Anda di halaman 1dari 18

MATERI 6

SUKU BANYAK DAN KOMPOSISI FUNGSI

A. Suku Banyak (Polinom)


a) Fungsi Suku Banyak dan Bentuk Suku Banyak
Pada dasarnya fungsi polinom (fungsi suku banyak) merupakan perluasan dari
fungsi eksponen (fungsi pangkat). Pada bahasan-bahasan lain kita telah mempelajari
fungsi linear (fungsi pangkat satu), fungsi kuadrat, fungsi pangkat tiga. Fungsi polinom
(polynom) merupakan bentuk umum dari fungsi-fungsi eksponen yang pada diskusi
sajian ini kita batasi pada fungsi polinom yang real saja.
Didefinisikan bahwa sebuah fungsi polinom adalah sebuah fungsi yang
berbentuk:
p(x) = anxn + an – 1xn – 1 + … + a1x + a0
dengan: an, an – 1, …, a1, a0 adalah konstanta-konstanta (bilangan-bilangan konstan),
an disebut koefisien utama, dan n disebut derajat polynom.

Sering kita jumpai bilangan-bilangan dalam ribuan atau ratusan pada sistem
bilangan dasar 10 (decimal) biasa kita asosiasikan dengan fungsi polinom ini. Misalnya
1976, dapat kita tulis seperti:
1976 = 1 . 103 + 9 . 102 + 7 . 10 + 6

Jika kita substitusikan 10 = x maka kita dapatkan suatu bentuk fungsi polinom
sebagai berikut.
p(x) = 1 . x3 + 9 . x2 + 7 . x + 6 = x3 + 9x2 + 7x + 6 (fungsi polinom berderajat 3).

Selanjutnya bentuk:

anxn + an – 1xn – 1 + … + a2x2 + a1x + a0


dinamakan atau disingkat polinom (suku banyak). Jika kita batasi pada x  R dengan
koefisien-koefisien an, an – 1, …, a1, a0 adalah konstanta-konstanta real dengan a0
sebagai suku tetap dan an ≠ 0 untuk n ⋲ C (bilangan Cacah) maka polinom itu
dinamakan polinom real.

1 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


Contoh 1
a. 5x3 – 2x2 + 10x + 4 adalah suku banyak dalam variabel (peubah) x berderajat 3.
Koefisien x3 adalah 5, koefisien x2 adalah -2, koefisien x adalah 10, dan suku tetapnya
adalah 4. (Suku banyak berderajat 3).
b. (t + 1)2 (t – 2) (t + 3) = t 4 + 3t3 – 3t2 – 11t – 6 merupakan suku banyak dalam variabel t
berderajat 4. (Suku banyak berderajat 4).

b) Nilai Suku Banyak


Jika dalam suatu suku banyak yang dinyatakan dengan f(x) dan x diganti
dengan bilangan tetap b maka bentuk f(b) merupakan nilai suku banyak untuk x = b.
Penentuan nilai suku banyak seperti ini disebut cara substitusi, dan untuk lebih
jelasnya kita perhatikan contoh berikut yang tentunya telah Anda kenal.

Contoh 2
Diketahui suku banyak 3x2 + 7x + 1. Hitunglah nilai suku banyak untuk x = 2 dan x = 0.
Penyelesaian:
Dengan menyatakan suku banyak 3x2 + 7x + 1 dalam bentuk f(x) maka nilai suku banyak
dapat dihitung dengan mengganti 2 dan 0, yaitu f(2) dan f(0) sebagai berikut:
F(x) = 3x2 + 7x + 1
Nilai suku banyak untuk x = 2, yaitu f(2) = 3 . 22 + 7 . 2 + 1 = 27.
Nilai suku banyak untuk x = 0, yaitu f(0) = 3 . 02 + 7 . 0 + 1 = 1.

