Sering kita jumpai bilangan-bilangan dalam ribuan atau ratusan pada sistem
bilangan dasar 10 (decimal) biasa kita asosiasikan dengan fungsi polinom ini. Misalnya
1976, dapat kita tulis seperti:
1976 = 1 . 103 + 9 . 102 + 7 . 10 + 6
Jika kita substitusikan 10 = x maka kita dapatkan suatu bentuk fungsi polinom
sebagai berikut.
p(x) = 1 . x3 + 9 . x2 + 7 . x + 6 = x3 + 9x2 + 7x + 6 (fungsi polinom berderajat 3).
Selanjutnya bentuk:
Contoh 2
Diketahui suku banyak 3x2 + 7x + 1. Hitunglah nilai suku banyak untuk x = 2 dan x = 0.
Penyelesaian:
Dengan menyatakan suku banyak 3x2 + 7x + 1 dalam bentuk f(x) maka nilai suku banyak
dapat dihitung dengan mengganti 2 dan 0, yaitu f(2) dan f(0) sebagai berikut:
F(x) = 3x2 + 7x + 1
Nilai suku banyak untuk x = 2, yaitu f(2) = 3 . 22 + 7 . 2 + 1 = 27.
Nilai suku banyak untuk x = 0, yaitu f(0) = 3 . 02 + 7 . 0 + 1 = 1.
Selain dengan cara substitusi seperti di atas, ada pula cara lain untuk menghitung nilai suku
banyak, yang secara lengkapnya kita perhatikan pada sajian diskusi berikut ini.
Misalkan f(x) = ax3 + bx2 + cx + d, dengan k ⋲ R dan akan dihitung
f(k) = ak3 + bk2 + ck + d
↔ f(k) = (ak2 + bk + c) k + d
↔ f(k) = [(ax2 + b)k + c] k + d
Dari persamaan yang terakhir, nilai suku banyak untuk x = k dapat ditentukan secara
bertahap dengan langkah-langkah berikut.
(1) Kalikan a dengan k, hasilnya ditambah b.
(2) Kalikan hasil dari (1) dengan k, kemudian hasilnya ditambah dengan c.
(3) Kalikan hasil (2) dengan k, kemudian hasilnya ditambah dengan d.
Jika kita perhatikan penentuan nilai suku banyak dengan cara seperti di atas maka
tampak penguraian bentuk aljabar secara sistematik. Karenanya penentuan nilai suku
banyak dengan cara ini disebut metode sintetik. Metode ini untuk pertama kali
diperkenalkan oleh matematikawan Jerman yang bernama Horner sehingga disebut pula
Metode Horner. Metode Horner ini kadang-kadang disebut pula cara skema karena
urutan langkah-langkah tersebut dapat dibuat dalam bentuk skema sebagai berikut.
Contoh 3
Dengan metode sintetik (Metode Horner), tentukan nilai suku banyak f(x) = 2x 3 + 4x2 – 18
untuk x = 3.
Penyelesaian:
Di sini kita akan menghitung f(3) jika f(x) = 2x3 + 4x2 – 18, yaitu: 3
Jadi, nilai suku banyak f(x) = 2x3 + 4x2 – 18 untuk x = 2 adalah 72 atau f(3) = 72.
Contoh 4
Tentukan hasil bagi dan sisa pembagian jika suku banyak 2x2 + 3x – 4 dibagi oleh x – 2.
Penyelesaian:
Contoh 5
Tentukan Tentukanlah hasil bagi dan sisa pada pembagian 3x3 – 5 + 10 dengan x – 2
Penyelesaian:
menjadi a x+( ba ). Jika suku banyak f(x) dibagi oleh ( x + ba ) maka sisanya f ( −ba )
dan hasil baginya H(x) sehingga bedasarkan hubungan pembagi, hasil bagi dan
siswa dapatlah ditulis dalam bentuk:
Hal ini berarti jika pembagian ini dilakukan dengan metode Horner maka
dapat digunakan kaidah berikut:
−b
1) Jika pembaginya (ax + b), faktor pengalinya adalah
a
b
2) Jika pembaginya (ax + b), faktor pengalinya adalah
a
Contoh 6
Tentukan Tentukanlah hasil bagi dan sisa pada pembagian (4x4 + 8x3 + 9x2 – 7x + 2 dibagi
oleh (2x – 1).
Penyelesaian:
Contoh 6
Tentukan hasil bagi dan sisa dari (x3 – 5x2 + 2) dibagi oleh x2 + 4x – 1.
