Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

EVALUASI KURIKULUM DAN KURIKULUM

PENDIDIKAN ISLAM
(Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Kurikulum dan
Program Pendidikan)

Dosen Pengampu :
Dedi Lazwardi, M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Adelia Syafa Salsabila : 1911030003
Adzkia Salsabilah : 1911030005
Siti Nursiah : 1911030414
Kelas : H
Prodi : Manajemen Pendidikan Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1442 H /2021M
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu Bapak Dedi Lazwardi, M.Pd yang telah
membimbing kami dalam mata kuliah Manajemen Kurikulum dan Program
Pendidikan
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini..

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Bandar Lampung, 11 April 2021


Penyusun

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2
A. Evaluasi Kurikulum ...............................................................................2
B. Peranan Evaluasi Kurikulum ................................................................ 15
C. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Islam ........................................18
D. Menghubungkan Keterkaitan Antara Kurikulum Pendidikan Pada
Beberapa Periode ................................................................................. 27
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 29
A. Kesimpulan .......................................................................................... 29
B. Saran ....................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari
tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring
dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi
kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Tulisan ini akan
membahas mengenai pengertian evaluasi kurikulum, pentingnya evaluasi
kurikulum dan tujuan, dan model evaluasi kurikulum.

Setiap program, kegiatan-kegiatan atau sesuatu yang lain yang


direncanakan selalu diakhiri dengan suatu evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk
melihat kembali apakah suatu program atau kegiatan telah sesuai dengan
perencanaan atau belum. Dari kegiatan evaluasi akan diketahui hal-hal yang telah
dan akan dicapai sudahkah memenuhi kriteria yang ditentukan. Berdasarkan hasil
evaluasi tersebut kemudian diambil keputusan apakah program tersebut akan
diteruskan ataukah direvisi atau bahkan diganti seluruhnya.

Kegiatan pengembangan kurikulum juga tidak akan lepas dari unsur


evaluasi, karena evaluasi merupakan salah satu komponen yang amat penting
yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dalam banyak hal, komponen penilaian
sangat berperan dalam menunjang keberhasilan pengembangan kurikulum, seperti
yang kita ketahui, kurikulum yang dikembangkan itu masih berupa perencanaan-
perencanaan bersifat teoritis dan abstrak. Dengan adanya evaluasi, kita akan
memperoleh gambaran mengenai keberhasilan kurikulum yang sedang dan telah
dikembangkan di sekolah-sekolah. Dari kegiatan evaluasilah akan diketahui
kelebihan, kelemahan dan kekurangan-kekurangannya.

Dalam kerangka ini, maka harus juga melihat bahwa keberhasilan sebuah
lembaga pendidikan adalah terletak pada sejauh mana evaluasi itu dilaksanakan
begitu juga dalam pendidikan Islam. evaluasi kurikulum ini sangat penting untuk

1
mengetahui sejauh mana pelaksanaan dan pengajaran di lembaga-lembaga
pendidikan Islam itu dijalankan

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi kurikulum?
2. Bagaimana peranan evaluasi kurikulum dalam pendidikan Islam?
3. Bagaimana perkembangan evaluasi kurikulum pendidikan Islam?
4. Bagaimana keterkaitan antara kurikulum pendidikan pada beberapa
periode?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi kurikulum.
2. Untuk mengetahui dan memahami peranan evaluasi kurikulum dalam
pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan evaluasi kurikulum
pendidikan Islam.
4. Untuk mengetahui dan memahami keterkaitan antara kurikulum
pendidikan pada beberapa periode.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Evaluasi Kurikulum
a. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai
dari sesuatu.' Evaluasi dalam pendidikan dupat diartikan sebagai suatu proses
dalam usaha untuk mengumpulkun informasi yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk membuat keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan ditetapkan. Pemahaman mengenai
pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian
kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum.Oleh karena itu dapat
kita jabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata
sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi
menurut Joint Committee.1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur
tentang manfaat atau guna beberapa obyek.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), evaluasi adalah penilaian,
proses penilaian yang sistematis mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi,
pengenalan permasalahan dan pemberian solusi atas permasalahan yang
ditemukan. Evaluasi adalah proses pengumpulan informasi untuk membantu
pengambil keputusan dan didalamnya terdapat perbedaan mengenai siapa yang
dimaksudkan dengan pengambil keputusan. (Nasution, 2008:33). Sedangkan
peneliti berpendapat bahwa evaluasi adalah pentaksiran sesuatu hal yang
dilakukan secara sistematis dan terperinci untuk dikaji lebih lanjut guna
menemukan konsep sesuai yang diharapkan evaluator.Kehadiran evaluasi dalam
dunia pendidikan menjadi sebuah kajian akademik. Kriteria awal untuk evaluasi
yang paling banyak digunakan ialah kemampuan peserta didik dalam
menyebutkan, menuliskan, atau melakukan apa yang sudah dipelajari. (Hasan,
2008:3) Demikian halnya dengan penelitian ini, kurikulum dikaji sebagai bagian
dari evaluasi akademik. Proses evaluasi dikaji dengan meninjau ulang kurikulum
yang telah ada. Sebagai hasil akhir dari evaluasi kurikulum adalah terciptanya

3
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan khususnya lingkup perguruan tinggi
setempat.1
Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah
proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data ya dan reliabel untuk
membuat keputusan tentang suatu program. Rut Mowbray 1983 mendefinisikan
evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan
outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan,
Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.
Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah
penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi
dan efektifitas suatu program. Sedangkan pengertian kurikulum adalah:
a) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional).
b) Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan di bidang Kesehatan).
c) Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian
dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6
Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

1
Taranindya Zulhi Amalia, Evaluasi Kurikulum STAIN Kudus Jurnal, Vol 3 No. 1, Juni
2013, Hal 19

4
d) Menurut Grayson (1978). kurikulum adalah suuatu perencanaan untuk
mendapatkan keluaran (out-comes) yang diharapkan dari suatu
pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk
suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk
mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus
diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives)
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
e) Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan
pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahusa latin,
kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum
semakin berkembang, schingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya
gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran
yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Lebih jauh kurikulum sebagaimana Sulistiyorini, "dalam bahasa Arab,
istilah kurikulum dikenal dengan istilah manhaj yakni jalan yang terang atau jalan
terang yang dilalui manusia dalam bidang kehidupannya.Sebagaimana dalam
Wina Sanjaya, istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olah raga
pada zaman Yunani kuno yang berasal dari kata curir dan curere.Pada waktu itu
kurikulum diartikan jarak yang harus ditempuh oleh seorang peluri. Orang
mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari mulai start dun
finish. Namun selanjutnya istilah itu digunakan dalam dunia pendidikan,
Sebagaimana Muhaimin, para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda
tentang kurikulum.Walau terdapat penafsiran yang berbeda itu, terdapat benang
merah. Bahwa disatu pihak ada yang menekankan padu isi pelajaran, dan dilain
pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar.
Evaluasi kurikulum merupakan salah satu komponen penting dari
pengembangan kurikulum. Proses evaluasi merupakan kegiatan yang mutlak perlu
dilakukan pada setiap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara terencana dan
sistematis. Demikian halnya pada proses pengembangan kurikulum, maka
evaluasi terhadap kurikulum baik sebelum maupun setelah dilaksanakan
merupakan elemen penting yang tidak boleh diabaikan. Secara sederhana,

