id
BAB II`
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Belajar dan Pembelajaran
Witherington dalam Aunurrahman (2013: 35) mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepribadian atau suatu pengertian.
Menurut Menurut Dahar (2011: 3) “belajar dihasilkan dari pengalaman
dengan lingkungan, yang di dalamnya terdapat hubungan-hubungan antara
stimulus-stimulus dan respons-respons”.
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengokohkan kepribadian (Suyono & Hariyanto, 2012: 9).
Sedangkan menurut Hamalik (2008: 21) belajar merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan.
Dalam islam, penekanan belajar terhadap signifikansi fungsi kognitif
(akal) dan fungsi sesori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar.
Kata-kata kunci seperti ya’qiluun, yatafakkaruun, yubshiruun, yasma’uun dan
lain sebagainya yang terdapat di dalam Al-Qur‟an merupakan bukti betapa
pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karya manusia dalam belajar
dan meraih ilmu pengetahuan (Syah, 2013: 98-99).
Syah (2013: 99) menyebutkan beberapa penyusunan kutipan firman-
firman Allah dan Hadits Nabi SAW, baik secara eksplisit maupun implisit
mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan.
a. Allah berfirman : “..... apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang
yang berakal-lah yang mampu menerima pelajaran” (Az-Zumar: 9).
b. Allah berfirman : “Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang
commit
kamu tidak ketahui” (Al-Isra‟: 36).to user
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
Operasional Formal. Yaitu pada usia 11 tahun ke atas, di mana pada tahap
ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk
operasi-operasi yang lebih kompleks. Anak juga sudah memiliki
kemampuan berpikir abstrak. Kemampuan berfikir abstrak merupakan
kemampuan untuk menganalisis suatu permasalahan maupun kemampuan
berfikir kreatif. Implementasi teori ini dalam penelitian adalah dalam
pembelajaran siswa dilatih untuk mampu berfikir dalam menganalisis dan
memecahkan suatu masalah sesuai dengan hakikat dari Problem Based
Learning. Cara berfikir ini dibutuhkan dalam pembelajaran sains termasuk
kimia.
b. Teori Belajar Vygotsky
Menurut pandangan Vygotsky perkembangan intelektual pada
individu terjadi ketika individu menghadapi pengalaman baru yang
membingungakan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang
ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman ini. Dalam usaha menemukan
pemahaman tentang sesuatu, individu akan menggunakan pengetahuan
yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru yang mereka temukan dan
akan dikonstruksi makna yang baru. Ide Vygotsky ini hampir sama dengan
ide Piaget, hanya saja Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial
dalam perkembangan intelektual seseorang, sedangkan menurut Piaget
seseorang terlepas dari konteks sosialnya. Hal ini sesuai dengan kegiatan
berkelompok siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan saat
pembelajaran (Dahar, 2011).
Sumbangan dan teori Vygotsky adalah penekanan pada bakat
sosiokultural dalam pembelajaran. Menurutnya pembelajaran terjadi saat
anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal
development). Zona perkembangan proksimal adalah tingkat
perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada saat
ini. Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
12
Teori ini sesuai dengan kemampuan siswa untuk menemukan ayat-ayat Al-
Qur‟an yang berkaitan dengan sains. Sehingga siswa akan lebih berminat
dalam mempelajari materi kimia.
(Dahar, 2011)
3. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Hmelo-silver, Serafino & Cicchelli pembelajaran berbasis
masalah adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah
sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah,
materi, dan pengetahuan diri (Eggen & Kauchak, 2012: 307).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran
yang menyajikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari
siswa (bersifat kontekstual) sehingga merangsang siswa untuk belajar. Problem
Based Learning menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja
secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin
tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada siswa,
sebelum siswa mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan
masalah yang harus dipecahkan (Kemendikbud, 2014b).
PBL mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya.
Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa (perilaku
mereka) tetapi pada apa yang siswa pikirkan (kognisi mereka) selama
mengerjakan soal. Meskipun peran guru dalam pembelajaran yang berbasis-
masalah kadang-kadang juga melibatkan mempresentasikan dan menjelaskan
berbagai hal kepada siswa, tetapi guru lebih harus sering memfungsikan diri
sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir
dan menyelesaikan maslahnya sendiri.
