Anda di halaman 1dari 4

Faktor biologis terjadinya gangguan mood :

Terdapat 3 neurotransmiter terjadinya gangguan mood, yaitu : norepinefrin, dopamin, dan serotonin,
Neurotransmisi dopaminergik adalah salah satu dari banyak neuorotransmisi yang berpengaruh dan
berkaitan langsung pada kejadian mood pasien dengan gangguan bipolar, dengan terjadinya penurunan
dopamin akan menyebabkan terjadinya episode depresi. Sedangkan, peningkatan dari dopamin akan
menyebabkan terjadinya episode mania (Kaplan & Sadock’s, 2015).

Faktor biologis terjadinya gangguan mood adalah keputusasaan yang dapat diartikan dengan gejala
penurunan kesedihan, motivasi, bunuh diri, penurunan energi, retardasi psikomotor, gangguan tidur,
konsentrasi yang buruk, dan kognisi negatif (Kring et al., 2012). Teori ini menekankan bahwa perbaikan
depresi bergantung pada pembelajaran pasien yang dapat menguasai kontrol dan lingkungan (Kaplan &
Sadock’s, 2015).

Tindakan perawat pada fase manik :

A. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi therapeutic

1) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.

2) Perkenalkan diri dengan sopan.

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

4) Jelaskan tujuan pertemuan.

5) Buat kontrak interaksi yang jelas

6) Jujur dan menepati janji.

7) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

8) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

B. Pasien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari : Diri sendiri, Orang lain dan Lingkungan

1) Anjurkan pasien mengungkapkan yang dialami saat marah.

2) Kaji pengetahuan Pasien tentang rasa marah dan tanda-tandanya

3) Diskusikan dengan Pasien penyebab terjadinya marah

C. Pasien dapat menjelaskan akibat dari marah yang dilakukan

1) Bicarakan akibat atau kerugian dari rasa marah yang terjadi


2) Bersama pasien menyimpulkan akibat dari marah yang terjadi

D. Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan Pemberian

Terapi Mengontrol Emosi Secara Fisik

1) Effects of family-focused therapy on suicidal ideation and behavior in youth at high risk for bipolar
disorder

Tujuan dari terapi ini yakni untuk mengetahui apakah psikoedukasi keluarga dengan pelatihan
keterampilan merupakan aktivitas pencegahan yang efektif terhadap pikiran

Peran perawat dalam melaksanakan intervensi family-focused therapy for adolescents with bipolar
disorder yaitu mengetahui perawatan psikososial untuk pasien bipolar dengan kondisi memiliki
komorbiditas. Sehingga dapat memberikan keterampilan tambahan untuk pasien bipolar dengan kondisi
komorbiditas seperti kemampuan berkomunikas

2) Early Intervention for Youth at High Risk for Bipolar Disorder: A Multisite Randomized Trial of Family-
Focused Treatment.

Tujuan dari terapi ini yakni untuk meneliti efek Family Focused Treatment (diberikan dalam 12 sesi
selama 4 bulan) dalam menstabilkan gejala suasana hati dan mengurangi timbulnya sindrom mania pada
seseorang yang berisiko tinggi untuk bunuh diri dan untuk mengidentifikasi faktor saraf yang terkait
dengan respons terhadap intervensi psikososial pada seseorang yang berisiko tinggi.

Pada penelitian ini, peran perawat dalam melaksanakan intervensi Family Focused Treatment. yaitu
dengan melakukan kolaborasi bersama tenaga kesehatan lainnya serta keluarga dalam memberikan
intervensi dini untuk menghindari terganggunya perkembangan sosial,neurologis, dan emosional remaja
yang berisiko tinggi terkena bipolar disorder.