5
Ansyar" mengungkapkan bahwa evaluasi kurikulum berupaya untuk menjawab
pertanyaan, "bagaimana kita mengetahui apakah tujuan kurikulum dan
pembelajaran sudah tercapai?". Jawaban terhadap pertanyaan tersebut berkaitan
dengan pertimbangan kualitas dan tujuan pembelajaran sebagai kriteria
keberhasilan pendidikan.

b. Tujuan Evaluasi Kurikulum


Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam rangka
penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan
keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan
oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam
memilih dan menetapkan kebijakan pengambangan sistem pendidikan dan
pengembangan model kurikulum yang digunakan.Hasil evaluasi kurikulum juga
dapat digunakan guru, kepala sekolah dan pelaksana pendidikan lainnya dalam
memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan ajar,
metode dan media pembelajaran, teknik evaluasi serta fasilitas pendidikan
lainnya."2
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kurikulum memiliki
beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan atau implementasi
dari suatu kurikulum, apakah sudah mencapai tujuan sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen kurikulum. Dalam hal ini, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian pembelajaran.
2. Melahui evaluasi kurikulum akan diketahui apakah sebuah kurikulum
layak untuk diimplementasikan dan juga sejauh mana kurikulum tersebut
dapat diimplementasikan serta pengaruhnya terhadap perbaikan kualitas
pendidikan.
3. Hasil dari evaluasi kurikulum akan ditindaklanjuti (follow up) untuk
dijadikan sebagai bahan untuk perencanaan kurikulum selanjutnya.

2
Muhammad Edy Muttaqin, Evaluasi Kurikulum Pendidikan Jurnal, Vol 3, November
2020, Hal 1 74-175

6
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap tahapan perencanaan, pelaksanaan,
hingga penilaian pembelajaran, hasilnya akan dijadikan sebagai bahan
dalam me-laksanakan proses perencanaan kurikulum berikutnya.

c. Fungsi Evaluasi Kurikulum


Sebagai sebuah komponen dalam kurikulum, evaluasi memiliki
serangkaian manfaat atau penekanan tertentu.Oleh karena itu, kurikulum dalam
tahapan evaluasi memiliki fungsi tertentu yang harus dijalankan atau
dilaksanakan. Menurut Sanjaya," berikut beberapa fungsi evaluasi kuriku- lum
sebagai bagian dari proses implementasi dan pengembangan kurikulum:
1. Evaluasi kurikulum merupakan alat yang penting sebagai umpan balik
(feed back) bagi peserta didik. Melalui evaluasi peserta didik akan
mendapatkan informasi tentang efektivitas pembelajaran yang
ditakukannya dan dapat menentukan bagaimana seharusnya proses
pembelajaran yang perlu dilakukan ke depan.
2. Evaluasi kurikulum merupakan alat yang penting untuk me- ngetahui
penguasaan peserta didik terhadap tujuan pembel- ajaran yang telah
ditentukan sebelumnya. Melalui evaluasi peserta didik akan mengetahui
bagian mana pelajaran yang perlu dipelajari kembali dan bagian mana
yang tidak perlu.
3. Evaluasi kurikulum dapat memberikan informasi untuk mengembangkan
program kurikulum. Informasi ini sangat diperlukan, baik untuk guru
maupun untuk para pengembang kurikulum, khususnya untuk perbaikan
program selanjutnya.
4. Informasi dari hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh peserta
didik secara individual dalam mengambil keputusan, khususnya untuk
menentukan masa depannya sehubungan dengan pemilihan bidang
pekerjaan dan pengembangan karier.
5. Evaluasi juga berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya
dalam menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai, apakah
tujuan tersebut perlu diubah atau ditambah.

7
6. Evaluasi juga berfungsi sebagai umpan balik untuk semua pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan di sekolah, misalnya untuk orang tua,
guru dan pengembang kurikulum, perguruan tinggi, pemakai lulusan, serta
untuk orang yang mengambil kebijakan pendidikan termasuk juga untuk
masyarakat. Melalui hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan
informasi tentang efektivitas pelaksanaan program sekolah.

d. Prinsip-Prinsip Evaluasi Kurikulum


Pelaksanaan evaluasi kurikulum dimaksudkan tidak hanya berupaya untuk
menilai kurikulum setelah kurikulum tersebut dilaksanakan, tetapi sejak tahap
perencanaan kurikulum tersebut.Hasil evaluasi kurikulum juga merupakan modal
penting sebagai bahan dalam pengembangan kurikulum berikutnya. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, evaluasi harus bersandarkan pada prinsip-prinsip
umum, sebagai berikut:
a) Kontinuitas, yaitu pelaksanaan evaluasi kurikulum secara
berkelanjutan (tidak dilakukan secara insidental).
b) Komprehensif, yaitu proses evaluasi harus dilaksanakan secara
menyeluruh (tidak terpisah-pisah).
c) Adil dan objektif, yaitu proses evaluasi dan pengambilan keputusan
hasil evaluasi harus dilakukan secara adil, seimbang antara teori dan
praktik, proses dan hasil, serta dimensi-dimensi kurikulum itu sendiri.
Demikian juga guru harus memberikan perlakuan yang sama terhadap
peserta didik, bertindak secara objektif, menilai apa adanya, sesuai
dengan fakta yang ada, serta sesual dengan kemampuan peserta didik
(tanpa pilih kasih).
d) Kooperatif, yaitu kegiatan evaluasi harus dilakukan atas kerja sama
dengan semua pihak yang terkait, mulai dari orangtua, guru, kepala
sekolah, pengawas, hingga peserta didik itu sendiri. Hal ini
dimaksudkan agar semua pihak dapat menerima keputusan evaluasi

8
kurikulum serta merasa terlibat dalam proses evaluasi kurikulum
tersebut.3
e. Proses Evaluasi Kurikulum
Becher dalam Sukmadinata" menjelaskan bahwa pada setiap program
pengembangan kurikulum memiliki karakteristik tertentu, di mana pada proses
evaluasi kurikulum tersebut akan sesuai dengan karakteristik pengembangan
kurikulum tersebut. Oleh karena itu, seorang evaluator akan menyusun program
evaluasi kurikulum yang sesuai dengan karakteristik kurikulum yang
dikembangkan. Sebaliknya, hasil proses evaluasi kurikulum akan memengaruhi
proses pelaksanaan kurikulum tersebut. Evaluasi merupakan kegiatan yang luas,
kompleks dan berkelanjutan untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan
sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi
meliputi rentangan yang luas, mulai dari evaluasi yang bersifat informal hingga
formal.Pada tingkat informal, evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan,
atau pendapat tentang perubahan-perubahan yang telah dicapai oleh program
sekolah.
Adapun pada tingkat formal, evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan
dan pencatatan data hingga berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan
menuju tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya." Lebih lanjut, Cronbach
berpendapat bahwa proses evaluasi harus difokuskan pada pengumpulan data dan
menggunakannya dalam mengambil keputusan. Stufflebeam juga melihat evaluasi
sebagai proses deskripsi dan penyediaan data bagi penentuan alternatif keputusan,
Dengan demikian, konsep dan peran baru evaluasi ini memerlukan proses dan
metodologi evaluasi yang terkini.
Ansyar merekomendasikan beberapa langkah dalam proses evaluasi
kurikulum. Proses tersebut terbagi kepada tiga aspek utama yaitu: 1) Gambaran
rencana informasi yang dibutuhkan, terdiri dari: definisi sistem, spesifikasi
keputusan-keputusan, statement kebijaksanaan evaluasi, dan statement atau
asumsi tentang evaluasi; 2) Cara pengumpulan data, terdiri dari: pengumpulan

