)
pengetahuan. Dalam melaksanakan belajar penemuan ini Bruner
menekankan penalaran induktif dan proses penyelidikan yang merupakan
karakteristik dari metode ilmiah. Pengetahuan yang diperoleh melalui
belajar penemuan akan lebih bermakna bagi siswa karena belajar
penemuan memiliki kelebihan-kelebihan. Belajar penemuan memiliki
beberapa kelebihan yaitu :
“Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau tidak lama dapat diingat
atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang
diperoleh dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan
mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar
lainnya. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan
penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

Teori ini sesuai dengan kemampuan siswa untuk menemukan ayat-ayat Al-
Qur‟an yang berkaitan dengan sains. Sehingga siswa akan lebih berminat
dalam mempelajari materi kimia.
(Dahar, 2011)
3. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Hmelo-silver, Serafino & Cicchelli pembelajaran berbasis
masalah adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah
sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah,
materi, dan pengetahuan diri (Eggen & Kauchak, 2012: 307).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran
yang menyajikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari
siswa (bersifat kontekstual) sehingga merangsang siswa untuk belajar. Problem
Based Learning menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja
secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin
tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada siswa,
sebelum siswa mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan
masalah yang harus dipecahkan (Kemendikbud, 2014b).
PBL mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya.
Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa (perilaku
mereka) tetapi pada apa yang siswa pikirkan (kognisi mereka) selama
mengerjakan soal. Meskipun peran guru dalam pembelajaran yang berbasis-
masalah kadang-kadang juga melibatkan mempresentasikan dan menjelaskan
berbagai hal kepada siswa, tetapi guru lebih harus sering memfungsikan diri
sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir
dan menyelesaikan maslahnya sendiri.
PBL didasarkan pada premis bahwa situasi bermasalah yang
membingungkan atau tidak jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa
sehingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki. Sebuah situasi
bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria penting, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Pertama, situasi yang mestinya autentik. Hal ini berarti bahwa masalahnya
harus dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip
disiplin akademis tertentu. Bagaimana mengatasi polusi di Chesapeake Bay
adalah salah satu contoh masalah kehidupan nyata.
Kedua, masalah itu mestinya tidak jelas/ tidak sederhana sehingga
menciptakan misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat
diselesaikan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alterntif
dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tentu saja hat tersebut dapat
memberikan kesempatan untuk berdiskusi, berdialog, dan berdebat.
Ketiga, masalah harus bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
Keempat, masalah itu metinya memiliki cakupan yang luas sehingga
memberikan kesempatan kepada guru untuk memenuhi tujuan
instruksionalnya, tetapi tetap dalam batas-batas yang layak bagi pelajarannya
dilihat dari segi waktu, ruang, dan keterbatasan sumber daya.
Kelima, masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari usaha
kelompok, bukan justru dihalanginya (Sugiyanto, 2010).
Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah
dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Peran Guru, Siswa dan Masalah dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah
Siswa sebagai Masalah sebagai awal
Guru sebagai pelatih
problem solver tantangan dan motivasi
a. Asking about thinking a. Peserta yang a. Menarik untuk
(bertanya tentang aktif. dipecahkan.
pemikiran). b. Terlibat langsung b. Menyediakan
b. Memonitor pembelajaran. dalam kebutuhan yang ada
c. Probbing (menantang pembelajaran. hubungannya
siswa untuk berfikir). c. Membangun dengan pelajaran
d. Menjaga agar siswa pembelajaran. yang dipelajari.
terlibat.
e. Mengatur dinamika
kelompok.
f. Menjaga berlangsungnya
proses.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada siswa. Siswa harus dapat


menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dari mana informasi dapat
diperoleh, dan di bawah bimbingan guru. Tujuan dan hasil dari model
pembelajaran berbasis masalah ini adalah untuk mengembangkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas,
melibatkan siswa dalam penyelidikan permasalahan pilihan sendiri yang
memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia
nyata dan membangun pemahamannnya tentang fenomena tersebut.
1. Langkah-langkah Implementasi Problem Based Learning
Langkah-langkah dalam menerapkan Problem Based Learning di kelas
dan perilaku guru dalam setiap fasenya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Langkah-langkah Implementasi Problem Based Learning
Tahapan-tahapan PBL
KEGIATAN PEMBELAJARAN
FASE-FASE
Fase 1
Orientasi siswa kepada o Siswa menyimak penjelasan tentang tujuan
masalah pembelajaran dan logistik yg dibutuhkan.
o Siswa dimotivasi untuk terlibat aktif dalam
pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan siswa o Siswa didorong mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing o Siswa didorong untuk mengumpulkan
penyelidikan individu dan informasi yang sesuai, melaksanakan
kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan o Siswa dibimbing dalam merencanakan dan
menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, model dan berbagi tugas dengan
teman.
Fase 5
Menganalisa dan o Hasil belajar siswa dievaluasi terkait materi
mengevaluasi proses yang telah dipelajari /meminta kelompok
pemecahan masalah presentasi hasil kerja.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah.


Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan
aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan
ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang
harus dilakukan oleh siswa dan juga oleh guru. serta dijelaskan bagaimana
guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk
memberikan motivasi agar siswa dapat mengerti dalam pembelajaran yang
akan dilakukan. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini,
yaitu:
1. Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar
informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki
masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri.
2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai
jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks
berpotensi memunculkan banyak penyelesaian dan seringkali
bertentangan.
3. Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong
untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan
bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa
harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya, dan
4. Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk
menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada
ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa
diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan
menyampaikan ide-ide mereka.
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Disamping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah,
pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi.
Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing
antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran
commit to user siswa dimana masing-masing
dengan membentuk kelompok-kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-


prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat
digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen,
pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor
sebaya, dan sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi
kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika
kelompok selama pembelajaran.
Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk
kelompok belajar selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-
subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan
utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa
aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan yang dapat
menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan
memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya
tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan
eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan.
Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat
penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk
mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun
aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi
permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup
informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Guru
membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada
siswa untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang
dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat
dipertahankan.
Setelah siswa mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan
tentang fenomena yang commit
merekato user
selidiki, selanjutnya mereka mulai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesaian, dan


pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru mendorong siswa untuk
menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut.
Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir
tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang
kualitas informasi yang dikumpulkan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan
mempamerkannya.
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan
pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu
video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan),
model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya),
program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak
sangat dipengaruhi tingkat berfikir siswa. Langkah selanjutnya adalah
mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator
pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa-siswa
lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai”
atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk
membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri
dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan.
Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan
aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.
(Kemendikbud, 2014b)
4. Kompendium Al-Qur’an
a. Pengertian Kompendium
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kompendium adalah
ringkasan karangan ilmiah yang lengkap dan padat. Kompendium juga
dapat diartikan sebagai pengelompokan kalimat pada sebuah karya baik
commit to user
ilmiah maupun non ilmiah berdasarkan topik bahasan menurut disiplin ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

tertentu. Sedangkan ayat Al-Qur‟an adalah kalimat yang merupakan


kesatuan maksud sebagai bagian dari surah di kitab suci Al-Qur‟an. Selain
itu menurut Naim (200l: xv), kompendium mempunyai arti klasifikasi ayat
Al-Qur‟an menurut disiplin ilmu tertentu, sedangkan kompendium Ayat-
ayat Al-Qur‟an rnerupakan klasifikasi Al-Qur‟an menurut pokok-pokok
masalah dengan pendekatan tematik-maudhu 'i.
Dalam Al-Qur‟an Science dijelaskan bahwa Al-Qur‟an adalah kitab
hidayah yang berisikan instrumen-instrumen tentang akidah, hukum, kisah,
janji, ancaman, dan hal-hal yang bertujuan untuk menuntun manusia kepada
tauhid dan kemaslahatan hidup. Salah satu instrumen tersebut adalah isyarat
ilmiah yang terkandung dalam banyak ayat yang tersebar di beberapa surah.
Isyarat ilmiah tersebut bersifat mujmal atau global. Dengan bahasanya yang
indah, Al-Qur‟an mendorong manusia untuk memperhatikan dan melakukan
penelitian terhadap alam semesta dan tema-tema yang ditawarkan.
Al-Qur‟an diperuntukkan bagi manusia sampai akhir zaman dengan
demikian ayat-ayat yang berkaitan dengan topik tertentu seperti kaitannya
dengan konsep kimia dan hal-hal lain tentu hanya garis besarnya saja.
Betapa tebalnya kitab Al-Qur‟an kalau memuat secara panjang lebar,
terperinci untuk setiap aspek kehidupan manusia. Maka dari itu manusia
agar mencari, menyelidiki, menafsirkan kelengkapannya hingga dapat
menemukan pemahaman secara utuh sampai pada satu kesimpulan apa yang
sebenarnya terjadi.
b. Peranan Sains dalam Mengenal Tuhan
Di dalam Al-Qur‟an, ada lebih dari 750 ayat yang menunjukkan kepada
fenomena alam, dan manusia diminta untuk dapak memikirkannya agar
dapat mengenal Tuhan lewat tanda-tandaNya. Dalam Golshani (2003: 32-
37), ayat-ayat tersebut dapat dibagi menjadi beberapa kategori sebagai
berikut :
1) Ayat-ayat yang menggambarkan elemen-elemen pokok objek atau
menyuruh manusia untuk menyingkapkan : dalam QS. At-Tariq: 5, An-
Nur: 45, Al-Insan: 2. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

2) Ayat-ayat mencakup cara penciptaan objek-objek materiil: dalam QS.


