Anda di halaman 1dari 94

ANALISIS MANAJEMEN PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI

RS DR. G. L TOBING PTPN II TANJUNG MORAWA


TAHUN 2016

TESIS

RAISYA SORAYA
147032047/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


AN ANALYSIS ON PLANNING MANAGEMENT AND MEDICINE
PROCUREMENT AT DR. G. L. TOBING HOSPITAL,
PTPN II TANJUNG MORAWA,
IN 2016

THESIS

By

RAISYA SORAYA
147032047/IKM

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS MANAJEMEN PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI
RS DR. G. L TOBING PTPN II TANJUNG MORAWA
TAHUN 2016

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

RAISYA SORAYA
147032047/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN

ANALISIS MANAJEMEN PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI


RS DR. G. L TOBING PTPN II TANJUNG MORAWA
TAHUN 2016

TESIS

Dengan hal ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2016


Penulis

Raisya Soraya
147032047/IKM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Telah Diuji
Pada Tanggal : 21 Juli 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Sitti Raha Agoes Salim, M. Sc


Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H
2. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M
3. dr. Fauzi, S.K.M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus merupakan


revenue center utama. Mengingat bahwa lebih dari 90 % pelayanan kesehatan di
rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan
rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui bagaimana manajemen perencanaan dan pengadaan obat di
instalasi farmasi Rumah Sakit dr. G L Tobing PTPN II Tanjung Morawa Tahun 2016.
Penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan sumber
informasi yaitu kepala instalasi farmasi, asisten apoteker kepala, asisten apoteker dan
kepala pengadaan obat.
Hasil penelitian menunjukkan perencanaan kebutuhan obat instalasi farmasi
Rumah Sakit dr. G L Tobing PTPN II Tanjung Morawa hasil observasi bahwa proses
perencanaan dilakukan pendataan, permintaan dari ruangan. Proses pengadaan obat
tidak dilakukan oleh pihak rumah sakit melainkan pihak distrik PTPN II, dan dalam
sistem pengadaan di rumah sakit mempunyai dua sistem pengadaan.
Disimpulkan bahwa proses perencanaan dan pengadaan di instalasi farmasi
Rumah Sakit Dr G L Tobing PTPN II Tanjung Morawa belum cukup baik,
pelaksanaan kurang optimal, ada beberapa prosedur tidak sesuai dengan standart
pelayanan kefarmasian. Diharapkan manajemen instalasi farmasi lebih meningkatkan
kualitas kinerja. Dalam sistem pengadaan diharapkan rumah sakit dapat diberikan
kewenagan oleh direksi melakukan pengadaan maka peluang efisiensi terhadap
pengadaan obat dirumah sakit dapat dicapai dengan optimal.

Kata Kunci : Perencanaan, Pengadaan, Instalasi Farmasi

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

Pharmaceutical service is a supporting service and becomes the main revenue


center because more than 90% of health services at a hospital use pharmaceutical
stock and 50% of all hospital income comes from pharmaceutical stock management.
The objective of the research was to find out how planning management and
medicine procurement in the Pharmacy Department of dr. G. L. Tobing Hospital,
PTPN II Tanjung Morawa, in 2016.
The research used descriptive qualitative method with the source of
information came from the Head of the Pharmacy Department, Pharmacist’s Chief
Assistant, Pharmacist’s Assistants, and the Head of Medicine Procurement.
The result of the research showed that the planning for medicine needs in the
Pharmacy Department of dr. G. L. Tobing Hospital, PTPN II Tanjung Morawa, the
planning process was done by data collection and request from wards. The process of
medicine procurement was not done by the hospital management but by the
management of PTPN II district, and the hospital had two systems of medicine
procurement.
The conclusion of the research was that the planning and the procurement
processes in the Pharmacy Department of the hospital was not carried out optimally,
some procedures were not in accordance with pharmaceutical service standard. It is
recommended that the Pharmacy Department of the hospital increase its performance
and the hospital management be given the authority in medicine procurement so that
the opportunity for efficiency in medicine procurement can be carried out optimally.

Keywords: Planning, Procurement, Pharmacy Department

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan

karunianya-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tesis dalam rangka penyusunan tesis

ini dengan judul : “ Analisis Manajemen Perencanaan dan Pengadaan di Dr. RS. G. L

Tobing PTPN II Tanjung Morawa Tahun 2016 ”. Tesis ini dibuat sebagai

persyaratan melakukan penelitian di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian Tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan

yang tinggi kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Ir. Evawani Y.Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Pasca

Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M, Sc Selaku Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan moril serta pengetahuan sekaligus memotivasi penulis

untuk menyelesaikan tesis ini

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. dr. Heldy BZ, M.P.H selaku Pembimbing II yang telah bersedia komunikasi

sekaligus memberikan saran, masukan dan arahan serta motivasi selama penulisan

tesis ini

6. Dr. dr Taufik Ashar, M.K.M selaku Penguji I yang telah banyak memberikan

saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

7. dr. Fauzi, S.K.M selaku penguji II yang juga telah memberikan berbagai masukan

saran dan kritikan yang konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini.

8. Teman-teman Angkatan Tahun 2014 Program S2 Ilmu Kesehatan Kesehatan

Masyarakat – FKM USU yang saling memberi semangat dan motivasi untuk

selalu berjuang bersama dalam menyelesaikan pendidikan.

9. Orang tua yang tersayang dr. Muhammad Iqbal dan T. Sy Ultra Marina Serta dan

adik penulis yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis.

Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini.

Untuk itu penulis berharap masukan dan saran dari para pembaca untuk

kesempunaan penelitian ini nantinya.

Medan, Juli 2016


Penulis

Raisya Soraya
147032047/IKM

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Raisya soraya, lahir pada Tanggal 01 Desember 1991 di Medan, anak pertama dari

tiga bersaudara dari pasangan Ayahnda H. dr. Muhammad Iqbal Dan Ibunda Hj. Tengku

Syarifah Ultra Marina, S.Kep.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di SD Karya bakti

Medan, selesai Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMP Pertiwi Medan, selesai

Tahun 2006, Sekolah Menengah Atas di SMA Dharmawangsa Medan, selesai di Tahun 2009.

Kemudian melanjutkan ke tingkat Akademi Di Kebidanan Bakti Inang Persada Medan selesai

Tahun 2012, kemudian melanjutkan Pendidikan D4 Kebidanan di Universitas Sumatera Utara

dengan Program Bidan Pendidik selesai Tahun 2013, kemudian melanjutkan pendidikan ke

jenjang Pendidikan S2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara sejak Tahun 2014 dan selesai Tahun 2016.

Mulai bekerja tahun 2013 di Akademi Kebidanan Kholisaturrahmi Binjai hingga

sekarang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
DAFTAR ISI........................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Pertanyaan Penelitian........................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 7

BAB2.TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 8


2.1 Rumah Sakit...................................................................................... 8
2.1.1 Tugas Rumah Sakit...................................................... ........... 8
2.1.2 Fungsi Rumah Sakit................................................................ 8
2.1.3 Logistik Rumah Sakit ............................................................. 9
2.1.4 Logistik Rumah Sakit G L Tobing ......................................... 9
2.1.5 Peran Logistik di Rumah Sakit ............................................... 10
2.1.6 Budaya Organisasi .................................................................. 11
2.2 Manajemen ....................................................................................... 12
2.2.1 Manajemen Logistik ............................................................... 13
2.3 Sistem Manajemen PelayananLogistik ............................................. 13
2.3.1 Input ........................................................................................ 14
2.3.1.1Sumber Daya Manusia ....................................................... 14
2.3.1.2 Sarana ............................................................................... 15
2.4.1 Proses ............................................................................................. 16
2.4.1.1 Perencanaan Kebutuhan .................................................... 17
2.4.1.2Pengertian ................................................................. 17
2.4.1.3Tujuan ....................................................................... 17
2.4.1.4Kegiatan .................................................................... 17
2.4.1.5Pemilihan yang Akan Dibeli ..................................... 18
2.4.1.6Metode Kosumsi ....................................................... 19
2.4.1.7Metode Epidemiologi ............................................... 20
2.4.1.8Kelebihan dan Kekurangan Metode Komsumsi
Dan Epidemiologi .................................................... 21
2.4.1.9 Teknik Manajemen ABC dan VEN ......................... 22
2.4.1.10Analisa Data Berkala .............................................. 25
2.5.2 Pengadaan ............................................................................ 27
2.5.2.1 Pengertian ................................................................ 27
2.5.2.2 Tujuan ...................................................................... 27
2.5.2.3 Kegiatan ................................................................... 27
2.6 Output ............................................................................................ 28
2.7 LandasanTeori ............................................................................... 28

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.8 Kerangka Berfikir .......................................................................... 29

BAB 3.METODE PENELITIAN ...................................................................... 30


3.1 Jenis Penelitian ................................................................................. 30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 30
3.2.1 Lokasi ......................................................................................... 30
3.2.2 Waktu Penelitian......................................................................... 31
3.3 Sumber Informasi Penelitian ............................................................ 31
3.4 Metode Pengumpulan data ............................................................... 33
3.5 Definisi Istilah .................................................................................. 34
3.6 Metode Analisis Data ....................................................................... 34

BAB 4. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 36


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 36
4.1.1 Sejarah RS Dr G L Tobing Tanjung Morawa ........................... 36
4.1.2 Visi Dan Misi ............................................................................ 38
4.1.2.1 Visi .................................................................................... 38
4.1.2.2 Misi ............................................................................... 38
4.1.2.3 Tujuan ........................................................................... 39
4.1.2.4 Strategi .......................................................................... 39
4.1.2.5 Motto ............................................................................. 39
4.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Dr G L Tobing ............................ 40
4.2.1 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit ........... 40
4.2.2 Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit Dr G L Tobing ..................... 42
4.2.3Sarana di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr G L Tobing.......... 43
4.3 Data Khusus Instalasi Farmasi .......................................................... 44
4.3.1 Struktur Organisasi .................................................................. 44
4.3.2 Perencanan ............................................................................... 45
4.3.3 Pengadaan ................................................................................ 49

BAB 5.PEMBAHASAN ...................................................................................... 56


5.1 Sumber Daya Manusia Rs Dr G L Tobing Tanjung Morawa ............. 56
5.2 Sarana di Rs Dr G L Tobing Tanjung Morawa.................................. 60
5.3 Proses Perencanaan Rs Dr G L Tobing Tanjung Morawa ................. 62
5.4 Proses Pengadaan Rs Dr G L Tobing Tanjung Morawa .................... 65
5.5 Ketersediaan Obat Sesuai Dengan Perencanaan
di Rs Dr G L Tobing............................................................................. 68

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 70


6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 70
6.2 Sarana................................................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73

LAMPIRAN

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Siklus Manajemen Obat............................................................ 28

2.2 Kerangka Berfikir ..................................................................... 29

2.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit Dr G L Tobing .................... 40

2.4 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi ....................................... 45

2.5 Alur Prosedur Tahapan Perencanaan Obat ............................... 47

2.6 Alur pengadaan di Rumah Sakit Dr G L Tobing ...................... 49

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Panduan Wawancara................................................................ 75

2. Surat Izin Survey Pendahuluan Dari PTPN II......................... 76

3. Surat Izin Penelitian Dari PTPN II........................................... 77

4. Surat Keterangan Penunjuk Dosen Pembimbing................... 78

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelanggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan rawat inap,

rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang

meliputi tenaga medis, penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian,

tenaga manajemen rumah sakit dan jenis dan klarifikasi rumah sakit . Tenaga farmasi

harus menunjang persyaratan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 7 ayat (1) harus

menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat,

aman dan terjangkau (UU No 44, 2009).

Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008

tentang standart pelayanan minimal rumah sakit (RS), menyebutkan bahwa Rumah

Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat

peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk

memberikan pelayanan yang bemutu sesuai dengan standart yang ditetapkan dan

dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan

revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90 % pelayanan

kesehatan di RS menggunakan perbekalan farmasi (obat- obatan, bahan kimia, bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat kedokteran dan gas medik) dan 50% dari

seluruh pemasukan RS berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk itu, jika

masalah perbekalanfarmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab

maka dapat di prediksi bahwa pendapatan RS akan mengalami penurunan (Suciati

dan Wiku, 2006).

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepala

pelayanan pasien, penyediaan sediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua

lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian

merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan

menyelesaikan masalah terkait obat, tuntutan pasien dan masyarakat akan

peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari

paradigma lama yang berorientasi produk (drug oriented) menjadi orientasi pada

pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical

care). Perkembangan diatas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan

bagi apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan

pelayanan kefarmasian secara komprensif dan simultan baik bersifat manajerial

maupun farmasi klinik (Permenkes No 58, 2014).

