TESIS
RAISYA SORAYA
147032047/IKM
THESIS
By
RAISYA SORAYA
147032047/IKM
TESIS
RAISYA SORAYA
147032047/IKM
TESIS
Dengan hal ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Raisya Soraya
147032047/IKM
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
ini dengan judul : “ Analisis Manajemen Perencanaan dan Pengadaan di Dr. RS. G. L
Tobing PTPN II Tanjung Morawa Tahun 2016 ”. Tesis ini dibuat sebagai
Penyelesaian Tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Prof. Dr. Ir. Evawani Y.Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Pasca
4. Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M, Sc Selaku Pembimbing I yang telah banyak
iii
sekaligus memberikan saran, masukan dan arahan serta motivasi selama penulisan
tesis ini
6. Dr. dr Taufik Ashar, M.K.M selaku Penguji I yang telah banyak memberikan
7. dr. Fauzi, S.K.M selaku penguji II yang juga telah memberikan berbagai masukan
Masyarakat – FKM USU yang saling memberi semangat dan motivasi untuk
9. Orang tua yang tersayang dr. Muhammad Iqbal dan T. Sy Ultra Marina Serta dan
adik penulis yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis.
Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini.
Untuk itu penulis berharap masukan dan saran dari para pembaca untuk
Raisya Soraya
147032047/IKM
iv
Raisya soraya, lahir pada Tanggal 01 Desember 1991 di Medan, anak pertama dari
tiga bersaudara dari pasangan Ayahnda H. dr. Muhammad Iqbal Dan Ibunda Hj. Tengku
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di SD Karya bakti
Medan, selesai Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMP Pertiwi Medan, selesai
Tahun 2006, Sekolah Menengah Atas di SMA Dharmawangsa Medan, selesai di Tahun 2009.
Kemudian melanjutkan ke tingkat Akademi Di Kebidanan Bakti Inang Persada Medan selesai
dengan Program Bidan Pendidik selesai Tahun 2013, kemudian melanjutkan pendidikan ke
sekarang.
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
DAFTAR ISI........................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
vi
LAMPIRAN
vii
viii
1. Panduan Wawancara................................................................ 75
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang
tenaga manajemen rumah sakit dan jenis dan klarifikasi rumah sakit . Tenaga farmasi
harus menunjang persyaratan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 7 ayat (1) harus
menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat,
tentang standart pelayanan minimal rumah sakit (RS), menyebutkan bahwa Rumah
Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk
memberikan pelayanan yang bemutu sesuai dengan standart yang ditetapkan dan
revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90 % pelayanan
radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat kedokteran dan gas medik) dan 50% dari
seluruh pemasukan RS berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk itu, jika
masalah perbekalanfarmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepala
pelayanan pasien, penyediaan sediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua
paradigma lama yang berorientasi produk (drug oriented) menjadi orientasi pada
kefarmasian. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan habis pakai di
rumah sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu., yang dimaksud
satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian
sediaan farmasi dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan
adalah untuk obat, jadi pengadaan obat khususnya dirumah sakit mau tidak mau harus
baik Pusat maupun Daerah dan FKTP atau FKRTL Pemerintah melaksanakan
swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat melaksanakan pengadaan
bermutu dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup dalam rangka
pelaksanaan JKN perlu halnya disusun daftar obat dalam bentuk formularium
dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam
pelaksanaan JKN. Dalam hal ini obat yang dibutuhkan tidak tercantum dalam
formularium nasional, dapat juga digunakan obat lain secara terbatas berdasarkan
Wiku, 2006).
rumah sakit. Maka perbekalan farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat
Proses pengelolaan akan berjalan efekif dan efisien bila ditunjang dengan
yang dikelola. Perencanaan dan penentuan kebutuhan obat merupakan fungsi yang
dalam usaha mencapai tujuan. Perencanaan harus terlihat dengan jelas apa yang harus
dikerjakan dalam kurun waktu tertentu. Perencanaan dan penentuan kebutuhan obat
di gudang farmasi mutlak diperlukan agar terpenuhi tingkat persediaan yang telah
dilakukan secara baik, agar rumah sakit terhindar dari masalah kehabisan persediaan
obat di gudang farmasi. Apabila terjadi kekosongan obat di gudang farmasi ini, akan
sangat berpengaruh terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien. Hal ini
yang sering kali terjadi di sub bagian gudang farmasi rumah sakit, sering kali terjadi
kekososngan obat di sub bagian gudang farmasi sehingga obat tersebut harus dibeli
Dari hasil penelitian Al- Hijrah, dkk (2013) tentang studi pengelolaan obat di
Namunpengadaan dan penyimpanan kurang baik dan tidak sesuai dengan pengelolaan
dibuat secara tertulis dan belum dilaksanakan berdasarkan ketentuan dari peraturan
permenkes secara teknis tetapi, masih mengacu kepada ketentuan PTPN II. Ketetapan
sakit ini juga belum mempunyai SK Kepala rumah sakit yang menetapkan kegiatan
pengadaan masih mengacu pada teketapan PTPN dimana rumah sakit melakukan
perencanaan yang diwakilkan oleh kepala instalasi farmasi dan disetujui oleh direktur
rumah sakit lalu dokumen tersebut diberikan di manajemen distrik untuk memilih
keuangan dalam proses pendanaan dan disetujui oleh direksi lalu dilakukan
pengadaan. Sistem ini menunjukkan masih lemahnya proses pengadaan. Hal – hal
kurang optimal.
