Abstract
The purpose of this research is (1) to analysis social and economy vulnerability of forest
and peat land fire disaster in Bengkalis Regency; (2) Mapping of social and economy vulnerability
of forest and peat land fire disaster in Bengkalis Regency. Research Variables is social and
economy vulnerability. The data that used is primary and secondary data with survey method.
Analysis method is scoring and weightings. After that classified based on the value of the score to
determine the level of vulnerability. The analysis based on the head of National Agency for Disaster
Management (Perka BNPB) Number 02. 2012 and literatures study. The results of research show
that social vulnerability of forest and peat land fire in Bengkalis Regency is medium vulnerability
because it has value of social vulnerability is 0,46663. While economic vulnerability in Bengkalis
Regency is low vulnerability because economic vulnerability is 0,3333. Mapping and analysis
of social and economy vulnerability of forest and peat land fire disaster need to sustainable
because this disaster is dynamic. In addition, required mitigation that is quick and appropriate by
governments of Bengkalis Regency and the local community in management of forest and peat
land fire disaster.
Keywords : Social and economy vulnerability, forest and peat land fire.
128 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 128-140
material, ekonomi, atau lingkungan, yang pengurangan emisi gas rumah kaca. Hutan
mana melampaui kemampuan komunitas gambut dapat menyimpan karbon jauh lebih
atau masyarakat untuk menanggulangi besar daripada jenis hutan lainnya. Namun
bencana dengan sumber daya yang dimiliki. apabila terdegradasi, lahan gambut akan
Hutan merupakan suatu kesatuan menyumbang emisi lebih besar dibandingkan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi ekosistem lainnya.
sumber daya alam hayati yang didominasi Kebakaran hutan dan lahan di
pepohonan yang mana saling berinteraksi Indonesia tidak hanya menjadi bencana
dan tidak dapat dipisahkan, sedangkan dalam negeri, tetapi juga menjadi bencana
lahan merupakan suatu hamparan ekosistem secara global. Fenomena ini terjadi karena
daratan yang peruntukannya untuk usaha bencana kebakaran hutan dan lahan tersebut
dan/atau kegiatan ladang dan/atau kebun mengganggu aktifitas sosial dan ekonomi
bagi masyarakat (Peraturan Menteri Negara di negara tetangga, yaitu seperti Malaysia
Lingkungan Hidup No. 10 Tahun 2010). dan Singapura. Fakta menunjukan bahwa
Lahan gambut merupakan suatu lahan yang Provinsi di Indonesia yang paling banyak
mempunyai jenis tanah yang terdiri atas mengalami bencana kebakaran hutan dan
timbunan bahan-bahan organik yang berasal lahan yaitu Provinsi Riau.
dari sisa-sisa tumbuhan yang sedang dan/ Dampak dari kebakaran dan lahan
atau sudah mengalami proses dekomposisi di Provinsi Riau sangat mengkhawatirkan
(Adinugroho dkk, 2005). bagi masyarakat yaitu seperti gangguan
Kebakaran hutan dan lahan merupakan pernapasan, sekolah diliburkan, dan
suatu situasi atau keadaan lahan dan penerbangan diliburkan. Faktor penyebab
hutan dilanda api sehingga mengakibatkan bencana ini yaitu pembakaran lahan yang
kerusakan lahan dan hutan serta hasil- digunakan sebagai lahan perkebunan sawit
hasilnya dan menimbulkan kerugian (BNPB (Putri, 2004). Bencana kebakaran hutan
dan BIG, 2011). Kebakaran hutan dan lahan dan lahan ini tidak hanya berdampak negatif
gambut merupakan suatu keadaan yang mana dari sisi kesehatan, tetapi juga mengganggu
hutan dan lahan gambut dilanda api sehingga aktivitas sosial dan ekonomi.
mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan Berdasarkan data Kementerian
kerugian dari segi ekonomis dan lingkungan. Kehutanan, pada tanggal 15 Juni 2013,
Kebakaran tersebut sering menyebabkan jumlah titik api di Riau mencapai 78 titik,
bencana asap yang mengganggu masyarakat kemudian 16 Juni meningkat menjadi 115
sekitar (Kurniawan dkk, 2011:6). titik api dan 17 Juni menurun tipis namun
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tetap masih tinggi 103 titik. Titik api tertingi
bukanlah bencana yang disebabkan faktor berada di Pelalawan dengan 26 titik, Rokan
alam, karena hampir 99% kejadian kebakaran Hilir 19 titik, Siak 18 titik, Bengkalis 16 titik,
hutan dan lahan disebabkan oleh faktor Indragiri Hilir 13 titik, Dumai sembilan titik,
manusia, baik karena kesengajaan maupun Rokan Hulu tiga titik, dan Pekanbaru serta
kelalaian. Kebakaran hutan dan lahan saat Meranti masing-masing satu titik, bahkan
ini lebih banyak terjadi di lahan gambut yang pada tanggal 18 Juni 2013, titik api di Riau
menimbulkan dampak pada peningkatan jumlahnya bertambah banyak yaitu 148 titik
emisi gas rumah kaca (Saharjo dkk, 2013). (Irawan, 2013).
Keberadaan hutan dan lahan gambut Pada umumnya kebakaran hutan dan
harus dilestarikan. Karena apabila tidak lahan di Provinsi Riau terjadi di lahan gambut
dikelola dengan baik maka akan menyebabkan yang disebabkan faktor land clearing untuk
risiko bencana. Menurut ICCC (Indonesian perkebunan maupun HTI (Darjono, 2003).
Climate Change Center) 2012, lahan gambut Kabupaten Bengkalis merupakan salah
yang dikelola dengan baik berpotensi untuk satu Kabupaten di Provinsi Riau yang rawan
memberikan kontribusi besar terhadap terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan,
130 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 128-140
tersebut. Meskipun pada praktiknya hal ini potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan
tidak mudah untuk dilakukan, dikarenakan gambut. Hal ini dibuktikan dari banyaknya
keterbatasan dan kevalidan data yang ada. kasus kejadian kebakaran hutan dan lahan
Maka dari itu perlu dilakukan pengkajian gambut di wilayah tersebut.
secara menyeluruh, sehingga dari pengkajian
tersebut dapat dibuat peta kerentanan sosial
dan ekonomi dalam bencana kebakaran hutan 2.2. Variabel Penelitian
dan lahan gambut di Kabupaten Bengkalis.
Penelitian ini memiliki 2 variabel yaitu
kerentanan sosial dan ekonomi. Berikut
1.2. Tujuan Penelitian pada Tabel 2.2 diuraikan mengenai variabel
penelitian.
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Menganalisis kerentanan sosial dalam
bencana kebakaran hutan dan lahan 2.3. Metode Pengumpulan Data
gambut di Kabupaten Bengkalis.
b. Menganalisis kerentanan ekonomi dalam Data yang digunakan dalam penelitian
bencana kebakaran hutan dan lahan di ini yaitu terdiri dari data primer dan sekunder.
Kabupaten Bengkalis. Penelitian ini menggunakan metode survei.
c. Pemetaan kerentanan sosial dan ekonomi Survei digunakan untuk mengumpulkan
dalam bencana kebakaran hutan dan data yang diperoleh dari BNPB, BPBD,
lahan gambut di Kabupaten Bengkalis. BIG, Kabupaten Bengkalis, BPS Kabupaten
Bengkalis, Dinas Pertanian, dan Dinas
Kehutanan Kabupaten Bengkalis. Data
2. METODOLOGI ini berupa Kabupaten Bengkalis dalam
angka, produk rencana tata ruang, data
2.1. Tempat dan Waktu Penelitian kebencanaan Kabupaten Bengkalis, laporan
PDRB, kecamatan dalam angka, peta dasar
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten penggunaan lahan, dan lokasi fasilitas umum.