Penyelesaian:
Pembagi x2 + 4x – 1 tidak dapat difaktorkan. Hasil bagi dan sisa ditentukan dengan
cara pembagian bersusun sebagai berikut:
B. Teorema Sisa
Telah kita ketahui pada sajian diskusi di atas bahwa terdapat hubungan dalam suku
banyak yang dibagi, hasil bagi, dan sisa pembagian dengan persamaan berikut.
Suku banyak = pembagi × hasil bagi + sisa
↔ f(x) = p(x) × H(x) + S(x)
Pada pembahasan tersebut, kita juga sudah dapat menentukan hasil bagi dan sisa
pembagiannya. Khusus pada sajian diskusi kita sekarang ini, hanya untuk sisa pembagian
suku banyak. Dalam hal ini, ada beberapa teorema yang dapat digunakan untuk
menentukan sisa pembagian jika suku banyak f(x) dibagi oleh (x – k), (ax + b) dan (x – a)
Bukti:
Dari persamaan f(x) = (x – k) H(x) + S Untuk x = k didapat:
f(k) = (k – k) H(x) + S
= 0 × H(x) + S = S
Jadi terbukti bahwa S = f(x).
Adapun untuk perhitungan S = f(x) dapat dilakukan dengan metode substitusi
atau Horner (substitusikan) seperti yang baru saja kita bahas di atas.
Contoh 7
Tentukan sisa pada pembagian suku banyak (x 6 – 4x4 + 2x2 – 27 ) : (x + 2)
Penyelesaian:
Menurut teorema sisa
Sisa = f(-2) = (-2)6 – 4(-2)4 + 2(-2)2 – 27 = - 19
H ( x)
(ax + b), hasil bagi H(x), dan sisa S adalah f ( x )=( ax+ b ) +S . Sisa pada pembagian
a
ini dapat ditentukan dengan teorema sisa berikut. Jika suku banyak f(x) dibagi oleh (ax +
−b
b) atau sisanya adalah S maka S=f ( ). Silahkan dibuktikan secara mandiri!
a
Contoh 8
Tentukan sisa pada pembagian suku banyak (3x4 + 2x3 – 8) oleh (2x + 4).
Penyelesaian:
Pada pembagian tersebut, terlihat bahwa pembagiannya adalah 2x + 4 = 2(x 2) sehingga
faktor pengalinya adalah -2.
8 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd
c) Teorema Sisa dengan Pembagi (x-a)(x-b)
Pengertian teorema sisa pada pembagian suku banyak f(x) dengan (x – a) atau
(x – b) dapat diterapkan lebih lanjut untuk menentukan sisa pada pembagian suku
banyak f(x) dengan suku banyak berderajat dua atau lebih atas faktor-faktor
linearnya.
Jika suku banyak f(x) dibagi oleh (x – a)(x – b) dan sisanya adalah S maka S =
px + q dengan f(x) = px + q dan f(b) = pb + q.
Dalam hal ini, suku banyak f(x) dibagi oleh (x – a)(x – b) memberikan hasil bagi
H(x) dan sisa S maka persamaannya:
F(x) = (x – a)(x –b) H(x) + S(x)
Contoh 9
Tentukanlah sisa pembagian x4 – 3x3 – 5x2 + x – 6 dibagi oleh x2 – x – 2.
Penyelesaian:
Perhatikan bahwa pembagi x 2 – x – 2. dapat difaktorkan menjadi (x + 1)(x – 2). Oleh
karena pembagi berderajat dua maka sisanya maksimum berderajat sau. Misalkan sisa itu
adalah S(x) = px + q dan hasil baginya f(x) maka terdapat hubungan
F(x) = (x2 – x – 2) . H(x) + S(x)
Untuk x = 1 didapat:
f(-1) = (-1)4 – 3(-1)3 – 5(-1)2 + (-1) – 6 = (-1 + 1)(-1 – 2) + H(-1) + (p(-1) –q).
↔ -8 = -p + q ↔ p – q = 8 ................................. (1)
Untuk x = 2, didapat:
f(2) = 24 – 3 . 22 – 5 . 22 + 2 – 6 = (2 + 1)(2 – 2) . H(x) + (p(2) q)
Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh p = -8 dan q = -16. Jadi sisa S(x) = px + q = -8x – 16.
Contoh 10
Tunjukkan bahwa f(x) = 2x3 + 3x2 – 4x – 5 habis dibagi oleh x + 1.
Penyelesaian:
f(x) = 2x3 + 3x2 – 4x – 5 = (x + 1) . H(x) + S(x).
Untuk x = -1 maka f(-1) = 2(-1)3 + 3(-1)2 – 4(-1) – 5.
Karena f(-1) = 0, berarti f(x) habis dibagi oleh (x – 1).