Selain dengan cara substitusi seperti di atas, ada pula cara lain untuk menghitung nilai suku
banyak, yang secara lengkapnya kita perhatikan pada sajian diskusi berikut ini.
Misalkan f(x) = ax3 + bx2 + cx + d, dengan k ⋲ R dan akan dihitung
f(k) = ak3 + bk2 + ck + d
↔ f(k) = (ak2 + bk + c) k + d
↔ f(k) = [(ax2 + b)k + c] k + d

Dari persamaan yang terakhir, nilai suku banyak untuk x = k dapat ditentukan secara
bertahap dengan langkah-langkah berikut.
(1) Kalikan a dengan k, hasilnya ditambah b.
(2) Kalikan hasil dari (1) dengan k, kemudian hasilnya ditambah dengan c.
(3) Kalikan hasil (2) dengan k, kemudian hasilnya ditambah dengan d.

2 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


Hasil terakhir dan langkah-langkah tersebut adalah:
f(k) = ak3 + bk2 + ck + d.

Jika kita perhatikan penentuan nilai suku banyak dengan cara seperti di atas maka
tampak penguraian bentuk aljabar secara sistematik. Karenanya penentuan nilai suku
banyak dengan cara ini disebut metode sintetik. Metode ini untuk pertama kali
diperkenalkan oleh matematikawan Jerman yang bernama Horner sehingga disebut pula
Metode Horner. Metode Horner ini kadang-kadang disebut pula cara skema karena
urutan langkah-langkah tersebut dapat dibuat dalam bentuk skema sebagai berikut.

Contoh 3
Dengan metode sintetik (Metode Horner), tentukan nilai suku banyak f(x) = 2x 3 + 4x2 – 18
untuk x = 3.
Penyelesaian:
Di sini kita akan menghitung f(3) jika f(x) = 2x3 + 4x2 – 18, yaitu: 3

Jadi, nilai suku banyak f(x) = 2x3 + 4x2 – 18 untuk x = 2 adalah 72 atau f(3) = 72.

c) Pembagian Suku Banyak


Perhatikan bentuk panjang pembagian untuk menghitung 693 : 15.

3 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


Jadi, 693 : 15 hasilnya adalah 46 dan sisanya 3. Pembagian ini dapat ditulis: 693
= (15 × 46) + 3
Bilangan 693 disebut bilangan yang dibagi, 15 disebut pembagi, dan 3 disebut
sisa pembagian. Secara umum, hubungan itu dapat ditulis sebagai berikut:
Bilangan yang dibagi = pembagi × hasil bagi + sisa
Hubungan bagian-bagian pada proses pembagian tersebut juga berlaku pada
pembagian suku banyak, dan dapat ditulis dalam bentuk berikut.
Suku banyak yang dibagi = pembagi × hasil bagi + sisa
Pembagian bentuk panjang atau pembagian bersusun seperti di atas dapat pula
kita terapkan pada pembagian suku banyak. Untuk lebih jelasnya kita perhatikan
contoh berikut.

Contoh 4
Tentukan hasil bagi dan sisa pembagian jika suku banyak 2x2 + 3x – 4 dibagi oleh x – 2.
Penyelesaian:

Pada Pembagian tersebut:


x – 2 merupakan pembagi 2x + 7 merupakan hasil bagi 10 merupakan sisa
Jadi, 2x2 + 3x – 4 = (x – 2) (2x + 7) + 10

4 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


d) Pembagian Suku Banyak dengan Metode Horner
1) Pembagian suku banyak dengan (x – k)
Misalkan f(x) = ax3 + bx2 + cx + d dibagi oleh (x – k) hasilnya H(x) dan
sisanya S. Hubungan antara f(x), H(x) dan S tentunya dapat dinyatakan dengan
persamaan:
F(x) = (x – k) H(x) + S

Selanjutnya, pembagian dengan (x – k) dapat menggunakan metode


Horner, yaitu dengan cara skema seperti telah dikerjakan pada bagian (a.b), yaitu:

dari pembagian dengan menggunakan metode Horner di atas kita dapatkan:


Hasil bagi H(x) = ax2 + (ak + l)l + (ak2 + bk + c).
Sisa pembagian S = ak3 + bk2 + ck + d.
Secara umum, pembagian suku banyak f(x) oleh (x ± k) dengan cara sintetis
dapat dilakukan dengan kaidah berikut.
a) Jika pembaginya (x – k), faktor pengalinya adalah k
b) Jika pembaginya (x + k), faktor pengalinya adalah -k

Contoh 5
Tentukan Tentukanlah hasil bagi dan sisa pada pembagian 3x3 – 5 + 10 dengan x – 2
Penyelesaian:

5 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


2) Pembagian suku banyak dengan (ax +b)
Untuk pembagian suku banyak dengan (ax + b), ubahlah pembagi

menjadi a x+( ba ). Jika suku banyak f(x) dibagi oleh ( x + ba ) maka sisanya f ( −ba )
dan hasil baginya H(x) sehingga bedasarkan hubungan pembagi, hasil bagi dan
siswa dapatlah ditulis dalam bentuk:

Hal ini berarti jika pembagian ini dilakukan dengan metode Horner maka
dapat digunakan kaidah berikut:
−b
1) Jika pembaginya (ax + b), faktor pengalinya adalah
a
b
2) Jika pembaginya (ax + b), faktor pengalinya adalah
a

Contoh 6
Tentukan Tentukanlah hasil bagi dan sisa pada pembagian (4x4 + 8x3 + 9x2 – 7x + 2 dibagi
oleh (2x – 1).
Penyelesaian:

Karena pembaginya 2 x−1=2 x − ( 12 ), faktor pembaginya 12

6 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


3) Pembagian suku banyak dengan ax 2 +bx +c , a≠ 0
Dengan memperhatikan derajat hasil bagi dan sisa pada contoh-contoh dan
catatan di atas maka dengan mudah kita dapat menentukan derajatnya. Jika suku
banyak f(x) dibagi oleh ax2 + bx + c, a  0 (yang dapat difaktorkan maupun tidak) maka
hasil bagi dan sisa pembagiannya dapat ditentukan dengan cara pembagian bersusun
(pembagian bentuk panjang). Untuk jelasnya kita perhatikan contoh berikut.

Contoh 6
Tentukan hasil bagi dan sisa dari (x3 – 5x2 + 2) dibagi oleh x2 + 4x – 1.
Penyelesaian:
Pembagi x2 + 4x – 1 tidak dapat difaktorkan. Hasil bagi dan sisa ditentukan dengan
cara pembagian bersusun sebagai berikut:

Jadi, hasil baginya H(x) = x – 9 dan sisanya S = –35x – 7.

B. Teorema Sisa
Telah kita ketahui pada sajian diskusi di atas bahwa terdapat hubungan dalam suku
banyak yang dibagi, hasil bagi, dan sisa pembagian dengan persamaan berikut.
Suku banyak = pembagi × hasil bagi + sisa
↔ f(x) = p(x) × H(x) + S(x)
Pada pembahasan tersebut, kita juga sudah dapat menentukan hasil bagi dan sisa
pembagiannya. Khusus pada sajian diskusi kita sekarang ini, hanya untuk sisa pembagian
suku banyak. Dalam hal ini, ada beberapa teorema yang dapat digunakan untuk
menentukan sisa pembagian jika suku banyak f(x) dibagi oleh (x – k), (ax + b) dan (x – a)

7 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


(x – b).

a) Teorema Siswa dengan Pembagi (x-k)


Jika suku banyak f(x) berderajat n dibagi oleh (x – k), dengan k sembarang
bilangan tetap maka sisanya S merupakan suatu bilangan tetap yang bebas dari x dan
………… S = f(k). Teorema ini dikenal sebagai teorema sisa atau dalil sisa

Bukti:
Dari persamaan f(x) = (x – k) H(x) + S Untuk x = k didapat:
f(k) = (k – k) H(x) + S
= 0 × H(x) + S = S
Jadi terbukti bahwa S = f(x).
Adapun untuk perhitungan S = f(x) dapat dilakukan dengan metode substitusi
atau Horner (substitusikan) seperti yang baru saja kita bahas di atas.