PBL didasarkan pada premis bahwa situasi bermasalah yang
membingungkan atau tidak jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa
sehingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki. Sebuah situasi
bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria penting, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
Pertama, situasi yang mestinya autentik. Hal ini berarti bahwa masalahnya
harus dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip
disiplin akademis tertentu. Bagaimana mengatasi polusi di Chesapeake Bay
adalah salah satu contoh masalah kehidupan nyata.
Kedua, masalah itu mestinya tidak jelas/ tidak sederhana sehingga
menciptakan misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat
diselesaikan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alterntif
dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tentu saja hat tersebut dapat
memberikan kesempatan untuk berdiskusi, berdialog, dan berdebat.
Ketiga, masalah harus bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
Keempat, masalah itu metinya memiliki cakupan yang luas sehingga
memberikan kesempatan kepada guru untuk memenuhi tujuan
instruksionalnya, tetapi tetap dalam batas-batas yang layak bagi pelajarannya
dilihat dari segi waktu, ruang, dan keterbatasan sumber daya.
Kelima, masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari usaha
kelompok, bukan justru dihalanginya (Sugiyanto, 2010).
Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah
dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Peran Guru, Siswa dan Masalah dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah
Siswa sebagai Masalah sebagai awal
Guru sebagai pelatih
problem solver tantangan dan motivasi
a. Asking about thinking a. Peserta yang a. Menarik untuk
(bertanya tentang aktif. dipecahkan.
pemikiran). b. Terlibat langsung b. Menyediakan
b. Memonitor pembelajaran. dalam kebutuhan yang ada
c. Probbing (menantang pembelajaran. hubungannya
siswa untuk berfikir). c. Membangun dengan pelajaran
d. Menjaga agar siswa pembelajaran. yang dipelajari.
terlibat.
e. Mengatur dinamika
kelompok.
f. Menjaga berlangsungnya
proses.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
16
17
18
19
20
21
yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan semua
tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudh).” (QS. Yunus : 61)
“........Tidak ada yang tersembunyi bagiNya sekalipun seberat zarrah
baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau
yang lebih besar, semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfudh).” (QS. Saba‟ : 3)
Di sini para ilmuwan mengidentifikasikan kata Arab “zarrah” dengan
atom, padahal makna lazim kata itu adalah “semut kecil” atau “partikel debu
kecil.” Tidak ada alasan yang menyakinkan untuk meyakini bahwa Allah
menggunakan terminologi yang pada saat Nabi hidup belum dipahami. Hal
ini membuktikan bahwa ilmu kimia juga sangat erat kaitannya dengan ayat-
ayat Al-Qur‟an.
5. Minat Belajar
Minat merupakan suatu hal yang relatif menetap pada diri seseorang.
Minat belajar bisa tumbuh sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan.
Selain itu, minat juga bisa timbul sebagai akibat dari suatu kegiatan. Apabila
dikaitkan dalam konteks pembelajaran, minat belajar siswa dapat timbul
sebelum atau sesudah proses pembelajaran berlangsung. Minat belajar yang
timbul sesudah pembelajaran merupakan hasil dari perlakuan yang diberikan
pada saat pembelajaran. Hilgard (dalam Slameto, 2010: 57) memberi rumusan
tentang minat adalah sebagai berikut: “Interest is persisting tendency to pay
attention to and enjoy some activity or content”.
Menurut Slameto (2010: 180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa
ketertarikan pada sesuatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat
pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,
semakin besar minat. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu hal
daripada hal lainnya, dapat pula dimanisfestasikan melalui partisipasi dalam
suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung
untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tertentu. Minat
commit todiperoleh
tidak dibawa sejak lahir, melainkan user kemudian. Minat terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
23
24
25
26
27
28
4. Massa molar
Dalam buku Kimia 1 untuk Kelas X SMA dan MA (Susilowati, 2013)
dijelaskan bahwa massa molar adalah massa satu mol zat yang dinyatakan
dengan gram. Massa molar dilambangkan Mm dengan satuan gram/mol. Massa
molar berkaitan erat dengan pengertian massa atom relatif (Ar) dan massa
molekul relatif (Mr). Secara matematis, massa molar ditulis sebagai berikut:
m = n x Mm
di mana : m = massa ( g )
n = jumlah mol ( mol )
Mm= massa molar ( g/mol )
Massa molar (Mm) unsur A = Ar A g/mol
Massa molar (Mm) senyawa B = Mr B g/mol
Tabel 2.4 Data Hubungan Jumlah Mol dan Massa Molar Zat
Jumlah Massa Molar Massa Zat
Jenis Senyawa
mol (mol) (gram/mol) (gram)
CuSO4 0,2 159,5 31,9
N 0,5 14 7
NaOH 1 40 40
NH4 2 18 36
H2O 3 18 72
Mg(OH)2 7 58 406
5. Volume Molar
Volume molar menyatakan volume untuk tiap 1 mol gas. Oleh karena itu,
volume molar sangat dipengaruhi oleh
commit to temperatur
user dan tekanan. Dalam ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
kimia, kondisi temperature 00C dan tekanan 1 atm dianggap sebagai kondisi
standar yang bisa disingkat STP (Standart Temperature and Pressure).