Hud: 7, Al-Mu‟minun: 12-14, Al-Anbiya‟: 30, Luqman: 10, Fussilat:
11, Al-Gasyiyah: 17-20.
3) Ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk menyingkap bagaimana alam
fisis ini berwujud: dalam QS. Al-„Ankabut: 20 & 29.
4) Ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk mempelajari fenomena alam:
dalam QS. Az-Zumar: 21, Ar-Rum: 48, Al-Baqarah: 164.
5) Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah bersumpah atas berbagai
macam objek alam: dalam QS. Asy-Syams: 1-6, Al-Waqi‟ah: 75-76,
At-Tariq: 1-3.
6) Ayat-ayat yang dengan merujuk kepada beberapa fenomena alam:
dalam QS. Al-Hajj: 5, Yasin: 81. Ar-Rum: 19.
7) Ayat-ayat yang menekankan kelangsungan dan keteraturan penciptaan
Allah: dalam QS. An-Naml: 88, Al-Mulk: 3-4, Al-Hijr: 19, Al-Furqan:
2, Az-Zumar: 5, Al-Anbiya‟: 16.
8) Ayat-ayat yang menjelaskan keharmonisan keberadaan manusia dengan
alam fisis, dan ketundukan apa yang ada di langit dan di bumi kepada
manusia: dalam QS. Al-Baqarah: 29, Al-Jasiyah: 13, Al-Mulk: 15, An-
Nahl: 5, Al-Hadid: 25, Al-An‟am: 97.
Di dalam ayat-ayat ini Yang Mahakuasa menganjurkan kepada hamba-
hambaNya untuk melihat dan memikirkan fenomena alam dan dengan
melihat keteraturan dan koordinasi di dalam sistem penciptaan dan
keajaiban-kajaibannya akan lebih mendekat kepadaNya. Semua masalah
alam bersumber pada Al-Qur‟an.
Menurut Boucaille (dalam Naim, 2001: xvi) mengungkapkan bahwa
tidak ditemukan adanya kontradiksi antara Al-Qur‟an dan sains modern.
c. Al-Qur‟an sebagai Sumber Pengetahuan Ilmiah
Golshani (2003: 53-54) berpendapat bahwa pada masa sekarang kita
temukan banyak orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat Al-Qur‟an
dalam sorotan pengetahuan modern. Tujuan utamanya adalah untuk
commit to user
menunjukkan mukjizat Al-Qur‟an dalam lapangan keilmuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

meyakinkan orang-orang non muslim akan keagungan dan keunikan Al-


Qur‟an dan untuk menjadikan kaum muslim bangga memiliki kitab agung.
Akan tetapi, pandangan yang menganggap Al-Qur‟an sebagai sebuah
sumber seluruh pengetahuan ini bukanlah sesuatu yang baru sebab kita
mendapati banyak ulama besar kaum muslim terdahulu pun berpandangan
demikian. Diantarana adalah Imam Al-Ghazali. Dalam bukunya, ihya
‘Ulumuddin, beliau mengutip kata-kata Ibnu Mas‟ud:
“Jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan
pengetahuan modern, selayaknya dia merenungkan Al-Qur‟an”
Selanjutnya beliau menambahkan:
“Ringkasnya, seluruh ilmu tercakup di dalam karya-karya dan sifat-sifat
Allah dan Al-Qur‟an adalah penjelasan esensi, sifat-sifat dan
perbuatanNya. Tidak ada batasan terhadap ilmu-ilmu ini dan di dalam
Al-Qur‟an terdapat indikasi penemuannya (Al-Qur‟an dan ilmu-ilmu)”.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa tidak ada penemuan baru
sains yang tidak diramalkan oleh Al-Qur‟an. Misalnya Al-Thanthawi, dalam
tafsir Al-Qur‟annya, mencoba menyarikan hasil-hasil ilmu kealaman dari
Al-Qur‟an, dan ia takut tidak bisa hidup cukup lama untuk menempatkan
seluruh penemuan sains dan teknologi di dalam Al-Qur‟an. Namun, beliau
berbahagia karena penemuan-penemuan sains sampai sekarang masih
menunjukkan kekuatan profetis Al-Qur‟an (Golshani, 2003: 57).
Kemudian Golshani (2003: 59) mengungkapkan bahwa sebagian
penulis telah mencoba dengan bersusah payah menyarikan setiap gagasan
penting sains kontemporer dari Al-Qur‟an dan dalam upaya ini mereka
memperluas penafsiran bahasa Arab dari yang lazim. Misalnya sebagian
orang mengklaim bahwa gagasan mengenai atom dan partikel-partikel
subatomik telah disebutkan oleh Al-Qur‟an. Untuk membuktikannya,
mereka mengutip ayat:
“....... Tidak lengah sedikitpun dari pengetahuan Tuhanmu biarpun
sebesar biji zarrah, baik di bumi ataupun di langit. Tidak ada sesuatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan semua
tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudh).” (QS. Yunus : 61)
“........Tidak ada yang tersembunyi bagiNya sekalipun seberat zarrah
baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau
yang lebih besar, semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfudh).” (QS. Saba‟ : 3)
Di sini para ilmuwan mengidentifikasikan kata Arab “zarrah” dengan
atom, padahal makna lazim kata itu adalah “semut kecil” atau “partikel debu
kecil.” Tidak ada alasan yang menyakinkan untuk meyakini bahwa Allah
menggunakan terminologi yang pada saat Nabi hidup belum dipahami. Hal
ini membuktikan bahwa ilmu kimia juga sangat erat kaitannya dengan ayat-
ayat Al-Qur‟an.
5. Minat Belajar
Minat merupakan suatu hal yang relatif menetap pada diri seseorang.
Minat belajar bisa tumbuh sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan.
Selain itu, minat juga bisa timbul sebagai akibat dari suatu kegiatan. Apabila
dikaitkan dalam konteks pembelajaran, minat belajar siswa dapat timbul
sebelum atau sesudah proses pembelajaran berlangsung. Minat belajar yang
timbul sesudah pembelajaran merupakan hasil dari perlakuan yang diberikan
pada saat pembelajaran. Hilgard (dalam Slameto, 2010: 57) memberi rumusan
tentang minat adalah sebagai berikut: “Interest is persisting tendency to pay
attention to and enjoy some activity or content”.
Menurut Slameto (2010: 180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa
ketertarikan pada sesuatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat
pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,
semakin besar minat. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu hal
daripada hal lainnya, dapat pula dimanisfestasikan melalui partisipasi dalam
suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung
untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tertentu. Minat
commit todiperoleh
tidak dibawa sejak lahir, melainkan user kemudian. Minat terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

