Oleh Kelompok 7 :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2021
1. Definisi Jaminan
Adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan
sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang
berlaku apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si
debitur.1 Jaminan adalah aset pihak peminjaman yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman
jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. jaminan merupakan salah satu
unsur dalam analisis pembiayaan. Menurut UU Perbankan, disebutkan dalam Pasal 1 angka
23 bahwa agunan yang merupakan bagian dari istilah jaminan adalah :
“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.”
Istilah “agunan” sebagai terjemahan dari istilah collateral yang merupakan bagian dari
istilah “jaminan” pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Artinya,
pengertian “jaminan” lebih luas daripada pengertian “agunan”, dimana “agunan” berkaitan
dengan barang, sedangkan “jaminan” tidak hanya berkaitan dengan barang, tetapi berkaitan
dengan character, capacity, capital, dan condition of economy dari nasabah debitur yang
berkaitan. Agunan dalam hal ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan
adalah untuk medapatkan fasilitas kredit dari bank sehingga jaminan tersebut diberikan
kepada bank. Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila
debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang
telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu membayar maka
debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya. 2
Jaminan dikenal juga dengan istilah agunan. Istilah agunan dapat dibaca dalam Pasal 1
angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Agunan adalah : “Jaminan tambahan diserahkan
nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip Syariah.” Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan
1. Jaminan tambahan;
Fungsi Jaminan
Secara yuridis, fungsi jaminan adalah untuk memberikan kepastian hukum pelunasan
hutang di dalam perjanjian hutang piutang atau kepastian realisasi atau prestasi dalam suatu
perjanjian, dengan mengadakan perjanjian penjaminan melalui lembaga-lembaga jaminan
yang dikenal dalam hukum Indonesia.
Adapun kegunaan atau fungsi utama benda jaminan khususnya untuk kredit perbankan
menurut Thomas Suyanto, antara lain:
1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari
agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali
utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;
2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya,
sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan
diri sendiri atau perusahaanya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan
untuk berbuat demikian dapat diperkecil;
3 Salim HS, H, S.H., M.S., 2011, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Cet.V, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal.22
4 Rachmadi Usman, 2011, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 71
Dasar Hukum
Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
“Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk
perikatan perseorangan.”
Pasal tersebut menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari
menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, segala harta kekayaan
debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang
meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan.
Adapun dalam pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan kebendaan
tersebut menjadi jaminan bersama-sama semua orang yang mengutangkan padanya;
pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut
besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada
alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
3. Dari rumusan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata tersebut,dapat disimpulkan bahwa ada 2
macam bentuk jaminan yaitu:
a). Jaminan Umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur
yang menyangkut semua harta kekayaan debitur 5. Dari definisi tersebut dapat dilihat
bahwa benda-benda jaminan tidak hanya diperuntukkan untuk kreditur tertentu, akan
tetapi hasil dari penjualan benda yang menjadi jaminan akan dibagi secara seimbang
untuk seluruh kreditur sesuai dengan jumlah hutang yang dimilik oleh debitur.
b). Jaminan Khusus Bentuk jaminan khusus muncul sebagai usaha untuk mengatasi
kelemahan yang ada pada bentuk jaminan umum. Dalam Pasal 1132 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata terdapat kalimat yang berbunyi “kecuali diantara para kreditur
ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Dengan adanya kalimat tersebut dalam
Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat kemungkinan diadakan
5Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak Yang Memberikan Jaminan (jilid 2), Jakarta:Indo
Hill-Co, 2005, hlm.8
perjanjian yang menyimpang dari pengaturan jaminan umum. Bentuk jaminan khusus
ditentukan secara terbatas dan tegas pada Pasal 1133 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang menyatakan bahwa “Hak untuk didahulukan diantara orang-orang
berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai, dan dari hipotek”. Jadi adanya alasan
untuk dapat didahulukan dapat terjadi karena ketentuan undnag-undnag, dapat juga
terjadi karena diperjanjikan antara debitur dan kreditur.
ada 2 yaitu jaminan kebendaan (zakelijke zekerheidscrechten), dan yang kedua adalah Hak
jaminan perorangan (personalijke zekerheidscrechten).
a. Jaminan kebendaan
adalah jaminan yang memberikan kepada kreditur atas suatu kebendaan milik debitur hak
untuk memanfaatkan benda tersebut jika debitur melakukan wanprestasi. Dalam jaminan
kebendaan ini, benda milik debitur yang dapat dijaminkan dapat berupa benda bergerak
maupun benda tak bergerak. Untuk benda bergerak, dapat dijaminkan dengan gadai dan
fidusia. Sedangkan untuk benda yang tidak bergerak, dapat dijaminkan dengan hak
tanggungan, adapun cirri-ciri dari jaminan kebendaan adalah:
Di dalam hukum, benda dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak
begerak. Benda bergerak terdiri dari jaminan benda bertubuh dan benda tidak bertubuh.