Bengkalis. Penelitian ini dilakukan pada
Bulan Agustus-Oktober 2014. Analisis dan
pemetaan kerentanan sosial dan ekonomi 2.4. Metode Analisis Data
dalam bencana kebakaran hutan dan lahan
gambut perlu dilakukan di Kabupaten Penelitian ini menggunakan
Bengkalis, karena kabupaten ini mempunyai pendekatan deskriptif kuantitatif. Metode
Bobot Kelas
Parameter Skor
(%) Rendah Sedang Tinggi
Kepadatan penduduk < 500 jiwa/ 500-100 jiwa/ > 1000 jiwa/
60
km2 km2 km2
Rasio jenis kelamin (10%) Kelas/ Nilai
Rasio kemiskinan (10%) Max Kelas
40 < 20% 20 – 40% > 40%
Rasio orang cacat (10%)
Rasio kelompok umur (10%)
( )
log
= 0.6 x
( kepadatan penduduk
0.01 ) + (0.1 x rasio jenis kelamin) + (0.1 x rasio kemiskinan)
( log
100
0.01 )
+ (0.1 x rasio orang cacat) + (0.1 x rasio kelompok umur)
Bobot Kelas
Parameter Skor
(%) Rendah Sedang Tinggi
Lahan produktif 60 < 50 jt 50 – 200 jt > 200 jt Kelas/ Nilai
PDRB 40 < 100 jt 100 – 300 jt > 300 jt Max Kelas
132 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 128-140
2.4.2. Kerentanan Ekonomi pesisir timur Pulau Sumatera. Kabupaten
Bengkalis secara astronomis berada pada
Parameter yang digunakan untuk 2°7’37,2” - 0°55’33,6” LU dan 100°57’57,6” -
kerentanan ekonomi yaitu PDRB (Produk 102°30’25,2” BT. Peta administrasi Kabupaten
Domestik Regional Bruto) dan luas lahan Bengkalis dapat dilihat pada Gambar 3.1.
produktif. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Kabupaten Bengkalis mempunyai luas
Tabel 2.4.2. wilayah 7.773,93 km2, terdiri dari pulau-pulau
dan lautan. Kabupaten Bengkalis mempunyai
8 kecamatan dengan luas total wilayah yaitu
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.773,93 Km2, yang terdiri dari 102 desa/
kelurahan. Kecamatan yang memiliki jumlah
3.1. Deskripsi Umum Kabupaten desa/kelurahan terbanyak yaitu Kecamatan
Bengkalis Bengkalis dengan 20 desa/ kelurahan,
sedangkan kecamatan dengan jumlah desa/
Deskripsi Umum Kabupaten Bengkalis kelurahan paling sedikit yaitu Kecamatan
Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu Rupat Utara dengan 5 desa/kelurahan (BPS
kabupaten yang ada di Provinsi Riau. Wilayah Kabupaten Bengkalis, 2013). Lebih jelasnya
Kabupaten Bengkalis terletak pada bagian dapat dilihat pada Tabel 3.1.
3.2. Kerentanan Sosial dalam Bencana Bengkalis dalam bencana kebakaran hutan
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut dan lahan gambut didasarkan pada beberapa
di Kabupaten Bengkalis parameter yaitu kepadatan penduduk, rasio
jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang
Risiko bencana muncul ketika bahaya cacat, dan rasio kelompok umur (Perka
memengaruhi kerentanan fisik, sosial, BNPB No. 02 tahun 2012). Berikut diuraikan
ekonomi, dan lingkungan (ISDR, 2005:1). mengenai parameter kerentanan sosial.