Berdasarkan hipotesis Avogadro, gas yang bervolume sama memiliki
jumlah molekul yang sama jika diukur pada tekanan dan temperatur yang
sama. Hal itu berarti bahwa, jika jumlah molekul sama maka jumlah volume
juga sama.
Tiap mol zat mengandung 6,02 x 1023 partikel pada temperatur dan
tekanan sama maka satu mol tiap gas mempuyai volume yang sama. Dengan
kata lain, dalam satu mol, tiap gas memiliki volume yang sama jika diukur
pada temperatur dan tekanan yang sama.
Jika dinyatakan dalam temperatur dan tekanan STP, volume molar
dilambangkan Vm. Hubungan antara volume, jumlah mol, dan volume molar
adalah sebagai berikut:
V = n x Vm
Di mana : V = volume gas
n = jumlah mol
Vm = volume molar gas
Volume molar gas pada kondisi standar didasarkan pada volume 1 mol gas
oksigen. Massa satu liter oksigen pada kondisi standar adalah 1,429 gram
karena 1 mol oksigen bermassa 32 gram, volume 1 mol oksigen pada STP
adalah 32/1,429 liter = 22,4 liter. Dengan demikian, volume 1 mol tiap gas
pada kondisi standar adalah 22,4 liter.
Jika volume gas diukur pada temperatur dan tekanan dan tertentu maka
persamaan yang digunakan adalah persamaan umum gas. Secara matematis,
persamaan umum gas adalah sebagai berikut:
PV = nRT
V = nRT/P
Di mana : P = tekanan gas
V = volume gas ( L )
n = jumlah mol
R = tetapancommit to useratm L mol-1 K-1 )
gas ( 0,0821
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
T = temperature mutlak ( K )
Jika 1 mol gas diukur pada temperatur kamar ( 25oC ) dan tekanan 1 atm
maka volumenya adalah 24,5 liter.
Tabel 2.5 Data Hubungan Jumlah Mol dan Volume Pada Keadaan STP
Jumlah mol Volume Molar Volume
Jenis Senyawa
(mol) (L/mol) Gas (L)
NH3 0,5 22,4 11,2
SO2 1 22,4 22,4
CO2 3 22,4 67,2
Cl2 5 22,4 112
Gambar 2.1 Hubungan Jumlah Partikel, Volume (STP), Massa, dan Mol
31
32
Air kristal adalah banyaknya molekul air yang diikat suatu senyawa.
Senyawa yang dalam rumus molekulnya mengandung air kristal disebut
senyawa hidrat, sedangkan yang tidak mengandung air kristal disebut senyawa
anhidrat.
Tabel 2.7 Nama dan Rumus Kimia Beberapa Senyawa Berhidrat
Jumlah Molekul
Nama Zat Rumus Kimia
Air Kristal
Kalsium sulfat dihidrat 2 CaSO4.2H2O
Asam oksalat dihidrat 2 H2C2O4.2H2O
Tembaga(II) sulfat pentahidrat 5 CuSO4.5H2O
Natrium sulfat pentahidrat 5 Na2SO4.5H2O
Magnesium sulfat heptahidrat 7 MgSO4.7H2O
Natrium karbonat dekahidrat 10 Na2CO3.10H2O
Contoh Soal :
Sebanyak 5 g hidrat tembaga(II) sulfat hidrat dipanaskan sampai semua
air kristalnya menguap. Massa tembaga(II) sulfat padat yang terbentuk
3,20 g. Tentukan rumus hidrat tersebut! (Ar : Cu = 63,5; S = 32; O = 16;
H = 1)
Jawab:
Langkah-langkah penentuan rumus hidrat:
a. Misalkan rumus hidrat CuSO4 . x H2O.
b. Tulis persamaan reaksinya.
c. Tentukan mol zat sebelum dan sesudah reaksi.
d. Hitung nilai x, dengan menggunakan perbandingan mol CuSO4 : mol
H2O.