3
Mohammad Adnan, Evaluasi Kurikulum Sebagai Kerangka Acuan Pengembangan
Pendidikan Islam Jurnal, Vol 1 No. 2, September 2017, Hal 109-116

9
data, organisasi data, dan analisis data; dan 3) Cara penyediaan informasi/data,
yang terdiri dari persiapan laporan-laporan dan diseminasi informasi.

f. Landasan Evaluasi Kurikulum


Hasan menyebutkan bahwa evaluasi kurikulum tidak terlepaskan dari
timbulnya keinginan untuk mengetahui seberapa jauh biaya yang telah
diinvestasikan dapat dipertanggungjawabkan. Proses pelaksanaan dan
pengembangan kurikulum tentu menghabiskan banyak biaya dan tenaga demi
tercapainya pelaksanaan pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Kebijakan-
kebijakan pendidikan seperti misalnya kegiatan pengembangan kurikulum,
pelatihan guru-guru, penyediaan fasilitas yang dibutuhkan, dan sebagainya. tentu
memerlukan biaya yang tidak sedikit, demi tercapainya tujuan yang telah ditetap-
kan sebelumnya, Dengan demikian, pelaksanaan evaluasi kurikulum pada
awalnya berlandaskan pada prinsip akuntabilitas, yaitu untuk mengetahui seberapa
jauh keberhasilan kebijakan pelaksanaan kurikulum di sekolah.
Pada awalnya, pengertian akuntabilitas terbatas hanya pada proses
pertanggungjawaban atas keuangan yang diukur melalui hasil belajar peserta
didik. Apabila hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan maka
pengembang kurikulum dan sekolah yang menggunakan dana dari pemerintah
menunjukkan adanya pertanggungjawaban tersebut. Oleh karena itu, Lessinger
berpendapat bahwa konsep akuntabilitas berdasarkan pada tiga landasan, yaitu:
pertama, hasil belajar peserta didik, kedua, adanya kajian terhadap hubungan
antara apa yang sudah dilaksanakan sekolah dengan dana tersebut serta
pengaruhnya terhadap hasil belajar, dan ketiga, laporan sekolah terhadap
masyarakat berkenaan dan kaitan antara dana yang digunakan dengan hasil belajar
yang diperoleh.
Ketiga landasan ini penting karena ketiganya menggambarkan produk,
proses yang berkenaan dengan dana dan kaitan antara dana yang digunakan
dengan hasil belajar. Rossi dan Freeman dalam Hasan" mengemukakan ada enam
jenis akuntabilitas, di mana evaluasi harus mengumpulkan informasi mengenai
keenam bidang tersebut. Keenam jenis akuntabilitas itu, yaitu: 1) akuntabilitas

10
dampak (impact accountability); 2) akuntabilitas efisiensi (efficiency
accountability); 3) akuntabilitas lingkup (coverage accountability); 4)
akuntabilitas pemberian jasa (service delivery accountability); 5) akuntabilitas
keuangan (financial accountablity); dan 6) akuntabilitas hukum (legal
accountability).4

g. Aspek-Aspek Evaluasi Kurikulum


Evaluasi kurikulum merupakan suatu bidang yang berkembang dengan
cepat, termasuk evaluasi terhadap implementasi kurikulum.evaluasi kurikulum
sendiri serdiri dari berbagai aspek yang saling berhubungan, dan yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
a) Keterkaitan Antara Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan
Kurikulum
Evaluasi Kurikulum dan Sistem Kurikulum Secara fungsional
evaluasi kurikulum merupakan bagian dari sistem kurikulum.sistem
kurikulum ini mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu pengembangan
kurikulum, pleaksanaan kurikulum, dan evaluasi efek sistem
kurikulum. kurikulum minimal berfokus pada empat bidang, yaitu
evaluasi terhadap penggunaan kurikulum, desain kurikulum, hasil dari
siswa, dan sistem kurikulum. efek dari evaluasi akan memulihkan
kinerja dari berbagai bagian duri sistem kurikulum. seleksi dan
pengorganiisasian pihak-pihak pengambang kurikulum, prosedur
penyususnan, pengaturan dan pelaksanaan kurikulum, fugsi
koordinator dalam tim penyusunan, pengaruh tingkat guru dan kondisi
pengajaran terhadap kurikulum, semuanya perlu dievaluasi dan
hasilnya dapat memperbaiki sistem kurikulum secara keseluruhan.
b) Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum
Masalah yang biasunya dibahas oleh pengmbang kurikulum yaitu
kapan diadakan evaluasi kurikulum, dan pada posisi mana serta apa

4
Ade Suhendra, Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/ML: Teoridan
Aplikasidisekolah Dasar/Madrasah Ibtidalyah (SD/MI), (Jakarta Timur : Kencana, 2019), Hal 97
- 104

11
makna evaluasi kurikulum pada proses pengembangan kurikulum.
Tayler berpendapat bahwa evaluasi kurikulum minimal terjadi dua
kali, yaitu pada awal dan akhir pengembangan kurikulum, agar dapat
mengukur dalam jangka waktu tersebut yang telah ditetapkan.dan ia
berpendapat bahwa hal tersebut harus dilaksanakan bertutut-turut
sepanjang proses pengembangan kurikulum yang terdiri dari empat
tahapan, yaitu penentuan tujuan pendidikan, pemilihan pengalaman
pembelajaran, pengorganisasian pengalaman pembelajaran, dan
evaluasi efek pembelajaran.
Pengembangan kurikulum ialah proses yang meliputi kegiatan
untuk melaksanakan percobaan evaluasi, sehingga kekurangan yang
ditemukan dapat diperbaiki untuk hasil yang lebih baik. evaluasi
dalam penyusunan dan perancangan kurikulum sangat sulit, dan tidak
memiliki kriteria yang sama. Berikut adalah empat keadaan yang
harus dihindari dalam mengembangkan fungsi dan makna evaluasi
kurikulum terhadap pengembangan kurikulum, yaitu:
1) apabila dalam desain kurikulum tidak terdapat rancangan
evaluasi, desain seperti ini tidak perlu dilaksanakan.
2) apabila dalam proses evaluasi terjadi penyimpangan tujuan
evaluasi. Apabila tidak menghirankan kesimpulan dan
penilaian evaluasi yang sudah ada.
3) evaluasi sering digunakan sebagai alat peserta didik, yang
sebenarnya hurus menimbulkan kepercayaan diri pada
peserta didik.