sesuatu dipelajari dan mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi


penerimaan minat-minat baru. Jadi, minat terhadap sesuatu merupakan hasil
belajar dan menyokong belajar selanjutnya. Walaupun minat terhadap sesuatu
hal tidak merupakan hal yang hakiki untuk dapat mempelajari hal tersebut,
asumsi umum menyatakan bahwa minat akan membantu seseorang
mempelajarinya.
Adapun cara untuk meningkatkan minat siswa menurut beberapa ahli
pendidikan berpendapat yaitu menggunakan minat-minat siswa yang telah ada.
Tanner dan Tanner (dalam Slameto, 2010: 181) menyarankan agar para guru
juga berusaha membentuk minat-minat baru pada siswa. Hal ini dapat dicapai
dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara
suatu bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa di
masa yang akan datang. Rooijakkers dalam Slameto berpendapat minat dapat
pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu
berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa.
6. Prestasi Belajar dan Tes Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan
pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan (Hamdani,
2011:137). Menurut Hamdani (2011: 139-146), faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dibagi menjadi 2 bagian, yaitu faktor dari dalam
(intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari siswa, diantaranya kecerdasan (inteligensi), jasmaniah, sikap,
minat, bakat, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari lingkungan
sosial dan lingkungan nonsosial.
Tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur hasil yang telah dicapai
oleh siswa dalam belajar. Betapapun jelasnya penggarisan tujuan pendidikan,
tanpa adanya usaha pengukuran mustahil hasilnya dapat diketahui.
Keberhasilan program pendidikan harus disertai bukti peningkatan atau
pencapaian, maka dari itu dilakukanlah pengukuran secara terencana (Azwar,
1996). Sedangkan penilaian commit
hasil to user oleh pendidik adalah proses
belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik


dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan,
dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis,
selama dan setelah proses pembelajaran (Kemendikbud, 2014c).
Dengan adanya pengukuran prestasi maka dapat dilihat bagian-bagian
mana dalam pendidikan dan pengajaran yang harus dievaluasi. Sehingga dapat
diketahui unsur manakah yang harus ditingkatkan,dikembangkan, atau bahkan
ditinggalkan. Namun, fenomena yang terjadi adalah kebanyakan siswa hanya
berorientasi untuk mendapatkan nilai tinggi dalam tes. Suatu hasil tes yang
diperoleh dengan cara yang tidak jujur tentunya tidak dapat menjadi cerminan
mengenai prestasi siswa tersebut. Maka dari itu, guru senantiasa selalu
mengingatkan kepada siswa bahwa tujuan dari belajar adalah sebagai bekal
pengetahuan dan pemahaman yang diharapkan berguna untuk kehidupan siswa
kedepannya. Guru hendaknya menekankan bahwa dengan berlaku curang
dalam tes, hanya akan meyebabkan kerugian pada diri siswa itu sendiri.
Gronlund (dalam Azwar, 1996: 18-21) merumuskan beberapa prinsip
dasar dalam pengukuran prestasi sebagai berikut:
a. Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas
sesuai dengan tujuan instruksional.
b. Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil
belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau
pengajaran.
c. Tes prestasi harus berisi aitem-aitem dengan tipe yang paling cocok guna
mengukur hasil belajar yang diinginkan.
d. Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaan hasilnya.
e. Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil
ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati.
f. Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak
didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

Setidak-tidaknya ada empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki


oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang
baik, yaitu: (1) valid (shahih = ‫ ;)صحيح‬reliabel (tsabit = ‫( ;) ثابت‬3) obyektif
(maudu’iy = ‫ ) موضوعي‬dan (4) praktis („amaliy = ‫) عملي‬. Sebuah tes dikatakan
sebagai tes yang baik apabila setidaknya memenuhi empat karakteristik
berikut, yaitu:
a. Valid
Sebuah tes bersifat valid atau memiliki validitas apabila tes tersebut dapat
mengungkap atau mengukur apa yang seharusnya diungkap atau diukur
lewat tes tersebut. Jadi, tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila tes
hasil belajar tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta
didik) dengan secara tepat dan benar telah dapat mengukur atau
mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik,
setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu
tertentu.
b. Reliabel
Tes hasil belajar dapat dikatakan memiliki reliabilitas atau bersifat reliabel
apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes
tersebut secara berulang kali terhadap subjek yang sama, senantiasa
menunjukkan hasil yang tetap sama. Guna mengetahui apakah suatu tes
memiliki reliabilitas yang tinggi ataukah rendah maka dapat digunakan 3
jenis pendekatan, yaitu: 1) pendekatan single test atau single trial, 2)
pendekatan test retest, dan 3) pendekatan alternate form.
c. Objektif
Objektif dapat ditinjau dari 2 hal, yaitu dari segi isi tes dan dari segi
pemberian skor. Dari segi isi maka sebuah tes dinilai objektif apabila
materi tes tersebut diambil atau bersumber dari materi atau bahan
pelajaran yang sejalan dengan tujuan instruksional khusus yang telah
ditentukan. Jika ditinjau dari segi pemberian skor maka objektif memiliki
arti bahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor dan penentuan nilainya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