Pelayanan sediaan farmasi di rumah sakit harus mengikuti standart pelayanan

kefarmasian. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan habis pakai di

rumah sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu., yang dimaksud

satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

termasuk pembuatan formularium pengadaan dan pendistribusian alat kesehatan,

sediaan farmasi dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan

kepentingan pasien (UU No 44 Tahun 2009).

Menurut data dari Departemen Kesehatan Rl hampir 40% alokasi pengobatan

adalah untuk obat, jadi pengadaan obat khususnya dirumah sakit mau tidak mau harus

melaksanakan prinsip – prinsip perencanaan agar obat-obat yang diperlukan orang

sakit cukup dan dapat terjangkau.

Pengaturan pengadaan obat berdasarkan Katalog Elektronik (E -Catalogue)

bertujuan untuk menjamin transparansi/keterbukaan, efektifitas dan efisiensi proses

pengadaan obat dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang

hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Seluruh Satuan Kerja di bidang kesehatan

baik Pusat maupun Daerah dan FKTP atau FKRTL Pemerintah melaksanakan

pengadaan obat melalui E-Purchasing berdasarkan Katalog Elektronik (E-

Catalogue) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. FKTP atau FKRTL

swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat melaksanakan pengadaan

obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue)(Permenkes No 63, 2014).

Dalam Keputusan Menteri Kesehtan Nomor 328/Menkes/SK/IX/2013 tentang

formularium nasional mengatakan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkahasiat,

bermutu dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup dalam rangka

pelaksanaan JKN perlu halnya disusun daftar obat dalam bentuk formularium

nasional. Fomularium nasional tersebut merupakan daftar obat terpilih yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam

pelaksanaan JKN. Dalam hal ini obat yang dibutuhkan tidak tercantum dalam

formularium nasional, dapat juga digunakan obat lain secara terbatas berdasarkan

persetujuan komite medik dan kepala/direktur rumah sakit setempat(Suciati dan

Wiku, 2006).

Dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat menyebabkan

makin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian. Aspek

terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat, ini

termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan keefektifan

penggunaan obat. Mengungat besarnya kontribusi instalasi farmasi dan kelancaran

pelayanan dan juga merupakan instalasi yang memberikan pemasukan terbesar di

rumah sakit. Maka perbekalan farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat

dan penuh tanggung jawab (Suciati dan Wiku, 2006).

Proses pengelolaan akan berjalan efekif dan efisien bila ditunjang dengan

sistem informasi manajemen obat untuk menggalang keterpaduan pelaksanaan

kegiatan – kegiatan dalam pengelolaan obat. Kegiatan pengelolaan obat meliputi

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, penggunaan dan pengendalian obat

yang dikelola. Perencanaan dan penentuan kebutuhan obat merupakan fungsi yang

pertama dalam logistikfarmasi karena perencanaan merupakan langkah nyata pertama

dalam usaha mencapai tujuan. Perencanaan harus terlihat dengan jelas apa yang harus

dikerjakan dalam kurun waktu tertentu. Perencanaan dan penentuan kebutuhan obat

di gudang farmasi mutlak diperlukan agar terpenuhi tingkat persediaan yang telah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

ditetapkan. Begitu juga dengan sistem pengadaan merupakan kegiatan untuk

merealisasikan kebutuhan yang telah ditetapkan dan disetujui dalam fungsi

perencanaan sebelumnya. Dalam hal pengadaan persediaan obatdi gudang farmasi

harus memperhatikan langkah – langkah dalam siklus pengadaan, yaitu memilih

metode pengadaan, memilih pemasok, pemantauan pesanan, penerimaan dan

pemeriksaan barang ketika datang.

Perencanaan dan pengadaan persediaan obat di gudang farmasi harus

dilakukan secara baik, agar rumah sakit terhindar dari masalah kehabisan persediaan

obat di gudang farmasi. Apabila terjadi kekosongan obat di gudang farmasi ini, akan

sangat berpengaruh terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien. Hal ini

yang sering kali terjadi di sub bagian gudang farmasi rumah sakit, sering kali terjadi

kekososngan obat di sub bagian gudang farmasi sehingga obat tersebut harus dibeli

diapotek ataupun di luar rumah sakit lain (Febriawati, 2013).

Dari hasil penelitian Al- Hijrah, dkk (2013) tentang studi pengelolaan obat di

Puskesmas Mandai Kabupaten Maros Tahun 2013 menujukkan terkait perencanaan

dan pendistribusian obat sudah memenuhi standart pengelolaaan obat di puskesmas.

Namunpengadaan dan penyimpanan kurang baik dan tidak sesuai dengan pengelolaan

obat yang ada.

Hasil survei pendahuluan terhadap kegiatan manajemen pengelolaan obat di

RS. DR. G. L Tobing Tanjung Morawa, kebijakan pelayanan kefarmasian belum

dibuat secara tertulis dan belum dilaksanakan berdasarkan ketentuan dari peraturan

permenkes secara teknis tetapi, masih mengacu kepada ketentuan PTPN II. Ketetapan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian, instalasi farmasi rumah

sakit ini juga belum mempunyai SK Kepala rumah sakit yang menetapkan kegiatan

pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian yang dapat dilaksanakan

di RS DR G. L Tobing. Dari hasil wawancara di instalasi farmasi didapat dalam

proses perencanaan didapatkan masih lemahnya proses perencanaan. Pada proses

pengadaan masih mengacu pada teketapan PTPN dimana rumah sakit melakukan

perencanaan yang diwakilkan oleh kepala instalasi farmasi dan disetujui oleh direktur

rumah sakit lalu dokumen tersebut diberikan di manajemen distrik untuk memilih

PBF/agen mana dalam proses pengadaan kemudian dokumen dilanjutkan ke

keuangan dalam proses pendanaan dan disetujui oleh direksi lalu dilakukan

pengadaan. Sistem ini menunjukkan masih lemahnya proses pengadaan. Hal – hal

diatas kemungkinan di sebabkan oleh pelaksanaan kegiatan pengelolaan obat yang

kurang optimal.

Uraian tersebut menunjukkan sistem pengelolaan obat di instalasi farmasi di

RS.DR. G. L. Tobing Tanjung Morawa belum sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Oleh karna itu perlu dilakukan kajian untuk mengedentifikasi bagaimana analisis

manajemen pengelolaan obat di RS.DR. G. L. Tobing PTPN II Tanjung Morawa

Meliputi Perencanaan dan Pengadaan Obat.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan

masalah penelitian ini adalah bagaimana manajemen pengelolaan obat di RS. DR. G.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

L Tobing PTPN Nusantara II Tanjung Morawa Meliputi Perencanaan dan Pengadaan

Obat.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis manajemen pengelolaan

obat di RS. DR. G. L Tobing PTPN Nusantara II Tanjung Morawa Meliputi

Perencanaan dan Pengadaan Obat.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi RS DR. G. L Tobing

Dipergunakan sebagai masukan dalam manajemen pengelolaan obat di rumah

sakit agar obat yang diperlukan selalu tersedia setiap saat dalam jumlah yang

cukup dan mutu terjamin yang mendukung pelayanan yang bermutu.

2. Manfaat Bagi Penulis

Wacana dan pengetahuan tambahan tentang bagaimana analisis manajemen

pengelolaan obat di instalasi farmasi RS. DR. G. L Tobing PTPN Nusantara II

Tanjung Morawa.

3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian dapat sebagai rujukan bagi peneliti lebih lanjut untuk menjadi

referensi dan perbandinagan bagi peneliti lanjutan yang mengkaji topik yang

relevan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU No 44, 2009).

Rumah sakit adalah bagian dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang

dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan dan merupakan suatu sistem

sosial yang didalamnya terdapat obyek manusia sebagai pasien (Adikoesoema, 2002).

2.1.1 Tugas Rumah Sakit

Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna (UU No 44, 2009).

2.1.2 Fungsi Rumah Sakit

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan

standart rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan

yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9

d. Penyelenggaraan penelitian dan ppengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan dibidang kesehatan (Permenkes 56 Tahun 2014).

2.1.3 Logistik Rumah Sakit

Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas kehidupan sehari – hari baik

secara langsung maupun tidak langsung. Proses ini tidak hanya berputar di sekitar

aktivitas pabrik, juga mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau proses mengenai perencanaan dan

penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan serta

penghapusan material (Febriawati, 2013).

2.1.4 Logistik Rumah Sakit Dr. G. L Tobing

Dalam logistik rumah sakit di G.L Tobing tanjung merawa pada proses

pengadaan dilakukan oleh manajemen distrik dimana alurnya yaitu :

1. Anggaran obat – obatan, alat kesehatan, regensia dan gas medis dalam bentuk

DPBB per 6 bulan diajukan oleh rumah sakit dan kebun ke distrik rumah sakit.

a. Memeriksa DPBB obat – obatan, regensia, alkes dan gas medis rumah

sakit/kebun untuk pengecekan RKAP,RKO, urgensianya dan realisasi yang

telah dipakai.

b. Meneruskan dokumen yang dikoreksi ke bagian keuangan.

2. Dokumen permintaan obat – obatan, alkes reagensia dan gas medis dikirim ke

bagian keuangan oleh distrik rumah sakit untuk pengecekan RKAP, RKO dan

realisasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

3. Dokumen permintaan obat – obatan, alkes, reagensia dan gas medis yang telah

dicek oleh bagian keuangan dikirim ke direksi untuk mendapatkan persetujuan

direksi.

4. Dokumen yang telah disetujui direksi diteruskan ke bagian pengadaan

a. Membuat SPJB/ kontrak unit price pengadaan obat/alkes/regensia dan gas

medis dengan cara merujuk kepada pedoman pengadaan barang dan jasa PTPN

II setiap periode 6 bulan terhadap PBF/Agen tunggal/pabrikan/distibutor yang

dengan lampiran price list dari PBF/Agen tunggal/distributor.

5. Kontrak/SPJB obat – obatan, alkes, reagensia dan gas medis dikirim ke direksi

bagian pengadaan untuk mendapat persetujuan direksi.

6. Kontrak/SPJB obat – obatan, alkes, reagensia dan gas medis yang telah ditanda

tangani direksi dikirim ke bagian pengadaan.

7. Kontrak/SPJB obat – obatan, alkes, reagensia dan gas medis dikirim distrik rumah

sakit oleh bagian pengadaan.

2.1.5 Peran Logistik di Rumah Sakit

Pada defenisi lain dinyatakan bahwa bagian logistik adalah bagian yang

menyediakan barang dan jasa dalam jumlah, mutu dan waktu yang tepat dengan harga

yang sesuai. Dari segi manajemen moderen maka tanggung jawab bagian logistik

lebih diperluas lagu yaitu :

1. Menjaga kegiatan yang dapat memasok material dan jasa secara tidak terputus

(uninterrupted).

2. Mengadakan pembelian inventaris secara bersaing (kompetitif).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

3. Menjadwal investasi barang pada tingkat serendah mungkin.

4. Mengembangkan sumber pasokan yang dapat dipercaya dan alternatif pasokan

lain.

5. Mengembangkan dan menjaga hubungan baik dengan bagian – bagian lain.

6. Melatih dan membina pegawai yang kompeten dan termotivasi dengan baik.

Barang atau bahan – bahan yang sudah disediakan bagian logistik rumah sakit

tersebut tentunya perlu dilakukan invetori control yang bertujuan untuk menciptakan

keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu hasil stock opname

harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu

tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu tahun.

Pengadaan barang yang dalam sehari- hari disebut juga pembelian merupakan

titik awal dari pengendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka

pengendalian akan sulit untuk di kontrol. Pembelian harus menyesuaikan dengan

pemakaian, sehingga ada keseimbangan antara pemakaian dan pembelian.Dalam

pengendalian persediaan terdapat dua jenis keseimbangan, yaitu keseimbangan total

dan keseimbangan komposisi. Keseimbangan total adalah keseimbangan antara

seluruh persediaan dan seluruh permintaan, dengan kata lain antara seluruh pembelian

dengan seluruh penjualan dengan seluruh penjualan secara profesional (Febriawati,

2013).

2.1.6 Budaya Organisasi dalam Manajemen Kesehatan

Budaya organisasi meruapakan suatu kegiatan yang tidak tampak, yang dapat,

menggerakkan orang – orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Secara tidak sadar tiap –tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya

yang akan berlaku di dalam organisasinya.

Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan – tujuan perusahaan,

sebaliknya yang lemah menjadi negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan

– tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilai –

nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagaian

besar para anggota organisasi. Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh

terhadap prilaku dan efektivitas kinerja perusahaan .

Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang

dapat menggerakkan orang – orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas

kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu ruangan mempelajari budaya

yang berlaku di dalam organisasinya. Apalagi bila ia sebagai orang baru supaya dapat

diterima dilingkungan tempat bekerja, ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan

apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa

yang salah, dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan

didalam organisasi tempat bekerja itu, jadi budaya organisasi mensosialisasikan dan

menginternalisasi pada para anggota organisasi (Sutrisno, 2013).

2.2 Manajemen

Manajemen adalah usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara efisien dan

efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan bantuan

orang lain (Seto dkk, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

2.2.1 Manajemen Logistik

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan

mengawasi usaha – usaha dari anggota organisasi dari sumber organisasi lainnya

untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan.Logistik merupakan suatu ilmu

pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penetuan kebutuhan

pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan

material/alat – alat.

Logistik merupakan bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan

bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasionalnya instansi tersebut dalam

jumlah, kualitas dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga

serendah mungkin. Dalam hal ini perlu dihindari terjadinya over promised inter

delivered.

Tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam –

macam material dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang dibutuhkan, dalam

keadaan yang dapat dipakai ke lokasi dimana membutuhkan dengan total biaya yang

terendah (Febriawati, 2013).

2.3 Sistem Manajemen Pelayanan Logistik

Terdiri dari input, proses dan ouput antara lain Input (Masukan) ialah sasaran

dan target sasaran, sumber daya (manusia, sarana, obat, finasial, logistik, teknologi)

dan kebijaksanaan operasional.Input dalam penelitian ini terdiri dari :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

2.3.1. Input

Adapun input dari penelitian ini adalah :

2.3.1.1 Sumber Daya Manusia

Instalasi farmasiharus memiliki apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang

sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan

tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Ketersedian jumlah apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian di rumah sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan kalsifikasi dan

perizinan rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri.

1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi

diklarifikasikan sebagai berikut:

a. Untuk pekerja kefarmasian terdiri dari

b. Apoteker

c. Tenaga teknis kefarmasian

Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari :

a. Operator komputer/ teknisi yang memahami kefarmasian

b. Tenaga administrasi

c. Perkarya/ pembantu pelaksana

2. Persyaratan SDM (Sumber Daya Manusia)

Pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian yang melakukan pelayanan kefarmasian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

harus dibawah suvervisi apoteker. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus

memenuhi persyaratan administrasi seperti yang ditetapkan dalam peraturan

perundang – undangan yang berlaku. Ketentuan terkait jabatan fungsional di

instalasi farmasi rumah sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi farmasi rumah sakit harus dikepalai oleh

seorang apoteker yang merupakan apoteker penanggung jawab seluruh pelayanan

kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi farmasi rumah sakit diutamakan telah

memiliki pengalaman bekerja di instalasi farmasi rumah sakit minimal 3 (tiga)

tahun (Permenkes No 58, 2014).

2.3.1.2 Sarana

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus di dukung oleh

sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang – undangan

kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah

sakit, dipisahkan antara fasilitas untuk penyelanggaraan manajemen, pelayanan

langsung kepada pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi

penanganan limbah(Permenkes No 58, 2014).

1. Sarana Instalasi Farmasi

Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat

menunjang fungsi dan proses pelayanan kefarmasian, menjamin lingkungan kerja

yang aman untuk petugas dan memudahkan sistem komunikasi rumah sakit

(Permenkes No 58, 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di instalasi farmasi, terdiri dari :

1. Ruang kantor/ administrasi

Terdiri dari :

a. Ruang pimpinan

b. Ruang staf

c. Ruang kerja tata usaha

d. Ruang pertemuan

b. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai.

Rumah sakit harus mempunyai ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan habis pakai yang disesuaikan dengan kondisi dan

kebutuhan serta harus memperhatikan kondisi sanitasi, tempratur, sinar/cahaya,

kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan

petugas terdiri dari :

a. Kondisi umum dan khusus untuk ruang penyimpanan

b. Ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai terdiri dari distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit

farmasi)(Permenkes No 58, 2014).

2.4.1 Proses

Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas kehidupan sehari – hari baik

secara langsung maupun tidak langsung. Proses ini tidakkhanya berputar di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

sekitar aktivitas pabrik, juga mempunyai peranan penting dalam kehidupan

bermasyarakat.

Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai

perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran

dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat – alat (Febriawati, 2013).

Adapun proses dalam penelitian ini adalah :

2.4.1.1 Perencanaan Kebutuhan

2.4.1.2 Pengertian

Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan menentukan

jumlah obat dalam rangka pengadaan.

2.4.1.3 Tujuan

Tujuan perencanaan pengadaan obat adalah untuk mendapatkan :

1. Jenis dan jumlah obat yang tetap sesuai kebutuhan

2. Mengahindari terjadi kekosongan obat

3. Meningkatkan penggunaan obat secara nasional

4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat

2.4.1.4 Kegiatan

Kegiatan pokok dalam perencanaan pengadaan obat adalah sebagai berikut :

1. Seleksi/perkiraan kebutuhan

a. Memilih obat yang akan dibeli

b. Menentukan jumlah obat yang akan dibeli

2. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

2.4.1.5 Pemilihan Yang Akan Direncanakan

A. Pemilihan jenis obat

Sesuai dengan keputusan menteri kesehatan RI No.125/Menkes/SK/II/1988

tentang daftar obat esensial nasional 1987 dan keputusan bersama menteri

kesehatan dan menteri dalam negeri no 394/menkes/SK/VII/1981 tentang

pengadaan obat untuk unit pelayanan kesehatan pusat dan daerah, maka

pengadaan dan penggunaan obat – obat di rumah sakit kelas A,B,C,D,

puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan penyakit paru –paru dan pos

obat desa baik milik pemerintah maupun milik swasta harus sesuai dengan jenis

obat yang terhadap dalam daftar obat esensial nasional edisi 1987 (Depkes,

1990).

Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan No. 085/Menkes/PER/I/1989

maka rumahh sakit dan dinas kesehatan daerah tingkat II diwajibkan

menyediakan obat esensial dengan nama generik untuk kebutuhan rumah sakit,

puskesmas dan unit pelaksana teknis lainnya di wilayahnya.

Berdasarkan ketentuan – letentuan tersebut maka disusun daftar jenis obat

untuk unit pelayanan kesehatan anatara lain jenis daftar obat inpres, daftar obat

PHB,daftar obat transmigrasi dan daftar obat generik yang mengacu pada daftar

obat esensial nasional (Depkes, 1990).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

B. Kriteria Pemilihan

Idealnya memilih obat dilakukan setelah mengetahui gambaran pola penyakit

diwilayah kerja masing – masing karateristik pasian yang dilayani maupun

tenaga kesehatan yang melayani pasien.

C. Proses Memilih Jenis Obat

Ada beberapa cara dalam memilih obat. Ada yang dilakukan oleh seorang

petugas, ada yang dilakukan oleh suatu komite yang khusus dibentuk untuk

melaksanakan pemilihan obat. Ada juga mengikutsertakan konsultan

farmakologi. Cara yang paling banyak dipakai yaitu dibentuknya suatu komite

yang terdiri dariberbagai disiplin ilmu antara lain : dokter, perawat, apoteker,

asisten apoteker, petugas administrasi, petugas kesehatan lainnya. Komite ini

ditugaskan untuk memilih obat dan mengevaluasi daftar obat. Keuntungan

dibentunya sebuah komite adalah untuk mencegah keputusan yang sifatnya

subjektif. Pemilihan dapat dilakukan di tingkat pusat atau tingkat propinsi atau

tingkat kabupaten (Depkes, 1990).

2.4.1.6 Metode Konsumsi

Metode konsumsi didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun

sebelumnya. Langkah pelaksanaan perhitungan rencana kebutuhan obat menurut pola

konsumsi adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan dan pengolahan data

2. Analisa data untuk informasi dan evaluasi

3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

4. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana(Depkes, 1990).

2.4.1.7 Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi didasarkan pada data jumlah kunjungan, frekuensi

penyakit dan standar pengobatan yang ada.

Langkah - langkah pokok dalam metode ini adalah :

1. Pengumpulan dan pengelolahan data

a. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.

b. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit.

2. Standar pengobatan

a. Kode International Classsification of diseases ( ICD ) dan nama penyakit.

b. Nama obat ( dalam generik ), kekuatan dan bentuk sediaan

c. Dosis rata-rata

d. Jumlah dosis perhari

e. Lama pemberian

f. Jumlah obat yang diperlukan perepisode

3. Menghitung perkiraan kebutuhan obat

a. Perhitungan jumlah obat kebutuhan setiap obat.

b. Menghitung jumlah masing-masing obat yang diperlukan perpenyakit.

c. Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing obat.

d. Menghitung jumlah kebutuhan obat dengan mempertimbangkan peningkatan

kunjungan kemungkinan hilang, rusak atau kadaluarsa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

e. Menghitung kebutuhan obat yang diprogramkan untuk tahun dengan

mempertimbangkan leadtimedanstok pengaman

f. Menghitung jumlah yang harus diadakan tahun anggaran

g. Menghitung jumlah obat yang dibutuhkan ( langkah perkemasan)

h. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana (Depkes, 1990).

2.4.1.8 Kelebihan dan Kekurangan Metode Kosumsi dan Epidemiologi

A. Metode Konsumsi

a. Kelebihan

1. Data konsumsi akur metode yang paling mudah

2. Tidak memerlukan data episemiologi maupun standar pengobatan

3. Bila data konsumsi lengkap. Pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan

relatif konstan maka kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat

kecil.

b. Kekurangan

1. Data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien yang dapat

diandalkan mungkin sulit diperoleh.

2. Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan

preskripsi.

3. Tidak dapat diandal. Jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan,

obat yang berlebih atau adanya kehilangan.

4. Tidak memerlukan pencatatan data morbiditas yang baik (Depkes, 1990).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

B. Metode Epidemiologi

a. Kelebihan

1. Perkiraan kebutuhan yang mendekati kebenaran

2. Dapat digunakan pada program-program yang baru

3. Standar pengobatan dapat mendukung usaha memperbaiki pola penggunaan

obat

b. Kekurangan

1. Membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil

2. Data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat

penyakit yang tidak termasuk dalam daftar/tidak melapor

3. Memerlukan sestem pencatatan dan pelaporan

4. Pola penyakit dan pola preskripsi tidak selalu sama

5. Dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan insidentil

tidak terpenuhi

6. Variasi obat terlalu luas (Depkes, 1990).

2.4.1.9 Tehnik Manajemen ABC dan VEN

Ada beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi.

A. Analisa ABC

Analisa ABC dilakukan dengan cara mengelompokkan jumlah dana yang diserap

untuk setiap jenis obat dalam 3 kelompok.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

a. Kelompok A :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya

menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.

c. Kelompok B :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaan menunjukkan

penyerapan dana sekitar 20 % dari jumlah dana obat keseluruhan.

d. Kelompok C :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaan menunjukkan

penyerapan dana sekitar 10 % dari jumlah dana obat keseluruhan (Depkes,

1990).

Langkah-langkah menentukan kelompok A,B,C :

a. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara

mengalikan kwantum obat dengan harga obat.

b. Tentukan rangkaiannya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil.

c. Hitung presentase nya terhadap total dana yang dibutuhkan.

d. Hitung kumulasi persennya

e. Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70 %

f. Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi >71% s/d 90%

g. Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi >90% s/d 100%

B. Sistem VEN

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas

adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat

dikelompokkan kedalam 3 kelompok berikut :

a. Kelompok V

adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial (vital).Yang termasuk dalam

kelompok ini antara lain :

- Obat penyelamat (life saving drugs )

- Obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin dll).

- Obat-obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar

(Depkes, 1990).

b. Kelompok E

Adalah obat-obatan penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa

dipergunkan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan

ringan(Depkes, 1990).

Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan :

1. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.

Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas

pengelompokakkan obat menurut VEN

2. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar

diusakanan tidak terjadi kekosongan obat.

Bentuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria

penentuaan VEN. Kreteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menetukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

kreteria perlu mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing

wilayah kerja. Kreteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara

lain :

- Klinis

- Konsumsi

- Terget kondisi

- Biaya (Depkes, 1990).

Langkah-langkah menentukan VEN :

1. Menyusun kriteria menentukan VEN.

2. Menyediakan data pola penyakit.

3. Standar pengobatan.

2.4.1.10 Analisa Data Berkala

1. Pengertian

Data berkala atau disebut juga deret berkala adalah data yang dikumpulkan dari

waktu ke waktu ( bulan ke bulan, tahun ke tahun).