Sebagai contoh, benda bertubuh adalah kendaraan bermotor, mesin dan peralatan kantor,
barang periasan, dan sebagainya.
Bangunan rumah susun tanah tempat bangunan didirikan, hak milik atas satuan
rumah susun, bangunan rumah susun atau hak milik atas satuan rumah susun jika
tanahnya berstatus hak pakai atas tanah negara.
Perbedaan jenis benda ini memiliki konsekuensi yuridis yang berbeda, yakni :
a. Pembebanan Jaminan
b. Penyerahan
6 J. Satrio, Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2002, hlm.12
2) Benda tidak bergerak : Penyerahannya dilakukan dengan balik nama.
c. Kedaluarsa
1) Hak Tanggungan
2) Fiducia
3) Gadai, dan
4) Cessie Piutang
a. Hak Tanggungan
Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang yang memberikan
kedudukan istimewa kepada seseorang kreditur terhadap kreditur-kreditur lain. Hak
tanggungan tesebut dapat dilaksanakan apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang
hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum terhadap tanah yang dijadikan
jaminan dengan hak mendahului daripada kreditur- kreditur yang lain. Hak tanggungan
merupakan suatu hak kebendaan yang harus dibuat dengan akta otentik dan didaftarkan
serta bersifat accessoir dan eksekutorial, yang diberikan oleh debitur kepada kreditur
sebagai jaminan atas pembayaran utang-utangnya yang berobjekkan tanah dengan atau
tanpa segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut, yang memberikan hak prioritas bagi
pemegangnya untuk mendapatkan pembayaran utang terlebih dahulu daripada kreditur
lainnya meskipun tidak harus yang mendapat pertama. 7
b. Fidusia
7 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013, hlm. 69.
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda.8
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 9 Fidusia tidak berlaku terhadap:
hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan
perundang- undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib
didaftar; hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 meter kubik atau
lebih; hipotek atas pesawat terbang; dan gadai.
c. Gadai
Dasar hukum gadai dimuat dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Gadai memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
8 Lihat, Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
9 Lihat, Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
10 Badriah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah: Solusi Hukum (Legal Action) dan Alternatif
Penyelesaian Segala Jenis Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 93.
juga hak pemegang gadai. Gadai bersifat memaksa berkaitan dengan adanya penyerahan
secara fisik benda gadai dari debitur atau pemberi gadai kepada kreditur atau penerima
gadai.
d. Cessie
Cessie merupakan suatu cara pengalihan antara piutang atau hak kebendaan tak
berwujud lainnya dari satu kreditur lainnya. Penyerahan piutang tersebut dilakukan
dengan membuat akta cessie. Pengalihan dilakukan dengan adanya pemberitahuan dari
pihak yang mengalihkan piutang kepada debitur yang memiliki utang. Bentuk pengalihan
cessie atas suatu hak kebendaan tak berwujud dapat juga dijadikan jaminan atas
pelunasan utang tertentu. 11 Penyerahan hak-hak piutang atas nama kepada pihak ketiga,
khususnya untuk benda bergerak dilakukan dengan cessie. Cessie merupakan
penggantian orang berpiutang lama (cedent), dengan seseorang berpiutang baru
(cessionaris).
b. Jaminan perorangan
adalah suatu perjanjian antara seorang yang berpiutang atau kreditur dengan seorang ketiga yang
menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang atau debitur12 . Jaminan perorangan ini
tidak memberikan hak untuk didahulukan pada benda-benda tertentu, karena harta kekayaan
pihak ketiga hanyalah merupakan jaminan bagi terselenggaranya suatu perikatan seperti
borgtocht 13 . Dasar hukum dari jaminan perorangan atau penanggungan diatur dalam pasal 1820
KUHPerdata yang berbunyi
“Suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berhutang
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang manakala orang ini sendiri
tidak memenuhinya”
11 Irma Davita Purnamasari, Paduan Lengkap Hukum Praktis Populer: Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak
Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Cet. I, PT. Mirzan Pustaka, Bandung, 2011, hlm. 167
12 Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Meurut Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1989,
hlm. 15
13 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak Yang Memberikan Jaminan (jilid 2), Jakarta:Indo
Jaminan memiliki fungsi yang sangat penting, karena dalam setiap pemberian pinjaman
pasti kreditur (baik bank maupun non-bank) mensyaratkan adanya suatu pemberian jaminan
yang harus dipenuhi para debitur yang secara umum berfungsi untuk menjamin pembayaran
kembali atas pinjaman yang telah diperoleh debitur tersebut. Umumnya permasalahan
dalam praktik jaminan yaitu salah satunya tidak benar-benar memahami dengan baik
prosedur-prosedur oleh setiap kreditur maupun oleh setiap debitur. Hal ini mengingat
sangat banyak kasus perlawanan atas eksekusi ataupun kasus sejenisnya yang jika dipelajari
ternyata penyebabnya adalah karena debitur tidak memahami isi dan ketentuan-ketentuan
yang ada di dalam suatu perjanjian kredit, khususnya mengenai pemberian jaminan.