terhindar dari unsur-unsur subjektivitas yang melekat pada diri penyusun


tes.
d. Praktis
Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut
dapat dilaksanakan dengan mudah. Tes hendaknya bersifat sederhana,
dalam artian tidak memerlukan peralatan yang banyak atau peralatan yang
sulit pengadaannya. Selain itu, suatu tes haruslah lengkap. Lengkap disini
memiliki arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk
mengenai cara mengerjakannya, kunci jawaban, pedoman scoring dan
penentuan nilainya (Sudijono, 2008: 93-97).
7. Materi Pembelajaran Stoikiometri (Pokok Bahasan Konsep Mol)
Brady (1999: 75) mengemukakan bahwa stoikiometri (berasal dari bahasa
Yunani Stoicheion = unsur dan metron = mengukur) adalah istilah yang dipakai
untuk menggambarkan bentuk kuantitatif dari reaksi dan senyawa kimia. Jadi,
stoikiometri adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari pengukuran
unsur.
1. Percobaan Gay Lussac
Ilmuwan Perancis Joseph Louis Gay Lussac (1778-1850) berhasil
melakukan percobaan tentang volume gas yang terlibat pada berbagai reaksi.
Setiap satu satuan volume gas hidrogen bereaksi dengan satu satuan volume
gas klorin akan menghasilkan dua satuan volume gas hidrogen klorida. Setiap
dua satuan volume gas hidrogen bereaksi dengan satu satuan volume gas
oksigen akan menghasilkan dua satuan volume uap air.
1 satuan volume 1 satuan volume 2 satuan volume
gas hidrogen gas klorin gas hidrogen klorida

2 satuan volume 1 satuan volume 2 satuan volume


gas hidrogen gas oksigen uap air

Dari percobaan-percobaan yang telah dilakukannya, Gay-Lussac


berkesimpulan bahwa:
Volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas-gas hasil reaksi bila diukur
pada suhu dan tekanan yang sama berbanding sebagai bilangan bulat dan
commit to user
sederhana (Hukum Perbandingan Volume Gay-Lussac).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

Hasil percobaan menunjukkan bahwa:


Volume gas hidrogen : klorin : hidrogen klorida = 1 : 1 : 2
Volume gas hidrogen : oksigen : uap air = 2 : 1 : 2
Hukum tersebut hanya berlaku untuk reaksi-reaksi dalam wujud gas, dan
pada kenyataannya untuk reaksi yang bukan gas massa zat dan volume zat cair
tidak berlaku. Bila dihubungkan dengan teori teori atom Dalton terdapat
ketidaksesuaian, karena Dalton menganggap bahwa atom merupakan partikel
terkecil dari suatu zat. Jadi, bila satuan volume diperkecil sehingga didapat:
1 volume hidrogen + 1 volume klorin 2 volume hidrogen klorida
Jika diannggap bahwa gas-gas dalam keadaan sebagai atom, maka:
1 atom hidrogen + 1 atom klorin 2 atom hidrogen klorida
Bila konsep ini diterapkan pada gas hidrogen dan oksigen, maka didapat:
1 atom hidrogen + ½ atom oksigen 1 atom air
Konsep setengah atom bertentangan dengan teori atom Dalton, sebab tidak
ada atom yang hanya separo. Untuk menghindari hal tersebut Amadeo
Avogadro mengusulkan hipotesis yang dikenal sebagai Hipotesis Avogadro.
2. Hipotesis Avogadro
Amadeo Avogadro berpendapat bahwa satuan terkecil dari suatu zat tidaklah
harus atom, tetapi dapat merupakan gabungan atom yang disebut molekul. Dengan
konsep ini maka teori atom Dalton tetap benar dan fakta percobaan Gay-Lussac dapat
dijelaskan, sehingga pernyataan tentang reaksi hidrogen dengan oksigen menjadi:
1 molekul gas hidrogen + ½ molekul oksigen 1 molekul air
(konsep ½ molekul ini dapat dibenarkan karena bisa jadi ½ molekul oksigen itu hanya
berisi 1 atom oksigen saja).
Berdasarkan hal tersebut, maka Avogadro membuat hipotesis yang dikenal
dengan hipotesis Avogadro yang menyatakan bahwa:
“Pada suhu dan tekanan yang sama, semua gas yang volumenya sama akan
mengandung jumlah molekul yang sama.”
Menurut hipotesis Avogadro unsur yang berwujud gas umumnya merupakan
molekul dwi-atom atau diatomik. Bila demikian maka dalam persamaan reaksinya dua
reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

H2(g) Cl2(g) 2 HCl(g)


