Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN APENDISITIS

OLEH :

NAMA : ADELINA SIA

NPM : ( 19201002 )

KELAS : 2019 A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Apendisitis
dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah KMB 2.
Saya juga sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca yang bersifat
konstruktif demi kelancaran pada penyusunan makalah selanjutnya. Akhir kata, saya berharap
semoga makalah ini dapat menjadi referensi tambahan buat kita semua khususnya teman-teman
mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian St.
Paulus Ruteng.

Ruteng, Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL,………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR,……………………………………………………………………

DAFTAR ISI,……………………………………………………………………………..,

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Apendisitis............................................................................


B. Defenisi......................................................................................................................
C. Etiologi.......................................................................................................................
D. Manifestasi klinik.......................................................................................................
E. Patofisiologi...............................................................................................................
F. Penatalaksanaan.........................................................................................................
G. Komplikasi.................................................................................................................
H. Pemeriksaan penunjang.............................................................................................

BAB 111 ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian,……………………………………………………………………….....
B. Diagnosa keperawatan ..............................................................................................
C. Intervensi....................................................................................................................
BAB 1V PENUTUP

A. Kesimpulan,…………………………………………………………………….......
B. Saran,…………………………………………………………………………….....

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan kuat.
Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam memberikan kemudahan
dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital bagi setiap orang. Aktivitas yang
dilakukan tentunya mendukung proses kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu
dan yang lainnya.
Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti
kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu
pengetahuan. Semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat polahidup,
ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.
Pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang
penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat.
Salah satu penyakit yang timbul adalah apendisitis.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah
dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Penjelasan selanjutnya akan di bahas pada bab pembahasan.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi apendisitis?
2. Apa definisi dari apendisitis?
3. Bagaimana etiologi apendisitis?
4. Apa manifestasi klinik apendisitis?
5. Bagaimana patofisiologi apendisitis?
6. Bagaimana penatalaksanaan apendisitis?
7. Apa komplikasi apendisitis?
8. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis?

C.  Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Asuhan Keperawatan
pada penyakit Apendisitis.

2. Tujuan Khusus :
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis
 Untuk memahami definisi dari apendisitis
 Mengetahui etiologi apendisitis
 Dapat mengetahui manifestasi klinik apendisitis
 Memahami patofisiologi apendisitis
 Mengetahui penatalaksanaan apendisitis
 Mengetahui komplikasi apendisitis
 Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
apendisitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Appendisitis


Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi
seiring pertumbuhan dan distensi caecum.Posisi apendiks terletak posteromedial caecum. Di
daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen dan posisinya bervariasi. Appendiks
terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian
posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial
dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah
garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa
mengandung amilase dan musin.Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu
normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.
B.  Definisi
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada di umbai cacing (apendiks). Infeksi ini
bisa terjadi pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, apendiks itu bisa pecah.
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
C. Etiologi
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor
prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
1.    Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a.    Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.    Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c.    Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d.   Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2.    Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3.    Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.    Tergantung pada bentuk appendiks.
5.    Appendik yang terlalu panjang.
6.    Appendiks yang pendek.
7.    Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8.    Kelainan katup di pangkal appendiks.

D. Manifestasi Klinik
Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah menembus kebelakang
(kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu
makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas
mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang
sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal, bila ujungnya ada pada pelvis,
tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi
menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya
kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa
pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar,
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.
E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin
lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri
pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang
diikutiganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh
maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
Omentum pada anak-anak lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
untuk terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan
pembuluh darah.

F. Penatalaksanaan
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan
antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi
diberikan drain diperut kanan bawah.
1.    Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik
dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan
dipuasakan
2.    Tindakan operatif : appendiktomi
3.    Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar
kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

G. Komplikasi
1.    Perforasi dengan pembentukan abses
2.    Peritonitis generalisata
3.    Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)

H. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi: akan tampak adanya pembekakan (swelling) rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi).
 Palpasi: didaerah perut kanan bawah (pada tittik Mc Burney) bila ditekan
akan terasa nyeri dan bila tekanan di lepas juga akan terasa nyeri (blumberg
sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
 Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai diangkat
tingg-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah (psoas sign).