C. Teorema Faktor
Setelah pengertian teorema sisa kita pahami, selanjutnya kita akan mempelajari
pengertian faktor. Pengertian tentang konsep faktor pada suku banyak dinyatakan dalam
bentuk teorema sebagai berikut:
Misalkan f(x) adalah suku banyak (x – k) merupakan faktor dan f(x) jika dan hanya
jika f(k) = 0. Teorema ini dikenal sebagai teorema faktor. Perhatikan bahwa dalam
teorema faktor memuat kata jika dan hanya jika sehingga teorema faktor adalah suatu
bentuk biimplikasi atau bikondisional (implikasi dua arah). Dengan demikian, teorema
Bukti:
1. Misal (x – h) merupakan faktor dari f(x) maka f(x) dapat dinyatakan dalam bentuk:
f(x) = (x – h) . H(x) dengan H(x) adalah suku banyak tertentu.
Untuk x = h didapat f(h) = (h – h) . H(h) = 0. H(h) = 0.
Jadi jika (x – h) merupakan faktor dari f(x) maka f(h) = 0.
2. Menurut teorema sisa, f(x) dibagi (x – k) memberikan hasil H(x) dan sisa f(k).
Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:
F(x) = (x – k) . H(x) + f(k).
Karena f(k) = 0 maka f(x) = (x – k) . H(x). Hasil ini menunjukkan bahwa (x – k)
merupakan faktor dari f(x).
Jadi jika f(k) = 0 maka (x – k) merupakan faktor dari f(x).
Dari (1) dan (2) di atas dapat disimpulkan bahwa (x – k) merupakan faktor dari f(x) ↔ f(k)
= 0.
Contoh 10
Tentukan faktor-faktor dari 2x3 + x2 – 13x + 6.
Penyelesaian:
Perhatikanlah jika x – k merupakan faktor dari suku banyak f(x) = 2x 3 + x2 – 13x + 6 maka
nilai k yang mungkin adalah pembagi-pembagi dari 6, yaitu ± 1, ± 2, ± 3, ±6. Nilai-nilai k
yang mungkin ini, kita substitusikan ke dalam f(x)
Untuk k = 1 didapat f(1) = 2 (1)3 + (1)2 – 13 . 1 + 6 0, berarti (x – 1) bukan faktor dari f(x).
Untuk k = -1 didapat f(-1) = 2 (-1) 3 + (-1)2 – 13 (-1) + 6 0, berarti (x – 1) bukan faktor
dari f(x).
Untuk k = 2 didapat f(2) = 2 (2) 3 + (2)2 – 13 . 2 + 6 = 0, berarti (x – 2) merupakan faktor
dari f(x).
Untuk mencari faktor-faktor yang lain kita tentukan hasil bagi f(x) oleh (x – 2) dengan
cara pembagian sintetik (metode Horner):
Contoh 11
Misalkan diketahui dua fungsi f : A → B dan g : B → C seperti pada Gambar di bawah ini:
Contoh 12
Misalkan R himpunan bilangan real dan f : R → R dengan f(x) = x 2 dan g : R → R dengan
g(x) = x + 3.
Selanjutnya, untuk mencari rumus f o g dan g o f dari contoh di atas dapat dihitung seperti
berikut.
h1(x) = f o g(x) = f(g(x)) = f(x + 3) = (x + 3)2 = x2 + 6x + 9.
h2(x) = f o g(x) = f(g(x)) = g(x)2 = x2 + 3.
Jadi, h1(x) ≠ h2(x).
Dari contoh ini jelas bahwa fungsi komposisi tidak memenuhi sifat komutatif.
Perlu pula diketahui bahwa untuk menentukan nilai h1(x) dan h2(x) dapat dikerjakan
dengan bantuan rumus h1(x) dan h2(x), yaitu sebagai berikut:
h1(2) = (f o g) (2) = 22 + 6 . 2 + 9 = 25
h2(x) = (f o g) (x) = 22 + 3 = 7
Contoh 13
Misalkan g = {(2 , 4), (1 , 3), (0 , 5), (3 , 4)} dan
f = {(4 , 2), (5 , 3), (1, 5)}
Agar lebih jelas lagi kita perhatikan penjelasan dari contoh di atas yang lebih bersifat
umum. Misalkan f dan g adalah dua buah fungsi maka g o f = {x, g o f(x))/(g o f(x)
terdefinisi}. g o f = g(f(x)) terdefinisi bila x ⋲ Df dan f(x) ⋲ Dg, artinya Dg ∩ Rf ≠ ⌀.