1 molekul 1 molekul 2 molekul
gas hidrogen gas klorin gas hidrogen klorida

H2(g) ½ O2(g) H2O(g)


1 molekul ½ molekul 1 molekul air
gas hidrogen gas oksigen

Avogadro juga menemukan pola hubungan antara perbandingan volume gas-gas


yang bereaksi, yaitu:
“Jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama perbandingan volume gas yang
terlibat dalam reaksi sama merupakan angka yang bulat dan sederhana”.
Jika diperhatikan ternyata perbandingan volume tersebut sesuai dengan
perbandingan koefisien persamaan reaksinya. Dengan dasar itulah beberapa rumus
molekul gas dapat diramalkan.
(Sudarmo, 2004)
3. Pengertian Mol
Dalam ilmu kimia, jumlah partikel atom atau unsur yang terlibat dalam
reaksi kimia dijelaskan dengan mol. Mol merupakan satuan untuk menyatakan
jumlah partikel. Secara umum, satu mol adalah zat yang mengandung jumlah
partikel yang sama dengan jumlah partikel yang terdapat dalam 12 gram atom
12 12
C. Jumlah partikel dalam 12 gram atom C yang di tentukan berdasarkan
hasil eksperimen adalah 6,02 x 1023. Bilangan 6,02 x 1023 dikenal dengan nama
tetapan Avogadro yang di lambangkan dengan NA. secara matematis,
pernyataan itu dapat di tulis sebagai berikut :
NA = 6,02 x 1023 partikel
Jumlah partikel dalam n mol suatu zat adalah n x 6,02.1023 partikel.
Penjelasan tersebut menggambarkan konsep mol yaitu perbandingan atom-
atom yang bersenyawa untuk membentuk molekul akan tepat sama dengan
perbandingan mol dari atom-atom ini yang bersenyawa (Brady, 1999: 77).
Contoh soal:
Berapa banyak partikel besi yang terdapat dalam 3 mol logam besi?
Jawaban:
1 mol logam besi (Fe) commit
= 6,02 topartikel
x 1023 user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

3 mol logam Fe = 3 x 6,02 x 1023 partikel


= 1,806 x 1024 partikel
Tabel 2.3 Data Jumlah Partikel Zat
Nama Zat Jenis Partikel Jumlah mol Jumlah Partikel
CO2 Molekul 5 mol 3,01 × 1024 molekul CO2
H Atom 0,2 mol 1,204 × 1023 hidrogen
Na+ Ion 1 mol 6,02 × 1023 ion Na+
Fe Atom 2 mol 1,204 × 1024 atom besi
NH4+ Ion 10 mol 6,02 × 1024 ion NH4+

4. Massa molar
Dalam buku Kimia 1 untuk Kelas X SMA dan MA (Susilowati, 2013)
dijelaskan bahwa massa molar adalah massa satu mol zat yang dinyatakan
dengan gram. Massa molar dilambangkan Mm dengan satuan gram/mol. Massa
molar berkaitan erat dengan pengertian massa atom relatif (Ar) dan massa
molekul relatif (Mr). Secara matematis, massa molar ditulis sebagai berikut:
m = n x Mm
di mana : m = massa ( g )
n = jumlah mol ( mol )
Mm= massa molar ( g/mol )
Massa molar (Mm) unsur A = Ar A g/mol
Massa molar (Mm) senyawa B = Mr B g/mol
Tabel 2.4 Data Hubungan Jumlah Mol dan Massa Molar Zat
Jumlah Massa Molar Massa Zat
Jenis Senyawa
mol (mol) (gram/mol) (gram)
CuSO4 0,2 159,5 31,9
N 0,5 14 7
NaOH 1 40 40
NH4 2 18 36
H2O 3 18 72
Mg(OH)2 7 58 406

5. Volume Molar
Volume molar menyatakan volume untuk tiap 1 mol gas. Oleh karena itu,
volume molar sangat dipengaruhi oleh
commit to temperatur
user dan tekanan. Dalam ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

kimia, kondisi temperature 00C dan tekanan 1 atm dianggap sebagai kondisi
standar yang bisa disingkat STP (Standart Temperature and Pressure).
Berdasarkan hipotesis Avogadro, gas yang bervolume sama memiliki
jumlah molekul yang sama jika diukur pada tekanan dan temperatur yang
sama. Hal itu berarti bahwa, jika jumlah molekul sama maka jumlah volume
juga sama.
Tiap mol zat mengandung 6,02 x 1023 partikel pada temperatur dan
tekanan sama maka satu mol tiap gas mempuyai volume yang sama. Dengan
kata lain, dalam satu mol, tiap gas memiliki volume yang sama jika diukur
pada temperatur dan tekanan yang sama.
Jika dinyatakan dalam temperatur dan tekanan STP, volume molar
dilambangkan Vm. Hubungan antara volume, jumlah mol, dan volume molar
adalah sebagai berikut:
V = n x Vm
Di mana : V = volume gas
n = jumlah mol
Vm = volume molar gas
Volume molar gas pada kondisi standar didasarkan pada volume 1 mol gas
oksigen. Massa satu liter oksigen pada kondisi standar adalah 1,429 gram
karena 1 mol oksigen bermassa 32 gram, volume 1 mol oksigen pada STP
adalah 32/1,429 liter = 22,4 liter. Dengan demikian, volume 1 mol tiap gas
pada kondisi standar adalah 22,4 liter.
Jika volume gas diukur pada temperatur dan tekanan dan tertentu maka
persamaan yang digunakan adalah persamaan umum gas. Secara matematis,
persamaan umum gas adalah sebagai berikut:
PV = nRT
V = nRT/P
Di mana : P = tekanan gas
V = volume gas ( L )
n = jumlah mol
R = tetapancommit to useratm L mol-1 K-1 )
gas ( 0,0821
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

