Kelompok 4
Disusun oleh :
PROFESI APOTEKER
SURAKARTA
2017/2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) adalah salah satu tumbuhan obat
keluarga Zingiberaceae yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional di Indonesia (Sidik et al. 1992; Prana 2008). Tumbuhan temulawak secara
empiris banyak digunakan sebagai obat tunggal maupun campuran. Terdapat lebih
dari dari 50 resep obat tradisional menggunakan temulawak. Eksistensi temulawak
sebagai tumbuhan obat telah lama diakui, terutama dikalangan masyarakat Jawa.
Rimpang temulawak merupakan bahan pembuatan obat tradisional yang paling utama.
Kasiat temulawak sebagai upaya pemelihara kesehatan, disamping sebagai upaya
peningkatan kesehatan atau pengobatan penyakit. Temulawak sebagai obat atau bahan
obat tradisional akan menjadi tumpuan harapan bagi pengembangan obat tradisional
Indonesia sebagai sediaan fitoterapi yang kegunaan dan keamanan dapat
dipertanggungjawabkan (Sidik et al. 1992).
Temulawak mengandung berbagai komponen kimia diantaranya
xanthorrhizol, kurkuminoid yang didalamnya terdapat zat kuning (kurkumin) dan
desmetoksi kurkumin, minyak atsiri, protein, lemak, selulosa dan mineral (Rahardjo,
2010). Kurkumin yang terkadung pada temulawak memiliki banyak aktivitas yaitu
dapat mengatasi gangguan aliran getah empedu, gangguan saluran pencernaan,
sembelit, radang rahim, kencing nanah, kurang nafsu makan, kelebihan berat badan,
radang lambung, cacar air, eksema, jerawat, reumatik arthritis dan antikanker.
Perkembangan produk temulawak di Indonesia saat ini mulai banyak dari jamu, OHT
dan fitofarmaka.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah habitat, budidaya dan pemanenan pada tanaman temulawak ?
2. Bagaimanakah aktivitas dan kandungan ilmiah pada tanaman temulawak ?
3. Bagaimanakah metode isolasi dan krakteristik senyawa pada tanaman temulawak ?
4. Apa manfaat empiris dan ilmiah dari tanaman temulawak ?
5. Bagaimanakah pengembangan produk komersil dari tanaman temulawak ?
C. Tujuan
1. Untuk mamhami habitat, budidaya dan pemanenan pada tanaman temulawak.
2. Untuk memahami aktivitas dan kandungan ilmiah pada tanaman temulawak.
2
3. Untuk memahami metode isolasi dan krakteristik senyawa pada tanaman
temulawak.
4. Untuk memahami manfaat empiris dan ilmiah dari tanaman temulawak.
5. Untuk memahami pengembangan produk komersil dari tanaman temulawak.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
kulitnya dan diiris-iris melintang. Tebal tiap irisan 7 mm sampai 8 mm pada waktu
segar. Setelah dijemur atau dikeringkan dalam ruangan pengering tebal irisan menjadi
5 mm sampai 6 mm. Penjemuran atau pengering irisan dilakukan dengan meletakkan
irisan tidak saling bertumpukan. Untuk alas penjemuran dipakai anyamna bambu,
lantai penjemur atau tikar. Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu
awal 50o sampai 55o agar diperoleh warna yang baik. Lama pengeringan lebih kurang
7 jam dengan rendeman kering rimpang induk 15 % dan rendemen rimpang cabang 10
% dihitung dari rimpang segar yang digunakan. Setelah kering irisan harus segera
dikemas dalam peti berkapasitas sebesar 20 kg agar tidak cepat menjadi lembab
kembali.
Syarat temulawak kering untuk ekspor, sebagai berikut :
a. Warna : kuning jingga sampai coklat kuning jingga
b. Aroma : khas wangi aromatik
c. Rasa : mirip rempah-rempah dan agak pahit.
d. Kelembaban : maksimum 12 %
e. Abu : 3 % sampai 7 %
f. Pasir kasar :1%
g. Kadar minyak atsiri : minimum 5 %.
B. Aspek Aktivitas dan Kandungan Ilmiah
I. Kandungan ilmiah
Temu lawak mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia yang terdapat
pada rimpangnya, antara lain berupa fellandrean dan turmerol atau yang sering
disebut minyak menguap. Kemudian minyak atsiri, kamfer, glukosida, foluymetik
karbinol dan an kurkuminoid. Kurkuminoid terdiri atas kurkumin dan
desmetoksikurkumin, yang bermanfaat menetralkan racun, menghilangkan nyeri
sendi, meningkatkan sekresi empedu, menurunkan kadar kolestrol dan trigliserida
darah, antibakteri, mencegah pelemakan dalam sel-sel hati, dan antioksidan.
Sedangkan minyak atsiri menyimpan khasiat untuk meningkatkan produksi getah
empedu dan menekan pembengkakan jaringan.
II. Aktivitas
a) Mengatasi Gangguan Pencernaan
Macam-macam gangguan kesehatan di saluran pencernaan seperti perut
kembung, dyspepsia, dan indisgestion dapat diatasi dengan temu lawak. Pada
2006, Clinical Gastroenterology and Hepatology menyatakan bahwa pasien yang
5
mengalami gangguan kesehatan pada ulcerative colitis mendapati penyakitnya
semakin membaik dengan mengonsumsi suplemen temu lawak secara teratur.
b) Meringankan Osteoarthritis
Manfaat ini ternyata sudah masyur di India sejak ribuan tahun lalu. Temu
lawak mempunyai kemampuan untuk meredakan peradangan, seperti
osteoarthritis.
c) Mengatasi Kanker
Temu lawak juga efektif dalam mengatasi penyakit kanker, seperti kanker
payudara, usus dan prostat. Dari jurnal ilmiah The Prostate diketahui bahwa
kandungan curcumin dalam temu lawak dapat menghambat pertumbuhan kanker
prostat. The University of Maryland Medical Center menjelaskan hal tersebut
dengan membuat hipotesis bahwa curcuma bekerja menghentikan pembuluh
darah yang menyuplai pertumbuhan kanker.
d) Antioksidan
Berdasarkan penelitian Ali Rosidi dkk (2012) melaporkan bahwa temulawak
memiliki aktivitas antioksidan. Komponen aktif yang bertanggung jawab sebagai
antioksidan dalam rimpang temulawak adalah kurkumin.
e) Antihiperlipidemia
Berdasarkan penelitian Sifia dan Arifah melaporkan bahwa temulawak memiliki
kandungan kurkuminoid yang didalamnya terdapat kurkumin memiliki aktivitas
antihiperlipidemia.
f) Antiinflamasi
Pada penelitian Peschel et al., (2006) melaporkan bahwa kurkumin yang
terkandung didalam temulawak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.
C. Aspek Metode Isolasi dan Karateristik Senyawa Aktif/ Marker.
Pada temulawak ditemukan 2 isolat senyawa aktif yang memiliki efek
farmakologis yaitu kurkuminoid dan xantorizol. Xantorizol merupakan golongan
senyawa terpenoid seskuiterpen pada rimpang temulawak. Menurut Farmakope
Herbal Indonesia (2009) bahwa rimpang dan ekstrak kental temulawak memliki
kandungan isolat xantorizol dengan metode isolasi kromatografi lapis tipis. Fase diam
yang digunkan silika gel 60 GF254 dan fase gerak yang digunakan toluen P : etil asetat
(93:7).
6
Menurut penilitian Hartiwi, dkk (2012) melakukan isolasi senyawa
seskuiterpen furanodienon pada rimpang temulawak dengan kromatografi kolom
vakum cair dan kromatografi radial, serta identifikasi struktur dilakukan secara
spektroskopi (FTIR (Fourier Transfrom Infra Red), NMR (Nuclear Magnetic
Resonance) 1D dan 2D, serta MS (Mass Spectroscopy).
Hasil pengujian senyawa diperoleh 6 fraksi utama yaitu F1-F6 masing-masing
F1 (0,5 g), F2 (8,6 g), F3 (0,9 g), F4 (1,1 g), F5 (1,7 g) dan F6 (2,9 g). Hasil
pemurnian dari F4 dan F5 melalui kromatografi radial dengan eluen n-heksana:
kloroform (9 : 1) diperoleh senyawa murni berupa minyak tak berwarna sebanyak 25
mg. Uji kemurnian dengan KLT menggunakan tiga system eluen yang berbeda yaitu
n-heksana : kloroform (9:1), n-heksana : kloroform (3:2) dan n-heksana : etilasetat
(4:1), masing-masing menunjukkan satu noda dengan nilai Rf berturut-turut 0,33;
0,50 dan 0,80. Hal ini mengindikasikan bahwa isolate sudah cukup murni.
Spe
ktrum FTIR (Gambar 2) mengindikasikan bahwa isolate mengandung gugus karbonil
7
(ῡ maks 1741 cm-1), ikatan Csp3-H (ῡ maks 2927 dan 1426 cm-1), system alkena
terkonjugasi (ῡ maks 1614 cm-1) dan enol eter (ῡ maks 1651 cm-1).
8
yang meliputi 1C-karbonil dengan δ 189,90 (C-6), dan 5C-non karbonil(δ 122,12, (C-
7), δ 123,70, (C-11), δ 135,59 (C-10), dan δ 156,60 (C-8).
Karbon dan proton dalam satu ikatan ditentukan dengan melihat spektrum NMR
2D-HMQC, sedangkan spektrum NMR 2D-HMBC digunakan untuk melihat adanya
korelasi dua atau tiga ikatan antara proton dengan karbon. Jadi dengan menggunakan
spektrum NMR 2D dapat diketahui posisi atom-atom karbon dan proton dalam suatu
senyawa atau molekul. Spektrum NMR 2D-HMQC dan MBC disajikan pada Gambar 5
dan Gambar 6.
9
Posisi dan korelasi atom karbon dan proton dari isolat murni dapat dilihat pada
Tabel 1. Spektrum MS (Gambar 7) memperlihatkan puncak ion molekul (M+) m/z 230,
hal ini berarti massa molekul dari isolat murni adalah 230.
Berdasarkan data-data NMR dan MS tersebut di atas,
isolat memiliki rumus molekul C15H18O2, dan
disimpulkan bahwa isolat adalah furanodienon
(8,12-epoksigermakra-1(10),4,7,11-tetraen-6-on)
yaitu senyawa seskuiterpen germakran dengan
struktur kimia seperti pada Gambar 8 berikut.
Senyawa tersebut pernah dilaporkan juga terdapat
dalam daun C. longa (Liu, et al., 2012) dan rimpang
C. zedoaria (Ravindran, et al., 2007).
Kurkuminoid rimpang temulawak adalah suatu zat yang terdiri dari campuran
komponen senyawa yang bernama kurkumin dan desmetoksi kurkumin, mempunyai
warna kuning atau kuning jingga, berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit, larut
dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Kurkumin tidak larut
dalam air dan dietileter. Kurkuminoid mempunyai aroma khas tidak bersifat toksik.
Kurkumin mempunyai rumus molekul C23H2006 dengan BM 368,37 sedangkan
desmetoksi kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 dengan bobot molekul 385.
Kurkumin adalah senyawa aktif yang ditemukan pada temulawak, berupa polifenol.
Menurut Farmakope Herbal Indonesia (2009) di dalam ripmang dan ekstrak kental
temulawak memiliki kandungan isolat kurkuminoid yang dihitung sebagai kurkumin
sebesar tidak kurang dari 4,0 % dan tidak kurang dari 14,20 % dengan metode
kromatografi lapis tipis-densitometri.
Menurut penelitian Waras dkk (2015) melakukan isolasi senyawa kurkuminoid
pada ekstrak temulawak dengan menggunakan metode HPLC. Fase diam yang
digunakan adalah senyawa C18, sedangkan fase geraknya adalah metanol. Panjang
diameter kolom 25 x 4.6 mm, laju alir 1 mL/menit, panjang gelombang 254 nm, dan
menggunakan detektor UV. Hasil HPLC pada ekstrak kurkuminoid temulawak
memiliki kandungan bisdemetoksikurkumin yang lebih rendah dibandingkan dengan
kurkumin dan demetoksikurkumin berdasarkan profil kromatogram. Hasil tersebut
sesuai dengan hasil penelitian Jantan et al. (2012) yang menunjukkan hasil isolasi
kurkuminoid pada ekstrak metanol temulawak meliputi 2,3% kurkumin, 1,9%
demetoksikurkumin dan 0,8% bisdemetoksikurkumin.
10
Pada penelitian Bambang dkk (2011) melaporkan bahwa ekstrak kurkuminoid
mengandung kurkumin sebanyak 61-67 % dengan metode isolasi KLT,
Spektrofotometer UV-Tampak dan KCKT. Pada analisis kurkuminoid dengan Thin
Layer Chromatography (TLC) dengan pelat TLC 7×7 cm, fase diam silika gel GF254
dan fase gerak campuran CHCl3/Et-OH (98/2) dan noda plat diamati dibawah lampu
UV pada panjang gelombang 254 nm, sedangkan pada analisis kurkuminoid dengan
Spektrofotometer UV–Tampak setiap sampel yang telah dilarutkan dalam etanol lalu
dimasukkan dalam kuvet, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang
425 nm. Serta analisis kurkuminoid dengan metode KCKT dengan fasa stasioner C 18
11
Hasil analisis KLT yaitu terdeteksi 2 noda berwarna kuning pada pelat KLT
(Gambar 1). Senyawa kurkumin (noda 1) dan demetoksikurkumin (noda 2). Intensitas
warna noda 1 lebih pekat daripada noda 2 (demetoksikurkumin), sehingga dapat
memberikan indikasi awal bahwa kandungan senyawa kurkumin lebih besar daripada
senyawa demetoksikurkumin.
12
Gambar 5 memperlihatkan kromatogram komponen kurkuminoid dari sampel
pengeringan L1, L3, L5, O1, O3, O5. Di dalam setiap sampel terdeteksi 4 puncak
seperti halnya sampel segar dengan urutan terdeteksi yaitu bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin, kurkumin, dan isomer dari kurkuminoid sehingga dapat diduga
tidak adanya senyawa dari kurkuminoid yang hilang selama proses pemanasan.
Kurkumin merupakan komponen utama dari ekstrak dengan kandungan paling tinggi,
yaitu 61-67%, kemudian demetoksi-kurkumin 22-26%, bisdemetoksi-kurkumin 1-3%,
dan isomer kurkumin 10-11%.
D. Aspek Pemanfaatan Empiris dan Ilmiah
I. Manfaat empiris
1. Asma
Bahan :
- 1⅟₂ rimpang temu lawak
- 1 potong gula aren
Cara membuat :
- Temu lawak diiris tipis-tipis dan dikeringkan. Setelah kering direbus dengan 5
gelas air ditambah 1 potong gula aren sampai mendidih hingga tinggal 3 gelas,
kemudian disaring.
13
2. Maag
Cuci bersih 25 gr rimpang segar, lalu potong-potong menjadi bagian yang lebih
kecil. Rebus rimpang dengan 4 gelas air hingga mendidih dan airnya tersisa 2
gelas. Setelah dingin, saring air rebusan. Minum air hasil saringan 2 kali sehari,
masing-masing 1 gelas.
3. Bau Haid
Cuci bersih 25 gr rimpang segar, lalu potong-potong menjadi bagian yang lebih
kecil. Tambahkan 5 gr asam jawa dan gula aren secukupnya. Seduh ramuan
dengan 1 gelas air panas. Dinginkan, lalu minum air ramuan sekaligus. Lakukan
pengobatan 3 kali sehari selama masa haid.
4. Sakit Liver
Cuci bersih rimpang temu lawak secukupnya, lalu parut. Peras hasil parutan.
Ambil airnya sebanyak 1 sdm, lalu minum bersama 1 sdm madu. Lakukan
pengobatan sehari 3 kali dengan dosis yang sama.
5. Hepatitis
Cuci bersih 20 gr rimpang segar, lalu iris-iris. Rebus rimpang dengan 500 mL air
hingga mendidih dan tersisa 250 mL. Setelah dingin, saring air rebusan. Minum
ramuan selagi hangat.
6. Sakit Limpa
Sekitar 15 gr rimpang temu lawak segar dan 10 gr lengkuas dicuci bersih. Kedua
bahan itu diiris tipis-tipis, lalu ditambahkan 5 gr daun meniran. Rebus semua
bahan dalam 1 gelas air sampai mendidih. Setelah dingin, saring air rebusan.
Minum ramuan sehari sekali.
7. Alergi dan Eksim
Cuci bersih 20 gr rimpang temu lawak, lalu iris tipis-tiis. Tambahkan 10 gr asam
jawa, 30 gr daun jagung, dan gula aren secukupnya. Rebus ramuan dalam 2 gelas
air hingga mendidih dan airnya tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring ramuan.
Minum airnya sekaligus 1 kali sehari.
II. Manfaat ilmiah
Rimpang temulawak mengandung berbagai komponen kimia diantaranya
xanthorrhizol, kurkuminoid yang didalamnya terdapat zat kuning (kurkumin) dan
desmetoksi kurkumin, minyak atsiri, protein, lemak, selulosa dan mineral (Rahardjo,
2010). Kurkumin merupakan fraksi dari kurkuminoid yang mempunyai aktivitas
biologi berspektrum luas. Kurkumin dapat digunakan sebagai antioxidan,
14
antiinflamasi, dan antihiperkolesterol (Peschel et al., 2006). Temu lawak juga efektif
dalam mengatasi penyakit kanker, seperti kanker payudara, usus dan prostat. Dari
jurnal ilmiah The Prostate diketahui bahwa kandungan curcumin dalam temu lawak
dapat menghambat pertumbuhan kanker prostat. The University of Maryland
Medical Center menjelaskan hal tersebut dengan membuat hipotesis bahwa curcuma
bekerja menghentikan pembuluh darah yang menyuplai pertumbuhan kanker.
Zat warna kuning alami (kurkumin) memiliki aktivitas sebagai obat batuk,
obat gangguan hati, rematik, dan sinusitis (Jayaprakasha, 2005). Berdasarkan
penelitian Anand et al. 2008 melaporkan bahwa kurkumin memiliki banyak khasiat
bagi kesehatan yaitu dapat mengatasi gangguan aliran getah empedu, gangguan
saluran pencernaan, sembelit, radang rahim, kencing nanah, kurang nafsu makan,
kelebihan berat badan, radang lambung, cacar air, eksema, jerawat, reumatik arthritis
dan antikanker. Namun, potensi tersebut dibatasi oleh sifat bioavailabilitas kurkumin
yang buruk .
Santorizol sebagai salah satu senyawa penting pada rimpang C. xanthorrhiza
dilaporkan memiliki aktivitas biologi yang tinggi terhadap beberapa bakteri
Streptococcus penyebab dental caries, aktivitas biologi yang lemah terhadap bakteri
penyebab periodontis, yaitu Actinomyces viscous dan Porphyromonas gingivalis.
Beberapa spesies Lactobacillus resisten terhadap santorizol (Hwang, et al., 2000)
Beberapa hasil penelitian melaporkan juga bahwa santorizol memiliki aktivitas
anticandida, anti-Malassezia (Rukayadi and Hwang, 2007), aktivitas anti metastasis pada
tikus yang mengalami tumor (Choi, et al, 2005) serta mempunyai efek antiproliferatif
pada sel Hepatoma HepG2 (Handayani, 2008).
E. Aspek Pengembangan Produk Komersil
Temulawak saat ini di Indonesia banyak dikembangkan menjadi produk obat
dalam bentuk sediaan fitofarmaka, obat herbal terstandart dan jamu. Berikut produk
dari temulawak :
1. Rheumaneer ( Fitofarmaka )
15
Komposisi : - Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
- Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
- Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
- Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
- Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
Indikasi: Menghilangkan nyeri sendi (arthralgia) dan kaku sendi. Melancarkan
peredaran darah. Menghangatkan dan menyegarkan badan.
Dosis : Pengobatan: Diminum sehari 2 kali pagi & Malam @ 2 kapsul. Diminum 3
hari berturut-turut.
Anjuran : Selama menggunakan obat, sebaiknya istirahat yang cukup.
Kemasan : 20 Kapsul.
2. Sari Temulawak ( Jamu )
16
3. Tulak Jamu Borobudur ( OHT )
Komposisi :
17
Tiap kapsul mengandung ekstrak
Curcuma aeruginosa rhizoma……….100mg
Curcuma domestica rhizoma………..100mg
Curcuma xanthorrhiza rhizoma……..200mg
Aturan Minum : Diminum 3 x sehari 1-3 kapsul
Berkhasiat :
1. Meningkatkan nafsu makan
2. Mengoptimalkan sistem pencernaan
3. Mengobati kurang nafsu makan
4. Menyegarkan dan menyehatkan tubuh
5. Menambah berat badan ideal
BAB III
18
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
19
Cahyono B. 2011. Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang Temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb) Terhadap Kandungan Dan Komposisi Kurkuminoid. Jurnal
Reaktor Vol. 13. Hlm 165-171
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika
Indonesia Jilid III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hlm
65-67.
Diastuti H, dkk. 2012. Seskuiterpen Furanodienon Dari Rimpang Curcuma
xanthorrhiza dan Aktivitas Antibakterinya. Institut Teknologi Bandung.
Herbie T. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat “226”.Cetakan Pertama.
Yogyakarta: OCTOPUS Publishing House. HLM 792-794
Menkes RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta : Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. Hlm 150-153.
Nurcholis W. 2015. Analisis Kandungan Kurkumanoid dan Penghambatan α-
Glukosidase dari Ekstrak Beberapa Aksesi Temulawak (Curcuma xanthorriza
Roxb). Research Gate.
Peschel, D., Koerting, R. and Nass, N., 2006, Curcumin Induces Changes in
Expression of Genes Involved in Cholesterol Homeostasis, J. Nutr. Biochem,
18 (1), 113-119
Prana, MS. 2008. The biologi of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Bogor
(ID) : Biopharmaca Research Center Bogor Agricultural University. Hal. 151-
156
Raharjo, M., 2010, Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai
Bahan Baku Obat Potensial, Perspektif, 9 (2), 78-93
Sidik, Mulyono MW, Muhtadi A. 1992. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb).
Jakarta (ID) : Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica
20