RS.DR. G. L. Tobing Tanjung Morawa belum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Oleh karna itu perlu dilakukan kajian untuk mengedentifikasi bagaimana analisis
masalah penelitian ini adalah bagaimana manajemen pengelolaan obat di RS. DR. G.
Obat.
sakit agar obat yang diperlukan selalu tersedia setiap saat dalam jumlah yang
Tanjung Morawa.
Hasil penelitian dapat sebagai rujukan bagi peneliti lebih lanjut untuk menjadi
referensi dan perbandinagan bagi peneliti lanjutan yang mengkaji topik yang
relevan.
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Rumah Sakit
Rumah sakit adalah bagian dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang
sosial yang didalamnya terdapat obyek manusia sebagai pasien (Adikoesoema, 2002).
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas kehidupan sehari – hari baik
secara langsung maupun tidak langsung. Proses ini tidak hanya berputar di sekitar
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau proses mengenai perencanaan dan
Dalam logistik rumah sakit di G.L Tobing tanjung merawa pada proses
1. Anggaran obat – obatan, alat kesehatan, regensia dan gas medis dalam bentuk
DPBB per 6 bulan diajukan oleh rumah sakit dan kebun ke distrik rumah sakit.
a. Memeriksa DPBB obat – obatan, regensia, alkes dan gas medis rumah
telah dipakai.
2. Dokumen permintaan obat – obatan, alkes reagensia dan gas medis dikirim ke
bagian keuangan oleh distrik rumah sakit untuk pengecekan RKAP, RKO dan
realisasi.
3. Dokumen permintaan obat – obatan, alkes, reagensia dan gas medis yang telah
direksi.
medis dengan cara merujuk kepada pedoman pengadaan barang dan jasa PTPN
5. Kontrak/SPJB obat – obatan, alkes, reagensia dan gas medis dikirim ke direksi
6. Kontrak/SPJB obat – obatan, alkes, reagensia dan gas medis yang telah ditanda
7. Kontrak/SPJB obat – obatan, alkes, reagensia dan gas medis dikirim distrik rumah
Pada defenisi lain dinyatakan bahwa bagian logistik adalah bagian yang
menyediakan barang dan jasa dalam jumlah, mutu dan waktu yang tepat dengan harga
yang sesuai. Dari segi manajemen moderen maka tanggung jawab bagian logistik
1. Menjaga kegiatan yang dapat memasok material dan jasa secara tidak terputus
(uninterrupted).
lain.
6. Melatih dan membina pegawai yang kompeten dan termotivasi dengan baik.
Barang atau bahan – bahan yang sudah disediakan bagian logistik rumah sakit
tersebut tentunya perlu dilakukan invetori control yang bertujuan untuk menciptakan
keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu hasil stock opname
harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu
tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu tahun.
Pengadaan barang yang dalam sehari- hari disebut juga pembelian merupakan
titik awal dari pengendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka
seluruh persediaan dan seluruh permintaan, dengan kata lain antara seluruh pembelian
2013).
Budaya organisasi meruapakan suatu kegiatan yang tidak tampak, yang dapat,
menggerakkan orang – orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja.
Secara tidak sadar tiap –tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya
sebaliknya yang lemah menjadi negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan
– tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilai –
nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagaian
besar para anggota organisasi. Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang
dapat menggerakkan orang – orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas
kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu ruangan mempelajari budaya
yang berlaku di dalam organisasinya. Apalagi bila ia sebagai orang baru supaya dapat
diterima dilingkungan tempat bekerja, ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan
apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa
yang salah, dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
didalam organisasi tempat bekerja itu, jadi budaya organisasi mensosialisasikan dan
2.2 Manajemen
Manajemen adalah usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan bantuan
mengawasi usaha – usaha dari anggota organisasi dari sumber organisasi lainnya
pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penetuan kebutuhan
material/alat – alat.
jumlah, kualitas dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga
serendah mungkin. Dalam hal ini perlu dihindari terjadinya over promised inter
delivered.
macam material dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang dibutuhkan, dalam
keadaan yang dapat dipakai ke lokasi dimana membutuhkan dengan total biaya yang
Terdiri dari input, proses dan ouput antara lain Input (Masukan) ialah sasaran
dan target sasaran, sumber daya (manusia, sarana, obat, finasial, logistik, teknologi)
2.3.1. Input
sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan
tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Ketersedian jumlah apoteker dan tenaga teknis
b. Apoteker
b. Tenaga administrasi
harus dibawah suvervisi apoteker. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus
instalasi farmasi rumah sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi farmasi rumah sakit harus dikepalai oleh
kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi farmasi rumah sakit diutamakan telah
2.3.1.2 Sarana
kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah
langsung kepada pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat
yang aman untuk petugas dan memudahkan sistem komunikasi rumah sakit
Terdiri dari :
a. Ruang pimpinan
b. Ruang staf
d. Ruang pertemuan
b. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai.
kesehatan dan bahan habis pakai yang disesuaikan dengan kondisi dan
b. Ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai terdiri dari distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit
2.4.1 Proses
Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas kehidupan sehari – hari baik
bermasyarakat.
