PENDIDIKAN ISLAM
(Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Kurikulum dan
Program Pendidikan)
Dosen Pengampu :
Dedi Lazwardi, M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Adelia Syafa Salsabila : 1911030003
Adzkia Salsabilah : 1911030005
Siti Nursiah : 1911030414
Kelas : H
Prodi : Manajemen Pendidikan Islam
Bismillahirahmanirahim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu Bapak Dedi Lazwardi, M.Pd yang telah
membimbing kami dalam mata kuliah Manajemen Kurikulum dan Program
Pendidikan
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini..
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari
tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring
dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi
kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Tulisan ini akan
membahas mengenai pengertian evaluasi kurikulum, pentingnya evaluasi
kurikulum dan tujuan, dan model evaluasi kurikulum.
Dalam kerangka ini, maka harus juga melihat bahwa keberhasilan sebuah
lembaga pendidikan adalah terletak pada sejauh mana evaluasi itu dilaksanakan
begitu juga dalam pendidikan Islam. evaluasi kurikulum ini sangat penting untuk
1
mengetahui sejauh mana pelaksanaan dan pengajaran di lembaga-lembaga
pendidikan Islam itu dijalankan
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi kurikulum?
2. Bagaimana peranan evaluasi kurikulum dalam pendidikan Islam?
3. Bagaimana perkembangan evaluasi kurikulum pendidikan Islam?
4. Bagaimana keterkaitan antara kurikulum pendidikan pada beberapa
periode?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi kurikulum.
2. Untuk mengetahui dan memahami peranan evaluasi kurikulum dalam
pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan evaluasi kurikulum
pendidikan Islam.
4. Untuk mengetahui dan memahami keterkaitan antara kurikulum
pendidikan pada beberapa periode.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Evaluasi Kurikulum
a. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai
dari sesuatu.' Evaluasi dalam pendidikan dupat diartikan sebagai suatu proses
dalam usaha untuk mengumpulkun informasi yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk membuat keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan ditetapkan. Pemahaman mengenai
pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian
kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum.Oleh karena itu dapat
kita jabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata
sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi
menurut Joint Committee.1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur
tentang manfaat atau guna beberapa obyek.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), evaluasi adalah penilaian,
proses penilaian yang sistematis mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi,
pengenalan permasalahan dan pemberian solusi atas permasalahan yang
ditemukan. Evaluasi adalah proses pengumpulan informasi untuk membantu
pengambil keputusan dan didalamnya terdapat perbedaan mengenai siapa yang
dimaksudkan dengan pengambil keputusan. (Nasution, 2008:33). Sedangkan
peneliti berpendapat bahwa evaluasi adalah pentaksiran sesuatu hal yang
dilakukan secara sistematis dan terperinci untuk dikaji lebih lanjut guna
menemukan konsep sesuai yang diharapkan evaluator.Kehadiran evaluasi dalam
dunia pendidikan menjadi sebuah kajian akademik. Kriteria awal untuk evaluasi
yang paling banyak digunakan ialah kemampuan peserta didik dalam
menyebutkan, menuliskan, atau melakukan apa yang sudah dipelajari. (Hasan,
2008:3) Demikian halnya dengan penelitian ini, kurikulum dikaji sebagai bagian
dari evaluasi akademik. Proses evaluasi dikaji dengan meninjau ulang kurikulum
yang telah ada. Sebagai hasil akhir dari evaluasi kurikulum adalah terciptanya
3
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan khususnya lingkup perguruan tinggi
setempat.1
Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah
proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data ya dan reliabel untuk
membuat keputusan tentang suatu program. Rut Mowbray 1983 mendefinisikan
evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan
outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan,
Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.
Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah
penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi
dan efektifitas suatu program. Sedangkan pengertian kurikulum adalah:
a) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional).
b) Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan di bidang Kesehatan).
c) Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian
dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6
Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
1
Taranindya Zulhi Amalia, Evaluasi Kurikulum STAIN Kudus Jurnal, Vol 3 No. 1, Juni
2013, Hal 19
4
d) Menurut Grayson (1978). kurikulum adalah suuatu perencanaan untuk
mendapatkan keluaran (out-comes) yang diharapkan dari suatu
pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk
suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk
mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus
diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives)
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
e) Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan
pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahusa latin,
kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum
semakin berkembang, schingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya
gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran
yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Lebih jauh kurikulum sebagaimana Sulistiyorini, "dalam bahasa Arab,
istilah kurikulum dikenal dengan istilah manhaj yakni jalan yang terang atau jalan
terang yang dilalui manusia dalam bidang kehidupannya.Sebagaimana dalam
Wina Sanjaya, istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olah raga
pada zaman Yunani kuno yang berasal dari kata curir dan curere.Pada waktu itu
kurikulum diartikan jarak yang harus ditempuh oleh seorang peluri. Orang
mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari mulai start dun
finish. Namun selanjutnya istilah itu digunakan dalam dunia pendidikan,
Sebagaimana Muhaimin, para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda
tentang kurikulum.Walau terdapat penafsiran yang berbeda itu, terdapat benang
merah. Bahwa disatu pihak ada yang menekankan padu isi pelajaran, dan dilain
pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar.
Evaluasi kurikulum merupakan salah satu komponen penting dari
pengembangan kurikulum. Proses evaluasi merupakan kegiatan yang mutlak perlu
dilakukan pada setiap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara terencana dan
sistematis. Demikian halnya pada proses pengembangan kurikulum, maka
evaluasi terhadap kurikulum baik sebelum maupun setelah dilaksanakan
merupakan elemen penting yang tidak boleh diabaikan. Secara sederhana,
5
Ansyar" mengungkapkan bahwa evaluasi kurikulum berupaya untuk menjawab
pertanyaan, "bagaimana kita mengetahui apakah tujuan kurikulum dan
pembelajaran sudah tercapai?". Jawaban terhadap pertanyaan tersebut berkaitan
dengan pertimbangan kualitas dan tujuan pembelajaran sebagai kriteria
keberhasilan pendidikan.
2
Muhammad Edy Muttaqin, Evaluasi Kurikulum Pendidikan Jurnal, Vol 3, November
2020, Hal 1 74-175
6
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap tahapan perencanaan, pelaksanaan,
hingga penilaian pembelajaran, hasilnya akan dijadikan sebagai bahan
dalam me-laksanakan proses perencanaan kurikulum berikutnya.
7
6. Evaluasi juga berfungsi sebagai umpan balik untuk semua pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan di sekolah, misalnya untuk orang tua,
guru dan pengembang kurikulum, perguruan tinggi, pemakai lulusan, serta
untuk orang yang mengambil kebijakan pendidikan termasuk juga untuk
masyarakat. Melalui hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan
informasi tentang efektivitas pelaksanaan program sekolah.
8
kurikulum serta merasa terlibat dalam proses evaluasi kurikulum
tersebut.3
e. Proses Evaluasi Kurikulum
Becher dalam Sukmadinata" menjelaskan bahwa pada setiap program
pengembangan kurikulum memiliki karakteristik tertentu, di mana pada proses
evaluasi kurikulum tersebut akan sesuai dengan karakteristik pengembangan
kurikulum tersebut. Oleh karena itu, seorang evaluator akan menyusun program
evaluasi kurikulum yang sesuai dengan karakteristik kurikulum yang
dikembangkan. Sebaliknya, hasil proses evaluasi kurikulum akan memengaruhi
proses pelaksanaan kurikulum tersebut. Evaluasi merupakan kegiatan yang luas,
kompleks dan berkelanjutan untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan
sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi
meliputi rentangan yang luas, mulai dari evaluasi yang bersifat informal hingga
formal.Pada tingkat informal, evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan,
atau pendapat tentang perubahan-perubahan yang telah dicapai oleh program
sekolah.
Adapun pada tingkat formal, evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan
dan pencatatan data hingga berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan
menuju tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya." Lebih lanjut, Cronbach
berpendapat bahwa proses evaluasi harus difokuskan pada pengumpulan data dan
menggunakannya dalam mengambil keputusan. Stufflebeam juga melihat evaluasi
sebagai proses deskripsi dan penyediaan data bagi penentuan alternatif keputusan,
Dengan demikian, konsep dan peran baru evaluasi ini memerlukan proses dan
metodologi evaluasi yang terkini.
Ansyar merekomendasikan beberapa langkah dalam proses evaluasi
kurikulum. Proses tersebut terbagi kepada tiga aspek utama yaitu: 1) Gambaran
rencana informasi yang dibutuhkan, terdiri dari: definisi sistem, spesifikasi
keputusan-keputusan, statement kebijaksanaan evaluasi, dan statement atau
asumsi tentang evaluasi; 2) Cara pengumpulan data, terdiri dari: pengumpulan
3
Mohammad Adnan, Evaluasi Kurikulum Sebagai Kerangka Acuan Pengembangan
Pendidikan Islam Jurnal, Vol 1 No. 2, September 2017, Hal 109-116
9
data, organisasi data, dan analisis data; dan 3) Cara penyediaan informasi/data,
yang terdiri dari persiapan laporan-laporan dan diseminasi informasi.
10
dampak (impact accountability); 2) akuntabilitas efisiensi (efficiency
accountability); 3) akuntabilitas lingkup (coverage accountability); 4)
akuntabilitas pemberian jasa (service delivery accountability); 5) akuntabilitas
keuangan (financial accountablity); dan 6) akuntabilitas hukum (legal
accountability).4
4
Ade Suhendra, Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/ML: Teoridan
Aplikasidisekolah Dasar/Madrasah Ibtidalyah (SD/MI), (Jakarta Timur : Kencana, 2019), Hal 97
- 104
11
makna evaluasi kurikulum pada proses pengembangan kurikulum.
Tayler berpendapat bahwa evaluasi kurikulum minimal terjadi dua
kali, yaitu pada awal dan akhir pengembangan kurikulum, agar dapat
mengukur dalam jangka waktu tersebut yang telah ditetapkan.dan ia
berpendapat bahwa hal tersebut harus dilaksanakan bertutut-turut
sepanjang proses pengembangan kurikulum yang terdiri dari empat
tahapan, yaitu penentuan tujuan pendidikan, pemilihan pengalaman
pembelajaran, pengorganisasian pengalaman pembelajaran, dan
evaluasi efek pembelajaran.
Pengembangan kurikulum ialah proses yang meliputi kegiatan
untuk melaksanakan percobaan evaluasi, sehingga kekurangan yang
ditemukan dapat diperbaiki untuk hasil yang lebih baik. evaluasi
dalam penyusunan dan perancangan kurikulum sangat sulit, dan tidak
memiliki kriteria yang sama. Berikut adalah empat keadaan yang
harus dihindari dalam mengembangkan fungsi dan makna evaluasi
kurikulum terhadap pengembangan kurikulum, yaitu:
1) apabila dalam desain kurikulum tidak terdapat rancangan
evaluasi, desain seperti ini tidak perlu dilaksanakan.
2) apabila dalam proses evaluasi terjadi penyimpangan tujuan
evaluasi. Apabila tidak menghirankan kesimpulan dan
penilaian evaluasi yang sudah ada.
3) evaluasi sering digunakan sebagai alat peserta didik, yang
sebenarnya hurus menimbulkan kepercayaan diri pada
peserta didik.
12
menggunakan pendekatan scintistic mencoba untuk memusatkan perhatian pada
siswa.Bentuk skor tes menjadi bagian penting dari data yang dikumpulkan.Data-
data tersebut digunakan untuk memperbandingkan prestasi siswa dalam situasi
yang bebeda, dimana setiap situasi dikendalikan sedemikian rupa, Kebanyakan
informasi yang dikumpulkan adalah kuantitatif sehingga dapat dianalisis secara
statistic.
Keputusan tentang program dibuat berdasarkan informasi komparatif yang
diberikan oleh evaluasi Mereka yang sangat humanistik menemukan eksperimen
yang tidak dapat diterima.Bagi mereka, studi kasus naturalistik merupakan obat
mujarab. Kaum humanis akan mempelajari program yang sudah ada di suatu
tempat, tidak ditentukan oleh evaluator apabila orang ditempatkan/dimasukkan
dalam perlakuan, bisa saja karena kebijakan studi memerlukan untuk
menempatkannya, penempatan tidak dilakukan untuk kepentingan penelitian
Program menjadi hal yang dapat terlihat oleh mata pengembang dan klien.
Peneliti naturalistik akan menanyakan pertanyaan yang berbeda dari program
yang berbeda.
Manfaat dan kegunaan dijelaskan, tidak diturunkan dalam ben- tuk
kuantitas. Observasi menjadi yang sesuai dan responsif terhadap su lokal, yang
tidak terstruktur sebelumnya.5
5
Mohammad Mustafid Hamdi, Evaluasi Kurikulum Pendidikan Jurnal, Vol 4 No.1,
Oktober 2020, Hal 69-70
13
mencakup tiga tahap, yakni tahap 1: evaluasi tujuan, tahap 2: evaluasi sistem, dan
tahap 3: evaluasi khusus (esoteric evaluation).
Pada evaluasi tujuan, hal-hal yang dievaluasi adalah:
a) apakah tujuan bermakna,
b) apakah tujuan feasible dan dapat dicapai,
c) apakah tujuan sudah didefiniskan dengan baik atau jelas tentang tujuan
yang akan dicapai, dan
d) apakah tujuan sesuai dengan kebutuhan?.
Kemudian setelah itu dilakukan tahap kedua yaitu evaluasi sistem:
kurikulum diimplementasikan dalam suatu sistem yang terdiri dari input,
proses, lingkungan sekitar, dan output. Input mencakup minat dan sikap
peserta didik, kualifikasi dan kompetensi dosen/guru, ketersediaan
kurikulum dan silabus, dan ketersediaan perpustakaan, buku-buku relevan,
internet, dan lain sebagainya.
Proses mencakup keterlibatan siswa dalam pembelajaran, integrasi teori
dan praktik, ketepatan penggunan media, tipe-tipe pengalaman belajar yang
diberikan ke peserta didik, dan ketepatan sistem asesmen untuk siswa. Produk
mencakup: prestasi akademik dan perkembangan personaliti peserta didik, lama
tunggu untuk memperoleh pekerjaan dan prestise pekerjaan yang diperoleh siswa,
dan kepuasan dunia kerja atas kinerja lulusan. Tahap 3 dalah evaluasi khusus
(esoteric evaluation) yang mencakup evaluasi terhadap kegiatan co-kurikuler,
partnership dengan industri, usaha-usaha untuk mengurangi masa tunggu lulusan,
melakukan penelitian dan pengembangan, meningkatkan kemampuan guru dan
staf, meningkatan kualitas dan jumlah mesin dan peralatan.
14
Somantrie (2009) menjelaskan bahwa tahapan pelaksanaan evaluasi kurikulum
ada 10 tahap, yakni:
1) Mempelajari program,
2) Menuliskan latar belakang/ alasan mengapa melakukan evaluasi,
3) Menentukan apa yang ingin diketahui dan menuliskan pertanyaan evaluasi,
4) Menentukan informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
evaluasi,
5) Merancang evaluasi,
6) Mengumpulkan informasi/data,
7) Menganalisis informasi/data,
8) Merumuskan kesimpulan,
9) Menginformasikan hasil, dan
10) Memanfaatkan hasil untuk membuat keputusan (mengubah atau
melanjutkan) program.6
6
Badrun Kartowagiran, Evaluasi Kurikulum Jurnal, Vol 19 No.1, 2010, Hal 4-6
15
pengembang kurikulum dan lain-lain. Namun demikian pada prinsipnya tiap
pengambil keputusan dalam proses evaluasi memegang peran yang berbeda,
sesuai dengan posisinya.
Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan hasil evaluasi bagi
pengambilan keputusan adalah hasil evaluasi yang diterima oleh berbagai pihak
pengambil keputusan adalah sama. Masalah yang timbul adalah apakah hasil
evaluasi tersebut dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jawabannya belum tentu,
karena suatu informasi mungkin lebih bermanfaat bagi pihak tertentu tetapi
kurang bermanfaat bagi pihak yang lain.
Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi
sosial. Peranan evaluasi kebijakkan dalam kurikulum khususnya pendidikan pada
umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu : evaluasi sebagai moral
judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi dan konsensus nilai.
7
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran ; Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). (Jakarta : Prenada Media Group, 2008). Hal 21
16
sumber belajar, peserta didik, pengelola, para inspektur, pengembang
kurikulum, dan sebagainya. Masing-masing mengambil keputusan sesuai
dengan posisinya
Adapun beberapa hasil evaluasi dijadikan acuan peserta didik untuk
menentukan sejauh mana ia dapat mencapi tujuan yang telah diharapkan.
Dengan kata lain, keputusan yang diambl peserta didk pasti berkenaan
dengan kepentingan dirinya. Sebagaimana dengan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya.
3. Evaluasi dan konsensus nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan suatu
kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan
oleh orang-orang yang turut terlibat (berpartisipasi) dalam kegiatan
penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat
terdiri atas: orang tua, murid, guru, pemgembang kurikulum,
administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek, dan
sebagainnya. 8
1. Peranan konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan
sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa
lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada anak didik
sebagai generasi penerus.
2. Peranan kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa
terjadi setiap saat. Kurikulum melakukan kegiatankegiatan kreatif dan
konstruktif, dalam arti menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus dapat membantu
setiap peserta didik dalam mengembangakan potensi dirinya.
3. Peranan kritis dan evaluatif
8
Mohamad Mustafid. Evaluasi Kurikulum Pendidikan . Jurnal Vol 04. No 1. 2020. Hal
71
17
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilainilai dan
budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan,
sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada peserta didik
perlu disesuaikan kondisi yang ada di masa sekarang.
9
Ayuhana.Muna.Maherlina. Perkembangan Kurikiulum Pendidikan Agama Islam sekolah
Dasar di Indonesia jurnal.Vol. 12.No. 2. Juli.2015.hal 171
18
Pendidikan agama Islam pada masa Prakemerdekaan sangat tidak
diperhatikan, pendidikan pada prakemerdekaan ini dipengaruhi oleh kolonialisme
yang berpusat pada agama mereka (Penjajah), selain itu dari segi kelas hanya
diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai.Konsep ideal
pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang
dapat dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah
pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan
tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan
normanorma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi
dan menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial.
10
Dhaifi.Ahmad.Perkembangan Kurikulum Pai di Indonesia jurnal. Vol. 01 No.
01.2017.hal 78
19
kurikulum ini sebagaimana diatur. dalam UUPPP (Undang-Undang Pokok
(Pendidikan dan Pengajaran) nomor 4 tahun 1950. Selanjutnya, muncul
SKB dua menteri tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama
wajib diselenggarakan di sekolahsekolah, minimal 2 jam perminggu.
11
Dhaifi.Ahmad.Perkembangan Kurikulum Pai di Indonesia jurnal. Vol. 01 No.
01.2017.hal 79
20
4. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Kurikulum 1994
merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulumkurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Yang patut dicatat dalam
periode ini adalah, terbitnya UU SISDIKNAS No 2 tahun 1989 yang
menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang berciri
khas islam, artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya senafas
dengan nilainilai islam.
Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS ini, pendidikan agama Islam
akhirnya berjalan satu paket dengan system pendidikan
nasional.menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang
berciri khas islam, artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya
senafas dengan nilainilai islam. Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS ini,
pendidikan agama Islam akhirnya berjalan satu paket dengan system
pendidikan nasional. 12
1. Kurikulum KBK Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar
bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat
reformatif dan revolusioner. Era ini memiliki visi untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berdaya saing, maju, sejahtera dalam wadah
NKRI (Mulyasa, 2003:3). Sebagai salah satu dampak dari laju reformasi
adalah dibuatnya sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang kerap
disebut kurikulum KB.
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan
12
Dhaifi.Ahmad.Perkembangan Kurikulum Pai di Indonesia jurnal. Vol. 01 No.
01.2017.hal 80
21
yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu
mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat
menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah
dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya,
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak
untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan
kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan.KTSP lebih mendorong
pada lokalitas pendidikan. Selanjutnya, penyelenggaraan pendidikan
agama islam di madrasah/sekolah, dijabarkan dalam kurikulum agama
yang dikeluarkan oleh KEMENAG, dan tepat pada bulan Mei 2008
menteri Agama menandatangani PERMENAG no 02 tahun 2008,
menyangkut standard kompetensi lulusan dan standard isi PAI (Sutrisno,
2012:73).
3. Kurikulum 2013 Berikut ini adalah ciri-ciri yang melekat dalam K-13
(Kurikulum 2013, sebatas yang penulis ketahui), yaitu:
a) Mewujudkan Pendidikan Berkarakter Pendidkan berkarakter
sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan
sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana
mencetak peserta didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral
dan mmemiliki budi pekerti yang baik. 13
b) Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal Wawasan lokal
merupakan satu hal yang sangat penting. Namun pada kenyataan yang
terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan
tergerus oleh tingginya pengaruh buudaya modern.
c) Menciptakan Pendidikan yang Ceria dan Bersahabat Pendidikan tidak
hanya sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan
merupakan tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya
itu, dengan sistem pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013
13
Mawardi.Amirah.Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia
jurnal. Vol 1 No 1.2012.hal 30
22
nantinya akan diharapkan dapat menggali seluruh potensi diri peserta
didik, baik restasi akademik maupun non akademik.
14
Insani Farah Diana. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Sejak Awal Kemerdekaan
Hingga Saat ini jurnal. Vol. VIII No.1.2019.hal 45-46
23
budaya dan ideologi. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan yang meningkat,
nilai-nilai moral dan agama akan langsung tertantang, dan sebaliknya akan
meningkatkan sistem nilai "beri" yang berbeda dari apa yang diketahui sampai
saat ini. Ketiga, pengaruh teknologi yang meningkatkan pola hidup manusia
sehari-hari, teknologi tidak lagi terbatas sebagai masalah para ahli teknologi tetapi
meluas menjadi masalah etis dan estetis yang memerlukan reinterpretasi dan
rekontekstualisasi kebijakan, sosial, dan juga masyarakat awam.
Keempat, yang diharapkan ini akan muncul sebagai kenyataan yang tidak
bisa dianggap remeh. Sekolah harus berkewajiban untuk menyiasati satinya.
Surakhmad menambahkan tidak ada negara buah yang sedang berkembang yang
dapat bertahan melawan perubahan dan persaingan seperti yang disebutkan di
atas, tidak sesuai dengan diri sendiri, karena itu, negara-negara maju lebih
antisipatif, produktif, oleh karena itu mereka lebih siap dan sesuai dengan kondisi
yang lebih menguntungkan. Negara-negara berkembang harus segera mengambil
sikap untuk diundang.
15
Basyid Abdul. Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia jurnal. Vol. 14 No.
1.2018.hal 157
24
tempat ibadah salat (selain salat jum‟at). Oleh karena itu, langgar sering
disebut pula musolla (tempat salat).Selain sebagai tempat salat, beberapa
langgar menjadi tempat belajar agama tingkat dasar. Istilah lain yang
hampersama dengan langgar adalah tajug dan surau.
2. System Pendidikan Pesantren Perkataan pesantren barasal dari kata santri,
dengan awalan pe dan akhiran an, bararti tempat tinggal santri. Menurut
Manfred Ziemek menyebutkan bahwa secara etimologi pesantren barasal
dari kata pe-santri-an, berarti “tempat santri”.13 Versi Ensiklopedi Islam
memberi gambaran yang berbeda, menurutnya pesantren berasal dari
bahasa tamil yang berarti guru ngaji atau bahasa India “sastria‟ dan kata
“sastra” yang bebarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu tentang
pengetahuan. 14Secara terminologi pesantren adalah lembaga pendidikan
Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama
Islam (tafaquh fiddina) dengan menekankan pentingnya moral agama
Islam sebagai pedoman hidup sehari-hari.
16
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia: Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi
(Malang: UMM Press, 2006).hal 21
25
kurikulumnya, sistem pendidikan sehingga memunculkan lembaga pendidikan
yang disebut madrasah diniyah.
Perkembangan Madrasah pada abad Modern ini terjadi pada kurun awal
abad ke-20 di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata pelajaran non
keagamaan.Latar belakang pertumbuhan ini tidak dapat dilepaskan dari gerakan
pembaruan di Indonesia dan adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan
pendidikan pemerintah Hindia-Belanda.
17
Wahyuni Fitri. Kurikulum Dari Masa Ke masa (Telaah Atas Pentahapan Kurikulum
Pendidikan di Indonesia) jurnal. Vol. 10 No. 2.2015.hal 236
26
D. Menghubungkan Keterkaitan Antara Kurikulum Pendidikan Pada
Beberapa Periode
18
Wahyuni Fitri. Kurikulum Dari Masa Ke masa (Telaah Atas Pentahapan Kurikulum
Pendidikan di Indonesia) jurnal. Vol. 10 No. 2.2015.hal 238
27
maupun strutur organisasinya sehingga melahirkan suatu bentuk yang
baru yang disebut madrasah.
2. Periode Setelah Kemerdekaan Pada periode ini setelah Indonesia
merdeka maka dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus
masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan,
khusunya madrasah. Namun pada perkembangan selanjutnya,
madrasah walaupun sudah berada di bawah naungan Departemen
Agama tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan.
3. Pada Masa SKB 3 Menteri Dengan diterbitkanya SKB 3 Menteri No. 6
tahun 1975 dan No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang
Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah. SKB 3 Menteri ini
dikeluarkan pada 24 Maret 1975, yang berusaha mengembalikan
ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream
pendidikan nasional, kebijakan ini menjadikan madrasah setara dan
sederajat dengan sekolah umum lainya. Guna memenuhi tuntutan SKB
3 Menteri, oleh karena itu perlu diadakan pembinaan serta
pembaharuan kurikulum secara menyeluruh, untuk itu telah diadakan
berbagai usaha, penyusunan metode mengajar, standarisasi buku-buku
madrasah dan alat-alat pelajaran.
4. Pada Masa Pasca UU No. 20/2003 dan UU No. 2 Tahun 1989 Setelah
lahirnya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda
dengan Undang-undang kependidikan sebelumnya, Undang-undang ini
mencakup ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan. Jika
pada Undang-undang pendidikan Nasional bertumpu pada sekolah,
maka dalam UUSBN ini pendidikan nasional mencakup jalur sekolah
dan luar sekolah, serta meliputi jenis-jenis pendidikan akademik,
pendidikan professional, pendidikan kejuruan dan pendidikan agama.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Evaluasi kurikulum merupakan proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan
tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Secara
sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian, karena
evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan
prosedur ilmiah dan metode penelitian.
2) Peranan Evaluasi. Evaluasi kurikulum memiliki peranan penting dalam
dunia pendidikan. Tanpa adanya evaluasi kita tidak akan tahu kelemahan
dan kekuatan di dalam perencanaan maupun proses implementasi
kurikulum yang telah digunakan. Dan menjadikan hal tersebut sebagai
umpan balik oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti halnya; orang
tua, guru, pengembang kurikulum masyarakat, dll. Sehingga hal tersebut
bisa dijadikan acuan untuk perbaikan dan pengembangan kurikulum yang
akan datang sehingga peserta didik mampu mencapi tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan dengan seefektif mungkin. Peranan evaluasi
kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan
tiga hal, yaitu : evaluasi sebagai moral judgement, evaluasi dan penentuan
keputusan, evaluasi, dan konsensus nilai.
3) Perkembangan Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia
a. Masa sebelum kemerdekaan: Pada masa ini sistem pendidikan dan
pengajaran agama islam Al-qur’an dan pengajian kitab yang
diselenggarakan dirumah-rumah, surau,masjid, pesantren, dan lain-
lain.
b. Masa setelah kemerdekaan: Pada masa ini setelah Indonesia
merdeka maka dibentuklah Departemen Agama yang akan
mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di
dalamnya pendidikan, khususnya madrasah.
29
c. Pengembangan Kurikulum PAI pada Masa SKB 3 Menteri:
Dengan diterbitkannya SKB 3 Menteri itu bertujuan antara lain
untuk meningkatkan mutu pendidikan dilembaga-lembaga
pendidikan islam, SKB 3 Menteri ini dikeluarkan pada 24 Maret
1975.
d. Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah Pasca UU No.
20/2003 dan UU No. 2 Tahun 1989: Setelah lahirnya UU No.
2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda dengan
Undang-undang kependidikan sebelumnya, Undang-undang ini
mencakup ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan.
4) Kurikulum pendidikan memiliki 2 periode yaitu:
a. Periode Sebelum Kemerdekaan Pada periode ini sistem pendidikan
dan pengajaran agama Islam Al-qur’an dan pengajian kitab yang
diselenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren, dan
lain-lain pada perkembanganya selanjutnya mengalami perubahan
bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran atau
kurikulum, metode maupun strutur organisasinya sehingga
melahirkan suatu bentuk yang baru yang disebut madrasah.
b. Periode Setelah Kemerdekaan Pada periode ini setelah Indonesia
merdeka maka dibentuklah Departemen Agama yang akan
mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di
dalamnya pendidikan, khusunya madrasah. Namun pada
perkembangan selanjutnya, madrasah walaupun sudah berada di
bawah naungan Departemen Agama tetapi hanya sebatas
pembinaan dan pengawasan. Rentang waktu pendidikan Islam
telah berjalan lama dan mempunyai jalan panjang. Namun
dirasakan pendidikan Islam masih tersisih dari sistem pendidikan
nasional. Keadaan ini berlangsung sampai dikeluarkanya SKB 3
Menteri
30
B. Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, tentunya dalam
penyusunan makalah ini masih sangat banyak kata-kata atau penyampaian yang
kurang jelas ataupun dalam penyajiannya yang kurang lengkap, pastinya makalah
ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca sehingga makalah yang akan datang menjadi lebih baik
lagi. Kami harap makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta menambah
pengetahuan kita.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Mohammad Mustafid Hamdi. 2020. Evaluasi Kurikulum Pendidikan Jurnal, Vol 4
No.1.
Sumei. 2014. Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 Pada Pembelajaran Biologi SMA
Kabupaten Lamongan. Vol.3 No.3
Taranindya Zulhi Amalia. 2013. Evaluasi Kurikulum STAIN Kudus. Jurnal, Vol 3
No. 1.
Wahyuni Fitri. 2015. Kurikulum Dari Masa Ke masa (Telaah Atas Pentahapan
Kurikulum Pendidikan di Indonesia). Jurnal.Vol. 10 No. 2.
33