Gambar 6: PSOA’S sign


 Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
 Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
 Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritonium tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak
di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda peransangan
peritonium akan lebih menonjol.
Gambar 7: Obturator sign

b. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi
(pecah). (Nanda, 2015)
c. Pemeriksaan radiologi
 Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
 Ultrasonografi (USG)
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
 CT scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
 Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen,
apendikogram. (Nanda, 2015)

Gambar 8. Pemeriksaan dengan CT scan


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.  Pengkajian
1.  Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2.  Riwayat kesehatan
a)  Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
c)  Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
d)  Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
3.  Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
a) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva
anemis.
b)  Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD >110/70mmHg;
hipertermi.
c) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya
sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O 2, tidak ada
ronchi, whezing, stridor.
d)  Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi
dan pendarahan.
e) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang serta tidak
bisa mengeluarkan urin secara lancar
f) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan
penyakit
g)  Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h)Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen.
4.  Pola fungsi kesehatan menurut Gordon
a)  Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan  olah
raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
b)  Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan intake
makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
c)  Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa nyeri
atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur  akan mempengaruhi pola eliminasi urine.
Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh
anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
d)  Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas
biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
e)  Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran, kemampuan
berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
f)  Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu
kenyamanan pola tidur klien.
g)  Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan
harus dibantu.  Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita
mengalami emosi yang tidak stabil.
h)   Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
i)   Pola Reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama beberapa
waktu.
j)   Pola penanggulangan  stress
Sebelum MRS :  klien kalau setres mengalihkan pada hal lain.
Sesudah MRS : klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
k)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum MRS : klien rutin beribadah, dan tepat waktu.
Sesudah MRS : klien biasanya tidak tepat waktu beribadah.
5.   Pemeriksaan diagnostik
a)   Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut
b)  Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik
seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui adanya
komplikasi pasca pembedahan
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi
d)  Pemeriksaan Laboratorium
§  Darah     : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml
§  Urine      : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

B.  Diagnosa Keperawatan
ANALISA DATA
N DATA MASALA ETIOLOGI
O PENUNJAN H
G
1 DS : pasien Gangguan Adanya
mengatakan rasa perangsangan
nyeri pada nyaman pada
abdomen (nyeri) epigastrium
kanan bawah
tembus ke
punggung
DO :
Ø Wajah tampak
menyeringai
Ø P : nyeri
karena adanya
perangsangan
Ø Q : nyeri
seperti
tertusuk-tusuk
Ø R : nyeri
dibagian
kanan bawah
abdomen
Ø S : skala nyeri
8
Ø T : nyeri
terjadi saat
ditekan
2 DS : - Resiko Diskontinuita
DO : terjadi s jaringan
Ø TTV : Suhu infeksi sekunder
380C; Nadi terhadap luka
>80x/menit; insisi bedah
TD >110/70
mmHg; RR
>20x/menit
Ø Terdapat luka
insisi bedah
3 DS : Pasien Kekuranga Pembatasan
mengatakan n volume cairan
haus cairan pascaoperasi
DO : sekunder
Ø Ada tanda- terhadap
tanda proses
dehidreasi : penyembuha
Membrane n
mukosa
kering
Turgor kulit
menurun
>2detik
Ø Urin pekat
(oliguri <500
cc/hari)
Ø TTV tidak
stabil:
TD  >120/80
mmHg
Nadi
>80x/menit
RR :
>20x/menit
Suhu :
>37,50C
4 DS : Pasien Kurang tidak
dan keluarga pengetahua mengenal
mgatakan n informasi
tidak tentang
mengetahui kebutuhan
tentang proses pengobatan/
penyakit dan perawatan
pengobatanny pasca
a pembedahan
DO :
Ø Bertanya
mengenai
informasi
proses
penyakit
Ø Bertanya
tentang
perawatan
pascaoperasi
Ø Bertanya
tentang
pengobatan

Diagnosa keperawatan apendisitis :


Pre-op :
1. Ganggan rasa nyaman (nyeri) b/d adanya perangsangan pada epigastrium
2. Post-op :
3. Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah
4. Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses
penyembuhan
5. Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang kebutuhan pengobatan/
perawatan pasca pembedahan

C.  Intervensi
1. Dx kep. 1 : Ganggan rasa nyaman (nyeri) b/d adanya perangsangan pada epigastrium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
pasien dapat berkurang
KH : Nyeri hilang, skala 0-3, pasien tampak rileks, mampu tidur/ istirahat selama 7-9 jam
dalam sehari
INTERVENSI RASIONAL
Kaji nyeri, catat lokasi, Berguna dalam pengawasan
karakteristik, beratnya keefektifan obat, kemajuan
(skala 0-10) penyembuhan. Perubahan
pada karakteristik nyeri,
menunjukkan terjadinya
abses/peritonitis.
Pertahankan istirahat Menghilangkan tegangan
dengan posisi semi fowler abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang
Dorong ambulasi dini Merangsang peristaltik dan
kelancaran flatus,
menurunkan
ketidaknyamanan abdomen
Berikan aktifitas hiburan Meningkatkan relaksasi dan
dapat meningkatkan
kemampuan koping
Kolaborasi pemberian Menghilangkan dan
analgetik mengurangi nyeri