Analisis kerentanan sosial merupakan bagian a. Kepadatan penduduk, yaitu jumlah
dari pengkajian risiko bencana. Secara umum penduduk yang bertempat tinggal di suatu
kerentanan sosial mempunyai definisi yang wilayah dengan satuan kilometer persegi.
berbeda-beda. Menurut Sumekto (2011:31), Rasio jenis kelamin, yaitu perbandingan
kerentanan sosial merupakan prediksi tingkat jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
kerentanan terhadap keselamatan jiwa penduduk perempuan per-100 penduduk
manusia apabila terjadi bencana di suatu perempuan.
wilayah. Kerentanan sosial merupakan potensi b. Rasio kemiskinan, yaitu penduduk yang
dampak dari peristiwa pada kelompok rentan memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
yaitu seperti orang miskin, rumah tangga, orang perbulan dibawah garis kemiskinan.
tua tunggal, perempuan hamil, orang cacat, c. Rasio penduduk cacat, yaitu cacat
anak-anak, dan orang tua. Tingkat kerentanan total dan tetap yang menyebabkan
dapat dipertimbangkan dari faktor kesadaran seseorang tidak mampu lagi melakukan
masyarakat terhadap risiko, kemampuan pekerjaan yang memberikan penghasilan
dari kelompok itu untuk menanggulangi yang layak diperoleh sesuai dengan
bencana, dan status struktur kelembagaan pendidikan, keahlian, keterampilan, dan
yang dirancang untuk membantu masyarakat pengalamannya.
menanggulangi bencana (Westen dkk, 2011). d. Rasio kelompok umur, yaitu perbandingan
Kerentanan sosial dalam bencana antara penduduk yang belum produktif (usia
kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan 0-14 tahun) termasuk bayi dan anak (usia
suatu kondisi yang menggambarkan tingkat 0-4 tahun) dan penduduk yang dianggap
kerentanan masyarakat terhadap keselamatan kurang produktif (> 65 tahun). Persentase
jiwa apabila terjadi bencana kebakaran hutan penduduk yang berpotensi sebagai modal
dan lahan gambut di suatu wilayah. Analisis dalam pembangunan yaitu penduduk usia
kerentanan sosial masyarakat Kabupaten produktif.
134 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 128-140
Parameter kerentanan sosial tersebut pemberian skor dan pembobotan. Nilai kelas
sangat terkait dengan aspek manusia. kerentanan dibedakan menjadi tiga yaitu:
Manusia merupakan salah satu aspek yang (1) Rendah: nilai 0 - 0,333; (2) Sedang: nilai
sangat rentan terhadap bencana. Pada 0,333 - 0,666; dan (3) Tinggi: nilai 0,666 - 1.
praktiknya setiap parameter kerentanan sosial Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel
tersebut mempunyai bobot dan skor yang 3.2.
berbeda. Parameter kepadatan penduduk Berdasarkan hasil perhitungan
diberi bobot tertinggi yaitu 60%, sedangkan kerentanan sosial di Kabupaten Bengkalis
parameter lainya diberi bobot masing-masing dalam bencana kebakaran hutan dan lahan
10% (lihat Tabel 2.4.1). Menurut Giyarsih dkk gambut, diketahui bahwa kerentanan sosial
(2014: 59), kepadatan penduduk mempunyai di Kabupaten Bengkalis termasuk pada kelas
bobot tertinggi karena tinggi rendahnya sedang karena nilai kerentanan sosialnya
kepadatan penduduk mempengaruhi besar yaitu 0,46663. (lihat Tabel 3.2). Dapat
kecilnya dampak risiko bencana yang dialami diketahui bahwa dari 8 kecamatan yang ada
suatu masyarakat di suatu wilayah. Semakin di Kabupaten Bengkalis semuanya termasuk
tinggi kepadatan penduduk, maka tingkat pada kelas kerentanan sedang. Untuk
kerentanan masyarakat terhadap bencana lebih jelasnya mengenai kerentanan sosial
semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Kabupaten Bengkalis dapat dilihat pada
Nilai kerentanan sosial masing-masing Gambar 3.2.