CuSO4 . xH2O(s) → CuSO4(s) + xH2O
5g 3,2 g 1,8 g
Perbandingan, mol CuSO4 : mol H2O = 0.02 : 0,10.
Perbandingan, mol CuSO4 : mol H2O = 1 : 5.
Jadi, rumus hidrat dari tembaga(II) sulfat yaitu CuSO4.5H2O.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
8. Kadar Zat
1) Persentase Massa
Persentase massa adalah kepekatan yang dinyatakan sebagai perbandingan
antara bobot zat terlarut dan bobot larutan dikalikan 100%.
= x 100%
= x 100%
% berat/volume = x 100%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
B. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dewo (2004) menyatakan bahwa
pembelajaran fisika dengan model kompendium Al-Qur‟an mampu
menimbulkan ghirah, suasana yang bergairah dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar.
2. Jurnal Internasional dari Cemal dan Yavuz (2011) menyatakan bahwa
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat berpengaruh terhadap
motivasi belajar siswa dengan konsep pembelajaran berbasis pada masalah.
3. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) dari Pujiastuti (2013) menyatakan bahwa
pembelajaran metode proyek yang dilengkapi dengan kompendium Al-
Qur‟an dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa.
4. Jurnal Internasional dari Batdi (2014) menyatakan bahwa pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) lebih efektif daripada pembelajaran
konvensional.
C. Kerangka Berpikir
Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Fokus utama kurikulum 2013
adalah pengembangan pola pikir dengan model pembelajaran pendekatan saintifik
(scientific approach). Aspek penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2013
mencakup aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan yang sejauh ini belum
diterapkan penuh dalam pendidikan.
Ilmu kimia merupakan salah satu ilmu pengetahuan sains yang bersifat
abstrak. Dalam jenjang pendidikan, siswa tidak mudah memahami materi kimia.
Agar mudah dipahami, perlu adanya pemahaman konsep yang dihubungkan
dengan peristiwa yang terjadi sehari-hari. Di samping itu, siswa Madrasah Aliyah
cenderung kurang berminat dalam mempelajari ilmu sains termasuk kimia yang
dianggap pelajaran yang sulit bagi siswa. Selain itu juga guru masih menggunakan
metode ceramah konvensional yang menyebabkan siswa semakin malas untuk
commit kurang
mengikuti pelajaran dikarenakan mereka to user terlibat secara aktif dalam proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
pembelajaran. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan strategi pembelajaran yang
dapat meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran kimia sehingga prestasi siswa
dapat meningkat. Materi stoikiometri (pokok bahasan konsep mol) merupakan
salah satu materi yang bersifat abstrak serta dominan dengan persamaan dan
rumus. Sehingga menjadi tantangan baru siswa kelas X dalam mempelajari kimia.
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model
pembelajaran yang dirancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting,
yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan
masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari. Permasalahan mengenai materi stoikiometri yang muncul, diharapkan
dapat dianalisis dan dipecahkan oleh siswa dengan cara siswa saling aktif mencari
sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa dapat berkembang dengan
maksimal. Sehingga diharapkan penerapan model pembelajaran PBL yang
dilengkapi dengan kompendium Al-Qur‟an dapat meningkatkan minat dan
prestasi belajar siswa pada materi Stoikiometri. Karena dalam proses
pembelajaran ini, siswa diajak untuk mengaitkan konsep yang ada dengan ayat-
ayat Al-Qur'an serta terlibat aktif dalam pembelajaran dengan bekerja sama dalam
sebuah kelompok. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir penelitian
ini dapat disusun seperti pada Gambar 2.2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
Karakteristik siswa
Model
pembelajaran
Problem Based
Learning (PBL)
Kompendium
Al-Qur‟an
D. Hipotesis
Berdasarkan dasar teori dan kerangka pemikiran diatas, dapat disusun
hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh kompendium Al-Qur‟an pada pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) terhadap minat belajar siswa.
2. Ada pengaruh kompendium Al-Qur‟an pada pembelajaran Problem Based
commit
Learning (PBL) terhadap prestasi to user
belajar siswa.