Disusun Oleh :
Dika Awalia
10119027
2A Keperawatan
b. Idiopatik.
Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent), lebih dari 90% dari
sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara
permanen. Insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung Diabetes
tipe 1 kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun. Para ilmuwan percaya
bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi dapat
menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin di pankreas (Merck,
2008).
2. Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent)
Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent) tidak ada kerusakan
pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan terkadang
insulin dalam tingkat tinggi dari normal. Akan tetapi, tubuh manusia
resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada
dewasa yang berumur lebih dari 40 tahun dan menjadi lebih umum dengan
peningkatan usia. Diabetes tipe lain :
Defek genetik fungsi sel beta
a. DNA mitokondria.
b. Defek genetik kerja insulin.
c. Penyakit eksokrin pankreas
i. Pankreatitis.
ii. Tumor/ pankreatektomi.
iii. Pankreatopati fibrokalkulus.
d. Endokrinopati.
1) Akromegali.
2) Sindroma.
3) Cushing.
4) Feokromositoma.
5) Hipertiroidisme.
e. Karena obat/ zat kimia.
f. Pentamidin, asam nikotinat.
g. Glukokortikoid, hormon tiroid.
4. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi
sel akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
5. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi
rasa lapar. Makareaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia).
6. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme,akibat dari itu
maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami
atrofi dan penurunan secara otomatis.
7. Malaise atau kelemahan.
8. Kesemutan pada ekstremitas.
9. Infeksi kulit dan pruritus.
10. Timbul gejala ketoasidosis & somnolen bila berat. (Purwanto. H, 2016)
F. Komplikasi Diabetes Mellitus
Perkusi: Pekak.
k. Paru-paru
Inspeksi: Simetris, bentuk dada normal.
Palpasi: Vocal fremitus kanan kiri sama. Perkusi: Sonor.
Auskultasi: Tidak ada suara tambahan whezzing, ronchi, dll.
l. Abdomen
Inspeksi: Simetris, distensi abdomen. Auskultasi: Bising usus
normal.
Perkusi: Tympani.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.
m. Sistem Integumen
Inspeksi: Warna kulit dan tugor .
Palpasi : Capillary Refill Time (CRT) normal, akral teraba hangat, CRT
kembali < 2 detik.
n. Ekstremitas
Kekuatan otot dan ekstremitas terganggu karena adanya luka ganggre/ulkus
diabetikum.
4. Kemungkinan data fokus hasil pemeriksaan diagnostic
Menurut Purwanto, (2016) untuk mengetahui apakah seseorang mengalami
diabetes melitus, maka akan dilakukan beberapa pemeriksaan diagnostik yang
meliputi :
1. Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik menurut WHO untuk diabetes melitus pada orang
dewasa yang tidak hamil sedikitnya 2x pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu/random : 200 mg/dL (11,1
mmol/L).
b. Glukosa plasma puasa /nuchter : 140 mg/dL (7,8 mmol/L).
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
setelah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial)
: 200 mg/dL.
2. Tes Toleransi Glukosa
Pada tes toleransi glukosa oral pasien mengkonsumsi makanan tinggi
karbohidrat (150-300 gr) selam 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah
berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil ,
kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien.
3. Aseton plasma ( aseton) : positif secara mencolok.
4. Osmolaritas serum : meningkat <330 m osm/lt.
5. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 ( asidosis metabolik).
6. Alkoholosis respiratorik.
7. Trombosit darah : mungkin meningkat/ dehidrasi, leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stres/infeksi.
8. Ureum/ kreatinin : mungkin meningkat,/ normal lochidrasi/ penurunan fungsi ginjal.
9. Amilase darah : mungkin meningkat.
10. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe 1) , normal sampai
meningkat pada tipe 2 yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
11. Peningkatan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan insulin.
12. Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat.
13. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada
luka.
K. Perenacanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri : Respon nyeri sangat
askep selama 3 x 1. Lakukan pegkajian nyeri individual sehingga
24 jam tingkat secara komprehensif termasuk penangananyapun
kenyamanan klien lokasi, karakteristik, durasi, berbeda untuk
meningkat, dan frekuensi, kualitas dan ontro masing-masing
dibuktikan dengan presipitasi. individu.
level nyeri: klien 2. Observasi reaksi Komunikasi yang
dapat melaporkan nonverbal dari terapetik mampu
nyeri pada ketidaknyamanan. meningkatkan rasa
petugas, frekuensi 3. Gunakan teknik percaya klien
nyeri, ekspresi komunikasi terapeutik untuk terhadap perawat
wajah, dan mengetahui pengalaman nyeri sehingga dapat lebih
menyatakan klien sebelumnya. kooperatif dalam
kenyamanan fisik 4. Kontrol ontro program manajemen
dan psikologis, TD lingkungan yang nyeri.
120/80 mmHg, N: mempengaruhi nyeri seperti Lingkungan yang
60-100 x/mnt, RR: suhu ruangan, pencahayaan, nyaman dapat
16-20x/mnt kebisingan. membantu klien
Control nyeri 5. Kurangi ontro untuk mereduksi
dibuktikan dengan presipitasi nyeri. nyeri.
klien melaporkan 6. Pilih dan lakukan Pengalihan nyeri
gejala nyeri dan penanganan nyeri dengan relaksasi dan
control nyeri. (farmakologis/non distraksi dapat
farmakologis).. mengurangi nyeri
7. Ajarkan teknik non yang sedang timbul.
farmakologis (relaksasi, Pemberian analgetik
distraksi dll) untuk mengetasi yang tepat dapat
nyeri.. membantu klien
8. Berikan analgetik untuk untuk beradaptasi
mengurangi nyeri. dan mengatasi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/ ontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
11. Monitor penerimaan Tindakan evaluatif
klien tentang manajemen terhadap penanganan
nyeri. nyeri dapat dijadikan
rujukan untuk
Administrasi analgetik :. penanganan nyeri
1. Cek program pemberian yang mungkin
analogetik; jenis, dosis, dan muncul berikutnya
frekuensi. atau yang sedang
2. Cek riwayat alergi.. berlangsung.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2 PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi Penularan infeksi
askep selama 5 x primer & sekunder dapat melalui
24 jam perawat 2. Bersihkan lingkungan pengunjung yang
akan menangani / setelah dipakai pasien lain. mempunyai penyekit
mengurangi 3. Batasi pengunjung bila menular.
komplikasi perlu. Tindakan antiseptik
defsiensi imun 4. Intruksikan kepada dapat mengurangi
keluarga untuk mencuci pemaparan klien dari
tangan saat kontak dan sumber infeksi
sesudahnya. Pengunaan alat
5. Gunakan sabun anti pengaman dapat
miroba untuk mencuci tangan. melindungi klien dan
6. Lakukan cuci tangan petugas dari
sebelum dan sesudah tindakan tertularnya penyakit
keperawatan. infeksi.
7. Gunakan baju dan sarung Perawatan luka setiap
tangan sebagai alat pelindung. hari dapat
8. Pertahankan teknik mengurangi
aseptik untuk setiap tindakan. terjadinya infeksi
9. Lakukan perawatan luka serta dapat untuk
dan dresing infus setiap hari. mengevaluasi kondisi
10. Amati keadaan luka dan luka.
sekitarnya dari tanda – tanda Penemuan secara dini
meluasnya infeksi tanda-tanda infeksi
11. Tingkatkan intake dapat mempercepat
nutrisi.dan cairan penanganan yang
12. Berikan antibiotik sesuai diperlukan sehingga
program. klien dapat segera
13. Monitor hitung terhindar dari resiko
granulosit dan WBC. infeksi atau terjadinya
14. Ambil kultur jika perlu infeksi dapat dibatasi.
dan laporkan bila hasilnya Pengguanan teknik
positip. aseptik dan isolasi
15. Dorong istirahat yang klien dapat
cukup. mengurangi
16. Dorong peningkatan pemaparan dan
mobilitas dan latihan. penyebaran infeksi.