T = temperature mutlak ( K )
Jika 1 mol gas diukur pada temperatur kamar ( 25oC ) dan tekanan 1 atm
maka volumenya adalah 24,5 liter.
Tabel 2.5 Data Hubungan Jumlah Mol dan Volume Pada Keadaan STP
Jumlah mol Volume Molar Volume
Jenis Senyawa
(mol) (L/mol) Gas (L)
NH3 0,5 22,4 11,2
SO2 1 22,4 22,4
CO2 3 22,4 67,2
Cl2 5 22,4 112

6. Hubungan Jumlah Mol, Jumlah Partikel, Massa, dan Volum Zat


Dari hubungan antara jumlah mol dan jumlah partikel, jumlah mol dan
massa, serta jumlah mol dan volume (STP), maka dapat diperoleh hubungan
sebagai berikut :

Gambar 2.1 Hubungan Jumlah Partikel, Volume (STP), Massa, dan Mol

7. Rumus Molekul, Rumus Empiris, dan Air Kristal


1) Rumus Molekul dan Rumus Empiris
Rumus kimia menunjukkan jenis atom unsur dan jumlah relatif masing-
masing unsur yang terdapat dalam zat. Banyaknya unsur yang terdapat dalam
zat ditunjukkan dengan angka indeks. Rumus kimia dapat berupa rumus
empiris dan rumus molekul. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

Tabel 2.6 Rumus Molekul dan Rumus Empiris Beberapa Senyawa


No Nama Zat Rumus Molekul Rumus Empiris
1. Air H2O H2O
2. Etilena C2H4 CH2
3. Glukosa C6H12O6 CH2O
4. Asam Asetat CH3COOH CH2O
5. Benzena C6H6 CH
6. Asetilena C2H2 CH

Rumus empiris adalah rumus yang menyatakan perbanding atom dari


unsur-unsur yang menyusun senyawa.
Rumus molekul adalah rumus yamg menyatakan jumlah unsur-unsur yang
menyusun satu molekul senyawa.
Maka untuk menentukan rumus molekul dapat ditulis sebagai berikut:
Rumus Molekul = (Rumus Empiris)n ; n = bilangan bulat
Mr Rumus Molekul = n × (Mr Rumus Empiris) ; n = bilangan bulat
Penentuan rumus empiris dan rumus molekul suatu senyawa dapat
ditempuh dengan langkah berikut :
1. Cari massa (persentase) tiap unsur penyusun senyawa,
2. Ubah ke satuan mol,
3. Perbandingan mol tiap unsur merupakan rumus empiris,
4. Cari rumus molekul dengan cara: (Mr rumus empiris)n = Mr rumus
molekul, n dapat dihitung,
5. Kalikan n yang diperoleh dari hitungan dengan rumus empiris.
Contoh :
Sejumlah sampel zat mengandung 11,2 gram Fe dan 4,8 gram O. Tentukan
rumus empirisnya. (Ar Fe = 56; O= 16)
Jawab:
Perbandingan = mol Fe : mol O
= :
= 0,2 mol : 0,3 mol
= 2 : 3
Jadi, rumus empirisnya adalah Fe2O3
commit
2) Rumus Kimia Hidrat (Air to user
Kristal)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

Air kristal adalah banyaknya molekul air yang diikat suatu senyawa.
Senyawa yang dalam rumus molekulnya mengandung air kristal disebut
senyawa hidrat, sedangkan yang tidak mengandung air kristal disebut senyawa
anhidrat.
Tabel 2.7 Nama dan Rumus Kimia Beberapa Senyawa Berhidrat
Jumlah Molekul
Nama Zat Rumus Kimia
Air Kristal
Kalsium sulfat dihidrat 2 CaSO4.2H2O
Asam oksalat dihidrat 2 H2C2O4.2H2O
Tembaga(II) sulfat pentahidrat 5 CuSO4.5H2O
Natrium sulfat pentahidrat 5 Na2SO4.5H2O
Magnesium sulfat heptahidrat 7 MgSO4.7H2O
Natrium karbonat dekahidrat 10 Na2CO3.10H2O

Contoh Soal :
Sebanyak 5 g hidrat tembaga(II) sulfat hidrat dipanaskan sampai semua
air kristalnya menguap. Massa tembaga(II) sulfat padat yang terbentuk
3,20 g. Tentukan rumus hidrat tersebut! (Ar : Cu = 63,5; S = 32; O = 16;
H = 1)
Jawab:
Langkah-langkah penentuan rumus hidrat:
a. Misalkan rumus hidrat CuSO4 . x H2O.
b. Tulis persamaan reaksinya.
c. Tentukan mol zat sebelum dan sesudah reaksi.
d. Hitung nilai x, dengan menggunakan perbandingan mol CuSO4 : mol
H2O.
CuSO4 . xH2O(s) → CuSO4(s) + xH2O
5g 3,2 g 1,8 g
Perbandingan, mol CuSO4 : mol H2O = 0.02 : 0,10.
Perbandingan, mol CuSO4 : mol H2O = 1 : 5.
Jadi, rumus hidrat dari tembaga(II) sulfat yaitu CuSO4.5H2O.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

8. Kadar Zat
1) Persentase Massa
Persentase massa adalah kepekatan yang dinyatakan sebagai perbandingan
antara bobot zat terlarut dan bobot larutan dikalikan 100%.