wilayah di Kabupaten Bengkalis dalam
bencana kebakaran hutan dan lahan gambut Tinggi rendahnya nilai kerentanan
diperoleh dengan cara pemberian skor dan sosial di Kabupaten Bengkalis dalam
pembobotan masing-masing parameter bencana kebakaran hutan dan lahan gambut
tersebut. Nilai total kerentanan sosial dipengaruhi oleh faktor kepadatan penduduk,
diperoleh melalui penjumlahan nilai hasil rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio
Rasio Rasio
Kepadatan Rasio Rasio
jenis penduduk Total Kelas
No. Kecamatan penduduk Kemiskinan kelompok
kelamin cacat Skor Kerentanan
(Km2) (%) umur (%)
(%) (%)
1 Mandau 249 108 6,74 0.019 35,44 0.4333 Sedang
2 Pinggir 35 107 6,74 0.074 35,44 0.4333 Sedang
3 Bukit Batu 28 105 6,74 0.539 35,44 0.4333 Sedang
4 Siak Kecil 26 107 6,74 0.740 35,44 0.4333 Sedang
5 Rupat 35 106 6,74 0.318 35,44 0.4333 Sedang
6 Rupat
22 107 6,74 1.259 35,44 0.4333 Sedang
Utara
7 Bengkalis 146 104 6,74 0.365 35,44 0.4333 Sedang
8 Bantan 86 104 6,74 0.473 35,44 0.4333 Sedang
Kabupaten
68 107 6,74 0.216 35,44 0.4333 Sedang
Bengkalis
Sumber: Hasil Penelitian, 2014
orang cacat, dan rasio kelompok umur. Jika 3.3. Kerentanan Ekonomi Dalam Bencana
dikaji berdasarkan hasil pemetaan kerentanan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut
sosial (lihat Gambar 3.2), diketahui semua di Kabupaten Bengkalis
wilayah di Kabupaten Bengkalis mempunyai
kerentanan sedang yang ditandai dengan Secara umum kerentanan ekonomi
indeks kerentanan yang berwarna kuning. mempunyai definisi yang berbeda-beda.
Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, Menurut Sumekto (2011:31), kerentanan
tinggi rendahnya nilai kerentanan sosial juga ekonomi merupakan suatu kondisi yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, salah menggambarkan atau menimbulkan besarnya
satunya yaitu jenis kelamin. Secara umum kerugian atau rusaknya fasilitas dan kegiatan
penduduk perempuan lebih rentan terhadap ekonomi yang terjadi karena bahaya di
bahaya jika dibandingkan dengan penduduk suatu wilayah. Menurut Westen dkk (2011),
laki-laki, hal ini dikarenakan faktor secara kerentanan ekonomi merupakan potensi
fisik. Zhang dan You (2013), melakukan dampak yang diakibatkan dari bahaya yang
penelitian tentang kerentanan sosial terhadap berdampak pada asset, proses, dan berbagai
banjir di lembah Sungai Huaihe (Cina), hasil sektor ekonomi. Misalnya yaitu gangguan
penelitian menunjukan kerentanan sebagian bisnis, efek sekunder seperti peningkatan
besar penduduk tergantung pada jenis kemiskinan dan kerugian pekerjaan.
kelamin dan kualitas penduduk. Kerentanan ekonomi merupakan
136 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 128-140
suatu kondisi yang menggambarkan potensi pembobotan masing-masing parameter. Nilai
besarnya kerugian, terganggu, rusaknya total kerentanan ekonomi diperoleh melalui
fasilitas, proses, dan kegiatan ekonomi di penjumlahan nilai hasil pemberian skor dan
suatu wilayah yang terjadi karena bahaya. pembobotan. Untuk lebih jelasnya mengenai
Parameter yang digunakan untuk menentukan hasil perhitungan kerentanan ekonomi dapat
tingkat kerentanan ekonomi yaitu lahan dilihat pada Tabel 3.3.