Analisa data berkala dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau dinamika suatu

kegiatan misalnya pemakaian obat di Puskesmas dan Rumah Sakit adalah bersifat

sangat dinamis, dimana selalu terdapat perubahan yang teratur maupun tidak dari

waktu ke waktu akibat pengaruh atau faktor tertentu.Faktor luar yang

mempengaruhi penggunaan obat tersebut tercermin dalam gerakan suatu deret

berkala yang dapat berupa :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

a. Trend adalah suatu gerakan suatu gerakan yang menunjukkan arah

perkembangan secara umum ( kecenderungan menaik/ menurun).

Dari trend sangat berguna untuk membuat ramalan ( forecasting ). Garis trend

dapat dibuat antara lain dengan metode rata-rata, bergerak ( moving average )

dan metode kuadrat terkecuali, seperti diuraikan dibawah ini (Depkes, 1990).

b. Gerakan / variabel siklisadalah gerakan / variasi jangka panjang di sekitar garis

trend ( berlaku untuk data tahunan).

c. Gerakan / variasi musiman (seasonal / variation ) adalah gerakan yang

mempunyai pola tetap dari waktu ke waktu.

d. Gerakan / variasi yang tidak teratur

Yaitu gerakan atau variasi yang bersifat sporadis, misalnya pemakaian oralit

pada wabah diare.

2. Tujuan

Analisa data berkala dapat digunakan dalam :

a. Memperkirakan jumlah kebutuhan obat di masa datang

b. Menetapkan jumlah alokasi obat tertentu untuk setiap unit pelayanan kesehatan.

3. Kegiatan

a. Perhitungan perkiraan jumlah kunjungan

b. Perhitungan jumlah kasus

c. Perhitungan perkiraan jumlah kebutuhan dana atau jumlah penggunaan obat.

d. Perhitungan jumlah kebutuhan berdasarkan pengaruh musiman/gerakan

musiman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

2.5.2 Pengadaan

2.5.2.1 Pengertian

Pengadaan adalah suatu proses untuk pengadaan obat yang dibutuhkan di unit

pelayanan kesehatan.

2.5.2.2 Tujuan

Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dengan mutu yang

tinggi dan dapat diperoleh pada waktu yang tepat.

2.5.2.3 Kegiatan

Walaupun GFK tidak malaksanakan pengadaan obat namun dengan demikian

selutuh proses pengadaan oabt perlu diketahui agar GFK dapat memantau status

pengadaan

Pengadaan adalah suatu siklus yang memerlukan langkah – langkah yang

beruntun, langkah – langkah dalam siklus tersebut adalah :

a. Memilih metode pengadaan

b. Memilih Pemasok Dan Dokumen Kontrak

c. Pemantauan Status Pesanan

d. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat(Depkes, 1990).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

2.6 Output

Output adalah hasil dari aktifitas, kegiatan atau pelayanan dari sebuah

program yang diukur dengan menggunakan takaran volume/banyaknya. Output dari

penelitian adalah ketersediaan obat sesuai dengan perencanaan yaitu ada atau tidak

stok obat di dalam gudang farmasi rumah sakit tersebut (Supryanto, 2012).

2.7 Landasan Teori

Landasan Teori Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka

dapat dirumuskan beberapa landasan teori untuk penelitian pengelolaan obat.

Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit (2008) serta

Standar Pelayanan Farmasi (2014), menjelaskan bahwa Adapun siklus manajemen

obat adalah terdiri perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi, seperti pada

gambar siklus berikut ini:

Perencanaan

Pendistribusian Pengadaan

Penyimpanan

Gambar 2.1 Siklus Manajemen Obat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

2.8 Kerangka Berfikir

Adapun kerangka fikir dalam penelitian meliputi input, proses, output

(Supriyanto dkk, 2012) adalah :

Input :
Sumber Daya Manusia Proses : Output :
Sarana Perencanaan Ketersediaan obat sesuai
Pengadaan dengan perencanaan

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir

Berdasarkan kerangka berpikir ini dapat dijelaskan analisis manajemen

pengelolaan obat di RS. G. L Tobing yang ditinjau dari input terdiri dari sumber daya

manusia, sarana.Proses terdiri dari perencanaan dan pengadaan maupun ouput yaitu

ketersediaan obat sesuai dengan perencanaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan kualitatif dimana penelitian kualitatif adalah penelitin untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi,

motivasi, tindakan dan lain – lain secara holistikdan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata – kata atau bahasa pada suatu konteks khusus secara alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah(Moleong, 2013). Jenis penelitian ini

dimaksud untuk memperoleh data – data secara mendalam tentang analisis

pengelolaan obat di RS G. L Tobing.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian dilakukan di instalasi farmasi RS. DR. GL. Tobing Tanjung Morawa.

Dalam pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah :

1. Belum pernah ada penelitian dengan topik yang sama pada lokasi penelitian ini.

2. Manajemen pengelolaan obat di rumah sakit ini belum sesuai dan tidak melalukan

perencanaan yang sesuai dengan standart pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei Tahun 2016

di RS Dr G L Tobing Tanjung Morawa. Perencanaan penelitian ini dimulai dari

persetujuan judul penelitian, survei pendahuluan, tinjauan pustaka, penelitian

lapangan dan menganalisis data yang telah diperoleh selama pengumpulan data.

3.3 Sumber Informasi Penelitian

Penentuan sumber informasi pada penelitian ini menggunakan metode

purposive. Selama pengumpulan data ini yang menjadi sumber informasi berjumlah

empat orang yaitu kepala instalasi farmasi, asisten apoteker kepala, asisten apoteker

dan kepala pengadaan obat di RS Dr G L Tobing Tajung Morawa adalah sebagai

berikut :

1. Kepala instalasi farmasi rumah sakit

Karateristik informan 1 :

1. Nama apoteker : Dra. Z Tati Hurustiati, Apt.

- Jabatan :

1. Kepala dinas pelayanan medis dari tahun 2010 sampai dengan sekarang.

2. Kepala divisi penunjang medis dari tahun 2008 sampai dengan sekarang.

3. Kepala instalasi farmasi dari tahun 2008 sampai dengan sekarang.

- Lama bekerja : 28 Tahun

- Umur : 54 tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

2. Tim Perancanaan obat

Perencanaan obat di RS Dr G L Tobing Tajung Morawa dilakukan oleh asisten

apoteker kepala, asisten apoteker dan di pimpin oleh kepala instalasi farmasi.

Adapun karateristik informan dalam perencanaan:

- Karateristik informan 2

1. Asisten apoteker Kepala/kepala perencanaan: Ernawati br Karo

Lama kerja : 33 tahun

Umur : 51 tahun

- Karateristik informan 3

2. Asisten apoteker/ asisten perencanaan : Armayati Br.Nasution

Lama bekerja : 27 tahun

Umur : 48 tahum

3. Kepala Pengadaan RS Dr G L Tobing Tajung Morawa (pembeliancito)

- Karateristik responden 4

Kepala pegadaan obatcito : Hartanto, SE

Jabatan : Kadiv.TU/SDM/Umum/Pemasaran dari tahun 2014 sampai dengan

sekarang.

Lama kerja : 16 Tahun

Umur : 39 Tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penlitian ini meliputi data primer dan data skunder

(Sugyono, 2012).

Adapun teknik – teknikyang digunakan antara lain :

a. Observasi

Observasi dilakukan langsung di instalasi farmasi rumah sakit. Observasi

dilakukan untuk mengamati sumber daya yang tangible (dapat dilihat secara

fisik).

b. Wawancara mendalam (depth interview)

Wawancara dilakukan secara mendalam dengan panduan wawancara yang akan

dilakukan terhadap infoman. Wawancara mendalam dilakukan secara bebas

terkontrol artinya wawancara dilakukan secara bebas, sehingga data yang

diperoleh adalah data yang luas dan mendalam, tetap masih memperlihatkan

unsur-unsur terpimpin yang memungkinkan masih terpenuhinya prinsip –

prinsip komparabilitas dan reabilitas secara langsung dapat diarahkan dan

memihakpada persoalan yang teliti.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang ditujukan untuk

memperoleh rekaman – rekaman yang memperkuat informasi. Dokumentasi

meliputi dokumen – dokumen serta rekaman antara peneliti dengan informan.

1. Pengumpulan data sekunder akan dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit

dengan melakukan penelusuran dokumen farmasi rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

3.5 Defenisi Istilah

Definisi istilah pada penelitian ini disusun berdasarkan permasalahn dan kerangka

pemikiran yang dibuat :

1. Sumber daya manusia adalah Tenaga kesehatan di instalasi Farmasi Rumah Sakit

Dr G L Tobing

2. Sarana adalah Fasilitas yang ada di InstalasiFarmasi di Rumah Sakit Dr G L

Tobing.

3. Perencanaan obat adalah merencanakan obat di rumah sakit untuk kebutuhan

pasien

4. Pengadaan obat adalah menyediakan obat untuk seluruh kebutuhan rumah sakit.

3.6 Metode Analisa Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriftif kualitatif, dengan lebih banyak

bersifat uraian dari hasil wawancara dan hasil observasi. Data yang diperoleh akan

dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dengan bentuk deskripsi. Teknik analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini (Bungin, 2007), yaitu :

1. Pengumpulan data (data collection), merupakan bagian yang intergral dari

kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah

dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi.

2. Reduksi data (data reduction), di artikan sebagai penyerderhanaan data kasar

yang muncul dari catatan – catatan tertulis dilapangan. Reduksi dilakukan

sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, menelusuri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

tema, membuat gugusan, menulis memo dan sebagainya dengan maksud

menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

3. Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Penyajian data

kulaitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Pemyajiannya juga dapat

dibentuk tabel dan bangan.

4. Verifikasi dan penegasan kesimpulam (conclution drawing and verification),

merupakan kegiatan akhir dari analisa data.penarikan kesimpulan berupa

kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.

Berdasarkan keterangan diatas, maka setiap tahap proses penelitian dilakukan

untuk mendapat keabsahan informasi dengan menelusuri suruh data yang ada

dari sumber informasi yang telah ditetapkan, dokumen, gambar, foto dan

sebagaimananya melakui metode wawancara mendalam dan didukung juga

dengan hasil observasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian diperlukan untuk memberikan pemahaman

tentang lokasi penelitian. Gambaran umum tersebut meliputi keadaan geografis,

sejarah dan visi misi rumah sakit.

4.1.1 Sejarah RS Dr. G. L Tobing Tanjung Morawa

Rumah sakit Dr G L Tobing atau disingkat menjadi Rumah sakit Dr G L

Tobing dan familiar sebagai Rumah sakit Dr G L Tobing adalah sarana kesehatan

milik PT. Perkebunan Nusantara II yang didirikan pada tahun 1882 pada zaman

penjajahan belanda oleh perusahaan perkebunan Senembah Maatschappij dengan

nama Hospital De Tanjung Morawa.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perusahaan Senembah

Maatschappij menjadi milik pemerintah Indonesia dan mengalami beberapa kali

perubahan nama. Nama yang pernah digunakan antara lain adalah PNP II yang

kemudian pada tahun 1969 berubah menjadi PT. Perkebunan II Tanjung Morawa.

Hospital De Tanjung Morawa turut mengalami beberapa kali perubahan nama

terakhir menjadi Rumah Sakit Dr G L Tobing PNP II Tanjung Morawa.

Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Nomor II.0/KPTS/3/1969 yang

ditandatangani Direktur Utama PT. Perkebunan II kala itu Bapak MD Nasution nama

Rumah Sakit PNP II Tanjung Morawa.

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37

Penggabungan antara PT. Perkebunan II dengan PT. Perkebunan IX menjadi PT.

Perkebunan Nusantara II (Persero) atau PTPN II pada 11 Maret 1996 dengan

sendirinya Rumah sakit Dr G L Tobing menjadi unit dari PT. Perkebunan Nusantara

II (Persero).

Dalam perkembangannya rumah sakit dilingkungan PTP. Nusantara II

menjadi kegiatan usaha penunjang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber

daya yang memiliki PTP. Nusantara II. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-69248.AH.01.02

Tahun 2008 tentang persetujuan akta perubahan anggaran dasar perseroan dan

anggaran dasar rumah tangga PTP. Nusantara II (Persero) yang sebagaimana

tercantum dalam akte notaris Nur Muhammad Dipo Nusantara Pua Upa, SH Nomor

33 Tanggal 13 Agustus 2008 tentang pernyataan keputusan pemegang saham

perusahaan perseroan (Persero) PTP. Nusantara II.