Contoh 7
Tentukan sisa pada pembagian suku banyak (x 6 – 4x4 + 2x2 – 27 ) : (x + 2)
Penyelesaian:
Menurut teorema sisa
Sisa = f(-2) = (-2)6 – 4(-2)4 + 2(-2)2 – 27 = - 19

b) Teorema Sisa dengan Pembagi (ax+b)


Jika pembaginya (ax + b) maka hubungan antara suku banyak f(x), pembagi

H ( x)
(ax + b), hasil bagi H(x), dan sisa S adalah f ( x )=( ax+ b ) +S . Sisa pada pembagian
a
ini dapat ditentukan dengan teorema sisa berikut. Jika suku banyak f(x) dibagi oleh (ax +

−b
b) atau sisanya adalah S maka S=f ( ). Silahkan dibuktikan secara mandiri!
a

Contoh 8
Tentukan sisa pada pembagian suku banyak (3x4 + 2x3 – 8) oleh (2x + 4).
Penyelesaian:
Pada pembagian tersebut, terlihat bahwa pembagiannya adalah 2x + 4 = 2(x 2) sehingga
faktor pengalinya adalah -2.
8 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd
c) Teorema Sisa dengan Pembagi (x-a)(x-b)
Pengertian teorema sisa pada pembagian suku banyak f(x) dengan (x – a) atau
(x – b) dapat diterapkan lebih lanjut untuk menentukan sisa pada pembagian suku
banyak f(x) dengan suku banyak berderajat dua atau lebih atas faktor-faktor
linearnya.
Jika suku banyak f(x) dibagi oleh (x – a)(x – b) dan sisanya adalah S maka S =
px + q dengan f(x) = px + q dan f(b) = pb + q.
Dalam hal ini, suku banyak f(x) dibagi oleh (x – a)(x – b) memberikan hasil bagi
H(x) dan sisa S maka persamaannya:
F(x) = (x – a)(x –b) H(x) + S(x)

Contoh 9
Tentukanlah sisa pembagian x4 – 3x3 – 5x2 + x – 6 dibagi oleh x2 – x – 2.
Penyelesaian:
Perhatikan bahwa pembagi x 2 – x – 2. dapat difaktorkan menjadi (x + 1)(x – 2). Oleh
karena pembagi berderajat dua maka sisanya maksimum berderajat sau. Misalkan sisa itu
adalah S(x) = px + q dan hasil baginya f(x) maka terdapat hubungan
F(x) = (x2 – x – 2) . H(x) + S(x)

↔ (x4 – 3x3 – 5x2 + x – 6) = (x + 1)(x – 2) . H(x) + (px + q)

Untuk x = 1 didapat:
f(-1) = (-1)4 – 3(-1)3 – 5(-1)2 + (-1) – 6 = (-1 + 1)(-1 – 2) + H(-1) + (p(-1) –q).
↔ -8 = -p + q ↔ p – q = 8 ................................. (1)
Untuk x = 2, didapat:
f(2) = 24 – 3 . 22 – 5 . 22 + 2 – 6 = (2 + 1)(2 – 2) . H(x) + (p(2) q)

9 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


↔-32 = 2p + q ↔ 2p + q = -32 .................... (2)

Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh p = -8 dan q = -16. Jadi sisa S(x) = px + q = -8x – 16.