produktif dan PDRB. Berikut dipaparkan Berdasarkan hasil penelitian diketahui
parameter kerentanan ekonomi. nilai PDRB Kabupaten Bengkalis pada
a. Lahan produktif, yaitu lahan-lahan yang tahun 2012, yaitu atas dasar harga berlaku
menghasilkan sesuatu bernilai ekonomi sebesar Rp 107.962.021,80 dan atas dasar
yaitu kehutanan (hutan produksi), harga konstan sebesar Rp 3.963.000.000.
perikanan, tanaman bahan pangan, Sedangkan nilai lahan produktif di
tanaman perkebunan, dan pertambangan. Kabupaten Bengkalis yaitu pertanian sebesar
b. PDRB, yaitu jumlah nilai tambah barang Rp 949.439,45 dan pertambangan dan
dan jasa yang dihasilkan dari seluruh penggalian sebesar Rp 25,137,917.33.
kegiatan pekonomian diseluruh daerah Berdasarkan hasil perhitungan
dalam tahun tertentu atau perode tertentu kerentanan ekonomi di Kabupaten Bengkalis
dan biasanya satu tahun. dalam bencana kebakaran hutan dan
lahan gambut, diketahui bahwa kerentanan
Parameter kerentanan ekonomi ekonomi di Kabupaten Bengkalis termasuk
tersebut sangat terkait dengan aspek pada kelas rendah karena nilai kerentanan
perekonomian suatu masyarakat dan ekonominya yaitu 0,333 (lihat Tabel 3.3).
wilayah. Setiap parameter kerentanan Dapat diketahui bahwa dari 8 kecamatan
ekonomi tersebut mempunyai bobot dan skor yang ada di Kabupaten Bengkalis semuanya
yang berbeda. Parameter lahan produktif termasuk pada kelas kerentanan rendah.
diberi bobot yaitu 60%, sedangkan parameter Untuk lebih jelasnya mengenai kerentanan
PDRB diberi bobot 40% (lihat Tabel 2.4.2). ekonomi Kabupaten Bengkalis dapat dilihat
Nilai kerentanan ekonomi masing- pada Gambar 3.3.
masing wilayah di Kabupaten Bengkalis dalam Kabupaten Bengkalis kaitanya dalam
bencana kebakaran hutan dan lahan gambut bencana kebakaran hutan dan lahan gambut
diperoleh dengan cara pemberian skor dan mempunyai nilai kerentanan rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa secara ekonomi wilayah melakukan upaya pencegahan atau mitigasi
ini mempunyai kerentanan ekonomi yang bencana (BNPB, 2010: 28). Suatu wilayah
rendah jika terjadi bencana kebakaran hutan yang memiliki banyak penduduk miskin
dan lahan gambut. Tinggi rendahnya nilai secara ekonomi akan lebih rentan terhadap
kerentanan ekonomi di Kabupaten Bengkalis suatu bahaya, jika dibandingkan dengan
dipengaruhi oleh faktor lahan produktif penduduk yang kaya. Hal ini diasumsikan
dan PDRB. Jika dikaji berdasarkan hasil penduduk miskin secara ekonomi mempunyai
pemetaan kerentanan ekonomi (lihat Gambar kemampuan yang lemah secara finansial
3.3), diketahui semua wilayah di Kabupaten dalam rangka melakukan mitigasi bencana.
Bengkalis mempunyai kerentanan rendah Tingkat kerentanan sosial ekonomi
yang ditandai dengan indeks kerentanan masyarakat tinggi menyebabkan masyarakat
yang berwarna hijau. tersebut menjadi rentan. Semakin rendah
Suatu wilayah yang memiliki banyak tingkat kerentanan sosial dan ekonomi suatu
penduduk miskin akan lebih rentan terhadap masyarakat berarti masyarakat tersebut
suatu bahaya. Hal ini dikarenakan penduduk dinilai lebih mampu untuk menghadapi
tersebut dinilai tidak mempunyai kemampuan suatu bencana dan dapat melangsungkan
secara finansial yang memadai untuk kehidupannya.
138 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 128-140
4. KESIMPULAN DAN SARAN Research).
b. Prof. Dr. H. A. Sudibyakto, M. S. selaku
4.1. Kesimpulan ketua program minat studi Geo Information
for Spatial Planning and Disaster Risk
a. Kerentanan sosial dalam kebakaran hutan Management, Sekolah Pascasarjana, UGM.
dan lahan gambut di Kabupaten Bengkalis c. Prof. Daniel Murdiarso, selaku Principal
termasuk pada kelas kerentanan sedang Scientist, Forest, and Environment, CIFOR.
karena mempunyai nilai kerentanan sosial
yaitu 0,46663.
b. Kerentanan ekonomi dalam kebakaran DAFTAR PUSTAKA
hutan dan lahan gambut di Kabupaten
Bengkalis termasuk pada kelas Adinugroho, W. C., I N.N. Suryadiputra,
kerentanan rendah karena mempunyai Bambang Hero Saharjo dan Labueni
nilai kerentanan ekonomi yaitu 0,3333. Siboro. 2005. Panduan Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut.
Proyek Climate Change, Forests and
4.2. Saran Peatlands in Indonesia. Wetlands
International-Indonesia programme
Informasi dan mitigasi tentang bencana dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.
kebakaran hutan dan lahan gambut sangat Indonesia.
penting disampaikan kepada masyarakat BNPB. 2010. Rencana Nasional
Kabupaten Bengkalis. Hal ini bertujuan untuk Penanggulangan Bencana 2010-2014.
mengurangi risiko bencana tersebut. Jakarta: Direktorat Mitigasi BNPB.
Penelitian lebih lanjut tentang analisis BNPB dan BIG. 2012. Atlas Kebencanaan
kerentanan sosial ekonomi dan kebakaran Indonesia 2011. Badan Nasional
hutan dan lahan gambut sangat penting Penanggulangan Bencana & Badan
untuk dilakukan dan dikembangkan dengan Informasi Geospasial.
penambahan indikator dan pendetailan pada BPS Kabupaten Bengkalis. 2013. Kabupaten
unit analisis kajian. Bengkalis dalam Angka 2013. Bengkalis:
Pemetaan dan analisis kerentanan Badan Perencanaan Pembangunan
sosial dan ekonomi dalam bencana kebakaran Daerah Kabupaten Bengkalis.
hutan dan lahan gambut perlu diperbarui ICCC. 2012. Lembar Fakta. November 2012.
secara berkelanjutan karena bencana ini www. iccc-network.net.
bersifat dinamis. Darjono. 2003. Pengalaman Penegakan
Diperlukan upaya mitigasi yang cepat Hukum yang Berkaitan dengan
dan tepat oleh Pemerintah Kabupaten Kebakaran di Areal Perkebunan dan
Bengkalis dan masyarakat setempat dalam HTI Rawa Gambut. Dalam Prosiding
rangka menghadapi kebakaran hutan dan Semiloka. Editor: Suyanto. Chokkalingan,
lahan gambut. U., Wibowo, P. Diterbitkan: CIFOR.
Giyarsih, S.R., Listyaningsih, U., Budiani, S.R.
2014. Aspek Sosial Banjir Lahar.
UCAPAN TERIMAKASIH Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Penulis menyampaikan ucapan terima Irawan, F. 2013. Rencana Kontinjensi Nasional
kasih kepada: Menghadapi Ancaman Bencana Asap
a. Program magang IPN (Indonesia Peatland Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan.
Network), yang diprakarsai oleh ICCC Jakarta: BNPB.
(Indonesian Climate Change Center) dan ISDR. 2005. Hyogo Framework for Action
CIFOR (Center for International Forestry 2005-2015: Building the Resilience of
140 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 128-140