2. Dx kep. 2 : Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien tidak
menunjukkan tanda dan gejala infeksi
KH : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, drainase purulen, tidak ada eritema
dan tidak ada demam. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering

INTERVENSI RASIONAL
Awasi TTV. Perhatikan Dugaan adanya infeksi/
demam menggigil, terjadinya sepsis, abses
berkeringat, perubahan
mental.
Lakukan pencucian tangan Menurunkan risiko
yang baik dan perawatan penyebaran bakteri
luka aseptic
Lihat insisi dan balutan. Memberikan deteksi dini
Catat karakteristik drainase terjadinya proses infeksi
luka
Berikan informasi yang Pengetahuan tentang
tepat pada pasien/ keluarga kemajuan situasi
pasien memberikan dukungan
emosi, membantu
menurunkan ansietas
Berikan antibiotik sesuai Mungkin diberikan secara
indikasi profilaktik atau menurunkan
jumlah organisme (pada
infeksi yang ada
sebelumnya) untuk
menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya

3. Dx kep 3 : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap
proses penyembuhan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien
dapat mempertahankan keseimbangan cairan
KH : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : membran mukosa lembab, turgor kulit baik (< 2
detik), TTV stabil (TD : 110/70-120/80 mmHg; RR : 16-20x/menit; N : 60-100x/menit; S
: 36,5- 37,50 C), haluaran urin adekuat.

INTERVENSI RASIONAL
Observasi TTV Tanda yang membantu
mengidentifikasi
fluktuasi volume
intravaskuler
Observasi membran mukosa, Indikator keadekuatan
kaji turgor kulit dan pengisian intake cairan dan
kapiler elektrolit
Awasi intake dan output, catat Penurunan pengeluaran
warna urine/konsentrasi, berat urine pekat dengan
jenis peningkatan berat jenis
diduga
dehidrasi/kebutuhan
cairan meningkat
Auskultasi bising usus,  catat Indikator kembalinya
kelancaran flatus dan, gerakan peristaltik, kesiapan
usus untuk pemasukan per oral
Berikan sejumlah kecil Menurunkan iritasi
minuman jernih bila pemasukan gaster/muntah untuk
peroral dimulai, dan lanjutkan meminimalkan
dengan diet sesuai toleransi kehilangan cairan

4.    Dx kep. 4 : Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang kebutuhan
pengobatan/ perawatan pasca pebedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dan
keluarga mampu memahami dan mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya
KH : Berpartisipasi dalam program pengobatan

INTERVENSI RASIONAL
Kaji ulang pembatasan Memberikan informasi pada
aktifitas pascaoperasi pasien untuk merencanakan
kembali rutinitas biasa tanpa
menimbulkan masalah
Anjurkan menggunakan Membantu kembali ke
laksatif/ pelembek feses fungsi usus, mencegah
ringan bila perlu dan hindari mengejan saat defekasi
enema
Diskusikan perawatan insisi, Pemahaman peningkatan
termasuk mengganti balutan, kerja sama dengan program
pembatasan mandi, dan terapi, meningkatkan
kembali ke dokter untuk penyembuhan dan proses
mengangkat jahitan/pengikat perbaikan
BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum,
tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar
0,3 – 0,7 cm. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan
kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor
prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
1.    Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2.    Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
Tanda dan gejalanya adalah nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah
menembus kebelakang (kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan
tekanan.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin
lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat
itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang
diikutiganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh
maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler,
diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi
perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
Komplikasinya :
1.    Perforasi dengan pembentukan abses
2.    Peritonitis generalisata
3.    Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)
Cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis
meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

B.  Saran
Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing untuk
melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus
dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk
menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul pada sistem pencernaan
adalah apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. 2005. PATOFISIOLOGI : konsep klinis proses-proses


penyakit. Jakarta : EGC.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :  EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.

______, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 1


Juni 2008.
______http://nursingbegin.com/askep-apendisitis/
______http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-apendisitis-usus-buntu/

Anda mungkin juga menyukai