d) Teorema Sisa dengan Suku Banyak yang Habis Dibagi


Hubungan antara yang dibagi, pembagi hasil bagi dan sisa pembagian telah
dibahas pada teorema sisa, yaitu:
yang dibagi = Pembagi × Hasil bagi + Sisa
Jika sisanya = 0 (nol) maka
yang dibagi = Pembagi × Hasil bagi
sehingga dikatakan bahwa suku banyak yang dibagi itu habis dibagi oleh pembagi
tersebut.
Misal suku banyak f(x) habis dibagi (x – k) maka berdasarkan teorema- teorema sisa, sisa
pembagiannya adalah f(k) = 0 dan berlaku
f(x) = (x – k) . H(x) + 0
= (x – k) . H(x)
Berdasarkan uraian tersebut dapatlah kita simpulkan dalam bentuk sebagai berikut:
Suatu suku banyak f(x) habis dibagi oleh (x – k) jika dan hanya jika f(k) = 0.

Contoh 10
Tunjukkan bahwa f(x) = 2x3 + 3x2 – 4x – 5 habis dibagi oleh x + 1.
Penyelesaian:
f(x) = 2x3 + 3x2 – 4x – 5 = (x + 1) . H(x) + S(x).
Untuk x = -1 maka f(-1) = 2(-1)3 + 3(-1)2 – 4(-1) – 5.
Karena f(-1) = 0, berarti f(x) habis dibagi oleh (x – 1).

C. Teorema Faktor
Setelah pengertian teorema sisa kita pahami, selanjutnya kita akan mempelajari
pengertian faktor. Pengertian tentang konsep faktor pada suku banyak dinyatakan dalam
bentuk teorema sebagai berikut:
Misalkan f(x) adalah suku banyak (x – k) merupakan faktor dan f(x) jika dan hanya
jika f(k) = 0. Teorema ini dikenal sebagai teorema faktor. Perhatikan bahwa dalam
teorema faktor memuat kata jika dan hanya jika sehingga teorema faktor adalah suatu
bentuk biimplikasi atau bikondisional (implikasi dua arah). Dengan demikian, teorema

10 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


faktor mengandung pengertian sebagai berikut:
(1) Jika (x – h) merupakan faktor dari f(x) maka f(h) = 0 dan
(2) Jika f(h) = 0 maka (x – h) merupakan faktor dari f(x).

Bukti:
1. Misal (x – h) merupakan faktor dari f(x) maka f(x) dapat dinyatakan dalam bentuk:
f(x) = (x – h) . H(x) dengan H(x) adalah suku banyak tertentu.
Untuk x = h didapat f(h) = (h – h) . H(h) = 0. H(h) = 0.
Jadi jika (x – h) merupakan faktor dari f(x) maka f(h) = 0.
2. Menurut teorema sisa, f(x) dibagi (x – k) memberikan hasil H(x) dan sisa f(k).
Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:
F(x) = (x – k) . H(x) + f(k).
Karena f(k) = 0 maka f(x) = (x – k) . H(x). Hasil ini menunjukkan bahwa (x – k)
merupakan faktor dari f(x).
Jadi jika f(k) = 0 maka (x – k) merupakan faktor dari f(x).
Dari (1) dan (2) di atas dapat disimpulkan bahwa (x – k) merupakan faktor dari f(x) ↔ f(k)
= 0.

Contoh 10
Tentukan faktor-faktor dari 2x3 + x2 – 13x + 6.
Penyelesaian:
Perhatikanlah jika x – k merupakan faktor dari suku banyak f(x) = 2x 3 + x2 – 13x + 6 maka
nilai k yang mungkin adalah pembagi-pembagi dari 6, yaitu ± 1, ± 2, ± 3, ±6. Nilai-nilai k
yang mungkin ini, kita substitusikan ke dalam f(x)
Untuk k = 1 didapat f(1) = 2 (1)3 + (1)2 – 13 . 1 + 6  0, berarti (x – 1) bukan faktor dari f(x).
Untuk k = -1 didapat f(-1) = 2 (-1) 3 + (-1)2 – 13 (-1) + 6  0, berarti (x – 1) bukan faktor
dari f(x).
Untuk k = 2 didapat f(2) = 2 (2) 3 + (2)2 – 13 . 2 + 6 = 0, berarti (x – 2) merupakan faktor
dari f(x).
Untuk mencari faktor-faktor yang lain kita tentukan hasil bagi f(x) oleh (x – 2) dengan
cara pembagian sintetik (metode Horner):