h. Pendekatan Dalam Evaluasi Kurikulum


Pendekatan dalam evaluasi kurikulum yang menyediakan cara memusatan
perhatian pada pertanyaan evaluasi, pendekatan yang digunakan mempengaruhi
pemilihan kriteria dan sumber-sumber data mana yang akan digunakan. Cronbach
menyebutkan ada dua pendekatan dasar evaluasi kurikulum, yaitu pendekatan
seintistic ideal dan pendekatan humanistic ideal.Evaluasi kurikulum yang

12
menggunakan pendekatan scintistic mencoba untuk memusatkan perhatian pada
siswa.Bentuk skor tes menjadi bagian penting dari data yang dikumpulkan.Data-
data tersebut digunakan untuk memperbandingkan prestasi siswa dalam situasi
yang bebeda, dimana setiap situasi dikendalikan sedemikian rupa, Kebanyakan
informasi yang dikumpulkan adalah kuantitatif sehingga dapat dianalisis secara
statistic.
Keputusan tentang program dibuat berdasarkan informasi komparatif yang
diberikan oleh evaluasi Mereka yang sangat humanistik menemukan eksperimen
yang tidak dapat diterima.Bagi mereka, studi kasus naturalistik merupakan obat
mujarab. Kaum humanis akan mempelajari program yang sudah ada di suatu
tempat, tidak ditentukan oleh evaluator apabila orang ditempatkan/dimasukkan
dalam perlakuan, bisa saja karena kebijakan studi memerlukan untuk
menempatkannya, penempatan tidak dilakukan untuk kepentingan penelitian
Program menjadi hal yang dapat terlihat oleh mata pengembang dan klien.
Peneliti naturalistik akan menanyakan pertanyaan yang berbeda dari program
yang berbeda.
Manfaat dan kegunaan dijelaskan, tidak diturunkan dalam ben- tuk
kuantitas. Observasi menjadi yang sesuai dan responsif terhadap su lokal, yang
tidak terstruktur sebelumnya.5

i. Ruang Lingkup Evaluasi Kurikulum


Menurut Galabawa (2003) Curricula evaluation entails and involves four
basic models namely, goal attainment models, judgerment models (intrinsic
criteria), judgement models (extrinsic criteria) and decision making models. The
most important thing to consider in curriculum evaluation is to capture the
dynamism of any curriculum process regardless of the approach or model. It is
generally agreed that curricula evaluation must be both summative and formative.
Sementara itu, Singla dan Gupta (2005) menjelskan bahwa evaluasi kurikulum

5
Mohammad Mustafid Hamdi, Evaluasi Kurikulum Pendidikan Jurnal, Vol 4 No.1,
Oktober 2020, Hal 69-70

13
mencakup tiga tahap, yakni tahap 1: evaluasi tujuan, tahap 2: evaluasi sistem, dan
tahap 3: evaluasi khusus (esoteric evaluation).
Pada evaluasi tujuan, hal-hal yang dievaluasi adalah:
a) apakah tujuan bermakna,
b) apakah tujuan feasible dan dapat dicapai,
c) apakah tujuan sudah didefiniskan dengan baik atau jelas tentang tujuan
yang akan dicapai, dan
d) apakah tujuan sesuai dengan kebutuhan?.
Kemudian setelah itu dilakukan tahap kedua yaitu evaluasi sistem:
kurikulum diimplementasikan dalam suatu sistem yang terdiri dari input,
proses, lingkungan sekitar, dan output. Input mencakup minat dan sikap
peserta didik, kualifikasi dan kompetensi dosen/guru, ketersediaan
kurikulum dan silabus, dan ketersediaan perpustakaan, buku-buku relevan,
internet, dan lain sebagainya.
Proses mencakup keterlibatan siswa dalam pembelajaran, integrasi teori
dan praktik, ketepatan penggunan media, tipe-tipe pengalaman belajar yang
diberikan ke peserta didik, dan ketepatan sistem asesmen untuk siswa. Produk
mencakup: prestasi akademik dan perkembangan personaliti peserta didik, lama
tunggu untuk memperoleh pekerjaan dan prestise pekerjaan yang diperoleh siswa,
dan kepuasan dunia kerja atas kinerja lulusan. Tahap 3 dalah evaluasi khusus
(esoteric evaluation) yang mencakup evaluasi terhadap kegiatan co-kurikuler,
partnership dengan industri, usaha-usaha untuk mengurangi masa tunggu lulusan,
melakukan penelitian dan pengembangan, meningkatkan kemampuan guru dan
staf, meningkatan kualitas dan jumlah mesin dan peralatan.

j. Langkah-langkah Evaluasi Kurikulum


Ada beberapa pendapat terkait dengan langkah-langkah evaluasi
kurikulum, namun pad umumnya mencakup: merancang, melakukan persiapan,
mengumpulkan informasi, menganaliis, membuat konklusi, membuat
rekomendasi, dan memanfaatkan hasil evaluasi. Sementara itu, Hermana

14
Somantrie (2009) menjelaskan bahwa tahapan pelaksanaan evaluasi kurikulum
ada 10 tahap, yakni:
1) Mempelajari program,
2) Menuliskan latar belakang/ alasan mengapa melakukan evaluasi,
3) Menentukan apa yang ingin diketahui dan menuliskan pertanyaan evaluasi,
4) Menentukan informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
evaluasi,
5) Merancang evaluasi,
6) Mengumpulkan informasi/data,
7) Menganalisis informasi/data,
8) Merumuskan kesimpulan,
9) Menginformasikan hasil, dan
10) Memanfaatkan hasil untuk membuat keputusan (mengubah atau
melanjutkan) program.6

B. Peranan Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum memegang peran penting baik dalam penentuan


kebijakansanaan pendidikan pada umumnya, maupun dalam pengambilan
keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh
para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam
memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan
pegembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum
juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana
pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa,
memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara
penilaian, serta fasilitas pendidikan lainnya.

Beberapa hasil evaluasi menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan


keputusan. Pihak pengambil keputusan dalam pelaksanann pendidikan dan
kurikulum adalah guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur,

6
Badrun Kartowagiran, Evaluasi Kurikulum Jurnal, Vol 19 No.1, 2010, Hal 4-6

15
pengembang kurikulum dan lain-lain. Namun demikian pada prinsipnya tiap
pengambil keputusan dalam proses evaluasi memegang peran yang berbeda,
sesuai dengan posisinya.

Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan hasil evaluasi bagi
pengambilan keputusan adalah hasil evaluasi yang diterima oleh berbagai pihak
pengambil keputusan adalah sama. Masalah yang timbul adalah apakah hasil
evaluasi tersebut dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jawabannya belum tentu,
karena suatu informasi mungkin lebih bermanfaat bagi pihak tertentu tetapi
kurang bermanfaat bagi pihak yang lain.