Rumah sakit Dr G L Tobing sebagai salah satu milik PTP. Nusantara II yang

semua didirikan khusus untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan dan

pensiunan PTPN II beserta batih/keluarga. Namun sebagai rumah sakit yang berada

dibawah naungan sebuah BUMN Rumah sakit Dr G L Tobing juga ikut berpartisipasi

aktif dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang seluas –

luasnya kepada masyarakat disekitarnya baik itu masyarakat umum maupun

masyarakat indrustri.

Pada awal tahun 2012 direksi PTP. Nusantara II (Persero) mengeluarkan

kebijakan untuk menghentikan operasi salah satu rumah sakitnya yaitu Rumah Sakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Tembakau Deli (RSTD) Medan dan menggabungkan operasionalnya dengan Rumah

sakit Dr G L Tobing (RSGLT). Dengan berhenti beroperasinya RSTD (Rumah Sakit

Tembakau Deli) maka seluruh kegiatan dari RSTD yang selama ini telah berjalan kini

dipindahkan ke RSGLT Tobing. Penggabungan ini mengharuskan RSGLT pun

bertambah dengan kehadiran beberapa layanan yang selama ini dilaksanakan di

RSTD (Rumah Sakit Tembakau Deli).

4.1.2 VisidanMisi

4.1.2.1 Visi

Dinamis, UngguldanTerpercaya

4.1.2.2 Misi

1. Melaksanakan manajemen rumah sakit yang profesional, transparan, jujur dan

adil

2. Mengutamakan dan meningkatkan kualitas pelayanan yang professional

3. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat dan tenaga kesehatan

yang berada di sekitar rumah sakit untuk memanfaatkan fasilitas layanan yang

tersedia.

4. Mengembangkan jenis pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dan lingkungan terhadap pelayanan promotif, preventif, kuratif,

dan rehabilitatif sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada masyarakat luas.

6. Meningkatkan kesejahteraan karyawan rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

4.1.2.3 Tujuan

Menjadikan rumah sakit sebagai pilihan utama pelayanan kesehatan bagi

masyarakat perkebunan dan sekitarnya.

4.1.2.4 Strategi

1. Mengembangkan pusat pelayanan kesehatan dengan pelayanan

unggulan yang berfokus pada keselamatan pasien

2. Mengembangkan manajemen rumah sakit secara mandiri dan transparan

dengan menciptakan budaya perusaahan yang dinamis, proaktif terhadap

perubahan serta memiliki tata nilai yang berbasis etika profesi dan

tanggung jawab sosial.

3. Mengembangkan mutu sumber daya manusia yang profesional dan

kompeten dibidangnya.

4. Optimal seluruh kopetensi sumber daya dan usaha untuk meningkatkan

kinerja perusahaan serta kesejahteraan pekerja dan masyarakat sekitar.

5. Menyelanggarakan pelayanan kesehatan yang ramah lingkungan

4.1.2.5 Motto

Kami peduli kesehatan anda (we care for your health).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

4.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Dr G L Tobing

Kepala Rumah
Sakit

Kepala Dinas Kepala dinas


Pelayanan tata usaha
Kesehatan

KA. Devisi
KA. Devisi
Umum
Pelayanan Medis

KA. Divisi
KA. Devisi Instalasi SDM
Penunjang Medis
farmasi

KA. Devisi
keperawatan

Gambar 2.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit Dr G L Tobing

4.2.1 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr G L Tobing

Instalasi farmasi harus memilki apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang

sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Ketersediaan jumlah tenaga apoteker dan tenaga

teknis kefarmasian di rumah sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan

perizinan rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri.

Adapun sumber daya manusia di instalasi farmasi di Rumah sakit Dr G L

Tobing terdiri dari :

a. Untuk pekerjaan kerfarmasian terdiri dari :

1. Apoteker : 1 orang

2. Asisten apoteker : 2 orang

b. Untuk pekerja penunjang terdiri dari :

1. Operator komputer/teknisi yang memahami kefarmasian : 1 orang

2. Tenaga administrasi : 3 orang

3. Perkarya/ pembantu pelaksana : 6 orang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber daya manusia di instalasi RS Dr.

G L Tobing Tanjung Morawa sangat tidak memadai, disimpulkan bahwa hanya

terdapat satu apoteker untuk melakukan seluruh kegiatan kefarmasian yang lainya.

Hal ini berbeda jauh dengan peraturan menteri kesehatan no 58 tahun 2014, bahwa

dalam sistem kefarmasian rawat inap idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan

rasio 1 (satu) apoteker untuk 30 pasien dan pada rawat jalan idealnya dibutukan

tenaga apoteker dengan rasio 1 (satu) apoteker untuk 50 pasien. Adapun untuk

diruangan tertentu dibutuhkan satu orang apoteker dalam hal ini Rs Dr G L Tobing

Tanjung Morawa merupakan rumah sakit BUMN, hal yang terkait pada rasio

apoteker dalam instalasi farmasi rumah sakit ini tidak mengikuti peraturan yang ada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

dimana rumah sakit ini masih menganut pada sistem sentralisasi dimana rumah sakit

masih tergolong rumah sakit kecil, dari pada itu diharuskan kepada sumber daya

manusia di rumah sakit harus berkerja lebih optimal agar manajemen perencanaan

sesuai dengan standart.

4.2.2 Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit Dr G L Tobing

Fasilitas pelayanan yang ada di Rumah Sakit Dr. G. L Tobing Tanjung

Morawa yaitu :

A. Pelayanan medis terdiri dari:

1. Instalasi rawat jalan

2. Instalasi rawat inap

3. Instalasi perwatan intensif

4. Instalasi gawat darurat

5. Instalasi bedah

6. Instalasi hemodialisa

B. Pelayanan penunjang

1. Layanan farmasi

2. Laboratorium

3. Radiologi

4. BDRS (bank darah rumah sakit)

5. Fisiotrapi

6. Gizi

7. Kamar jenazah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

C. Fasilitas lainnya

1. Rekam medik

2. Administrasi/keuangan

3. Ambulans

4. Tempat parkir

5. Kantin

6. Musholla

7. Halaman bermain

8. Joglo (ruang tunggu)

9. Instalasi Pengelolaan Air limbah (IPAL)

Hasil penelitian menunjukan bahwa fasilitas di RS Dr. G L Tobing Tanjung

Morawa sudah cukup memadai dan sesuai dengan standart rumah sakit, terhitung

rumah sakit tersebut yaitu rumah sakit yang terakreditasi.

4.2.3 Sarana di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr G L Tobing.

Fasilitas ruangan harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat

menunjang fungsi dan proses pelayanan kefarmasian, menjamin lingkungan kerja

yang aman untuk petugas dan memudahkan sistem komunikasi rumah sakit, adapun

sarana instalasi farmasi adalah :

a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan farmasi di instalasi farmasi terdiri

dari :

1. Ruang pimpinan instalasi farmasi

2. Ruang staf kefarmasian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

3. Ruang pengadaan

4. Ruang kerja/administrasi tata usaha

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana di instalasi kefarmasian

RS Dr. G L Tobing Tanjung Morawa sudah baik. Dimana sarana

kefaramasian sudah cukup memiliki ruangan kefarmasian akan tetapi dari

hasil observasi masih ada kejangalan yaitu dalam proses pengadaan ruangan

tim mengadaan tidak menyatu di dalam ruangan di instalasi farmasi, dimana

ruangan pengadaan terdapat di ruangan tata usaha, pengadaan yang dimaksud

adalah pengadaan secara cito, pengadaan obat yang keseluruhan dilakukan di

kantor direksi PTPN II.

4.3 Data Khusus Instalasi Farmasi

4.3.1 Struktur Organisasi

Berdasarkan SK Menkes RI No 547/MenKes/VI/94 instalasi farmasi

merupakan fasilitas kegiatan peracikan, penyimpanan, penyaluran obat – obatan dan

bahan kimia, serta penyimpanan dan penyaluran alat kedokteran alat perawatan dan

alat kesehatan. Adapun struktur organisasi di instalasi farmasi RS Dr G L Tobing

Tanjung Morawa :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Kepala instalsi farmasi

Asisten apoteker kepala

Penangung jawab PJ. Rawat inap dan PJ Rawat jalan,


perbekalan farmasi farmasi klinis pelayanan terpadu dan
farmasi klinik

Perencanaan

Penerimaan

Penyimpanan

Pendistribusian

Gambar 2.4 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi

4.3.2 Perencanaan Obat

Sumber informasi tentang perencanaan kebutuhan obat dalam penelitian ini

didasarkan pada analisa kualitatif dari sejumlah pertanyaan terbuka yang sudah

disiapkan. Informasi tentang seluruh pertanyaan berikut diperoleh dari seluruh

informan yang ada di instalasi farmasi di RS Dr. G. L Tobing. Hasil penelitian dapat

dijabarkan pertanyaan sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Hasil wawancara mendalam tentang bagaimana prosedur tahapan perencanaan obat di

RS Dr G L Tobing, dijabarkan oleh sumber informasi 1 (kepala instalasi farmasi),

sumber informasi 2 (asisten apoteker kepala), sumber informasi 3 (asisten apoteker),

sebagai berikut:

“setiap ruangan pelayanan harus menyusun daftar kebutuhan obat dengan


memperhatikan data konsumsi serta data jumlah stok yang ada. Daftar kebutuhan
tersebut dikirim ke asisten apoteker kepala, selanjutnya asisten apoteker kepala
instalasi merekap seluruh usulan ruangan – ruangan tersebut yang dibantu oleh
asisten apoteker kepala, sesudah itu diusulkan kepada kepala instalasi farmasi,
setelah itu kepala instalasi farmasi melakukan penganggaran, setelah hal- hal
tersebut dilengkapi maka pelaporan tersebut di tanda tangani oleh direktur, setelah
itu lalau diberikan ke kantor distrik PTPN II untuk melakukan pengadaan”.
(informan 1 : Kepala instalasi farmasi).
“Perencanaan kebutuhan obat oleh tim perencanaan obat yaitu apoteker, asisten
apoteker kepala dan asisten apoteker. seharusnya ada tim yang melakukan
perencanaan obat tetapi disini hanya ada satu apoteker jadi semua merangkap
untuk melakukan perencanaan, awalnya saya meminta keruangan daftar untuk
kebutuhan obat, kemudian di lakukan perencanaan di lihat juga dari stok yang ada
di gudang obat, setelah itu dilakukan perenanaan dan setelah selesai diberikan
kepada kepala instalasi farmasi untuk melakukan penganggaran”(informan 2 :
asisten apoteker kepala).
“Perencanaan kebutuhan obat pasti anggaran dilakukan setiap tahunnya,
prosesnya diawali dengan mengumpulkan data dari setiap ruangan, barang atau
obat apa saja yang ada di daftar penyusuanan perencanaan obat , kemudian
apoteker keruang- ruangan untuk mengambil catatan yang telah dibuat dari
ruangan, setalah itu asisten Apoteker kepala dan asisten apoteker melalakukan
perencaanaan”. (informan 3: asisten apoteker).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam tesebut diatas, maka disimpulkan

dalam proses tahapan prosedur perencanaan kebutuhan obat :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Kebutuhan Asisten Ka. Direktur


ruangan apoteker Instalasi
kepala farmasi

Proses Kantor
tender pengadaan
distrik PTPN
II

Gambar 2.5 : Alur Prosedur Tahapan Perencanaan Obat di RS Dr G L Tobing

Hasil penelitian menyebutkan bahwa metode apa yang digunakan dalam

perencanaan obat, sumber informasi mengungkapkan bahwa motode yang digunakan

dalam perencanaan obat di RS Dr G L Tobing sebagai berikut:

“Metode yang dilakukan di rumah sakit ini kombinasi yaitu dilakukan dengan cara
konsumsi dan epidemiologidan pengalaman yang lalu dan dilihat dari stok
juga”(informan 1 : kepala instalasi farmasi).
“Disini untuk perencanaan obat dilakukan dari permintaan dari ruangan – ruangan,
kemudian kita lihat juga penyakit apa yang terbayak pada bulan ini. seperti itu
dilakukan perencanaan di rumah sakit ini, rumah sakit ini belum ada tim khusus
untuk melihat dengan cara metode epidemiologi. (informan 2 : asisten apoteker
kepala)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit DR G L Tobing belum

menggunakan metode dalam proses perencanan obat, terlihat dari hasil observasi

bahwasanya dalam prose perencanaan dilakukan atas dasar permintaan diruangan ke

ruangan penyimpanan obat.