11 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


Oleh karena f(2) = 0 maka jelas bahwa (x – 2) merupakan faktor dari suku banyak
f(x), dan faktor yang lainnya adalah 2x2 = 5x – 1 = (2x – 1) (x + 3).
Jadi, f(x) = 2x3 + x2 – 13x + 6 = (x – 2) (2x – 1) (x + 3).
Dengan kata lain, faktor-faktor linear dari f(x) adalah (x – 2) (2x – 1), dan (x + 3).

D. Komposisi Fungsi (Fungsi Bersusun)


Misalkan ditentukan dua buah fungsi f dan g dengan f : A → B dan g : B → C. Jika x ⋲ A
maka f(x) ⋲ B yang merupakan domain dari g. Dengan demikian, peta dari f(x) terhadap g
yang ditulis g(f(x)) ⋲ C. Jadi, kita mendapatkan fungsi baru dengan domain A ke daerah C.
Fungsi h : A → C dilambangkan g o f dibaca “g bundaran f”. dengan h disebut fungsi
komposisi f dan g. Perhatikan Gambar.

Contoh 11
Misalkan diketahui dua fungsi f : A → B dan g : B → C seperti pada Gambar di bawah ini:

Maka fungsi komposisi h = g o f : A → C didefinisikan sebagai berikut:


(g o f) (a) = g(f(a)) = g(y) = t
(g o f) (b) = g(f(b)) = g(z) = r
(g o f) (c) = g(f(c)) = g(y) = t

12 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


Jadi, h = g o f = {(a , t), (b , r), (c , t)}.

Contoh 12
Misalkan R himpunan bilangan real dan f : R → R dengan f(x) = x 2 dan g : R → R dengan
g(x) = x + 3.

Maka h(2) = (f o g) (2) = f(g(2)) = g(2 + 3) = f(5) = 5 2 = 25.


sedangkan h(2) = (g o f) (2) = g(f(2)) = g(22) = g(4) = 4 + 3 = 7.
Jadi, f o g dan g o f tidak harus sama.

Selanjutnya, untuk mencari rumus f o g dan g o f dari contoh di atas dapat dihitung seperti
berikut.
h1(x) = f o g(x) = f(g(x)) = f(x + 3) = (x + 3)2 = x2 + 6x + 9.
h2(x) = f o g(x) = f(g(x)) = g(x)2 = x2 + 3.
Jadi, h1(x) ≠ h2(x).

Dari contoh ini jelas bahwa fungsi komposisi tidak memenuhi sifat komutatif.
Perlu pula diketahui bahwa untuk menentukan nilai h1(x) dan h2(x) dapat dikerjakan
dengan bantuan rumus h1(x) dan h2(x), yaitu sebagai berikut:
h1(2) = (f o g) (2) = 22 + 6 . 2 + 9 = 25
h2(x) = (f o g) (x) = 22 + 3 = 7

Contoh 13
Misalkan g = {(2 , 4), (1 , 3), (0 , 5), (3 , 4)} dan
f = {(4 , 2), (5 , 3), (1, 5)}