Kesatuan penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu konsesus. Konsesus


tersebut berupa kerangka kerja penelitian yang dipusatkan pada tujuan-tujuan
khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, analisis statistik dari
prestasi tes post tes. Secara umum, langkah-langkah pokok evaluasi pendidikan
meliputi tiga kegiatan utama yaitu persiapa, pelaksanaan dan pengolahan hasil. 7

Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi
sosial. Peranan evaluasi kebijakkan dalam kurikulum khususnya pendidikan pada
umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu : evaluasi sebagai moral
judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi dan konsensus nilai.

1. Evaluasi sebagai moral judgement. Konsep utama dalam evaluasi adalah


masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan
digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian
pertama evaluasi berisi sautu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut
objek evaluasi dapat dinilai Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria
praktis, berdasarkan kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
2. Evaluasi dalam penentuan keputusan Siapa pengambil keputusan dalam
pendidikan atau khususnya dalam pelaksanaan kurikulum. Pengambil
keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum banyak, yaitu

7
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran ; Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). (Jakarta : Prenada Media Group, 2008). Hal 21

16
sumber belajar, peserta didik, pengelola, para inspektur, pengembang
kurikulum, dan sebagainya. Masing-masing mengambil keputusan sesuai
dengan posisinya
Adapun beberapa hasil evaluasi dijadikan acuan peserta didik untuk
menentukan sejauh mana ia dapat mencapi tujuan yang telah diharapkan.
Dengan kata lain, keputusan yang diambl peserta didk pasti berkenaan
dengan kepentingan dirinya. Sebagaimana dengan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya.
3. Evaluasi dan konsensus nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan suatu
kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan
oleh orang-orang yang turut terlibat (berpartisipasi) dalam kegiatan
penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat
terdiri atas: orang tua, murid, guru, pemgembang kurikulum,
administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek, dan
sebagainnya. 8

Berdasarkan Konsep kurikulum diatas, Peranan kurikulum terbagi 3 yaitu :

1. Peranan konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan
sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa
lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada anak didik
sebagai generasi penerus.
2. Peranan kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa
terjadi setiap saat. Kurikulum melakukan kegiatankegiatan kreatif dan
konstruktif, dalam arti menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus dapat membantu
setiap peserta didik dalam mengembangakan potensi dirinya.
3. Peranan kritis dan evaluatif

8
Mohamad Mustafid. Evaluasi Kurikulum Pendidikan . Jurnal Vol 04. No 1. 2020. Hal
71

17
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilainilai dan
budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan,
sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada peserta didik
perlu disesuaikan kondisi yang ada di masa sekarang.

C. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Islam


Sebagai sub sistem pendidikan nasional, pendidikan agama selalu
mengalami pembaharuan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal ini mengakibatkan pada perkembangan kurikulumnya baik tujuan,
materi, metode maupun evaluasi. Tercakupnya pendidikan Agama dalam
kebijakan Pendidikan Nasional secara umum dapat diketahui melalui; pertama,
sila pertama pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, UUD 1945
pasal 29 Nomor 4 tahun 1950 tentang pendidikan agama, SKB Menteri PP dan K
dan Menteri Agama Nomor 1432/Agama, TAP.MPR No.IV/MPR/1973 dan 1978
(GBHN) tentang dimasukkannya Pendidikan Agama dalam kurikulum sekolah
mulai dari tingkat dasar sampai Perguruan Tinggi, UUSPN No 2 tahun 1989
tentang tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman dan
9
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta peraturan lainnya.
Berdasarkan UUSPN No 2 tahun 1989, Undang-Undang Sisdiknas No 20
Tahun 2003 menyatakan bahwa Pendidikan Agama (Islam) sebagai mata
pelajaran wajib ( UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab IX pasal 39). Secara
teoritik, hasil capaian peserta didik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam merupakan indikator pencapaian kemampuan beragama Islam. Dalam
kenyataannya terdapat indikasi bahwa hasil Pendidikan Agama Islam dalam aspek
kognitif tidak berbanding lurus dengan pengamalan ajaran dan nilai-nilai agama
Islam. Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Islam belum efektif
mengintegrasikan pengetahuan peserta didik dengan pengamalannya (Ismail dan
Abdul Mukti,2000: 146).

9
Ayuhana.Muna.Maherlina. Perkembangan Kurikiulum Pendidikan Agama Islam sekolah
Dasar di Indonesia jurnal.Vol. 12.No. 2. Juli.2015.hal 171

18
Pendidikan agama Islam pada masa Prakemerdekaan sangat tidak
diperhatikan, pendidikan pada prakemerdekaan ini dipengaruhi oleh kolonialisme
yang berpusat pada agama mereka (Penjajah), selain itu dari segi kelas hanya
diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai.Konsep ideal
pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang
dapat dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah
pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan
tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan
normanorma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi
dan menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial.

a. Kurikulum Pada Era Orde Lama

Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum, di antaranya:


1. Kurikulum 1947 Oleh karena beberapa sebab, kurikulum ini dalam
prakteknya baru dilaksanakan pada tahun 1950. Oleh sebab itu, banyak
kalangan menyebutkan bahwa perkembangan kurikulum di Indonesia
secara formal dimulai tahun 1950. Keberadaan pendidikan agama Islam
telah diatur pelaksanaannya dalam SKB dua menteri (Menteri PP & K dan
Menteri Agama) tahun 1946. Kurikulum 1947 ini masih kental dengan
corak system pendidikan Jepang ataupun Belanda (Sutrisno, 2012:63-
64).Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena Negara ini baru merdeka.
Sehingga, proses pendidikan lebih ditekankan untuk mewujudkan manusia
yang cinta Negara, sehingga menjadi berdaulat dan tumbuh kesadaran
berbangsa dan bernegara 10
2. Kurikulum 1952-1964 Dalam kurikulum ini muatannya adalah pada
pengajaran yang harus disampaikan pada siswa, dalam bentuk mata
pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu
Bumi, dan sejarah. Sementara itu, pelaksanaan pembelajaran dalam

10
Dhaifi.Ahmad.Perkembangan Kurikulum Pai di Indonesia jurnal. Vol. 01 No.
01.2017.hal 78

19
kurikulum ini sebagaimana diatur. dalam UUPPP (Undang-Undang Pokok
(Pendidikan dan Pengajaran) nomor 4 tahun 1950. Selanjutnya, muncul
SKB dua menteri tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama
wajib diselenggarakan di sekolahsekolah, minimal 2 jam perminggu.

b. Kurikulum Pada Era Orde Baru


Dibawah ini adalah model kurikulum yang berlangsung selama era orde
baru, antara lain:
1. Kurikulum 1968 Boleh dibilang, kurikulum 1968 ini adalah
penyempurnaan dari kurikulum 1964. Sejak kemerdekaan, kurikulum ini
menjadi model kurikulum terintegrasi. Focus kurikulum ini tidak lagi
pancawardhana sebagaimana kurikulum 1964.
2. Kurikulum 1975 Dalam kurikulum ini, orientasi pendidikan adalah untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan belajar mengajar. Di era
inilah dikenal istilah satuan pelajaran yang merupakan rencana pengajaran
pada setiap bahasan. Sementara tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi
pada tujuan pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler,
tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. 11
3. Kurikulum 1984 Boleh dibilang, kurikulum 1984 ini adalah
menyempurnakan kurikulum 1975. Peran siswa dalam kurikulum ini
menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai
fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam
kurikulum ini. Pendidikan agama dikuatkan melalui SKB 2 Menteri
(Menteri P&K dan Menteri dalam Negeri) yang mempertegas lulusan
madrasah juga bisa juga melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum
(Muhyidin, 2012:67).

11
Dhaifi.Ahmad.Perkembangan Kurikulum Pai di Indonesia jurnal. Vol. 01 No.
01.2017.hal 79

20
4. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Kurikulum 1994
merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulumkurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Yang patut dicatat dalam
periode ini adalah, terbitnya UU SISDIKNAS No 2 tahun 1989 yang
menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang berciri
khas islam, artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya senafas
dengan nilainilai islam.
Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS ini, pendidikan agama Islam
akhirnya berjalan satu paket dengan system pendidikan
nasional.menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang
berciri khas islam, artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya
senafas dengan nilainilai islam. Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS ini,
pendidikan agama Islam akhirnya berjalan satu paket dengan system
pendidikan nasional. 12

c. Kurikulum Pada Era Reformasi

Kurikulum di era reformasi juga telah mengalami beberapa perubaha,


diantaranya:

1. Kurikulum KBK Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar
bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat
reformatif dan revolusioner. Era ini memiliki visi untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berdaya saing, maju, sejahtera dalam wadah
NKRI (Mulyasa, 2003:3). Sebagai salah satu dampak dari laju reformasi
adalah dibuatnya sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang kerap
disebut kurikulum KB.
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan

12
Dhaifi.Ahmad.Perkembangan Kurikulum Pai di Indonesia jurnal. Vol. 01 No.
01.2017.hal 80

21
yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu
mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat
menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah
dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya,
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak
untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan
kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan.KTSP lebih mendorong
pada lokalitas pendidikan. Selanjutnya, penyelenggaraan pendidikan
agama islam di madrasah/sekolah, dijabarkan dalam kurikulum agama
yang dikeluarkan oleh KEMENAG, dan tepat pada bulan Mei 2008
menteri Agama menandatangani PERMENAG no 02 tahun 2008,
menyangkut standard kompetensi lulusan dan standard isi PAI (Sutrisno,
2012:73).
3. Kurikulum 2013 Berikut ini adalah ciri-ciri yang melekat dalam K-13
(Kurikulum 2013, sebatas yang penulis ketahui), yaitu:
a) Mewujudkan Pendidikan Berkarakter Pendidkan berkarakter
sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan
sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana
mencetak peserta didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral
dan mmemiliki budi pekerti yang baik. 13
b) Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal Wawasan lokal
merupakan satu hal yang sangat penting. Namun pada kenyataan yang
terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan
tergerus oleh tingginya pengaruh buudaya modern.
c) Menciptakan Pendidikan yang Ceria dan Bersahabat Pendidikan tidak
hanya sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan
merupakan tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya
itu, dengan sistem pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013

13
Mawardi.Amirah.Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia
jurnal. Vol 1 No 1.2012.hal 30

22
nantinya akan diharapkan dapat menggali seluruh potensi diri peserta
didik, baik restasi akademik maupun non akademik.

Kajian tentang perkembangan kurikulum PAI di Indonesia adalah kajian


yang bernuansa sejarah, maka metode pengumpulan data pada kajian ini lebih
banyak menggunakan metode dokumentasi.Dokumentasi, merupakan jenis/teknik
yang paling banyak dan paling menonjol digunakan oleh para peneliti sejarah.
Istilah lain yang sering digunakan ialah studi kepustakaan (library research).

Dalam kaitan ini, pengertian dokumentasi sesungguhnya tidak lagi hanya


mengandung pengertian dokumentasi ansich, tetapi mencakup pengertian luas.Ia
meliputi berbagai sumber sejarah seperti karya-karya ilmiah, kitab-kitab,
dokumen, arsip, majalah, koran, bahkan catatan harian pribadi. Tetapi pada
umumnya para peneliti sejarah akan memburu sumber- sumber primer terlebih
dahulu, jika tidak ada atau belum diketemukan sumber primer, baru mereka akan
menggunakan sumber-sumber sekunder.

Perubahan Kurikulum Suatu Keharusan

Perubahan dan perkembangan zaman sangat cepat, demikian juga


perbaikan dan penyelesaian masyarakat pun semakin meningkat.Satuan
pendidikan harus disetujui berbagai perubahan dan pemulihan tersebut.
Surakhmad dalam bukunya Alhamuddin yang berjudul “Politik Kebijakan
Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman Kemerdekaan Hingga
Reformasi 1947-2013” menyebutkan akan terjadi perubahan yang sangat mutlak
dalam berbagai bidang. Dia mengatakan pula bahwa gaya hidup manusia, moral,
seni dan agama akan sangat dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan tenologi
karena keduannya berada di posisi central. 14

Pertama, kompetisi dan persaingan hidup antara bangsa-bangsa tidak akan


terbatas pada bidang ekonomi saja, namun terjadi pada bidang lain seperti bidang

14
Insani Farah Diana. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Sejak Awal Kemerdekaan
Hingga Saat ini jurnal. Vol. VIII No.1.2019.hal 45-46

23
budaya dan ideologi. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan yang meningkat,
nilai-nilai moral dan agama akan langsung tertantang, dan sebaliknya akan
meningkatkan sistem nilai "beri" yang berbeda dari apa yang diketahui sampai
saat ini. Ketiga, pengaruh teknologi yang meningkatkan pola hidup manusia
sehari-hari, teknologi tidak lagi terbatas sebagai masalah para ahli teknologi tetapi
meluas menjadi masalah etis dan estetis yang memerlukan reinterpretasi dan
rekontekstualisasi kebijakan, sosial, dan juga masyarakat awam.

Keempat, yang diharapkan ini akan muncul sebagai kenyataan yang tidak
bisa dianggap remeh. Sekolah harus berkewajiban untuk menyiasati satinya.
Surakhmad menambahkan tidak ada negara buah yang sedang berkembang yang
dapat bertahan melawan perubahan dan persaingan seperti yang disebutkan di
atas, tidak sesuai dengan diri sendiri, karena itu, negara-negara maju lebih
antisipatif, produktif, oleh karena itu mereka lebih siap dan sesuai dengan kondisi
yang lebih menguntungkan. Negara-negara berkembang harus segera mengambil
sikap untuk diundang.

d. Pendidikan Islam Pada Masa Permulaan

Pendidikan Islam di Indonesia Pada masa awalnya bersifat informal, yakni


melalui interaksi inter-personal yang berlangsung dalam berbagai kesempatan
seperti aktivitas perdagangan da‟wah bil hal atau keteladanan8 .Pada konteks ini
mempunyai pengaruh besar dalam menarik perhatian dan minat seseorang untuk
mengkaji atau memeluk ajaran Islam. Selanjutnya, ketika agama ini kian
15
berkembang, system pendidikan pun mulai berkembang:

1. System Pendidikan Langgar Asal-Usul Langgar, Istilah langgar dipakai


untuk menunjuk bangunan kecil biasa-nya berbentuk segi empat seperti
bangunan mesjid namun lebih kecil--yang berdiri di sekitar rumah-rumah
komunitas muslim. Secara umum bangunan tersebut digunakan sebagai

15
Basyid Abdul. Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia jurnal. Vol. 14 No.
1.2018.hal 157

24
tempat ibadah salat (selain salat jum‟at). Oleh karena itu, langgar sering
disebut pula musolla (tempat salat).Selain sebagai tempat salat, beberapa
langgar menjadi tempat belajar agama tingkat dasar. Istilah lain yang
hampersama dengan langgar adalah tajug dan surau.
2. System Pendidikan Pesantren Perkataan pesantren barasal dari kata santri,
dengan awalan pe dan akhiran an, bararti tempat tinggal santri. Menurut
Manfred Ziemek menyebutkan bahwa secara etimologi pesantren barasal
dari kata pe-santri-an, berarti “tempat santri”.13 Versi Ensiklopedi Islam
memberi gambaran yang berbeda, menurutnya pesantren berasal dari
bahasa tamil yang berarti guru ngaji atau bahasa India “sastria‟ dan kata
“sastra” yang bebarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu tentang
pengetahuan. 14Secara terminologi pesantren adalah lembaga pendidikan
Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama
Islam (tafaquh fiddina) dengan menekankan pentingnya moral agama
Islam sebagai pedoman hidup sehari-hari.

e. Lembaga Pendidikan Islam Tradisional: Dari Nggon Ngaji sampai


Pesantren Pada awal abad ke 19

Sistem pendidikan di Indonesia masih bersifat tradisional dan hanya


dikenal satu jenis pendidikan yang disebut dengan “lembaga pengajaran asli” atau
sekolah agama Islam yang berbentuk masjid, langgar, surau dan pesantren.
Pendidikan dasar disebut nggon ngaji, sementara pendidikan lanjutannya adalah
pondok pesantren yang keduanya tidak terdapat keterkaitan secara formal. 16

Sistem pendidikan ini menitikberatkan pada pembelajaran baca al-Qur‟an,


pelaksanaan sholat dan pengetahuanpengetahuan yang terkait degan pokokpokok
ajaran agama.Nggon Ngaji ini tidak terlembaga secara baik.Dalam perkembangan
selanjutnya, setelah Indonesia merdeka dan disusul dengan berdirinya
Depaetemen Agama, lembagalembaga non formal tersebut mulai disempurnakan

16
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia: Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi
(Malang: UMM Press, 2006).hal 21

25
kurikulumnya, sistem pendidikan sehingga memunculkan lembaga pendidikan
yang disebut madrasah diniyah.

f. Lembaga Pendidikan Islam Formal

Madrasah yang berkembang di Indonesia berbeda dengan perkembangan


madrasah yang ada di Timur Tengah. Madrasah di Indonesia merupakan
perkembangan lebih lanjut atau pembaruan dari pesantren dan surau,34 sementara
madrasah yang ada di timur tengah pada abad pertengahan serupa dengan lembaga
pesantren yang ada di Indonesia. Di samping terdapat unsur-unsur seperti
pesantren yaitu masjid, asrama dan ruang belajar, madrasah di Timur Tengah
memiliki syaikh atau professor sebagai pemegang otoritas.35 Dalam konteks
Indonesia, ini seperti keberadaan seorang kyai di pesantren.

Perkembangan Madrasah pada abad Modern ini terjadi pada kurun awal
abad ke-20 di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata pelajaran non
keagamaan.Latar belakang pertumbuhan ini tidak dapat dilepaskan dari gerakan
pembaruan di Indonesia dan adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan
pendidikan pemerintah Hindia-Belanda.

g. Sekolah Islam Terpadu

Berdasarkan Undang-Undang Pendidikan Nasional tahun 1989, sekolah


Islam harus mengikuti sistem sekolah negeri, maka sekolah Islam mengembil
sepenuhnya kurikulum yang disusun dan dikeluarkan oleh Kemendiknas. Dengan
demikian, tidak ada perbedaan antara Sekolah Islam dengan Sekolah umum
(negeri). Yang membedakan mereka adalah, antara lain, penekanan khusus pada
mata pelajaran (matpel) agama. Sekolah Islam memiliki jam matpel yang
berhubungan dengan Islam lebih banyak, sehingga memiliki jam pelajaran lebih
lama untuk matpel agama. Sedangkan pada sekolah umum (negeri), jam matpel
agama sangatlah terbatas, yakni hanya dua jam per-minggu. 17

17
Wahyuni Fitri. Kurikulum Dari Masa Ke masa (Telaah Atas Pentahapan Kurikulum
Pendidikan di Indonesia) jurnal. Vol. 10 No. 2.2015.hal 236

26
D. Menghubungkan Keterkaitan Antara Kurikulum Pendidikan Pada
Beberapa Periode

Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia mengalami 2 periode yaitu:

1. Periode sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan bangsa Eropa


baik Portugis maupun Belanda dan dilanjutkan pada masa penjajahan
Jepang, awalnya mereka datang ke Indonesia untuk mencari rempah-
rempah dan berdagang tetapi pada akhirnya mereka mendirikan lembaga-
lembaga pendidikan untuk golongan mereka maupun pribumi. Dengan
adanya lembaga pendidikan tersebut pihak kompeni merasakan perlunya
pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis yang nantinya akan
dipekerjakan pada pemerintahan dan gereja.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan Kurikulum pendidikan di Indonesia sering
berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu
pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang
jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947,
1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. 18

Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu


Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan
pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perkembangan
kurikulum pendidikan islam di Indonesia ;

1. Periode Sebelum Kemerdekaan Pada periode ini sistem pendidikan dan


pengajaran agama Islam Al-qur’an dan pengajian kitab yang
diselenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren, dan lain-
lain pada perkembanganya selanjutnya mengalami perubahan bentuk
baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran atau kurikulum, metode

18
Wahyuni Fitri. Kurikulum Dari Masa Ke masa (Telaah Atas Pentahapan Kurikulum
Pendidikan di Indonesia) jurnal. Vol. 10 No. 2.2015.hal 238