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai
2.4.1.2 Pengertian
2.4.1.3 Tujuan
2.4.1.4 Kegiatan
1. Seleksi/perkiraan kebutuhan
tentang daftar obat esensial nasional 1987 dan keputusan bersama menteri
pengadaan obat untuk unit pelayanan kesehatan pusat dan daerah, maka
puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan penyakit paru –paru dan pos
obat desa baik milik pemerintah maupun milik swasta harus sesuai dengan jenis
obat yang terhadap dalam daftar obat esensial nasional edisi 1987 (Depkes,
1990).
menyediakan obat esensial dengan nama generik untuk kebutuhan rumah sakit,
untuk unit pelayanan kesehatan anatara lain jenis daftar obat inpres, daftar obat
PHB,daftar obat transmigrasi dan daftar obat generik yang mengacu pada daftar
B. Kriteria Pemilihan
Ada beberapa cara dalam memilih obat. Ada yang dilakukan oleh seorang
petugas, ada yang dilakukan oleh suatu komite yang khusus dibentuk untuk
farmakologi. Cara yang paling banyak dipakai yaitu dibentuknya suatu komite
yang terdiri dariberbagai disiplin ilmu antara lain : dokter, perawat, apoteker,
subjektif. Pemilihan dapat dilakukan di tingkat pusat atau tingkat propinsi atau
2. Standar pengobatan
c. Dosis rata-rata
e. Lama pemberian
A. Metode Konsumsi
a. Kelebihan
3. Bila data konsumsi lengkap. Pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan
kecil.
b. Kekurangan
1. Data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien yang dapat
2. Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan
preskripsi.
3. Tidak dapat diandal. Jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan,
B. Metode Epidemiologi
a. Kelebihan
obat
b. Kekurangan
5. Dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan insidentil
tidak terpenuhi
A. Analisa ABC
Analisa ABC dilakukan dengan cara mengelompokkan jumlah dana yang diserap
a. Kelompok A :
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
c. Kelompok B :
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaan menunjukkan
d. Kelompok C :
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaan menunjukkan
1990).
a. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
b. Tentukan rangkaiannya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil.
B. Sistem VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas
adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis
obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat
a. Kelompok V
(Depkes, 1990).
b. Kelompok E
Adalah obat-obatan penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa
ringan(Depkes, 1990).
penentuaan VEN. Kreteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menetukan
wilayah kerja. Kreteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara
lain :
- Klinis
- Konsumsi
- Terget kondisi
3. Standar pengobatan.
1. Pengertian
Data berkala atau disebut juga deret berkala adalah data yang dikumpulkan dari
Analisa data berkala dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau dinamika suatu
kegiatan misalnya pemakaian obat di Puskesmas dan Rumah Sakit adalah bersifat
sangat dinamis, dimana selalu terdapat perubahan yang teratur maupun tidak dari
Dari trend sangat berguna untuk membuat ramalan ( forecasting ). Garis trend
dapat dibuat antara lain dengan metode rata-rata, bergerak ( moving average )
dan metode kuadrat terkecuali, seperti diuraikan dibawah ini (Depkes, 1990).
Yaitu gerakan atau variasi yang bersifat sporadis, misalnya pemakaian oralit
2. Tujuan
b. Menetapkan jumlah alokasi obat tertentu untuk setiap unit pelayanan kesehatan.
3. Kegiatan
musiman.
2.5.2 Pengadaan
2.5.2.1 Pengertian
Pengadaan adalah suatu proses untuk pengadaan obat yang dibutuhkan di unit
pelayanan kesehatan.
2.5.2.2 Tujuan
Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dengan mutu yang
2.5.2.3 Kegiatan
selutuh proses pengadaan oabt perlu diketahui agar GFK dapat memantau status
pengadaan
2.6 Output
Output adalah hasil dari aktifitas, kegiatan atau pelayanan dari sebuah
penelitian adalah ketersediaan obat sesuai dengan perencanaan yaitu ada atau tidak
stok obat di dalam gudang farmasi rumah sakit tersebut (Supryanto, 2012).
obat adalah terdiri perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi, seperti pada
Perencanaan
Pendistribusian Pengadaan
Penyimpanan
Input :
Sumber Daya Manusia Proses : Output :
Sarana Perencanaan Ketersediaan obat sesuai
Pengadaan dengan perencanaan
pengelolaan obat di RS. G. L Tobing yang ditinjau dari input terdiri dari sumber daya
manusia, sarana.Proses terdiri dari perencanaan dan pengadaan maupun ouput yaitu
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain – lain secara holistikdan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata – kata atau bahasa pada suatu konteks khusus secara alamiah dan dengan
3.2.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di instalasi farmasi RS. DR. GL. Tobing Tanjung Morawa.
1. Belum pernah ada penelitian dengan topik yang sama pada lokasi penelitian ini.
2. Manajemen pengelolaan obat di rumah sakit ini belum sesuai dan tidak melalukan
30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei Tahun 2016
lapangan dan menganalisis data yang telah diperoleh selama pengumpulan data.
purposive. Selama pengumpulan data ini yang menjadi sumber informasi berjumlah
empat orang yaitu kepala instalasi farmasi, asisten apoteker kepala, asisten apoteker
berikut :
Karateristik informan 1 :
- Jabatan :
1. Kepala dinas pelayanan medis dari tahun 2010 sampai dengan sekarang.
2. Kepala divisi penunjang medis dari tahun 2008 sampai dengan sekarang.
- Umur : 54 tahun
apoteker kepala, asisten apoteker dan di pimpin oleh kepala instalasi farmasi.
- Karateristik informan 2
Umur : 51 tahun
- Karateristik informan 3
Umur : 48 tahum
- Karateristik responden 4
sekarang.
Umur : 39 Tahun
Pengumpulan data dalam penlitian ini meliputi data primer dan data skunder
(Sugyono, 2012).
a. Observasi
dilakukan untuk mengamati sumber daya yang tangible (dapat dilihat secara
fisik).
diperoleh adalah data yang luas dan mendalam, tetap masih memperlihatkan
c. Dokumentasi
Definisi istilah pada penelitian ini disusun berdasarkan permasalahn dan kerangka
1. Sumber daya manusia adalah Tenaga kesehatan di instalasi Farmasi Rumah Sakit
Dr G L Tobing
Tobing.
pasien
4. Pengadaan obat adalah menyediakan obat untuk seluruh kebutuhan rumah sakit.
bersifat uraian dari hasil wawancara dan hasil observasi. Data yang diperoleh akan
dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dengan bentuk deskripsi. Teknik analisis
kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah
untuk mendapat keabsahan informasi dengan menelusuri suruh data yang ada
dari sumber informasi yang telah ditetapkan, dokumen, gambar, foto dan
HASIL PENELITIAN
Tobing dan familiar sebagai Rumah sakit Dr G L Tobing adalah sarana kesehatan
milik PT. Perkebunan Nusantara II yang didirikan pada tahun 1882 pada zaman
perubahan nama. Nama yang pernah digunakan antara lain adalah PNP II yang
kemudian pada tahun 1969 berubah menjadi PT. Perkebunan II Tanjung Morawa.
ditandatangani Direktur Utama PT. Perkebunan II kala itu Bapak MD Nasution nama
36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
sendirinya Rumah sakit Dr G L Tobing menjadi unit dari PT. Perkebunan Nusantara
II (Persero).
daya yang memiliki PTP. Nusantara II. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri
Tahun 2008 tentang persetujuan akta perubahan anggaran dasar perseroan dan
tercantum dalam akte notaris Nur Muhammad Dipo Nusantara Pua Upa, SH Nomor
Rumah sakit Dr G L Tobing sebagai salah satu milik PTP. Nusantara II yang
semua didirikan khusus untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan dan
pensiunan PTPN II beserta batih/keluarga. Namun sebagai rumah sakit yang berada
dibawah naungan sebuah BUMN Rumah sakit Dr G L Tobing juga ikut berpartisipasi
masyarakat indrustri.
kebijakan untuk menghentikan operasi salah satu rumah sakitnya yaitu Rumah Sakit
Tembakau Deli) maka seluruh kegiatan dari RSTD yang selama ini telah berjalan kini
4.1.2 VisidanMisi
4.1.2.1 Visi
Dinamis, UngguldanTerpercaya
4.1.2.2 Misi
adil
yang berada di sekitar rumah sakit untuk memanfaatkan fasilitas layanan yang
tersedia.
4.1.2.3 Tujuan
4.1.2.4 Strategi
perubahan serta memiliki tata nilai yang berbasis etika profesi dan
kompeten dibidangnya.
4.1.2.5 Motto
Kepala Rumah
Sakit
KA. Devisi
KA. Devisi
Umum
Pelayanan Medis
KA. Divisi
KA. Devisi Instalasi SDM
Penunjang Medis
farmasi
KA. Devisi
keperawatan
Instalasi farmasi harus memilki apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang
sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan
tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Ketersediaan jumlah tenaga apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian di rumah sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan
1. Apoteker : 1 orang
terdapat satu apoteker untuk melakukan seluruh kegiatan kefarmasian yang lainya.
Hal ini berbeda jauh dengan peraturan menteri kesehatan no 58 tahun 2014, bahwa
dalam sistem kefarmasian rawat inap idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan
rasio 1 (satu) apoteker untuk 30 pasien dan pada rawat jalan idealnya dibutukan
tenaga apoteker dengan rasio 1 (satu) apoteker untuk 50 pasien. Adapun untuk
diruangan tertentu dibutuhkan satu orang apoteker dalam hal ini Rs Dr G L Tobing
Tanjung Morawa merupakan rumah sakit BUMN, hal yang terkait pada rasio
apoteker dalam instalasi farmasi rumah sakit ini tidak mengikuti peraturan yang ada
dimana rumah sakit ini masih menganut pada sistem sentralisasi dimana rumah sakit
masih tergolong rumah sakit kecil, dari pada itu diharuskan kepada sumber daya
manusia di rumah sakit harus berkerja lebih optimal agar manajemen perencanaan
Morawa yaitu :
5. Instalasi bedah
6. Instalasi hemodialisa
B. Pelayanan penunjang
1. Layanan farmasi
2. Laboratorium
3. Radiologi
5. Fisiotrapi
6. Gizi
7. Kamar jenazah
C. Fasilitas lainnya
1. Rekam medik
2. Administrasi/keuangan
3. Ambulans
4. Tempat parkir
5. Kantin
6. Musholla
7. Halaman bermain
Morawa sudah cukup memadai dan sesuai dengan standart rumah sakit, terhitung
Fasilitas ruangan harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat
yang aman untuk petugas dan memudahkan sistem komunikasi rumah sakit, adapun
dari :
3. Ruang pengadaan
hasil observasi masih ada kejangalan yaitu dalam proses pengadaan ruangan
bahan kimia, serta penyimpanan dan penyaluran alat kedokteran alat perawatan dan
Tanjung Morawa :
Perencanaan
Penerimaan
Penyimpanan
Pendistribusian
didasarkan pada analisa kualitatif dari sejumlah pertanyaan terbuka yang sudah
informan yang ada di instalasi farmasi di RS Dr. G. L Tobing. Hasil penelitian dapat
sebagai berikut:
Proses Kantor
tender pengadaan
distrik PTPN
II
“Metode yang dilakukan di rumah sakit ini kombinasi yaitu dilakukan dengan cara
konsumsi dan epidemiologidan pengalaman yang lalu dan dilihat dari stok
juga”(informan 1 : kepala instalasi farmasi).
“Disini untuk perencanaan obat dilakukan dari permintaan dari ruangan – ruangan,
kemudian kita lihat juga penyakit apa yang terbayak pada bulan ini. seperti itu
dilakukan perencanaan di rumah sakit ini, rumah sakit ini belum ada tim khusus
untuk melihat dengan cara metode epidemiologi. (informan 2 : asisten apoteker
kepala)
menggunakan metode dalam proses perencanan obat, terlihat dari hasil observasi
Hasil penelitian analisis apa yang digunakan dalam perencanaan obat, sumber
sebagai berikut :
“Belum, karna belum sempat dan masih kekurangan pekerja untuk disini, jadi
dalam proses ABC belum dilakukan”( informan 1 : kepala instalasi farmasi).
“Disini dalam perencanaan belum memakai analisis ABC perencanan masih
mengunkan pendataan dan permintaan dari ruangan – ruanagan” (informan 2 :
asisten apoteker kepala).
dilakukan demgan cara setiap ruangan menyusun daftar perencanaan kepada asisten
dilaporkan kepada kepala instalasi farmasi, setalah itu kepala instalasi membuat
anggaran obat yang ditandatangani dan diketahui oleh direktur kemudian setelah
laporan selesai dan pembuatan anggaran selesai maka diberikan ke kantor distrik
bagian pengadaan untuk melakukan pengadaan dan distrik melakukan dengan proses
menggunakan analisa ABC dapat telihat dari hasil observasi, proses perencanaan
Tanjung Morawa.
Dari hasil data sekunder, dalam sistemdan prosedur pengadaan obat di rumah
Direksi
PBF/pabrikan/ke
agenan
Penjelasan Alur :
1. Anggaran obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis dalam bentuk DPBB
(daftar permintaan barang- barang) per 6 (enam) bulan diajukan oleh rumah
telah dipakai.
bagian keuangan oleh distrik rumah sakit untuk penegecekan RKAP, RKO
dan realisasi
3. Dokumen permintaan obat obatan, alkes, reagensia dam gas medis yang telah
direksi.
medis dengan cara menujuk kepada pedoman pengadaan barang dan jasa
tunggal/distributor.
5. Kontak /SPJB obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis dikirim ke direksi
6. Kontrak/SPJB obat-obatan, alkes, reagensia dan gas medis yang telah ditanda
2. Membuat OPL (Order Pembelian Lokal) yang disesuaikan dengan price list.
- Khusus untuk obat-obatan yang bersifat cito ataupun obat tidak tersedia di
PBF yang telah terkait dalam kontrak/SPJB rumah sakit dapat mengadakan
kebutuhan obat tidak dilakukan oleh rumah sakit tetapi dilakukan oleh distrik PTPN
II.
“Yang melakukan pengadaan distrik, karna rumah sakit ini masih unit dari PTPN
II” (informan 1 : kepala instalasi farmasi)
“Pengadaan keseluruhan dilakukan oleh distrik, bagian pengadaan di rumah sakit
hanya melakukan pengadaan yang bersifat cito, dalam hal ini proses pengadaan di
rumah sakit ada dua metode”.(informan 4: kepala pengadaan obat rumah sakit
dalam pembelian cito)
“Sumber daya manusia pengadaanobat di rumah sakit ini hanya tiga orang yaitu
saya sebagai kepala dinas tata usaha menyangkut keuangan, pengadaan obat –
obatan dan umum dan ada dua rekan lagi dibawah saya, proses pengadaan rumah
sakit Dr G L Tobing hanya pemesanan cito” (informan 4: kepala pengadaan obat
rumah sakit dalam pembelian cito).
bahwa Sumber daya manusia dalam proses pengadaan di RSGLT berjumlah tiga
orang, Pengadaan obat di RSGLT hanya melayani untuk pemesanan cito. Pengadaan
“Sistem pengadaan di rumah sakit Dr G L Tobing ini ada dua sistem yang pertama
sistem DPBB (daftar permintaan barang barang) yang dikelola oleh distrik dan
yang kedua sistem pengadaan cito dalam istilah rumah sakit yang dikelola oleh
pengadaan di RS Dr G L Tobing, dilakukan cito diakibatkan karna ada
keterlambatan dari distrik atas pemasokan obat – obatan”.
“Terdapat dua sistem pengadaan tadi, karena sering terjadi keterlambatan dari
distrik untuk mengirim obat sedangkan pasien dirumah sakit banyak dan juga
sekarang rumah sakit bekerja sama dengan pihakBPJS ini, jadi pasien semakin
bertambah tetapi obat dari distrik belum turun, maka pihak rumah sakit mengabil
keputusan bahwasanya dilakukan pembelian obat secara cito..(informan 4: kepala
pengadaan obat).
bahwa proses pengadaan di RSGLT terdapat dua sistem dimana sistem pertama yaitu
DPBB yang dikelola distrik, sistem kedua yaitu sistem pengadaan cito.
“Belum dilakukan, distrik melakukannya dengan proses tender dan ada provider
rekannya. ini lah permasalahannya, jadi karna birokrasi terlalu banyak di sistem
pengadaan di lakukan bukan di sini tetapi di direksi jadi sebenarnya kami ini
banyak sekali rugi yang dominan karena obat, tapi ada lagi kerugian yang lainnya
tetapi paling banyak itu dikarenakan obat”, sebelumnya kami juga sudah
memberiahukan kepada distrik untuk hal ini, tetapi belum ada tanggapan. Apalagi
di era BPJS ini pasien BPJS disini sangat banyak, besar biaya pelayanan kesehatan
untuk pasien BPJS sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit
RSGLT masih sangat tinggi dan mengakibatkan secara bisnis juga membuat
perusahaan belum mencapai profit yang optimal, hal ini disebabkan karena harga
obat yang cukup relatif mahal.hal yang paling membuat tidak kompetitif tersebut
adalah dari segi pengeluaran biaya untuk obat peserta BPJS yang sangat tinggi
(mempedomani sesuai Surat Edaran Direksi Nomor : II.0/SE/03/I/2008 Tanggal 09
Januari 2008 Perihal : sistem dan prosedur pengadaan barang dan jasa di rumah
sakit mengacu kepada PERMENKES nomor 63 Tahun 2014 Tertanggal 5
Septemver 2014 Perihal pengadaan obat berdasarkan E-Cataloge maka pihak
perusahaan dapat lebih mengefesienkan pembelian obat tersebut cukup signifikan
yang berkisar 40%-60% dari harga reguler/umum, jadi kondisi ini haruslah
dilakukan perubahan sistem dan prosedur pengadaan obat agar perusahaan lebih
dapat mengoptimalkan pendapatan dan menggurangi resiko dari kemungkinan
kerugian mengingat harga pengadaan obat yang dilakukan saat ini masihlah relatif
tinggi (informan 4: kepala pengadaan obat dirumah sakit dalam pembelian cito).
rekanan yang berkerja sama dengan PTPN II. Dikarenakan belum memakai e-
purchesing dengan juga banyaknya pasien BPJS maka terjadi kerugian dan juga
sering terjadi pembelian cito. Dalam proses ini pihak rumah sakit sudah memberikan
arahan kepada pihak direksi tentang hal ini, tetapi belum ada tanggapan untuk hal
terkait .Jadi proses pengadaan di rumah sakit masih memakai dua sistem hingga
sampai sekarang.
berikut :
“Karena ada dua sistem lalu distrik pun melakukan pengadaan sering lewat waktu
dan kemungkinan ada obat yang disalur oleh distrik ke gudang obat, maka
ketersedian obat pun juga tidak sesuai dengan perencanaan, lalu kemudian sering
juga terjadi waktu tunggu dalam pendistribusian, hal ini lah dilakukan pembelian
cito. Maka sering terjadi seperti ini maka nantinya akan merusak kualitas
pelayanan kepada pasien” (informan 1 : kepala instalasi farmasi, informan 2 :
asisten apoteker kepala)
bahwa dirumah sakit dalam proses pengadaan di distrik sering terjadi keterlambatan
maka mengakibatkan ketersediaan obat tidak sesuai dengan perencanaan. Hal ini bisa
mengakibatkan waktu tunggu dan menggangu pada kulaitas pelayanan di rumah sakit.
Hasil penelitian menujukan makna tahapan prosedur pengadaan obat dilakukan bukan
di rumah sakit melainkan di distrik PTPN II, sumber daya manusia proses pengadaan
berjumlah tiga orang, adapun prosedur tahapan pengadaan terdapat dua sistem yaitu
daptar permintaan barang barang dan pembelian cito, yang dilakukan distrik adalah
pengadaan yang bersifat keseluruhan dan yang dilakukan dirumah sakit yaitu
pembelian obat yang diakibatkan karena kekosongan obat di gudang obat. Dalam hal
ini rumah sakit dalam pengadaan belum melakukan secara e-purchesing. Dimana hal
ini yang menjadi permasalahan yang mengakibatkan kerugian pada pihak rumah
sakit. Dalam hal ini juga dalam proses ketersedian obat sesuai dengan kebutuhan
masih belum tercukupi dikarenakan seringnya tidak tepat waktu oleh distrik dalam
Morawa.
PEMBAHASAN
sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan
tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Ketersedian jumlah apoteker dan tenaga teknis
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam
dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian
dan tenaga teknis kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi farmasi rumah sakit
harus dikepalai oleh seorang apoteker yang merupakan apoteker penanggung jawab
seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi farmasi rumah sakit
kefarmasian dirawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan
obat, rekonsilisasi obat, pemantauan terapi obat, pemberian informasi obat, konseling,
edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 apoteker
kefarmasian dirawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi manejerial dan pelayanan
penggunaan obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutukan tenaga apoteker dengan
Selain kebutuhan apoteker untuk pelayanan kefarmasina rawat inap dan rawat
jalan, maka kebutuhan tenaga apoteker juga diperlukan untuk pelayanan farmasi yang
dispensing,unit pelayanan informasi obat dan lain – lain tergantung pada jenis
aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang di lakukan oleh instalasi farmasi.
rawat jalan, diperlukan juga masing – masing 1 (satu) orang apoteker untuk kegiatan
pelayanan kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit rawat darurat
yang akan diatur lebih lanjut oleh direktur jendral (Permenkes No 58,
2014).
pelayanan medis dan ka. Devisi penunjang medis. Hal ini menyebabkan sumber daya
manusia di RSGTL belum sesuai dengan yang diharapkan dari persyaratan sebagai
tenaga apoteker di suatu rumah sakit. Hal ini terkait dengan RSGTL masih menjadi
unit dari PTPN II, dari hasil wawancara kepada informan dan kepala rumah sakit
sudah diajukan kepada direksi atas permintaan apoteker terkait dengan persyaratan
sumber daya manusia yang harus di milki suatu rumah sakit tetapi hal ini belum juga
Berdasakan hal tersebut dalam penelitian ini menujukkan bahwasanya tidak ada
wewenang dari kepala rumah sakit untuk merekrut sumber daya manusia terkait
dengan penambahan apoteker, yang mengakibatkan ini karena rumah sakit ini masih
menjadi unit dari PTPN II dan keputusan apapun harus terlebih dahulu melalui
direksi PTPN II. Dalam hal ini rumah sakit masih menganut budaya organisasi di
PTPN II.
rumah sakit berkapasitas pasien yang tidak terlalu banyak, dalam hal ini seharusnya
manusia yang kurang, dalam hal ini perlunya suatu kebijakan dari direktur untuk
berbagi wewenang tanggung jawab kepada staff lainnya agar sistem pelayanan
kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah
langsung kepada pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi
penanganan limbah.
Sarana fasilitas ruangan harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar
kerja yang aman untuk petugas dan memudahkan sistem komunikasi rumah sakit.
2. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai.
3. Ruangan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai terdiri dari distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis
pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit farmasi).
6. Ruangan produksi
cukup memadai terlihat dari hasil observasi yang peneliti lakukan. Bahwasanya masih
dirumah sakit. Hal tersebut dari hasil wawancara kepada informan bahwasanya
instalasi di RSGTL belum terakreditasi dan sarana prasarana belum juga memadai hal
ini terkait dengan belum adanya pengedalian mutu dalam pelayanan kefarmasian dan
pendataan dilihat dari sisa stok dan pemakaian bulan lalu. Dalam hal ini instalasi
Proses perencanaan obat di rumah sakit RSGTL yaitu setiap ruangan menyusun
apoteker membuat laporan perencanaan dengan melihat permintaan dari ruangan dan
melihat sisa stok digudang obat, kemudian laporan perencanaan selasai asisten
apoteker memberikan laporan kebutuhan obat kepada kepala instalasi farmasi, kepala
ditandatangani dan diketahui oleh direktur, setelah laporan selesai dan pembuatan
anggaran selesai maka diberikan ke kantor distrik bagian pengadaan untuk melakukan
Penelitian ini tidak sejalan dengan Penelitian Malinggas dkk, 2012 dalam
berikutnya atau periode berikutnya dengan mengikuti pemakaian tahun atau periode
belum melakukan tahapan proses perencanaan obat dengan metode konsumsi yang
benar, untuk itu perlunya pelatihan khusus tentang perencanaan obat yang diberikan
kepada apoteker dan asisten apoteker agar perencanaan obat di RSGTL menjadi lebih
optimal. Penggunaan metode konsumsi harus dilihat dari perhitungan obat, stok awal,
penerimaan obat, pengeluaran obat, sisa stok, kekosongan obat, pemakaian rata –
rata, waktu tunggu, stok pengamanan, dan perkembangan pola kunjungan. Dalam hal
obat tidak sesuai dengan kebutuhan dan ada pembelian obat diluar dari
perencanaan/cito.
Selain dengan metode tersebut cara lain dalam melakukan proses perencanaan
kebutuhan obat perlu suatu komite yang khusus dibentuk untuk melaksanakan
dipakai yaitu dibentuknya suatu komite yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu antara
kesehatan lainnya. Komite ini ditugaskan untuk memilih obat dan mengevaluasi
daftar obat. Keuntungan dibentunya sebuah komite adalah untuk mencegah keputusan
formularium rumah sakit, standart terapi dan standart pelayanan di rumah sakit.
Dalam hal ini RSGTL belum melakukan sesuai dengan penetuan kebutuhan obat,
dilihat dari observasi yang dilakukan peneliti RSGTL sudah mempunyai formularium
rumah sakit dan standart terapi tetapi dalam pelaksanan perencanaan obat tersebut
tidak digunakan sesuai dengan pedoman yang ada. Hal ini memungkinkan terjadinya
perencanaan yang kurang baik. Dalam hal ini perlunya kejelian apoteker untuk
evaluasi kembali agar perencanaan sesuai dengan formularium dan standart terapi.
Terkait dengan pengadaaan dilakukan dengan cara dua sistem salah satunya
kerugian rumah sakit karena ada pembelian secara cito. Dalam hal ini apoteker belum
mampu melakukan perencanaan obat sesuai dengan metode analisis yang ada. untuk
kebutuhan .
Pembelian cito dilakukan karena pengadaan tidak berjalan sesuai dengan tepat
waktu. Agar tidak terjadi pembelian cito seharusnya pihak apoteker mengevaluasi
kembali perencanaan yang dilakukan dengan cara metode ABC. Dalam hal ini
memungkinkan bahwa perencanan bisa berjalan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini
Sejalan Quick et al, 1997 menjelaskan perencanaan yang telah dibuat harus
dilakukan koreksi dengan menggunakan metode analisis nilai ABC untuk koreksi
terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis obat dapat memakan anggaran besar
Dengan analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis – jenis obat yang
dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Pada dasarnya obat
dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai
kurang lebih 80% sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20%, golongan B jika obat
tersebut mempunyai nilai 15% dengan jumlah obat sekitar 10%-80% dan golongan C
Tujuan dari pengadaan obat agar tersedia obat sesuai dengan jenis dan jumlah
yang cukup sesuai dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang
dibutuhkan.
rumah sakit tetapi dilakukan oleh pihak PTPN II. dalam hal ini sistem pengadaan di
rumah sakit dilakukan dengan dua sistem. Sistem pertama yaitu daftar permintaan
barang barang (DPBB) dilakukan oleh distrik. Sistem kedua adalah dengan cara cito
dalam istilah rumah sakit, pembelian cito dilakukan apabila stok obat di apotek dan
gudang habis.
Menurut asumsi peneliti pengadaan dilakukan oleh direksi PTPN II hal tersebut
tidak terlalu menjadi permasalah karena sudah menjadi kebijakan direksi PTPNII
dimana RSGTL adalah unit dari PTPN II. Tekait sering keterlambatan pengiriman
obat oleh direksi ke gudang obat rumah sakit dalam hal itu perlunya koordinasi antara
direktur RSGLT dengan pihak direksi PTPN II agar yang kebutuhan obat sesuai
memberikan obat kepada pihak gudang obat. terkait dalam pembelian cito sumber
informasi mengatakan terjadi kerugian oleh pihak rumah sakit hingga 40%-60%.
Menurut asumsi peneliti terkait sering pembelian cito dan terjadi kerugian
mempertimbangkan harga atau jenis obat. Dalam hal ini perencanaan bisa dilakukan
Dari hasil penelitian pengadaan yang dilakukan oleh distrik ke PBF (Pedagang
Besar Farmasi) menggunakan sistem tender. Tender tersebut yaitu tender rekanan
yang di pilih oleh direksi PTPN. Dalam RSGTL hal ini juga pengadaan obat tidak
obat akan lebih tepat waktu, tepat jumlah dan juga tepat yang dibutuhkan sehingga
pengadaaan obat akan lebih transfaran, efektif, efesien (penghematan ≥ 60%), rumah
sakit yng mempunyai daya saing yang tinggi sehingga dapat menjadi rujukan utama
bagi pelayanan kesehatan pasien peserta BPJS yang ada disekitar kecamatan tanjung
morawa dan sekitarnya, kinerja rumah sakit dapat menarik investor untuk melakukan
kerja sama operasional (KSO) peralatan medis juga sarana dan prasarana penunjang
katalog elektronik, pengadaan obat oleh satuan kerja di bidan kesehatan baik pusat
maupun daerah dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau fasilitas tingkat
lanjutan (FKTL). Berdasarkan pasal 110 peraturan presiden nomor 54 tahun 2010
melalui sistem e-purchasing obat. Pengadaan obat oleh satuan kerja dibidang
kesehatan baik pusat maupun daerah dan FKTP atau FKRTL dapat dilaksanakan
sebagai berikut :
purchasing)
2. Dalam hal yang dibutuhkan tidak terdapat dalam katalog elektronik, proses
2012
Nomor 63 Tahun 2014 prose pengadaan sangat berbeda. Dilihat dari rumah sakit
RSGTL masih menjadi unit dari PTPN II, dalam hal ini rumah sakit harus mengikuti
peraturan di PTPN II karena adanya budaya organisasi dan kebijakan dari direksi
maka pengadaan di rumah sakit dilakukan oleh PTPN II dan akan berbeda dengan
perencanaan obat tidak tepat waktu. Hal ini diakibatkan tidak ada perencanan yang
baik sesuai dengan metode dan analisa dalam melakukan perencanaan kebutuhan
obat.
Ratulangi Tondano hasil observasi langsung dan observasi dokumen didapat bahwa
dalam pelaksanaannya masih terdapat kekosongan obat pada waktu – waktu tertentu.
Hal ini terjadi karena tidak adanya kalender perencanaan pengadaan obat.
perencanaan obat yang baik harus didukung dengan dasar- dasar perencanaan yaitu
sebagai ramalan tahunan/ bulanan dari pemasaran, menghitung bahan – bahan yamg
dibutuhkan dan menyusun daftar untuk bagian pembeliann, sebab dampak yang akan
terjadi jika rumah sakit tidak dapat merencanakan kebutuhan obat maka akan terjadi
perencanaan pengadaan kebutuhan obat dan dasar dasar perencanaan yang baik
pemahaman terhadap prosedur sangat diperlukan agar ketersedian obat sesuai dengan
kebutuhan. Pada penelitian ini perencanaan pengadaan obat dirumah sakit adalah
salah satu poin penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan disuatu rumah sakit.
Dengan baiknya perencanaan pengadan obat dilakukan sesuai dengan analisis dan
metode yang ada maka akan sesuailah keteresediaan obat sesuai dengan perencanaan.
6.1 Kesimpulan
1. Sumber daya manusia di bidang instalasi farmasi terdapat satu apoteker dan
kurang baik.
dilakukan di distrik PTPN II. Pengadaan yang dilakukan oleh distrik ke PBF
tender rekanan yang di pilih oleh direksi PTPN. Dalam RSGTL hal ini juga
70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
waktu. Hal ini diakibatkan tidak ada perencanan yang baik sesuai dengan
6.2 Saran
Dari berbagai hal yang telah disimpulkan dalam penelitian ini, maka dapat
perencanaan kebutuhan obat dalam bentuk metode dan analisa yang paling
kekosongan obat di instalasi farmasi dan tidak lagi terjadi waktu tunggu
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kulitatif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
73
Suciati suci, Wiku B.B adisasmito, 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan
ABC Indeks Kritis Di Instalasi Farmasi, Jurnal, Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Vol 09/No. 01, (hal:19-26).
Undang Undang Nomor 44, 2009. Undang Undang No 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah SakitDepartemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.