Jadi, h = f(g(x)) = f o g = { (2 , 2), (3 , 2), (0 , 3)}

13 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


Dari Gambar ini, jelas bahwa syarat terdefinisinya fungsi komposisi f o g adalah R g ∩ Df ≠ ⌀
Perhatikan pula bahwa Df o g ⊆ Dg dan Dg o f ⊆ Df. Misalnya, untuk contoh di atas D g = {2 , 1 , 0
3} sedangkan Df o g = {2 , 0 , 3} berarti Df o g ⊆ Dg.
Demikian pula bahwa Rf o g ⊆ Rf dan Rg o f ⊆ Rg. Misalnya, masih pada contoh, ternyata R f o g =
{2 , 3} sedangkan Rf = {2 , 3 , 5} sehingga R f o g ⊆ Rf. Namun, pada contoh 11, Rg o f = {r , t} dan
Rg = {r , t} sehingga Rg o f = Rg.

Agar lebih jelas lagi kita perhatikan penjelasan dari contoh di atas yang lebih bersifat
umum. Misalkan f dan g adalah dua buah fungsi maka g o f = {x, g o f(x))/(g o f(x)
terdefinisi}. g o f = g(f(x)) terdefinisi bila x ⋲ Df dan f(x) ⋲ Dg, artinya Dg ∩ Rf ≠ ⌀.

Contoh 14
Misalkan g : R → R dan h : R → R dengan g(x) = 1 – 3x dan h(x) = x 2 – 1. Misalkan kita
akan mencari (h o g) (3) dan akan mencari x jika (h o g)(x) = 3, caranya sebagai berikut.
14 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd
a) (h o g)(3) = h(g(3)) = h(1 – 9) = h(-8) = 63
b) (h o g)(x) = h(g(x)) = h(1 – 3x) = (1 – 3x)2 – 1
3 = 1 + 9x2 – 6x - 1
↔ 9x2 – 6x – 3 = 0
↔ 3x2 – 2x – 1 = 0
1
↔ x = 1 atau x = -
3
Perlu Anda ketahui bahwa fungsi komposisi ini tidak harus berasal dari dua fungsi saja. Kita
dapat menyusun komposisi fungsi yang berasal lebih dari dua fungsi.

Contoh 15
Misalkan fungsi f, g, dan h didefinisikan dengan f(x) = x + 1, g(x) = 2x, dan h(x) = x 2.
Kemudian, misalkan kita akan mencari rumus h o (g o f) dan rumus (h o g) o f, yaitu sebagai
berikut:
a) (g o f)(x) = g(f(x)) = g(x + 1) = 2(x + 1) = 2x + 2
(h o (g o f)(x) = h(g o f)(x)
= h(2x + 2) = (2x + 2)2 = 4x2 + 8x + 4

b) (h o g)(x) = h(g(x)) = h(2x) = 4x2


((h o g) o f)(x) = (h o g)(f(x)) = (h o g)(x + 1)
= 4 . (x + 1)2 = 4x2 + 8x + 4.

Pada contoh di atas ternyata bahwa h o (g o f) = (h o g) o f, berarti pada komposisi


fungsi-fungsi berlaku hukum asosiatif sehingga h o (g o f) = (h o g) o f, dan kita dapat
menulisnya tanpa menggunakan kurung, seperti h o g o f.

E. Invers Fungsi dan Fungsi Invers


Pada kesempatan ini kita akan membahas invers fungsi dan fungsi invers. Kedua
istilah ini perlu dibedakan karena mengandung pengertian yang berbeda walaupun kedua-
duanya memakai kata invers dalam arti yang sama. Perbedaan kedua istilah ini adalah
sebagai berikut.
a) Invers Fungsi
Misalkan diketahui suatu fungsi f : A → B, dan misalkan pula b ⋲ B maka invers b
(terhadap fungsi f) yang dilambangkan dengan f -1(b) adalah himpunan semua anggota

15 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


dalam A yang unsur pertamanya adalah b. Jadi dapat kita tulis:
f-1(b) = {x/x ⋲ A, f(x) = b}

−1
perlu diperhatikan bahwa f-1(b) ⊆ A, sedangkan f-1 dibaca “invers fungsi”, dan f-1 ≠
f