27
maupun strutur organisasinya sehingga melahirkan suatu bentuk yang
baru yang disebut madrasah.
2. Periode Setelah Kemerdekaan Pada periode ini setelah Indonesia
merdeka maka dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus
masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan,
khusunya madrasah. Namun pada perkembangan selanjutnya,
madrasah walaupun sudah berada di bawah naungan Departemen
Agama tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan.
3. Pada Masa SKB 3 Menteri Dengan diterbitkanya SKB 3 Menteri No. 6
tahun 1975 dan No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang
Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah. SKB 3 Menteri ini
dikeluarkan pada 24 Maret 1975, yang berusaha mengembalikan
ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream
pendidikan nasional, kebijakan ini menjadikan madrasah setara dan
sederajat dengan sekolah umum lainya. Guna memenuhi tuntutan SKB
3 Menteri, oleh karena itu perlu diadakan pembinaan serta
pembaharuan kurikulum secara menyeluruh, untuk itu telah diadakan
berbagai usaha, penyusunan metode mengajar, standarisasi buku-buku
madrasah dan alat-alat pelajaran.
4. Pada Masa Pasca UU No. 20/2003 dan UU No. 2 Tahun 1989 Setelah
lahirnya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda
dengan Undang-undang kependidikan sebelumnya, Undang-undang ini
mencakup ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan. Jika
pada Undang-undang pendidikan Nasional bertumpu pada sekolah,
maka dalam UUSBN ini pendidikan nasional mencakup jalur sekolah
dan luar sekolah, serta meliputi jenis-jenis pendidikan akademik,
pendidikan professional, pendidikan kejuruan dan pendidikan agama.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1) Evaluasi kurikulum merupakan proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan
tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Secara
sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian, karena
evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan
prosedur ilmiah dan metode penelitian.
2) Peranan Evaluasi. Evaluasi kurikulum memiliki peranan penting dalam
dunia pendidikan. Tanpa adanya evaluasi kita tidak akan tahu kelemahan
dan kekuatan di dalam perencanaan maupun proses implementasi
kurikulum yang telah digunakan. Dan menjadikan hal tersebut sebagai
umpan balik oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti halnya; orang
tua, guru, pengembang kurikulum masyarakat, dll. Sehingga hal tersebut
bisa dijadikan acuan untuk perbaikan dan pengembangan kurikulum yang
akan datang sehingga peserta didik mampu mencapi tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan dengan seefektif mungkin. Peranan evaluasi
kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan
tiga hal, yaitu : evaluasi sebagai moral judgement, evaluasi dan penentuan
keputusan, evaluasi, dan konsensus nilai.
3) Perkembangan Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia
a. Masa sebelum kemerdekaan: Pada masa ini sistem pendidikan dan
pengajaran agama islam Al-qur’an dan pengajian kitab yang
diselenggarakan dirumah-rumah, surau,masjid, pesantren, dan lain-
lain.
b. Masa setelah kemerdekaan: Pada masa ini setelah Indonesia
merdeka maka dibentuklah Departemen Agama yang akan
mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di
dalamnya pendidikan, khususnya madrasah.

29
c. Pengembangan Kurikulum PAI pada Masa SKB 3 Menteri:
Dengan diterbitkannya SKB 3 Menteri itu bertujuan antara lain
untuk meningkatkan mutu pendidikan dilembaga-lembaga
pendidikan islam, SKB 3 Menteri ini dikeluarkan pada 24 Maret
1975.
d. Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah Pasca UU No.
20/2003 dan UU No. 2 Tahun 1989: Setelah lahirnya UU No.
2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda dengan
Undang-undang kependidikan sebelumnya, Undang-undang ini
mencakup ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan.
4) Kurikulum pendidikan memiliki 2 periode yaitu:
a. Periode Sebelum Kemerdekaan Pada periode ini sistem pendidikan
dan pengajaran agama Islam Al-qur’an dan pengajian kitab yang
diselenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren, dan
lain-lain pada perkembanganya selanjutnya mengalami perubahan
bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran atau
kurikulum, metode maupun strutur organisasinya sehingga
melahirkan suatu bentuk yang baru yang disebut madrasah.
b. Periode Setelah Kemerdekaan Pada periode ini setelah Indonesia
merdeka maka dibentuklah Departemen Agama yang akan
mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di
dalamnya pendidikan, khusunya madrasah. Namun pada
perkembangan selanjutnya, madrasah walaupun sudah berada di
bawah naungan Departemen Agama tetapi hanya sebatas
pembinaan dan pengawasan. Rentang waktu pendidikan Islam
telah berjalan lama dan mempunyai jalan panjang. Namun
dirasakan pendidikan Islam masih tersisih dari sistem pendidikan
nasional. Keadaan ini berlangsung sampai dikeluarkanya SKB 3
Menteri

30
B. Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, tentunya dalam
penyusunan makalah ini masih sangat banyak kata-kata atau penyampaian yang
kurang jelas ataupun dalam penyajiannya yang kurang lengkap, pastinya makalah
ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca sehingga makalah yang akan datang menjadi lebih baik
lagi. Kami harap makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta menambah
pengetahuan kita.

31
DAFTAR PUSTAKA

Ade Suhendra. 2019. Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran


SD/ML: Teori dan Aplikasi di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidalyah
(SD/MI). Jakarta Timur : Kencana.

Ayuhana, Muna. Maherlina. 2015. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama


Islam Sekolah Dasar di Indonesia. Jurnal.Vol. 12.No. 2.

Badrun Kartowagiran. 2010. Evaluasi Kurikulum. Jurnal, Vol 19 No.1.

Basyid Abdul. 2018. Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal.Vol. 14


No. 1.

Dhaifi.Ahmad. 2017. Perkembangan Kurikulum Pai di Indonesia jurnal.Vol. 01


No. 01.

Hutahaean, Berman. 2014. Pengembangan Model Kurikulum Evaluasi Kurikulum


Muldimensi Untuk Kurikulum Berbasis Kompetensi. Cakrawala
Pendidikan. Vol 01 No. 2.

Insani Farah Diana. 2019. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Sejak Awal


Kemerdekaan Hingga Saat ini. Jurnal.Vol. VIII No.1.

Ismail, Fajri. 2014. Model-Model Evaluasi Kurikulum, Lentera STIKIP-PGRI


Bandar Lampung. Vol. 2.

Khozin. 2006. Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia: Rekonstruksi Sejarah


Untuk Aksi. Malang: UMM Press.

Mawardi, Amirah. 2012. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di


Indonesia. Jurnal.Vol 1 No 1.

Mohamad Mustafid. 2020. Evaluasi Kurikulum Pendidikan . Jurnal Vol 04. No 1.

Mohammad Adnan. 2017. Evaluasi Kurikulum Sebagai Kerangka Acuan


Pengembangan Pendidikan Islam. Jurnal, Vol 1 No. 2.

32
Mohammad Mustafid Hamdi. 2020. Evaluasi Kurikulum Pendidikan Jurnal, Vol 4
No.1.

Muhammad Edy Muttaqin. 2020. Evaluasi Kurikulum Pendidikan Jurnal, Vol 3.

Narsoyo, Tedjo Reksoatmojo. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi


dan Kejuruan. Bandung: PT Refika Aditama.

Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran ; Teori dan Praktik


Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta :
Prenada Media Group.

Sulistyorini, Muhammad Fathurrohman. 2016. Esensi Manajemen Pendidikan Islam.


Yogyakarta: Kalimedia.

Sumei. 2014. Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 Pada Pembelajaran Biologi SMA
Kabupaten Lamongan. Vol.3 No.3

Taranindya Zulhi Amalia. 2013. Evaluasi Kurikulum STAIN Kudus. Jurnal, Vol 3
No. 1.

Wahyuni Fitri. 2015. Kurikulum Dari Masa Ke masa (Telaah Atas Pentahapan
Kurikulum Pendidikan di Indonesia). Jurnal.Vol. 10 No. 2.

33

Anda mungkin juga menyukai