Hasil penelitian analisis apa yang digunakan dalam perencanaan obat, sumber

informasi mengungkapkan bahwa yang digunakan dalam perencanaan obat adalah

sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

“Belum, karna belum sempat dan masih kekurangan pekerja untuk disini, jadi
dalam proses ABC belum dilakukan”( informan 1 : kepala instalasi farmasi).
“Disini dalam perencanaan belum memakai analisis ABC perencanan masih
mengunkan pendataan dan permintaan dari ruangan – ruanagan” (informan 2 :
asisten apoteker kepala).

Hasil penelitian disimpulkan bahwa proses perencanaan tentang analisa ABC

tidak dilakukan di instalasi farmasi dirumah sakit ini.

Hasil penelitian menujukan makna tahapan prosedur perencanaan obat

dilakukan demgan cara setiap ruangan menyusun daftar perencanaan kepada asisten

apoteker selanjutnya asisten apoteker membuat laporan perencanaan kemudian

dilaporkan kepada kepala instalasi farmasi, setalah itu kepala instalasi membuat

anggaran obat yang ditandatangani dan diketahui oleh direktur kemudian setelah

laporan selesai dan pembuatan anggaran selesai maka diberikan ke kantor distrik

bagian pengadaan untuk melakukan pengadaan dan distrik melakukan dengan proses

tender. Yang telah direncanakan untuk metode digunakan di rumah sakit Dr G L

Tobing belum menggunakan metode dalam proses perencanaan dan belum

menggunakan analisa ABC dapat telihat dari hasil observasi, proses perencanaan

dilihat dari pendataan ataupun permintaan dari ruangan.

Peneliti menilai bahwa proses perencanaan di rumah sakit Dr G L Tobing belum

cukup mendukung manajemen perencanaan obat di rumah sakit Dr G L Tobing

Tanjung Morawa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

4.3.3 Pengadaan Obat

Dari hasil data sekunder, dalam sistemdan prosedur pengadaan obat di rumah

sakit adapun alurnya yaitu :

Direksi

Rumah sakit Distrik R.S Pengadaan


1dce Keuangan

PBF/pabrikan/ke
agenan

Gambar 2.6 Alur pengadaan di Rumah Sakit Dr G L Tobing

Penjelasan Alur :

1. Anggaran obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis dalam bentuk DPBB

(daftar permintaan barang- barang) per 6 (enam) bulan diajukan oleh rumah

sakit kebun ke distrik rumah sakit.

Tugas distrik Rumah sakit :

- Memeriksa DPBB obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis rumah

sakit/kebun untuk pengecekan RKAP, RKO, urgensianya dan realisasi yang

telah dipakai.

- Meneruskan dokumen yang dikoreksi ke bagian keuangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

2. Dokumem permintaan obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis dikirim ke

bagian keuangan oleh distrik rumah sakit untuk penegecekan RKAP, RKO

dan realisasi

3. Dokumen permintaan obat obatan, alkes, reagensia dam gas medis yang telah

dicek oleh bagian keuangan dikirim ke direksi untuk mendapat persetujuan

direksi.

4. Dokumen yang telah disetujui direksi diteruskan ke bagian pengadaan.

Tugas bagian pengadaan :

- Membuat SPJB/ kontrak unit price pengadaan obat/alkes/reagensia dan gas

medis dengan cara menujuk kepada pedoman pengadaan barang dan jasa

PTPN II setiap periode 6 (enam) bulan terhadap PBF/Agen tunggal/

pabrikan/distibutor yang dengan lampiran price list dari PBF/agen

tunggal/distributor.

5. Kontak /SPJB obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis dikirim ke direksi

oleh bagian pengadaan untuk mendapat persetujuan direksi.

6. Kontrak/SPJB obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis yang telah ditanda

tangani oleh direksi dikirim ke bagaian pengadaan.

7. Kontrak/SPJB obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis dikirim ke direksi

rumah sakit oleh bagian pengadaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Tugas distrik rumah sakit :

1. Membuat permintaan penawaran lokal (PPL) atas predisksi kebutuhan obat

setiap 3 (bulan) disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit dan poliklinik

kebun dengan mengacu kepada formularium.

2. Membuat OPL (Order Pembelian Lokal) yang disesuaikan dengan price list.

- Khusus untuk obat-obatan yang bersifat cito ataupun obat tidak tersedia di

PBF yang telah terkait dalam kontrak/SPJB rumah sakit dapat mengadakan

pemesanan obat dengan ditujuk (berdasarkan kontrak apotik dengan distrik).

Dari hasil penelitian dari data sekunder menujukan tentang pengadaan

kebutuhan obat tidak dilakukan oleh rumah sakit tetapi dilakukan oleh distrik PTPN

II.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa siapa yang melakukan pengadaan

sumber informasi mengungkapkan yang melakukan pengadaan obat di RS Dr G L

Tobing sebagai berikut

“Yang melakukan pengadaan distrik, karna rumah sakit ini masih unit dari PTPN
II” (informan 1 : kepala instalasi farmasi)
“Pengadaan keseluruhan dilakukan oleh distrik, bagian pengadaan di rumah sakit
hanya melakukan pengadaan yang bersifat cito, dalam hal ini proses pengadaan di
rumah sakit ada dua metode”.(informan 4: kepala pengadaan obat rumah sakit
dalam pembelian cito)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit DR G L Tobingproses

pengadaan ini masih dilakukan oleh distrik di PTPN II

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Hasil penelitian menyebutkan berapa jumlah sumber daya manusia di

pengadaan obat, sumber informasi mengungkapkan yang melakukan pengadaan obat

di RS Dr G L Tobing sebagai berikut:

“Sumber daya manusia pengadaanobat di rumah sakit ini hanya tiga orang yaitu
saya sebagai kepala dinas tata usaha menyangkut keuangan, pengadaan obat –
obatan dan umum dan ada dua rekan lagi dibawah saya, proses pengadaan rumah
sakit Dr G L Tobing hanya pemesanan cito” (informan 4: kepala pengadaan obat
rumah sakit dalam pembelian cito).

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut diatas, maka disimpulkan

bahwa Sumber daya manusia dalam proses pengadaan di RSGLT berjumlah tiga

orang, Pengadaan obat di RSGLT hanya melayani untuk pemesanan cito. Pengadaan

obat keseluruhan dilakukan oleh distrik.

Hasil penelitian menyebutkan bagaimana proses tahapan pengadaan obat,

sumber informasi mengungkapkan yang melakukan pengadaan obat di RS Dr G L

Tobing sebagai berikut

“Sistem pengadaan di rumah sakit Dr G L Tobing ini ada dua sistem yang pertama
sistem DPBB (daftar permintaan barang barang) yang dikelola oleh distrik dan
yang kedua sistem pengadaan cito dalam istilah rumah sakit yang dikelola oleh
pengadaan di RS Dr G L Tobing, dilakukan cito diakibatkan karna ada
keterlambatan dari distrik atas pemasokan obat – obatan”.
“Terdapat dua sistem pengadaan tadi, karena sering terjadi keterlambatan dari
distrik untuk mengirim obat sedangkan pasien dirumah sakit banyak dan juga
sekarang rumah sakit bekerja sama dengan pihakBPJS ini, jadi pasien semakin
bertambah tetapi obat dari distrik belum turun, maka pihak rumah sakit mengabil
keputusan bahwasanya dilakukan pembelian obat secara cito..(informan 4: kepala
pengadaan obat).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut diatas, maka disimpulkan

bahwa proses pengadaan di RSGLT terdapat dua sistem dimana sistem pertama yaitu

DPBB yang dikelola distrik, sistem kedua yaitu sistem pengadaan cito.

Hasil penelitian menyebutkan apakah proses pengadaan dilakukan secara e-

catalouge dan e- purcheshing, sumber informasi mengungkapkan proses pengadaan

obat di RS Dr G L Tobing sebagai berikut

“Belum dilakukan, distrik melakukannya dengan proses tender dan ada provider
rekannya. ini lah permasalahannya, jadi karna birokrasi terlalu banyak di sistem
pengadaan di lakukan bukan di sini tetapi di direksi jadi sebenarnya kami ini
banyak sekali rugi yang dominan karena obat, tapi ada lagi kerugian yang lainnya
tetapi paling banyak itu dikarenakan obat”, sebelumnya kami juga sudah
memberiahukan kepada distrik untuk hal ini, tetapi belum ada tanggapan. Apalagi
di era BPJS ini pasien BPJS disini sangat banyak, besar biaya pelayanan kesehatan
untuk pasien BPJS sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit
RSGLT masih sangat tinggi dan mengakibatkan secara bisnis juga membuat
perusahaan belum mencapai profit yang optimal, hal ini disebabkan karena harga
obat yang cukup relatif mahal.hal yang paling membuat tidak kompetitif tersebut
adalah dari segi pengeluaran biaya untuk obat peserta BPJS yang sangat tinggi
(mempedomani sesuai Surat Edaran Direksi Nomor : II.0/SE/03/I/2008 Tanggal 09
Januari 2008 Perihal : sistem dan prosedur pengadaan barang dan jasa di rumah
sakit mengacu kepada PERMENKES nomor 63 Tahun 2014 Tertanggal 5
Septemver 2014 Perihal pengadaan obat berdasarkan E-Cataloge maka pihak
perusahaan dapat lebih mengefesienkan pembelian obat tersebut cukup signifikan
yang berkisar 40%-60% dari harga reguler/umum, jadi kondisi ini haruslah
dilakukan perubahan sistem dan prosedur pengadaan obat agar perusahaan lebih
dapat mengoptimalkan pendapatan dan menggurangi resiko dari kemungkinan
kerugian mengingat harga pengadaan obat yang dilakukan saat ini masihlah relatif
tinggi (informan 4: kepala pengadaan obat dirumah sakit dalam pembelian cito).

Hasil penelitian menujukna bahwa dirumah sakit RSGLT belum melakukan

pengadaan secara e-purchesing. Dimana pengadaan masih dilakukan oleh distrik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

PTPN II kemudian distrik melakukan pengadaan melalui proses tender dengan

rekanan yang berkerja sama dengan PTPN II. Dikarenakan belum memakai e-

purchesing dengan juga banyaknya pasien BPJS maka terjadi kerugian dan juga

sering terjadi pembelian cito. Dalam proses ini pihak rumah sakit sudah memberikan

arahan kepada pihak direksi tentang hal ini, tetapi belum ada tanggapan untuk hal

terkait .Jadi proses pengadaan di rumah sakit masih memakai dua sistem hingga

sampai sekarang.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa ketersediaan obat sesuai dengan

perencanann, sumber informasi mengungkapkan di RS Dr G L Tobing sebagai

berikut :

“Karena ada dua sistem lalu distrik pun melakukan pengadaan sering lewat waktu
dan kemungkinan ada obat yang disalur oleh distrik ke gudang obat, maka
ketersedian obat pun juga tidak sesuai dengan perencanaan, lalu kemudian sering
juga terjadi waktu tunggu dalam pendistribusian, hal ini lah dilakukan pembelian
cito. Maka sering terjadi seperti ini maka nantinya akan merusak kualitas
pelayanan kepada pasien” (informan 1 : kepala instalasi farmasi, informan 2 :
asisten apoteker kepala)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut diatas, maka disimpulkan

bahwa dirumah sakit dalam proses pengadaan di distrik sering terjadi keterlambatan

maka mengakibatkan ketersediaan obat tidak sesuai dengan perencanaan. Hal ini bisa

mengakibatkan waktu tunggu dan menggangu pada kulaitas pelayanan di rumah sakit.

Hasil penelitian menujukan makna tahapan prosedur pengadaan obat dilakukan bukan

di rumah sakit melainkan di distrik PTPN II, sumber daya manusia proses pengadaan

berjumlah tiga orang, adapun prosedur tahapan pengadaan terdapat dua sistem yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

daptar permintaan barang barang dan pembelian cito, yang dilakukan distrik adalah

pengadaan yang bersifat keseluruhan dan yang dilakukan dirumah sakit yaitu

pembelian obat yang diakibatkan karena kekosongan obat di gudang obat. Dalam hal

ini rumah sakit dalam pengadaan belum melakukan secara e-purchesing. Dimana hal

ini yang menjadi permasalahan yang mengakibatkan kerugian pada pihak rumah

sakit. Dalam hal ini juga dalam proses ketersedian obat sesuai dengan kebutuhan

masih belum tercukupi dikarenakan seringnya tidak tepat waktu oleh distrik dalam

menyuplai obat di sudah dilakukan perencanaan.

Peneliti menilai bahwa proses pengadaan di rumah sakit Dr G L Tobing

belum sesuai manajemen pengadaan obat di rumah sakit Dr G L Tobing Tanjung

Morawa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Sumber Daya Manusia RS Dr G L Tobing

Instalasi farmasiharus memiliki apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang

sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan

tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Ketersedian jumlah apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian di rumah sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan

perizinan rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri.Berdasarkan pekerjaan yang

dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi diklarifikasikan yaitu untuk pekerja

kefarmasian terdiri dari : Apoteker, Tenaga teknis kefarmasian. Untuk pekerjaan

penunjang terdiri dari : Operator komputer/ teknisi yang memahami kefarmasian,

tenaga administrasi, perkarya/ pembantu pelaksana.

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam

penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang sesuai

dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.

Persyaratan SDM (Sumber Daya Manusia), Pelayanan kefarmasian harus

dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian

yang melakukan pelayanan kefarmasian harus dibawah suvervisi apoteker. Apoteker

dan tenaga teknis kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang

ditetapkan dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku. Ketentuan terkait

jabatan fungsional di instalasi farmasi rumah sakit diatur menurut kebutuhan

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58

organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi farmasi rumah sakit

harus dikepalai oleh seorang apoteker yang merupakan apoteker penanggung jawab

seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi farmasi rumah sakit

diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di instalasi farmasi rumah sakit

minimal 3 (tiga) tahun (Permenkes No 58, 2014).

Dalam perhitungan jumlah apoteker berdasarakan beban kerja pada pelayanan

kefarmasian dirawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan

farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan

obat, rekonsilisasi obat, pemantauan terapi obat, pemberian informasi obat, konseling,

edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 apoteker

untuk 30 pasien(Permenkes No 58, 2014).

Perhitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan

kefarmasian dirawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi manejerial dan pelayanan

farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat, pencatatan

penggunaan obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutukan tenaga apoteker dengan

rasio 1 apoteker untuk 50 pasien.

Selain kebutuhan apoteker untuk pelayanan kefarmasina rawat inap dan rawat

jalan, maka kebutuhan tenaga apoteker juga diperlukan untuk pelayanan farmasi yang

lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit produksi steril/aseptic

dispensing,unit pelayanan informasi obat dan lain – lain tergantung pada jenis

aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang di lakukan oleh instalasi farmasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Selain kebutuhan apoteker untuk pelayanan kefarmasian di rawat inap dan

rawat jalan, diperlukan juga masing – masing 1 (satu) orang apoteker untuk kegiatan

pelayanan kefarmasian di ruangan tertentu, yaitu :

1. Unit gawat darurat

2. Intensive care unit (ICU)/intensive cardiac care unit (ICCU)/neonatus

intensive care unit (NICU)/pediatric intensive care unit (PICU)

3. Pelayanan informasi obat

Mengingat kekhususan pelayanan kefarmasian pada unit rawat intensif

dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai

pelayanan kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit rawat darurat

yang akan diatur lebih lanjut oleh direktur jendral (Permenkes No 58,

2014).

Berbeda jauh dari hasil penelitian Apoteker di RSGLT terdapat 1 (satu)

apoteker. Apoteker tersebut juga membawahi bidang lainnyayaitu sebagai kepala

pelayanan medis dan ka. Devisi penunjang medis. Hal ini menyebabkan sumber daya

manusia di RSGTL belum sesuai dengan yang diharapkan dari persyaratan sebagai

tenaga apoteker di suatu rumah sakit. Hal ini terkait dengan RSGTL masih menjadi

unit dari PTPN II, dari hasil wawancara kepada informan dan kepala rumah sakit

sudah diajukan kepada direksi atas permintaan apoteker terkait dengan persyaratan

sumber daya manusia yang harus di milki suatu rumah sakit tetapi hal ini belum juga

terselesaikan oleh direksi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Berdasakan hal tersebut dalam penelitian ini menujukkan bahwasanya tidak ada

wewenang dari kepala rumah sakit untuk merekrut sumber daya manusia terkait

dengan penambahan apoteker, yang mengakibatkan ini karena rumah sakit ini masih

menjadi unit dari PTPN II dan keputusan apapun harus terlebih dahulu melalui

direksi PTPN II. Dalam hal ini rumah sakit masih menganut budaya organisasi di

PTPN II.

Menurut asumsi peneliti dalam proses kurangnya sumber daya manusia di

instalasi farmasi di rumah sakit Dr G L Tobing Tanjung Morawa bukan satu

permasalahan yang terlalu dipermasalahkan, dikarenakan rumah sakit ini tergolong

rumah sakit berkapasitas pasien yang tidak terlalu banyak, dalam hal ini seharusnya

sistem pelayanan kefarmasian harus bersifat sentralisasi dikarenakan sumber daya

manusia yang kurang, dalam hal ini perlunya suatu kebijakan dari direktur untuk

berbagi wewenang tanggung jawab kepada staff lainnya agar sistem pelayanan

kefarmasian rumah sakit Dr G L Tobing berjalan maksimal.

5.2 Sarana di RS Dr. G L Tobing

Penyeleggaraan pelayanankefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh

sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang – undangan

kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah

sakit, dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manejemen, pelayanan

langsung kepada pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi

penanganan limbah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Sarana fasilitas ruangan harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar

dapat menunjang fungsi dan proses pelayanan kefarmasian, menjamin lingkungan

kerja yang aman untuk petugas dan memudahkan sistem komunikasi rumah sakit.

Adapun persyaratan fasititas utama dalam kegiatan pelayanan di instalasi

farmasi harus memiliki :

1. Ruangan kantor/administrasi yang terdiri dari ruang pimpinan, ruang staf,

ruang kerja, ruang pertemuan.

2. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai.

3. Ruangan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai terdiri dari distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis

pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit farmasi).

4. Ruang konsultasi/konseling obat

5. Ruangan pelayanan informasi obat

6. Ruangan produksi

7. Ruangan aseptic dispensing

8. Laboratorium farmasi (Permenkes No 58, 2014).

Dilokasi penelitian bahwa sarana di instalasi farmasi di RSGTL masih belum

cukup memadai terlihat dari hasil observasi yang peneliti lakukan. Bahwasanya masih

ada sarana/ruangan yang belum lengkap sebagai persyaratan instalasi farmasi

dirumah sakit. Hal tersebut dari hasil wawancara kepada informan bahwasanya

instalasi di RSGTL belum terakreditasi dan sarana prasarana belum juga memadai hal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

ini terkait dengan belum adanya pengedalian mutu dalam pelayanan kefarmasian dan

juga pengorganisasian di instalasi farmasi di rumah sakit RSGTL.

5.3 Proses Perencanaan di RS Dr. G L Tobing

Dalam memperkirakan kebutuhan obat instalasi farmasi RSGTL (Rumah Sakit

Dr G L Tobing) dilaksanakan dengan menggunakan permintaan dari ruangan dan

pendataan dilihat dari sisa stok dan pemakaian bulan lalu. Dalam hal ini instalasi

RSGTL belum melakukan perencanaan obat sesuai dengan metode konsumsi.

Proses perencanaan obat di rumah sakit RSGTL yaitu setiap ruangan menyusun

daftar perencanaan dan diberikan kepada asisten apoteker selanjutnya asisten

apoteker membuat laporan perencanaan dengan melihat permintaan dari ruangan dan

melihat sisa stok digudang obat, kemudian laporan perencanaan selasai asisten

apoteker memberikan laporan kebutuhan obat kepada kepala instalasi farmasi, kepala

instalasi mengevaluasi perencanaan sesuai dengan anggaran kemudian

ditandatangani dan diketahui oleh direktur, setelah laporan selesai dan pembuatan

anggaran selesai maka diberikan ke kantor distrik bagian pengadaan untuk melakukan

pengadaan dan distrik melakukan dengan proses tender.

Penelitian ini tidak sejalan dengan Penelitian Malinggas dkk, 2012 dalam

penelitian analisis manajemen logistik obat menyatakan bahwa hasil wawancara

mendalam terhadap perencanaan obat menunjukkan bahwa perencanaan untuk tahun

berikutnya atau periode berikutnya dengan mengikuti pemakaian tahun atau periode

yang lalu kemudian menambahkan 10-20% buffer stock.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Hal ini menunjukkan proses perencanaan obat di instalasi farmasi RSGTL

belum melakukan tahapan proses perencanaan obat dengan metode konsumsi yang

benar, untuk itu perlunya pelatihan khusus tentang perencanaan obat yang diberikan

kepada apoteker dan asisten apoteker agar perencanaan obat di RSGTL menjadi lebih

optimal. Penggunaan metode konsumsi harus dilihat dari perhitungan obat, stok awal,

penerimaan obat, pengeluaran obat, sisa stok, kekosongan obat, pemakaian rata –

rata, waktu tunggu, stok pengamanan, dan perkembangan pola kunjungan. Dalam hal

ini apoteker tidak melihat keseluruhan perencanaan dan mengakibatkan perencanaan

obat tidak sesuai dengan kebutuhan dan ada pembelian obat diluar dari

perencanaan/cito.

Selain dengan metode tersebut cara lain dalam melakukan proses perencanaan

kebutuhan obat perlu suatu komite yang khusus dibentuk untuk melaksanakan

pemilihan obat. Mengikutsertakan konsultan farmakologi. Cara yang paling banyak

dipakai yaitu dibentuknya suatu komite yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu antara

lain : dokter, perawat, apoteker, asisten apoteker, petugas administrasi, petugas

kesehatan lainnya. Komite ini ditugaskan untuk memilih obat dan mengevaluasi

daftar obat. Keuntungan dibentunya sebuah komite adalah untuk mencegah keputusan

yang sifatnya subjektif.

Dalam penentuan kebutuhan obat, di rumah sakit harus berpedoman kepada

formularium rumah sakit, standart terapi dan standart pelayanan di rumah sakit.

Dalam hal ini RSGTL belum melakukan sesuai dengan penetuan kebutuhan obat,

dilihat dari observasi yang dilakukan peneliti RSGTL sudah mempunyai formularium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

rumah sakit dan standart terapi tetapi dalam pelaksanan perencanaan obat tersebut

tidak digunakan sesuai dengan pedoman yang ada. Hal ini memungkinkan terjadinya

perencanaan yang kurang baik. Dalam hal ini perlunya kejelian apoteker untuk

evaluasi kembali agar perencanaan sesuai dengan formularium dan standart terapi.

Terkait dengan pengadaaan dilakukan dengan cara dua sistem salah satunya

dikarenakan perencanaan yang kurang optimal. Hal tersebut yang menyebabkan

kerugian rumah sakit karena ada pembelian secara cito. Dalam hal ini apoteker belum

mampu melakukan perencanaan obat sesuai dengan metode analisis yang ada. untuk

itu perlunya diberikan pelatihan khusus terhadap apoteker tentang perencanaan

kebutuhan .

Pembelian cito dilakukan karena pengadaan tidak berjalan sesuai dengan tepat

waktu. Agar tidak terjadi pembelian cito seharusnya pihak apoteker mengevaluasi

kembali perencanaan yang dilakukan dengan cara metode ABC. Dalam hal ini

memungkinkan bahwa perencanan bisa berjalan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini

Sejalan Quick et al, 1997 menjelaskan perencanaan yang telah dibuat harus

dilakukan koreksi dengan menggunakan metode analisis nilai ABC untuk koreksi

terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis obat dapat memakan anggaran besar

disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya mahal.

Dengan analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis – jenis obat yang

dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Pada dasarnya obat

dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai

kurang lebih 80% sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20%, golongan B jika obat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

tersebut mempunyai nilai 15% dengan jumlah obat sekitar 10%-80% dan golongan C

jika obat mempunyai nilai 5% dengan jumlah obat sekitar 80%-100.

5.4 Proses Pengadaan di RS Dr. G L Tobing

Tujuan dari pengadaan obat agar tersedia obat sesuai dengan jenis dan jumlah

yang cukup sesuai dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang

dibutuhkan.

Dari hasil penelitian bahwa proses pengadaan di RSGTL tidak dilakukan di

rumah sakit tetapi dilakukan oleh pihak PTPN II. dalam hal ini sistem pengadaan di

rumah sakit dilakukan dengan dua sistem. Sistem pertama yaitu daftar permintaan

barang barang (DPBB) dilakukan oleh distrik. Sistem kedua adalah dengan cara cito

dalam istilah rumah sakit, pembelian cito dilakukan apabila stok obat di apotek dan

gudang habis.