Persentase massa = x 100%

= x 100%

Persentase tidak memiliki satuan karena merupakan perbandingan antara


dua zat dengan satuan sama.
2) Persentase Volume
Konsentrasi larutan dari dua cairan sering dinyatakan sebagai persentase
volume, yaitu kepekatan yang dinyatakan sebagai perbandingan antara volume
zat terlarut dan volume larutan dikalikan 100%.

Persentase volume = x 100%

= x 100%

3) Persentase Berat per Volume


Persen berat per volume menyatakan banyaknya zat yang dilarutkan dalam
sejumlah tertentu pelarut untuk memperoleh volume larutan yang diinginkan.

% berat/volume = x 100%

4) Bagian per Juta atau Part per Million (ppm)


Jika konsentrasi suatu zat relatif rendah, konsentrasi zat itu dapat
dinyatakan dalam bagian per juta (bpj) atau part per million (ppm). Bagian per
juta menyatakan banyaknya mg zat terlarut dalam 1 liter larutan atau dalam 1
kg larutan padat.

bpj (ppm) massa = x 104 bpj

bpj (ppm) volume = x 104 bpj

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

B. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dewo (2004) menyatakan bahwa
pembelajaran fisika dengan model kompendium Al-Qur‟an mampu
menimbulkan ghirah, suasana yang bergairah dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar.
2. Jurnal Internasional dari Cemal dan Yavuz (2011) menyatakan bahwa
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat berpengaruh terhadap
motivasi belajar siswa dengan konsep pembelajaran berbasis pada masalah.
3. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) dari Pujiastuti (2013) menyatakan bahwa
pembelajaran metode proyek yang dilengkapi dengan kompendium Al-
Qur‟an dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa.
4. Jurnal Internasional dari Batdi (2014) menyatakan bahwa pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) lebih efektif daripada pembelajaran
konvensional.

C. Kerangka Berpikir
Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Fokus utama kurikulum 2013
adalah pengembangan pola pikir dengan model pembelajaran pendekatan saintifik
(scientific approach). Aspek penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2013
mencakup aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan yang sejauh ini belum
diterapkan penuh dalam pendidikan.
Ilmu kimia merupakan salah satu ilmu pengetahuan sains yang bersifat
abstrak. Dalam jenjang pendidikan, siswa tidak mudah memahami materi kimia.
Agar mudah dipahami, perlu adanya pemahaman konsep yang dihubungkan
dengan peristiwa yang terjadi sehari-hari. Di samping itu, siswa Madrasah Aliyah
cenderung kurang berminat dalam mempelajari ilmu sains termasuk kimia yang
dianggap pelajaran yang sulit bagi siswa. Selain itu juga guru masih menggunakan
metode ceramah konvensional yang menyebabkan siswa semakin malas untuk
commit kurang
mengikuti pelajaran dikarenakan mereka to user terlibat secara aktif dalam proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

pembelajaran. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan strategi pembelajaran yang
dapat meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran kimia sehingga prestasi siswa
dapat meningkat. Materi stoikiometri (pokok bahasan konsep mol) merupakan
salah satu materi yang bersifat abstrak serta dominan dengan persamaan dan
rumus. Sehingga menjadi tantangan baru siswa kelas X dalam mempelajari kimia.
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model
pembelajaran yang dirancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting,
yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan
masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari. Permasalahan mengenai materi stoikiometri yang muncul, diharapkan
dapat dianalisis dan dipecahkan oleh siswa dengan cara siswa saling aktif mencari
sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa dapat berkembang dengan
maksimal. Sehingga diharapkan penerapan model pembelajaran PBL yang
dilengkapi dengan kompendium Al-Qur‟an dapat meningkatkan minat dan
prestasi belajar siswa pada materi Stoikiometri. Karena dalam proses
pembelajaran ini, siswa diajak untuk mengaitkan konsep yang ada dengan ayat-
ayat Al-Qur'an serta terlibat aktif dalam pembelajaran dengan bekerja sama dalam
sebuah kelompok. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir penelitian
ini dapat disusun seperti pada Gambar 2.2.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

Karakteristik siswa

Minat & Prestasi belajar siswa


rendah

Model
pembelajaran
Problem Based
Learning (PBL)

Kompendium
Al-Qur‟an

Minat belajar Prestasi belajar

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis
Berdasarkan dasar teori dan kerangka pemikiran diatas, dapat disusun
hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh kompendium Al-Qur‟an pada pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) terhadap minat belajar siswa.
2. Ada pengaruh kompendium Al-Qur‟an pada pembelajaran Problem Based
commit
Learning (PBL) terhadap prestasi to user
belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai