Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi tentang ‘Trend dan issue dalam keperawatan jiwa’’.
Penulisan makalah ini didasarkan pada materi-materi yang penulis dapat dari berbagai
sumber. Penulisan materi menggunakan langkah-langkah dan metode yang sistematis dan
simple, sehingga pembaca dapat dengan mudah memahaminya.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Saran................................................................................................... 11
B. Kesimpulan......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi,
pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional
keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa
transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat
tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju.
Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat
juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta
penyakit degeneratif. Dengan banyaknya masalah masalah yang ada dalam keperawatan
jiwa yang kini kita hadapi, maka kita perlu mengkaji ulang faktor yang mempengaruhi
masalah-masalah keperawatan jiwa. Telah terbukti bahwa upaya pencegahan jauh lebih
baik daripada upaya pengobatan.
Untuk itu masyarakat luas perlu diberikan informasi tentang kesehatan jiwa
beserta permasalahan, pencegahan dan penanganannya. Upaya pelayanan kesehatan jiwa
terhadap masyarakat pada saat ini tidak mungkin dilaksanakan oleh petugas kesehatan
saja, tetapi perlu peran serta seluruh masyarakat dan keluarga klien untuk memfasilitasi
peran aktif dari kader kesehatan dalam upaya kesehatan jiwa.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Definisi trend dan issue
2. Keswa dimulai masa konsepsi
3. Trend keswa peningkatan masalah
4. Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa
5. Kecenderungan globalisasi
6. Globalisasi situasi di era dan perubahan orientasi sehat
7. Kecenderungan penyakit
8. Trend bunuh diri pada anak dan remaja
9. Trend dalam yankep mental psikiatri
C. TUJUAN
1. Menjelaskan definisi trend dan issue
2. Menjelaskan keswa dimulai masa konsepsi
3. Menjelaskan trend keswa peningkatan masalah
4. Mengetahui kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa
5. Menjelaskan kecenderungan globalisasi
6. Menjelaskan globalisasi situasi di era dan perubahan orientasi sehat
7. Mengetahui kecenderungan penyakit
8. Mengetahui trend bunuh diri pada anak dan remaja
9. Mengetahui trend dalam yankep mental psikiatri
2
BAB II
PEMBAHASAN
Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, tren
juga dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini
yang biasanya sedang popular di kalangan masyarakat. Trend adalah sesuatu yang sedang
di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta
Issue adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak
terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik,
hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang
krisis. Issue adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas
faktannya atau buktinya
Trend dan Issu Keperawatan adalah sesuatu yang sedang d.bicarakan banyak orang
tentang praktek/mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak, trend
dan issu keperawatan tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan.
3
sedang berada pada trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang leih tinggi
untuk menderita skizofrenia di kemudian hari.
Penemuan penting ini menunjukkan bahwa lingkungan luar yang terjadi pada
waktu yang tertentu dalam kandungan dapat meningkatkan risiko menderita skizofrenia.
Mednick menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang menyebutkan
bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan perkembangan neurokognitif sejak
dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif seperti berkurangnya kemampuan
dalam mempertahankan perhatian, membedakan suara rangsang yang berurutan, working
memory, dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai pada penderita skizofrenia.
Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan
dalam kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat dalam
kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang mempengaruhi fungsi
otak seperti narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah berkembang ini menjadi dasar
dari gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan proses pikir, waham/delusi,
perilaku yang aneh dan gangguan emosi.
4
nonfisik bisa berbentuk musibah, kehilangan orang tua, atau masalah keluarga. Tipe
gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang menunjukkan
gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap mengoceh
tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain,
seperti mengamuk.
5
antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah
keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain).
E. Kecenderungan globalisasi
Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri
globalisasi, akan berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan. Perawat dituntut
mampu memberikan askep yang profesional dan dapat mempertanggung jawabkan secara
ilmiah. Perawat dituntut senantiasa mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang
keperawatan khususnya keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus
membekali diri dengan bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan
teknologi komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.
6
aktivitas ekonomi maupun politik diturunkan pada t ujuan perkembangan diri
manusia.
2. Mendorong aktivitas produktif setiap warganya dalam pekerjaannya,
merangsangperkembangan akal budi dan lebih jauh lagi, mampu membuat
manusia untuk mengungkapkan kebutuhan batinnya berupa seni dan perilaku
normatif kolektif.
3. Masyarakat terhindar dari sifat-sifat rakus, eksploitatif, pemilikan berlebihan,
narsisme, tidak mendapatkan kesempatan meraup keuntungan material tanpa
batas.
4. Kondisi masyarakat yang memungkinkan orang bertindak dalam dimensi-
dimensi yang dapat dipimpin dan diobservasi. Partisipasi aktif dan
bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan
struktur masyarakat sehat, kuncinya : Setiap orang harus meningkatkan
kualitas hidup yang dapat menjamin terciptanya kondisi sehat yang
sesungguhnya. Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain merupakan
orientasi paradigma kesehatan jiwa.
G. Kecenderungan penyakit
Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “The global burdan of disease“ (Michard &
Chaterina, 1999). Hal ini akan menjadi tantangan bagi ”Public Health Policy” yang
secara tradisional memberi perhatian yang lebih pada penyakit infeksi. Standar
pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara tradisional adalah angka kematian
akibat penyakit. Ini telah menyebabkan gangguan jiwa seolah-olah bukan masalah.
Dengan adanya indikator baru, yaitu DALY (Disabilitty Adjusted Lfe Year)diketahuilah
bahwa gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan utama secarainternasional.
Perubahan sosial ekonomi yang amat cepat dan situasi sosial politik yang tidak
menentu menyebabkan semakin tigginya angka pengangguran, kemiskinan, dan
kejahatan, situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan jiwa dalam
kehidupan manusia ( Antai Otong, 1994). Untuk menjawab tantangan ini diperlukan
tenaga-tenaga- kesehatan seperti psikiater, psilolog, social Worker, dan perawat psikiatri
yang memadai baik dari segi kuantitas.
7
Saat terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang yang terpapar dengan kejadian
Traumatis, yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian yang berupa ancaman
kematian atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera serta yang dalam
ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain. Respons yang terjadi berupa
rasa takut yang kuat serta tidak berdaya, sedangkan bagi anak-anak apa yang
menghadapinya akan dieksperikan dengan perilaku yang kacau. Trauma itu merupakan
sesuatu yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang. Pengalaman trauma yang umum
dialami manusia dalam kejadian sehari-hari. Pengalaman katastropik dalam berbagai
bentuk, baik peperangan (memang sedang terjadi), pemerkosaan (banyak dialami
sebagian wanita di Aceh), maupun bencana alam, (gempa dan bencana t sunami),
sungguh mengerikan. Ini akan membuat mereka dalam keadaan stress berkepanjangan
dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang sedemikian.
Dalam kriteria klinik seperti yang disusun dalam Diagnostic and Statical Manual
Of Mental Disorder lll dan Lv serta Pedoman Pengggolongan dan Diagnosis gangguan
jiwa lll di Indonesia menyatakan, gejala yang ditemukan pada mereka itu
menggambarkan suatu yang stress yang terjadi berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Dengan demikian mereka menjadi manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan
akibat dan resultante akhir penderita ini akan menjadi tidak produktif. Padahal seperti
diketahui ada diantara mereka yang berkali-kali telah mengalami pengalaman katastropik
yaitu saat daerah tersebut ada dalam kondisi berlangsungnya Daerah Operasi Militer dan
peristiwa-peristiwa sesudahnya. Kondisi itu memang amat melumpuhkan tidak hanya
ragawi, tetapi juga kondisi kejadian masyarakat di daerah NAD. Di kemudian hari,
mereka menjadi manusia yang tanpa alasan selalu berusaha menghindar terhadap
kejadian yang mirip, terutama terhadap kekerasan yang sebernarnya tidak akan terjadi.
Mereka juga menjadi manusia yang selalu bermimpi menakutkan terjadi secara berulang-
ulang.
Akibatnya, tidur yang seharusnya kan membuat restorasi terhadap kondisi tubuh,
namun yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka berada dalam keadaan lelah dan seakan
berada dalam kondisi depresi. Mungkin saja mereka kan berperilaku atau merasa seakan-
akan kejadian traumatis itu terjadi kmbaki, termasuk pengalaman, ilusi, halusinasi, dan
episode kilas balik dalam bentuk disosiatif.Penelitian mutakhir tentang kajian trauma
8
(trauma studies) mulai memahami bahwa trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan
yang bersifat individual. Trauma muncul sebagai akibat dari saling keterkaitan antara
ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi
kejiwaan. Dalam konteks tsunami Aceh dan bencana-bencana besar lainnya di Indonesia,
kompleksitas sosial dan kultural sangat penting mengingat bahwa masyarakat telah
mengalami dan menjadi saksi berbagai macam kekerasan sejak berlangsungnya operasi
keamanan di daerah ini. Oleh karena itu, pemahaman tentang trauma sebagai proses
sosial dan sekaligus proses kejiwaan yang bersifat personal mutlak diperlukan untuk
mencari jalan keluar dari lingkaran ingatan traumatis yang dialami oleh klien-klien yang
mengalami yang mengalami bencana di seluruh penjuru Indonesia. Menariknya, Sigmund
Freud sendiri pernah mengemukakan bahwa trauma adalah suatu ingatan yang direpresi.
Dan, karena direpresi itulah maka trauma sering berlangsung secara tidak sadar dalam
periode yang cukup lama. Guncangan psikologis yang disebabkan oleh ingatan
mengerikan tentang gelombang tsunami, tentang mayat-mayat yang berserakan, dan
tentang kehilangan banyak anggota keluarga sekaligus berpotensi untuk membentuk
ingatan yang traumatis.
Perawat jiwa pada masa akan datang penting untuk menekuni kajian trauma, juga
menggarisbawahi proses yang dalam studi psikologi sering disebut sebagai transference.
Istilah ini merujuk pada ‚“transfer“ pengalaman traumatis yang terjadi dari orang yang
secara fisik langsung mengalami peristiwa yang mengerikan kepada orang lain yang tak
secara langsung mengalaminya. Freud memberi contoh bahwa psikoanalis juga dapat
mengalami proses transference saat ia secara tak sadar melakukan identifikasi dengan
korban trauma tersebut. Dori Laub, psikiater yang terlibat dalam pembuatan Shoah,
mengatakan bahwa transference itu bisa terjadi saat psikoanalis, atau siapapun juga yang
melakukan wawancara dengan korban.
Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam Sejak
tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh
diri. Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, dan Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan
pertama diduduki Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap
9
24 menit seorang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya
10 kali lebih besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan
trend bunuh diri mulai tampak meningkat terjadi pada anakanak dan remaja.
Di Benua Asia, Jepang dan Korea termasuk Negara yang sering diberitakan
bahwa warganya melakukan bunuh diri. Di Jepang, harakiri (menikam atau merobek
perut sendiri) sering dilakukan bawahan untuk melindungi nama baik atasannya. Sebagai
contoh, sekretaris pribadi mantan Perdana Menteri Takeshita melakukan bunuh diri,
ketika skandal suap perusahaan Recruits Cosmos terbongkar pada tahun 1984 atau yang
paling terkenal kasus bunuh dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri Tanaka, ketika
skandal suap Lockheed terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya, demi menjaga
kehormatan pimpinannya. Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003
mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau terjadi
dalam seiap 40 detiknya. Bunuh diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama
kematian pada usia 15-34 tahun, selain faktor kecelakaan.
10
biaya, dan fasilitas yang tersedia menantang perawat mental psikiatri dan profesi lain
untuk memaksimalkan sumber-sumber yang tersedia dan mengembangkan inovasi-
inovasi baru dalam memenuhi kebuuhan masyarakat (Antai Otong, 1994). Sehubungan
dengan hal itu, adalah penting untuk mengembangkan pendidikan keperawatan (Suhaemi,
1997), terutama keperawatan mental psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa maupun di
komunitas paling rendah pada level universitas (Jintana, 2002).
BAB III
PENUTUP
A. Saran
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan
isu keperawatan jiwa di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.
B. Kesimpulan
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa masalah ekonomi merupakan salah
satu masalah yang paling sering menyebabkan gangguan jiwa di Indonesia. Himpitan
ekonomi yang semakin besar dikarenakan penghasilan yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dapat menjadi salah satu pencetus untuk seseorang bunuh
diri. Saat ini masalah ganguan jiwa semakin meningkat. Beban hidup yang semakin berat,
diperkirakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa. Terutama
karena meningkatnya harga-harga semua bahan pokok, BBM dan adanya era globalisasi.
Pada kasus diatas, klien yang bunuh diri tersebut, penyebabnya adalah karena
gangguan sosial atau lingkungan yang berupa stressor psikososial yaitu masalah
keuangan. Gangguan jiwa saat ini tidak hanya mengenai orang-orang yang merupakan
kalangan kelas bawah, tapi sekarang gangguan jiwa dapat menyerang baik itu orang
kalangan bawah, menengah maupun kelas atas. Jika seseorang tidak dapat beradaptasi
dengan baik dalam lingkungan dan tidak dapat berusaha menghadapi masalah-masalah
dalam hidupnya maka seseorang akan cenderung untuk mengalami gangguan jiwa.Dari
berbagai penyebab itulah maka satu demi satu akan muncul tindakan-tindakan yang dapat
dikatakan sebagai suatu penyelewengan atau pengingkaran diri akan kondisi atau
kenyataan yang ada. Pasien cenderung tidak mampu menerima kondisi yang ada sehingga
muncul suatu keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Dan dalam kasus ini pun cenderung akhir dari segala pengingkaran diri pasien
adalah dengan melakukan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu tindakan yang
menjadi trend issue dalam keperawatan jiwa. Tanpa dibatasi umur, status ekonomi,
11
tingkat pendidikan bahkan beban kerja yang dipikul bunuh diri menjadi suatu alternative
terakhir dalam menyelesaikan masalah yang dianggap berat untuk dihadapi. Pola piker
inilah yang seharusnya menjadi pusat garapan perawat-perawat jiwa untuk meluruskan
kembali persepsi yang berkembang di masyarakat mengenai tindakan bunuh diri. Hal ini
berguna untuk rehabilitasi pasien yang pernah mencoba untuk melakukan tindakan
tersebut dan juga untuk pencegahan terjadinya tindakan ini yang semakin marak. Segala
tindakan pencegahan dan rehabilitasi ini tentu akan terlaksana dengan dukungan dari
segala pihak baik pemerintah maupun bidang kesehatan lainnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-
Jiwa-Komprehensif.pdf
https://id.scribd.com/doc/68771810/TREND-Issue-Keperawatan-Jiwa
https://slideplayer.info/slide/2971886/#
13