Nim:P05120220065
Kelas:1B
Matkul:PBAK
Ulasan:
Sesungguhnya pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”) merupakan
amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (“UU 31/1999”) di mana dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:
Undang-Undang ini juga mengamanatkan pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang akan diatur dalam Undang-undang tersendiri dalam jangka waktu paling lambat 2
(dua) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.
Jika kita telaah bersama, lembaga pemerintah yang dimaksud yaitu Kejaksaan dan Kepolisian.
Dalam perkembangannya, UU 30/2002 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“Perppu
1/2015”) sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-
Undang (“UU 10/2015”).
Sebelum lebih jauh membahas keterkaitan fungsi dan kewenangan KPK dengan Kepolisian dan
Kejaksaan, perlu dipahami terlebih dahulu fungsi dan kewenangan KPK itu sendiri. Fungsi KPK
tertuang pada Pasal 6 UU 30/2002 yang berbunyi:
KPK mempunyai tugas:
a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Berkaitan dengan pasal sebelumnya, Pasal 7 UU 30/2002 berbunyi sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf
a, KPK berwenang:
a. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi
yang terkait;
d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
e. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Dapat disimpulkan ada 5 (lima) poin fungsi KPK yaitu koordinasi, supervisi, monitoring,
penindakan dan pencegahanan. Satu hal yang ditekankan dalam pembentukan KPK, di mana
lembaga ini menjadi pemicu dan pemberdayaan institusi pemberantasan korupsi yang telah ada
(Kepolisian dan Kejaksaan) yang sering kita sebut “Trigger Mechanism”. Sehingga keberadaan
KPK tidak akan tumpang tindih serta mengganggu tugas dan kewenangan pemberantasan
korupsi Kejaksaan dan Kepolisian, malah KPK akan mendorong kinerja kedua institusi tersebut
agar bekerja maksimal.
Mengenai fungsi penindakan, ada hal yang membedakan KPK dengan Kepolisian dan
Kejaksaan. Dimana KPK lebih berfokus kepada “Big Fish” dengan kriteria seperti yang
disebutkan pada Pasal 11 UU 30/2002, yaitu:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf
c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara;
b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).