Anda di halaman 1dari 8

TACHEOMETRY

Kata Tacheometry berarti “mempercepat pengukuran”. Kata tersebut berasal dari Yunani “
tacheos” yang artinya cepat dan “metron” yang artinya pengukuran. Jadi, arti nyatanya
adalah suatu metode pengukuran jarak tanpa menggunakan pita ukur. Jarak, baik
horizontal maupun vertikal, keduanya diukur menggunakan kelengkapan optik dari suatu
teropong.
Sistem stadia selalu menggunakan bantuan segitiga yang sebangun. Pada gambar 1
segitiga tumpul ABC dan AEF adalah 2 segitiga yang sebangun.
A BC
Jadi, ---------= --------
AF EF
BC
AC = ------- x AF
EF
Dengan cara yang sama

BD
AC = ------- x AF
EG

BD
= ------- x AF
EG

Gambar 1. Segitiga Sebangun

Pada gambar ini panjang AF = 40 mm dan EG = 8 mm sehingga,


AF 40 5
------ = ------ = ------ karena BD = 20 mm, maka AC = 20 x 5/1 = 100 mm
EG 8 1

Prinsip ini digunakan dan sebagai dasar dari tacheometry stadia.


1. Prosedur.

Pengukuran tacheometry stadia dapat menggunakan alat teodolit ataupun waterpass. Pada
contoh gambar 2 digunakan alat waterpass, akan dihitung jarak horizontal dan beda tinggi
AB.

Langkah-langkah :
a. Pasang dan set alat waterpass di atas titik A, ukurlah tinggi alat I ( = 1.300 m ).
b. Arahkan teropong ke rambu yang didirikan ke titik B baca dan catat bacaan
benang tengah C ( = 2,340 m )
c. Baca dan catat bacaan benang-benang lainnya ( garis-garis stadia ) D dan E
( = 2,660 m dan 2.020 m )
d. Selisih antara D dan E sama dengan “Selisih benang” (S)
S = 2,660 - 2,020
= 0,640 m
e. Dapat diterangkan bahwa untuk alat-alat yang modern datar AB adalah
AB = H = 1000 x S
= 100 x 0,640
= 64,0 m
f. Beda tinggi AB
( 1.300 - 2.340 ) m = - 1.040 m

Gambar 2. Tacheometry Stadia.


2. Garis Bidik Tidak Mendatar.

Bila garis bidik tidak mendatar, maka ada 2 kemungkinan cara pemasangan rambut.

4. 2. 2. 1 Rambut Tegak Lurus Terhadap Garis Bidik


Akan diukur jarak datar dan beda tinggi AB dari gambar 3.
a. Pasang dan atur teodolit diatas titik A, arahkan teropong ke titik B. Rambu pada titik
B harus pada posisi tegak lurus terhadap garis bidik. Hal ini dapat terjadi dengan
bantuan sebuah alat yang ditempelkan pada rambu diketinggian setinggi alat
kemudian pemegang rambu membidik ke teodolit dari alat tersebut.
b. Pengamat mamjbaca dan mencatat ke 3 benang stadia dan sudut vertical dari benang
tengah.
Rumus Dasar :

Jarak mendatar AB (D)

Karena rambu tegak lurus terhadap garis bidik maka : L = mS + k.


Di IMP dengan < P = 90o
IP
----- = Cos θ
IM

IP = IM cos θ
D1 = L cos θ
= ( mS + k ) cos θ

Gambar 3. Tacheometry Stadia untuk Sudut Miring > 30o


Pada MOB
< O = 90o
< MOB = 0
MO
------- = sin θ
MB
MO = MB sin θ
D2 = MB sin θ

Karena D = D1 + D2
Jadi D = ( mS + k ) Cos θ + MB sin θ

Beda tinggi ( L )
Pada IMP
MP
-------- = Sin θ
IM
MP = IM cos θ
H = L sin θ
= ( mS + k ) sin θ
Pada MOB
OB
------ = cos θ
MB
OB = MB cos θ
h = MB cos θ
L = i + H - h
L = i + ( mS + k ) sin θ - MB cos θ

Dengan cara yang sama untuk sudut yang arahnya berlawanan ( sudut miring turun )
didapat :
D = ( mS + k ) cos θ - MB sin θ
L = i ( mS + k ) sin θ - MB cos θ

Sistem ini digunakan bila sudut miringnya lebih besar dari 30 o walaupun sebenarnya dapat
digunakan untuk semua sudut. Karena daerah dengan kemiringan di atas 30o jarang
ditemui dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kemiringan dibawah 30o , maka
cara b rambu tegak lebih sering dipakai.

3. Rambu dalam keadaan tegak


Akan dihitung beda tinggi dan jarak datar antara titik A dan B pada gambar 4. Langkah
pengukurannya sama dengan cara a hanya posisi rambu disini dalam keadaan tegak
( tegak lurus terhadap bidang datar ) dengan bantuan nivo kotak yang ditempelkan.
Rumus dasar :
Seandainya posisi rambu tegak lurus garis bidik dan T1L1 adalah ‘selisih benang (S)”
maka :
L = ( m . T1L1 + k )
Tetapi karena rambu dalam keadaan tegak dan TL = S
Lihat TT1M Lihat LL1M
LM = θ L1M = LM cos θ
LT1 = 90 dan T1L1 = TL cos θ
T1M
Jadi, ------- = TM cos θ
TM

T1M = TM cos θ
Karena L = m . T1L1 + k
= m . TL cos θ + k
= mS cos θ + k
Lihat IMP
IP
----- = cos θ
IM
IP - IM cos θ
D = L cos θ
= (mS cos θ + k ) cos θ
D = mS cos2 θ + k cos θ

MP
Juga ------- = sin θ
IM

MP = IM sin θ

H = L sin θ
= ( mS cos θ + k ) sin θ
H = mS cos θ sin θ + k sin θ
Gambar 4. Tacheometry Stadia Sudut Miring

IMP
MP
----- = tan θ
IP
MP = IP tan θ
H = D tan θ

Beda tinggi AB = L = i + H – h ( sudut miring naik )


Atau L = i - H - h ( sudut miring turun )

Soal :
Titik M, N dan O membentuk sebuah segitiga siku-siku di M. Teodolit dengan
konstanta m = 100 dan k = 0 digunakan untuk mengukur data tacheometry di
bawah ini.

Titik alat = M
Tinggi = 1.410 m
Tinggi titik m = 129,600 m
Titik Sudut Bacaan benang
target miring atas tengah bawah
N -5o40’ 1,830 1,500 1,170
o
O +5 30’ 2,810 2,610 2,410

Hitung : a. Jarak datar MN dan MO


b. Jarak datar NO
c. Tinggi titik N dan O

Gambar 5. Segitiga OMN


Jawab :
Sisi MN
“Selisih benang (S) di N = 1,830 - 1,170
= 0,660 m
Jarak datar MN = mS cos 2 θ + k cos θ
2
= 100 . 0,60 cos 5 o 40 ‘ + 0
= 65,36 m

H = jarak antara ketinggian alat sampai dengan bacaan benang


H = -mS cos θ sin θ + k sin θ
= -100 . 0,660 cos 5o40’ sin 5o40‘ + 0
= - 6,49 m

Tinggi N = tinggi M + L
= 129,600 + i - H - h
= 129,600 + 1,410 - 6,490 - 1,500
= 123,020 m
Sisi MO
“Selisih benang” (S) di O = 2,810 - 2,410
= 0,400 m
Jarak datar MO = mS cos2 θ + k cos θ
= 100 . 0,40 cos 2 2 o30‘ + 0
= 39,92 m

H = Jarak antara bacaan benang tengah sampai dengan ketinggian alat


= MO tan θ
= 39,92 tan 2o30’
= + 1,74 m

Tinggi O = tinggi M + L
= 129,600 + i + H - h
= 129,600 + 1,410 + 1,74 - 2,610
= 130,140 m

Jarak datar NO = √ ( MN2 + MO2 )

= √ ( 65,36 ) 2 + ( 39,92 ) 2

= 76,59

Anda mungkin juga menyukai