17. Ajarkan keluarga/klien Satus nutrisi yang
tentang tanda dan gejala adekuat, istirahat
infeksi. yang cukup serta
mobilisasi dan latihan
yang teratur dapat
meningkatkan
percepatan proses
penyembuhan luka.
Hasil kultur positif
menunjukan telah
terjadi infeksi.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi Hiperglikemia
2. Monitor tanda dan gejala dipengaruhi oleh beberapa
diabetik ketoasidosis ; gula factor diantaranya: terlalu
darah > 300 mg/dl, pernafasan banyak makan / kurang
bau aseton, sakit kepala, makan, terlalu sedikit
pernafasan kusmaul, anoreksia, insulin, dan kurang
mual dan muntah, tachikardi, aktivitas.
TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau
kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan Wound care Pengkajian luka akan
integritas askep 6x24 jam 1. Catat karakteristik lebih
jaringan Wound healing luka:tentukan ukuran dan realible dilakukan oleh
meningkat: kedalaman luka, dan klasifikasi pemberi asuhan yang
Dengan criteria pengaruh ulcers sama dengan posisi yang
Luka mengecil 2. Catat karakteristik cairan secret sama dan tehnik yang
dalam ukuran dan yang keluar sama
peningkatan 3. Bersihkan dengan cairan anti
granulasi jaringan bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing
steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada
balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan
mobilitas Askep 6x24 jam Terapi Exercise : Pergerakan sendi ROM exercise membantu
fisik dapat teridentifikasi 1. Pastikan keterbatasan gerak mempertahankan
Mobility level sendi yang dialami mobilitas sendi,
Joint movement: 2. Kolaborasi dengan fisioterapi meningkatkan sirkulasi,
aktif. 3. Pastikan motivasi klien untuk mencegah kontraktur,
Self care:ADLs mempertahankan pergerakan meningkatkan
Dengan criteria sendi kenyamanan.
hasil: 4. Pastikan klien untuk
1. Aktivitas fisik mempertahankan pergerakan
meningkat sendi
2. ROM normal 5. Pastikan klien bebas dari nyeri
3. Melaporkan sebelum diberikan latihan
perasaan 6. Anjurkan ROM Exercise aktif:
peningkatan jadual; keteraturan, Latih ROM
kekuatan pasif.
kemampuan
dalam bergerak Exercise promotion Pengetahuan yang cukup
4. Klien bisa 1. Bantu identifikasi program akan memotivasi klien
melakukan latihan yang sesuai untuk melakukan latihan.
aktivitas 2. Diskusikan dan instruksikan
5. Kebersihan diri pada klien mengenai latihan
klien terpenuhi yang tepat Meningkatkan dan
walaupun dibantu membantu berjalan/
Exercise terapi ambulasi
oleh perawat atau ambulasi atau
1. Anjurkan dan Bantu klien
keluarga memperbaiki otonomi dan
duduk di tempat tidur sesuai
fungsi tubuh dari injuri
toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau
sesuai toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat
Bantu
L. Skoring
No Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran
1 Sifat masalah
a. Aktual 3
b. Potensial 2 1
c. Sejahteraan 1
2 Kemungkinan masalah dapat
diubah
a. Mudah 2 2
b. Sebagian 1
c. Tidak dapat 0
3 Potensial masalah untuk
dicegah 3
a. Tinggi 2 1
b. Cukup 1
c. Rendah
4 Menonjolnya masalah
a. Masalah berat, harus 2
segera ditangani
b. Ada masalah tetapi 1 1
tidak perlu segera
ditangani 0
c. Masalah tidak
dirasakan
Jumlah
SKOR
xBOBOT =NILAI AKHIR
NILAI TERTINGGI
N. Buku Sumber
1. Ndraha, S. 2014. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.
2. Depertemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univeritas Krida
Wacana Jakarta. Vol (27). No (2).
3. PERKENI. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. PERKENI. Jakarta.
4. Kemenkes RI, 2018. Riset Kesehatan dasar 2018: Jakarta
5. Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan dasar 2013: Jakarta