Contoh 14
Misalkan g : R → R dan h : R → R dengan g(x) = 1 – 3x dan h(x) = x 2 – 1. Misalkan kita
akan mencari (h o g) (3) dan akan mencari x jika (h o g)(x) = 3, caranya sebagai berikut.
14 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd
a) (h o g)(3) = h(g(3)) = h(1 – 9) = h(-8) = 63
b) (h o g)(x) = h(g(x)) = h(1 – 3x) = (1 – 3x)2 – 1
3 = 1 + 9x2 – 6x - 1
↔ 9x2 – 6x – 3 = 0
↔ 3x2 – 2x – 1 = 0
1
↔ x = 1 atau x = -
3
Perlu Anda ketahui bahwa fungsi komposisi ini tidak harus berasal dari dua fungsi saja. Kita
dapat menyusun komposisi fungsi yang berasal lebih dari dua fungsi.
Contoh 15
Misalkan fungsi f, g, dan h didefinisikan dengan f(x) = x + 1, g(x) = 2x, dan h(x) = x 2.
Kemudian, misalkan kita akan mencari rumus h o (g o f) dan rumus (h o g) o f, yaitu sebagai
berikut:
a) (g o f)(x) = g(f(x)) = g(x + 1) = 2(x + 1) = 2x + 2
(h o (g o f)(x) = h(g o f)(x)
= h(2x + 2) = (2x + 2)2 = 4x2 + 8x + 4
−1
perlu diperhatikan bahwa f-1(b) ⊆ A, sedangkan f-1 dibaca “invers fungsi”, dan f-1 ≠
f
Contoh 16
Misalkan f : A → B yang didefinisikan oleh diagram panah pada diagram di bawah ini. Dari
diagram tersebut tampak bahwa misalnya f -1(x) = {b , c}, sebab b dan c dipetakan oleh
fungsi f pada elemen yang sama, yaitu x ⋲ B. Selanjutnya f-1(y) = {a}, sebab:
hanya a yang petanya y ⋲ B. Sedangkan yang didefinisikan oleh diagram panah pada
gambar di atas. Di sini tampak bahwa misalnya f -1(z) = { } = ⌀, (himpunan kosong), sebab
tidak ada elemen dalam A, yang petanya adalah z ⋲ B.
Contoh 17
Misalkan A = {a , b , c} dan B = {1 , 2 , 3}; sedangkan f = {(a , 2), (c ,1), (b, a)}.
Maka f-1(2) = {a , b}.
b) Fungsi Invers
Misalkan fungsi f : A → B pada umumnya f -1(b) dapat terdiri dari satu elemen,
bahkan dapat pula kosong. Jika f : A → B suatu fungsi bijektif maka untuk tiap b ⋲ B,
himpunan f-1(b) terdiri atas tepat satu elemen dalam A. Dengan demikian, ada aturan
yang mengaitkan tiap elemen b B dengan satu elemen tunggal f -1(b) di A. Hal ini
berarti f-1 adalah sebuah fungsi dari B ke A. Jadi, f-1 : B → A.
Sebagai kesimpulannya jika f : A → B suatu fungsi bijektif maka f -1 : B → A
adalah sebuah fungsi yang dinamakan fungsi invers dari f. Namun jika f : B → A
merupakan pasangan berurut yang didapat dengan menukarkan setiap pasangan
16 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd
terurut (a , b) menjadi (b , a) dan kita beri lambang f -1 maka lambang f-1 belum tentu
merupakan suatu fungsi.
Misalkan f : A → B yang didefinisikan pada diagram panah (Gambar a).
Perhatikan bahwa f satu-satu dan pada maka f -1 adalah fungsi invers dan f -1 : B → A
dilukiskan oleh Gambar b.
Gambar a
Gambar b
Contoh 18
Misal A = {1 , 2 , 3} dan B = {a , b} dengan fungsi f = {(1, a), (2, b), (3, a)}, yang merupakan
fungsi onto berarti f-1 = {(a , 1), (b , 2) , ( a , 3)} dan ternyata f -1 bukan merupakan fungsi
karena terdapat dua pasangan terurut yang mempunyai unsur pertama sama, yaitu (a , 1)
dan (a , 3). Jadi, f-1 bukan merupakan fungsi invers, dan f-1 hanya merupakan invers suatu
fungsi.
a) Carilah f-1(a)
b) Carilah f-1(b) dan f-1(c)
5) Dalam himpunan bilangan real diketahui f(x) = x 2 + 1 dan g(x) = x – 3. a)
Carilah:
a) g(f(2)), f(g(2)), g(f-1) dan f(g(-1))
b) Apakah f(g(x)) = g(f(x))?