Bab I Narapidana
Bab I Narapidana
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kesehatan mental merupakan permasalahan yang tak pernah luput dan selalu
menjadi perhatian bagi masyarakat. Banyaknya peningkatan kesehatan mental seperti
peningkatan pasien gangguan jiwa, kejadian bunuh diri, membuat masalah kesehatan
mental tidak bisa diabaikan. Indikator kesehatan mental yang perlu diperhatikan menurut
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam riset kesehatan dasar, tidak hanya
berupa penilaian terhadap gangguan jiwa berat, tetapi juga di fokuskan pada penilaian
terhadap gangguan mental emosional (Kemenkes RI, 2013).
Gangguan mental adalah masalah psikiatri yang paling sering terjadi. Salah satu
bentuk gangguan mental emosional adalah stres. Di Amerika Serikat gangguan mental
emosional berupa stres terjadi pada lebih dari 23 juta individu setiap tahunnya, dengan
prevalensi satu dari empat individu (Stuart, 2006).
Faktor yang menjadi pencetus stres pada Narapidana menurut Tantri (2007)
adalah karna adanya perubahan kehidupan setelah tinggal di penjara. Stres pada
narapidana dapat di picu karna adanya tekanan fisik, psikis, dan sosial yang di alami oleh
narapidana. pelanggaran hukum akan menjadi aib tersendiri baik bagi narapidana,
keluarganya, maupun orang yang berhubungan dengan narapidana tersebut, sehingga
menjadi stressor tersendiri bagi narapida. Salah satu contoh Penyebab stres napi remaja
yaitu kerinduan pada keluarga, kejenuhan di lembaga pemasyarakatan baik karena bosan
dengan makanannya, adanya masalah 4 dengan teman serta rasa bingung ketika
memikirkan masa depannya nanti setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
Peran perawat jiwa dalam hal ini adalah meningkatkan kepercayaan diri
mantan narapidana untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki dalam
masyarakat sehingga akan mampu merubah persepsi masyarakat terhadapnya.
Keputusasaan yang dialami oleh mantan narapidana bila tidak mendapat
penanganan akan menyebabkan gangguan yang lebih serius. Konseling dapat
diberikan sebagai upaya mengurangi masalah psikososial mantan narapidana yang
dapat menyebabkan kembali ke narkotika sebagai jalan keluarnya dapat
dihindarkan. Pengkajian psikososial terhadap mantan narapidana yang kembali ke
masyarakat merupakan salah satu peran psychiatric forensic nursing sebagai
tindakan tersier untuk mengurangi masalah kejiwaan di masyarakat.
kecemasan merupakan diagnosa keperawatan tertinggi pada
narapidana,Penelitian narapidana di Norwegia yang mengatakan bahwa angka
kecemasan pada narapidana mencapai 30,7%. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh University of South Wales menyatakan bahwa sebanyak 43% narapidana
mengalami kecemasan (Butler dkk., 2005 dikutip dari Naidoo, 2012). Harner
dkk., (2010) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa angka kecemasan pada
narapidana mencapai angka 52%. Menurut Utari (2012) dalam penelitiannya
mengatakan tingkat kecemasan narapidana di lembaga pemasyarakatan Bandung
mencapai 38% kecemasan berat, dan 28% kecemasan sedang dan 34% kecemasan
ringan.
salah satu tingkat kecemasan yang dapat terjadi pada individu ialah
kecemasan ringan. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari hari (Stuart, 2006), dimana kecemasan ringan akan membuat
individu menjadi waspada, lapang persepsi meningkat, dapat mengidentifikasi
masalah, dan membuat individu mampu bekerja secara efektif. Menurut
Varcarolis (2010).
Kecemasan yang dialami korban narkotika akan mengalami perasaan
negatif ketika kembali ke masyarakat tidak hanya merasa malu dengan
perbuatannya namun juga tidak diberinya kesempatan untuk memperbaiki diri
oleh masyarakat dikarenakan stigma yang diberikan oleh masyarakat. Keadaan ini
menyebabkan mantan narapidana yang berkeinginan untuk diterima kembali ke
masyarakat harus pasrah dengan keadaan tersebut. Perasaan malu ketika
mengetahui tanggapan negatif dari masyarakat membuat mantan narapidana
pengguna narkotika merasa tidak pantas berada di tengah masyarakat. Adanya
kesempatan untuk berbuat baik membuat mantan narapidana merasa dihargai
yang merupakan dukungan moral untuk kembali ke masyarakat.
Menurut Yanita (2001, dikutip dari Hasyim 2009) bentuk dukungan sosial
terdiri dari dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental,
dan dukungan informative. Dukungan emosional mencakup ungkapan empati,
kepedulian, perhatian kepada seseorang, dukungan penghargaan terjadi melalui
ungkapan hormat atau penghargaan positif pada seseorang untuk membangun
perasaan yang lebih baik terhadap diri seseorang tersebut, dukungan instrumental
berupa bantuan langsung seperti memberi pinjaman uang, sedangkan dukungan
informative mencakup pemberian nasihat, saran, sugesti, informasi, petunjuk
mengenai apa yang sebaiknya dilakukan oleh individu tersebut.
Dukungan sosial diperlukan narapidana dalam menjalani hukuman.
Dukungan sosial yang diterima dapat membantu narapidana merasa tenang,
diperhatikan, dicintai, dan menimbulkan rasa percaya diri (Nur & Shanti, 2010).
Adanya dukungan sosial akan membantu narapidana dalam menangani masalah
pribadi dan sosial serta dapat mengatasi masalah kesehatan mental yang rentan
terjadi pada narapidana seperti kecemasan (Balogun, 2014).
PENGGUNA NARKOTIKA
Mendapat dukungan moral dari teman dan tetangga yang berupa saran-saran
dari tetangga serta penghargaan dari tetangga dan mendapat bantuan dan
dukungan dari teman-temannya dalam mencari pekerjaan. Selain itu tidak
adanya teman yang mengungkit permasalahan masa lalunya membuat
partisipan merasa harus siap untuk kembali ke masyarakat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Peran perawat jiwa dalam hal ini adalah meningkatkan kepercayaan diri
mantan narapidana untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki dalam
masyarakat sehingga akan mampu merubah persepsi masyarakat terhadapnya.
Keputusasaan yang dialami oleh mantan narapidana bila tidak mendapat
penanganan akan menyebabkan gangguan yang lebih serius. Konseling dapat
diberikan sebagai upaya mengurangi masalah psikososial mantan narapidana yang
dapat menyebabkan kembali ke narkotika sebagai jalan keluarnya dapat
dihindarkan. Pengkajian psikososial terhadap mantan narapidana yang kembali ke
masyarakat merupakan salah satu peran psychiatric forensic nursing sebagai
tindakan tersier untuk mengurangi masalah kejiwaan di masyarakat.
4.2 SARAN