Contoh 16
Misalkan f : A → B yang didefinisikan oleh diagram panah pada diagram di bawah ini. Dari
diagram tersebut tampak bahwa misalnya f -1(x) = {b , c}, sebab b dan c dipetakan oleh
fungsi f pada elemen yang sama, yaitu x ⋲ B. Selanjutnya f-1(y) = {a}, sebab:

hanya a yang petanya y ⋲ B. Sedangkan yang didefinisikan oleh diagram panah pada
gambar di atas. Di sini tampak bahwa misalnya f -1(z) = { } = ⌀, (himpunan kosong), sebab
tidak ada elemen dalam A, yang petanya adalah z ⋲ B.

Contoh 17
Misalkan A = {a , b , c} dan B = {1 , 2 , 3}; sedangkan f = {(a , 2), (c ,1), (b, a)}.
Maka f-1(2) = {a , b}.

b) Fungsi Invers
Misalkan fungsi f : A → B pada umumnya f -1(b) dapat terdiri dari satu elemen,
bahkan dapat pula kosong. Jika f : A → B suatu fungsi bijektif maka untuk tiap b ⋲ B,
himpunan f-1(b) terdiri atas tepat satu elemen dalam A. Dengan demikian, ada aturan
yang mengaitkan tiap elemen b  B dengan satu elemen tunggal f -1(b) di A. Hal ini
berarti f-1 adalah sebuah fungsi dari B ke A. Jadi, f-1 : B → A.
Sebagai kesimpulannya jika f : A → B suatu fungsi bijektif maka f -1 : B → A
adalah sebuah fungsi yang dinamakan fungsi invers dari f. Namun jika f : B → A
merupakan pasangan berurut yang didapat dengan menukarkan setiap pasangan
16 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd
terurut (a , b) menjadi (b , a) dan kita beri lambang f -1 maka lambang f-1 belum tentu
merupakan suatu fungsi.
Misalkan f : A → B yang didefinisikan pada diagram panah (Gambar a).
Perhatikan bahwa f satu-satu dan pada maka f -1 adalah fungsi invers dan f -1 : B → A
dilukiskan oleh Gambar b.

Gambar a

Gambar b

Contoh 18
Misal A = {1 , 2 , 3} dan B = {a , b} dengan fungsi f = {(1, a), (2, b), (3, a)}, yang merupakan
fungsi onto berarti f-1 = {(a , 1), (b , 2) , ( a , 3)} dan ternyata f -1 bukan merupakan fungsi
karena terdapat dua pasangan terurut yang mempunyai unsur pertama sama, yaitu (a , 1)
dan (a , 3). Jadi, f-1 bukan merupakan fungsi invers, dan f-1 hanya merupakan invers suatu
fungsi.

17 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd


LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut!
1) Tentukan nilai-nilai a dan b jika suku banyak x3 - ax2 + 5 x + b habis dibagi oleh x2-2x–3
2) Tentukan faktor-faktor dari f(x) = 2x3 + 3x – 17x + 12
3) Jika f(x) dibagi (x – 1) sisanya 4, f(x) dibagi (x + 1) sisanya -3, dan jika f(x) dibagi (x – 2)
sisanya 2. Tentukan sisanya jika f(x) dibagi (x – 1)(x + 1) (x – 2).
4) Diketahui f : A → B seperti ditunjukkan dengan diagram panah pada Gambar berikut.

a) Carilah f-1(a)
b) Carilah f-1(b) dan f-1(c)
5) Dalam himpunan bilangan real diketahui f(x) = x 2 + 1 dan g(x) = x – 3. a)
Carilah:
a) g(f(2)), f(g(2)), g(f-1) dan f(g(-1))
b) Apakah f(g(x)) = g(f(x))?

18 Handout Aljabar (UBP 15117) – Eni Defitriani, M.Pd

Anda mungkin juga menyukai