Hubungan hukum antara kreditur dan debitur akan dituangkan dalam suatu perjanjian
kredit yang bersifat mengikat, Perjanjian jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
perjanjian pokok dan perjanjian tambahan (accesoir). Perjanjian pokok merupakan perjanjian
untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non-
bank. Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan
perjanjian pokok. Contoh dari perjanjian accesoir ini adalah pembebanan jaminan, seperti
perjanjian gadai, tanggungan dan fidusia. Jadi, sifat perjanjian jaminan adalah perjanjian
accesoir, yaitu mengikuti perjanjian pokok dapat dikatakan ada 2 (dua) kemungkinan yang
terjadi dalam proses Prosedur Eksekusi Hak Tanggungan.
Eksekusi Penjualan di Bawah Tangan
Eksekusi ini diatur dalam Pasal 20 UU Hak Tanggungan, serta dapat diperjanjikan
bersama oleh pemberi dan pemegang secara di bawah tangan. Eksekusi di bawah tangan
dilakukan untuk mencari harga tertinggi sehingga tidak merugikan debitur atau pemilik
barang jaminan, serta untuk menghindari penjualan objek hak tanggungan yang
dilakukan melalui pelelangan umum karena harga jual jauh di bawah harga pasar.
Eksekusi hak tanggungan pada dasarnya dilakukan oleh kreditur pada saat atau setelah
debitur melakukan tindakan wanprestasi atas perjanjian kredit, yang umumnya dilakukan
dengan cara lelang.
Mengingat Hak Tanggungan bersifat accesoir pada suatu hubungan hutang piutang
tertentu, maka proses Pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan diadakannya
perjanjian hutang piutang antara debitor dan kreditor, yang merupakan perjanjian pokoknya,
seperti perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang atau perjanjian lainnya yang
menimbulkan hubungan pinjam meminjam uang antara kreditor dengan debitor
1. Debitur tidak beritikad baik, dimana sesuai dengan hasil evaluasi dan identifikasi yang
dilakukan oleh kreditur diketahui bahwa debitur sebenarnya mampu untuk memenuhi
kewajibannya dalam menyelesaikan kredit kepada bank sebagai kreditur, namun debitur
dengan sengaja tidak menyelesaikan masalah kreditnya atau dengan sengaja menunda-
nunda pembayaran kewajiban kreditnya.
2. Debitur mengalami masalah ekonomi, menyebabkan pihak debitur sulit memenuhi
kewajibannya untuk menyelesaikan permasalahan kreditnya kepada bank sebagai debitur
Oleh karenanya, dibutuhkan itikad baik dari debitur, serta itikad baik dan prinsip kehati-
hatian dari kreditur dalam melakukan suatu pengikatan kredit dan jaminan agar seluruh isi
perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik oleh masing-masing pihak dan tidak menimbulkan
masalah di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir., Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Harun, Badriah., Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah: Solusi Hukum (Legal Action) dan
Alternatif Penyelesaian Segala Jenis Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
2010.
Purnamasari, Irma Davita., Paduan Lengkap Hukum Praktis Populer: Kiat-Kiat Cerdas, Mudah,
dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Cet. I, PT. Mirzan Pustaka,
Bandung, 2011.
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Cet.V, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011.
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak Yang Memberikan Jaminan (jilid
2), Jakarta: Indo Hill-Co, 2005
Irma Davita Purnamasari, Paduan Lengkap Hukum Praktis Populer: Kiat-Kiat Cerdas, Mudah,
dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Cet. I, PT. Mirzan Pustaka,
Bandung, 2011, hlm. 167
Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Meurut Hukum Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bhakti, 1989