3) A Brief Motivational Intervention for Enhancing Medication Adherence for Adolescents with Bipolar
Disorder

Tujuan dari terapi ini yakni untuk mengetahui efektivitas Intervensi Motivasi Singkat dalam
meningkatkan kepatuhan di kalangan remaja yang mengalami gangguan bipolar dengan mengeksplorasi
efisiensi dan validitas internal

Peran perawat dalam melaksanakan Intervensi Motivasi Singkat adalah melakukan psikoedukasi dengan
memberikan informasi tentang gangguan, efek samping, pengobatan untuk menurunkan tingkat
kekambuhan dan kepatuhan pengobatan

4) Psychoeducation and Online Mood Tracking for Patients with Bipolar Disorder
Tujuan dari terapi ini yakni untuk membandingkan intervensi psikoedukasi yang difasilitasi oleh terapis
dan intervensi psikoedukasi secara mandiri.

Peran perawat dalam melaksanakan psikoedukasi kelompok singkat untuk caregiver dengan individu
gangguan bipolar adalah melakukan psikoedukasi dengan memberikan informasi tentang gangguan
bipolar dan meningkatkan self-efficacy caregiver dengan individu gangguan bipolar serta cara agar untuk
mengurangi beban caregiver tersebut.

5) Brief group psychoeducation for caregivers of individuals with bipolar disorder

Tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengevaluasi keefektifan intervensi psikoedukasi dua sesi singkat
untuk caregiver.

Peran perawat dalam melaksanakan intervensi psikoedukasi kepada penderita bipolar adalah dengan
cara membantu klien untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan bagi yang ingin mendapatkan
intervensi psikoedukasi oleh terapis atau membantu klien yang ingin melakukan intervensi psikoedukasi
secara mandiri. Perawat juga mambantu klien untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk
mengelola gangguan bipolar secara mandiri.

6) Dialectical Behavior Therapy for Adolescents with Bipolar Disorder

Tujuan dari penelitian ini yakni untuk melakukan uji coba secara acak percontohan terapi perilaku
dialektis atau dialectical behavior therapy (DBT) versus perawatan psikososial seperti biasa atau
treatment as usual (TAU) untuk remaja yang didiagnosis dengan gangguan bipolar.

Peran perawat dalam melaksanakan intervensi Dialectical Behavior Therapy (DBT) bisa dilakukan dengan
kolaborasi bersama tenaga klinis lainnya seperti dokter. Perawat dan dokter yang menangani pasien
dengan bipolar melakukan analisa awal mengenai tingkat bipolar pasien, pada pasien yang menunjukkan
komitmen rendah terhadap pengobatan, bunuh diri, dan cedera diri non-suicidal, atau disregulasi
emosional dapat mempertimbangkan pemberian intervensi DBT ini sebagai tambahan terapi yang
membantu berhasilnya pemberian farmakoterapi.

Farmakoterapi untuk mengatasi gejala skizoafektif tipe manik yaitu pengobatan dengan obat
antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik
saja. Pada kasus ini, pasien diberikan carbamazepin dan stelazine. Carbamazepine adalah obat
antikejang yang digunakan sebagai stabilizer mood. Cara kerja mood stabilezer yaitu membantu
menstabilkan kimia otak tertentu yang disebut neurotransmitters yang mengendalikan temperamen
emosional dan perilaku dan menyeimbangkan kimia otak tersebut sehingga dapat mengurangi gejala
gangguan kepribadian borderline. Efek samping carbamazepine dapat menyebabkan mulut kering dan
tenggorokan, sembelit, kegoyangan, mengantuk, kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah.
Karbamazepin tidak boleh digunakan bersama dengan inhibitor monoamine oxidase ( MAOIs ). Hindari
minum alkohol saat mengambil carbamazepine. Hal ini dapat meningkatkan beberapa efek samping
carbamazepine yaitu dapat meningkatkan risiko untuk kejang.(Kaplan H I, Sadock B J, 2010)

Untuk orang gangguan skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood
stabilizer cenderung bekerja dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil
terbaik, psiko-edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi
bagian pentingdari pengobatan pada gangguan skizoafektif. (Melliza, 2013).

Daftar Pustaka

Melissa Conrad Stöppler. 2013.Schizoaffective disorder.http://www.medicinenet.com. (akses: 5


Desember 2013)

Putra, A. G. O. R. K. (2013). Schizoaffective disorder with manic type: a case report. E-Jurnal Medika
Udayana, 304-312.

Anda mungkin juga menyukai