Menurut asumsi peneliti pengadaan dilakukan oleh direksi PTPN II hal tersebut

tidak terlalu menjadi permasalah karena sudah menjadi kebijakan direksi PTPNII

dimana RSGTL adalah unit dari PTPN II. Tekait sering keterlambatan pengiriman

obat oleh direksi ke gudang obat rumah sakit dalam hal itu perlunya koordinasi antara

direktur RSGLT dengan pihak direksi PTPN II agar yang kebutuhan obat sesuai

dengan perencanaan dapat tersedia dengan tepat waktu.

Dari penelitian menunjukan sering terjadi pembelian cito, sumber informasi

mengatakan bahwa dikarenakan pihak direksi PTPN II sering terlambat dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

memberikan obat kepada pihak gudang obat. terkait dalam pembelian cito sumber

informasi mengatakan terjadi kerugian oleh pihak rumah sakit hingga 40%-60%.

Menurut asumsi peneliti terkait sering pembelian cito dan terjadi kerugian

diharuskan adanya kebijakan direktur membuat perencanaan kembali dengan

mempertimbangkan harga atau jenis obat. Dalam hal ini perencanaan bisa dilakukan

dengan menggunakan metode VEN.

Dari hasil penelitian pengadaan yang dilakukan oleh distrik ke PBF (Pedagang

Besar Farmasi) menggunakan sistem tender. Tender tersebut yaitu tender rekanan

yang di pilih oleh direksi PTPN. Dalam RSGTL hal ini juga pengadaan obat tidak

memakai e- cataloge dan pembelian menggunakan prosedure- purchacing tetapi

masih memakai tender dari PTPN II.

Dengan menggunakan e – catalouge harapannya bahwa RSGLT pengadaan

obat akan lebih tepat waktu, tepat jumlah dan juga tepat yang dibutuhkan sehingga

pengadaaan obat akan lebih transfaran, efektif, efesien (penghematan ≥ 60%), rumah

sakit yng mempunyai daya saing yang tinggi sehingga dapat menjadi rujukan utama

bagi pelayanan kesehatan pasien peserta BPJS yang ada disekitar kecamatan tanjung

morawa dan sekitarnya, kinerja rumah sakit dapat menarik investor untuk melakukan

kerja sama operasional (KSO) peralatan medis juga sarana dan prasarana penunjang

lain yang akan mendukung produktivitas rumah sakit secara profesional.

Menurut permenkes Nomor 63 tahun 2014 tentang pengadaan obat berdasarkan

katalog elektronik, pengadaan obat oleh satuan kerja di bidan kesehatan baik pusat

maupun daerah dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau fasilitas tingkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

lanjutan (FKTL). Berdasarkan pasal 110 peraturan presiden nomor 54 tahun 2010

tentang pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana talah diubah terakhir dengan

peraturan presiden nomor 70 tahun 2012, dikembangkan metode pengadaan obat

melalui sistem e-purchasing obat. Pengadaan obat oleh satuan kerja dibidang

kesehatan baik pusat maupun daerah dan FKTP atau FKRTL dapat dilaksanakan

sebagai berikut :

1. Pengadaan obat yang tersedia dalam daftar katalog elektronik portal

pengadaan nasional menggunakan metode pembelian secara elektronik(e-

purchasing)

2. Dalam hal yang dibutuhkan tidak terdapat dalam katalog elektronik, proses

pengadaan mengikuti metode lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan

presiden nomor 54 tahun 2010 tetang pengadaan barang/jasa pemerintah

sebagimana telah diubah terakhir dengan peraturan presiden nomor 70 tahun

2012

Jika dibandingkan hasil penelitian dengan Peraturan Menteri Kesehtan

Nomor 63 Tahun 2014 prose pengadaan sangat berbeda. Dilihat dari rumah sakit

RSGTL masih menjadi unit dari PTPN II, dalam hal ini rumah sakit harus mengikuti

peraturan di PTPN II karena adanya budaya organisasi dan kebijakan dari direksi

maka pengadaan di rumah sakit dilakukan oleh PTPN II dan akan berbeda dengan

pengadaan yang sesuai dengan standart pelayanan kefarmasian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

5.5 Ketersediaan Obat Sesuai Dengan Perencanaan di RS Dr. G L Tobing

Dari penelitian menunjukan bahwadi RSGTL ketersediaan obat sesuai dengan

perencanaan obat tidak tepat waktu. Hal ini diakibatkan tidak ada perencanan yang

baik sesuai dengan metode dan analisa dalam melakukan perencanaan kebutuhan

obat.

Berdasarkan penelitian Malinggas, 2012 diinstalasi farmasi RSUD DR Sam

Ratulangi Tondano hasil observasi langsung dan observasi dokumen didapat bahwa

dalam pelaksanaannya masih terdapat kekosongan obat pada waktu – waktu tertentu.

Hal ini terjadi karena tidak adanya kalender perencanaan pengadaan obat.

Menurut Anif, 1997 dalam manajemen farmasi menyatakan bahwa waktu

perencanaan obat yang baik harus didukung dengan dasar- dasar perencanaan yaitu

sebagai ramalan tahunan/ bulanan dari pemasaran, menghitung bahan – bahan yamg

dibutuhkan dan menyusun daftar untuk bagian pembeliann, sebab dampak yang akan

terjadi jika rumah sakit tidak dapat merencanakan kebutuhan obat maka akan terjadi

kekosongan obat pada waktu tertentu.

Jika dibandingkan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya diketahui untuk

mendukung ketersedian obat sesuai dengan perencanaan harus didukung kalender

perencanaan pengadaan kebutuhan obat dan dasar dasar perencanaan yang baik

pemahaman terhadap prosedur sangat diperlukan agar ketersedian obat sesuai dengan

kebutuhan. Pada penelitian ini perencanaan pengadaan obat dirumah sakit adalah

salah satu poin penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan disuatu rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Dengan baiknya perencanaan pengadan obat dilakukan sesuai dengan analisis dan

metode yang ada maka akan sesuailah keteresediaan obat sesuai dengan perencanaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilaksanakan, maka

dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Sumber daya manusia di bidang instalasi farmasi terdapat satu apoteker dan

dua asisten apoteker.

2. Sarana di bidang kefarmasian dilihat dari observasi masih belum cukup

memadai dimana ruangan pengadaan/cito tidak satu lingkungan di instalasi

farmasi tetapi terdapat di ruangan tata usaha/keuangan.

3. Proses perencanaan menunjukkan proses perencanaan obat di instalasi farmasi

RSGTL belum melakukan tahapan proses perencanaan obat dengan metode

konsumsi yang benar. Dalam penetuan kebutuhan obat RSGTL sudah

mempunyai formularium rumah sakit dan standart terapi tetapi dalam

pelaksanan perencanaan obat tersebut tidak digunakan sesuai dengan

pedoman yang ada. Hal ini mengakibatkan terjadinya perencanaan yang

kurang baik.

4. Sistem pengadaan pada instalasi farmasi Rumah Sakit Dr G L Tobing

dilakukan di distrik PTPN II. Pengadaan yang dilakukan oleh distrik ke PBF

(Pedagang Besar Farmasi) menggunakan sistem tender. Tender tersebut yaitu

tender rekanan yang di pilih oleh direksi PTPN. Dalam RSGTL hal ini juga

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71

pengadaan obat tidak memakai e- cataloge dan pembelian menggunakan

prosedur e- purchacing tetapi masih memakai tender dari PTPN II.

5. Ketersediaan obat sesuai dengan perencanaan obat di RSGTL tidak tepat

waktu. Hal ini diakibatkan tidak ada perencanan yang baik sesuai dengan

metode dan analisa dalam melakukan perencanaan kebutuhan obat.

6.2 Saran

Dari berbagai hal yang telah disimpulkan dalam penelitian ini, maka dapat

disarankan sebagai berikut :

1. Disarankan kepada direktur rumah sakit untuk sumber daya manusia di

instalasi farmasi agar diberikan pelatihan khusus untuk meningkatkan

kompetensi apoteker terkait dengan perencanaan obat agar sistem

perencanaan berjalan sesuai dengan standart kefarmasian.

2. Disarankan kepadadirekturrumahsakit untuk melaksanakan pembagian tugas

kepada staff lainnya agar sistem pelayanan kefarmasian rumah sakit Dr G L

Tobing berjalan maksimal.

3. Disarankankepada kepala instalasi farmasi perlu menyempurnakan sistem

perencanaan kebutuhan obat dalam bentuk metode dan analisa yang paling

tepat. Dalam melakukan kebutuhan perencanaan sebaiknya kepala instalasi

membentum tim dan melibatkan berbagai tenaga kesehatan dalam melakukan

perencanaan agar perencanaan dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

4. Disarankan kepada pihak PTPN II agar melakukan pengadaan sesuai dengan

ketepatan waktu. Dengan hal tersebut bisa meminimallisir terhadap

kekosongan obat di instalasi farmasi dan tidak lagi terjadi waktu tunggu

dalam pengamprahan obat ke apotik maupun gudang obat.

5. Disarankan kepada pihak PTPN II agar mengevaluasi budaya organisasi ada .

untuk melakukan penyesuaian sistem pengadaan sesuai dengan ketentuan

seharusnya, misalnya dengan menggunkan pengadaa melalaui e- purchesing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoemo, Suparto.2002. Manajemen rumah sakit, Pustaka Sunar Harapan,


Jakarta.

Al Hijrah Muh. Fauzar, Asiah Hamzah, Darmawansyah, 2013. Studi Tentang


Pengelolaan Obat Di Puskesmas Mandai Kabupaten Maros.

Anif, Muhammad. 1997. Manajemen Farmasi. Gajah Mada University Press,


Yogyakarta.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kulitatif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Depkes RI , 1990.Pedoman Perancanaan Dan Pengelolaan Obat Diktorat Jenderal


Pengawasan Obat Dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI


Berkerja Sama Dengan Japan Internasional Cooperation Agency, 2008.
Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit.

Febriawati, Henni. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Gosyen


Publishing, Yogyakarta.

Kepmenkes, 2013. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


328/MENKES/IX/2013. Formularium Nasional.

Maliggas, Novianne . E.R, J. Posangi, T. Soleman, 2012. Analysis of logistic


management drugs in pharmacy installation district general hospital Dr.
Sam Ratulangi Tondano, Manado.

Moleong, Lexy, 2013.Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Rosda,


Bandung

Permenkes, 2008. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :129/Menkes/SK/II/2008.


Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

,2014.Peraturan Menteri Kesehatan RI No 58 . Standart Pelayanan


Kefarmasian Di Rumah Sakit.

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

,2014. Peraturan menteri kesehatan Nomor 63 Tahun 2014, Tentang


Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektrolik (E- Catalogue).
Jakarta.

, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No 56 Tahun 2014. Tentang


Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta.

Quick, J D, Rankin J R, Laing R O, O Connor, R.W, Hogerzeil, H. V, Dukes


MNG,Garnett A, 1997, Managing Drug Suplay, The
Selection,Procurement, Distribution, And Use Of Pharmaceuticals. Second
Edition, Revised
And Expanded, Kumarian Press, Connecticut.

Seto S, Nita Y, Triana L, 2012. Manajemen Farmasi. Airlangga University Press,


Surabaya.

Suciati suci, Wiku B.B adisasmito, 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan
ABC Indeks Kritis Di Instalasi Farmasi, Jurnal, Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Vol 09/No. 01, (hal:19-26).

Sugyono, 2012 .Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta,


Bandung.

Sutrisno, Edy, 2013. Budaya Oraganisasi. Kencana. Jakarta.

Supriyatno, Stefanus. Dr Nyoman Anita Damayanti, drg., Ms, 2012.


Perencanaan Dan Evaluasi. Airlangga University Press, Surabaya.

Undang Undang Nomor 44, 2009. Undang Undang No 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah SakitDepartemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KUESIONER WAWANCARA MANAJEMEN PERENCANAAN DAN PENGADAAN
0BAT DI RUMAH SAKIT DR G L TOBING TANJUNG MORAWA TAHUN 2016

1. Siapa SDM perencanaan ?


2. Bagaimana prosedur perencanaan obat di rumah sakit ini ?
3. Metode apa yang digunakan dalam proses perencanaan obat?
4. Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi obat-obat yang kosong?
5. Apakah dilakukan analisa ABC terhadap penyusuaian rencana perencanan obat?
6. Siapa yang melakukan pengadaan ?
7. Siapa SDMnya?
8. Bagaimana prosedur dalam melakukan pengadaan ?
9. Dengan metode apakah anda melakukan pengadaan ?
10. Jika dilakukan oleh direksi, apakah proses pengadaan sudah menggunakan e–cataloge?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai