Anda di halaman 1dari 83

HUBUNGAN KADAR MAGNESIUM SERUM DENGAN KALSIFIKASI

PEMBULUH DARAH PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

TESIS

Oleh

RENTI WORO SISMIASTUTI

137101002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN KADAR MAGNESIUM SERUM DENGAN KALSIFIKASI
PEMBULUH DARAH PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik
dan Spesialis Penyakit Dalam pada Program Studi Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

RENTI WORO SISMIASTUTI


137101002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Renti Woro Sismiastuti

NIM : 137101002

Tanda Tangan :

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Renti Woro Sismiastuti
NIM : 137101002

Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam


Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right ) atas
tesis saya yang berjudul:

HUBUNGAN KADAR MAGNESIUM SERUM DENGAN KALSIFIKASI PEMBULUH


DARAH PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini,
Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam
bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : Juli 2018
Yang menyatakan

Renti Woro Sismiastuti

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Abstrak

HUBUNGAN KADAR MAGNESIUM SERUM DENGAN KALSIFIKASI PEMBULUH


DARAH PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

Renti Woro, Riri Muzasti, Alwi Thamrin, Syafrizal Nasution


Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Latar belakang: Kalsifikasi pembuluh darah adalah faktor risiko kematian kardiovaskular pada
pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. Kadar magnesium yang
rendah telah dilaporkan mempunyai hubungan yang kuat dengan kalsifikasi pembuluh darah
pada pasien hemodialisis. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat hubungan antara kadar
magnesium serum dengan kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis reguler.

Metode: Sampel studi adalah 60 pasien stabil hemodialisis reguler, yang telah menjalani
hemodialisis diatas atau sama dengan 3 tahun. Kalsifikasi pembuluh darah dinilai dengan
menggunakan foto lateral lumbal. Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengukur kadar
magnesium serum.

Hasil : Studi melibatkan 60 pasien, pria 38 dan wanita 22, dengan usia antara 25-68 tahun.
Kalsifikasi pembuluh darah terjadi pada 65% pasien. Rata-rata kadar magnesium serum
2,12±0,29 mg/dl. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar magnesium kelompok
yang ada kalsifikasi dengan yang tidak ada kalsifikasi pembuluh darah (2,12±0,27 vs 2,13±0,33,
p value 0,87 >0,05).
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar magnesium kelompok yang
ada kalsifikasi dengan yang tidak ada kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis
reguler

Kata Kunci : hemodialisis, magnesium, penyakit ginjal kronik, kalsifikasi pembuluh darah

Universitas Sumatera Utara


Abstract

ASSOCIATION BETWEEN THE PRESENCE OF VASCULAR CALCIFICATION AND


SERUM MAGNESIUM IN HEMODIALYSIS PATIENTS

Renti Woro, Riri Muzasti, Alwi Thamrin, Syafrizal Nasution


Division of Nephrology and Hypertension Department of Internal Medicine
Medical Faculty of University Sumatera Utara, Medan

Introduction : Vascular calcification is a risk factor for cardiovascular mortality in hemodialysis


patients. Low magnesium levels have been reported to have strong association with vascular
calcification in hemodialysis patients. The aims of this study was to examine the association
between serum magnesium levels and vascular calcification in hemodialysis patients
Methods : We studied 60 stable patients undergoing maintenance hemodialysis for more than 3
years. Vascular calcification was evaluating using lumbar lateral x-rays. Blood was drawn to
measure serum magnesium levels.
Results : This study included 60 patients, 38 male and 22 female, aged 25-68 years. Vascular
calcification was present in 65% of the patients. Mean serum magnesium level was 2,12±0,29
mg/dl. Serum magnesium was not statistically lower in patients with vascular calcification than
in those without (2,12±0,27 vs 2,13±0,33, p value 0,87 >0,05).
Conclusion : Serum magnesium levels was not statistically different between the group with
vascular calcification and without vascular calcification in hemodialysis patients.

Keywords: hemodialysis; magnesium; chronic kidney disease; vascular calcification

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Hubungan Kadar Magnesium
Serum Dengan Kalsifikasi Pembuluh Darah Pada Pasien Hemodialisis Reguler” sebagai tugas
akhir dalam menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis.
Penyusunan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari banyak pihak, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. Dr. dr. Aldy S Rambe SpS(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
2. dr. Refli Hasan SpPD-KKV, SpJP(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Dairion Gatot SpPD-KHOM selaku Kepala Program Studi Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH selaku direktur Klinik Spesialis Ginjal dan
Hipertensi Rasyida yang telah memberikan izin kepada penulis untuk bertanya langsung
kepada pasiennya.
5. dr. Syafrizal Nst, M.Ked(PD), SpPD-KGH, dr Alwi Thamrin SpPD-KGH, dr. Riri Andri
Muzasti, M.Ked(PD), SpPD selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan
dan masukan kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah
membantu penulis.
7. Orang tua penulis yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat penulis yang telah bersama-sama saling membantu dan saling
mendukung.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari tesis ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat
bermanfaat bagi kita semua

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i


ABSTRAK ............................................................................................................ ii
ABSTRACT.......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Hipotesis ................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti........................................................................ 4
1.5.2 Manfaat Bagi Unit Hemodialisis, Peneliti Lain.................................. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5


2.1 Penyakit Ginjal Kronik .............................................................................. 5
2.1.1 Definisi Penyakit Ginjal Kronik ........................................................ 5
2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik .................................................... 5
2.1.3 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik ........................................... 6
2.2 Hemodialisis .............................................................................................. 6
2.2.1 Penyebab Kematian Pada Hemodialisis ............................................. 7
2.3 Kalsifikasi Pembuluh Darah Pada Penyakit Ginjal Kronik ......................... 7
2.3.1 Patogenesis Kalsifikasi Pembuluh Darah........................................... 7
2.3.2 Peranan Magnesium Terhadap Kalsifikasi Pembuluh Darah .............. 9
2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kalsifikasi Pembuluh Darah ................. 14
2.3.4 Diagnosis Kalsifikasi Pembuluh Darah ............................................. 16
2.3.5 Peranan Foto Lateral X-ray ............................................................... 17
2.4 Kerangka Teori .......................................................................................... 19

BAB III. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............... 20


3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 20
3.2 Variabel Dan Definisi Operasional ............................................................. 20
3.2.1 Variabel Independen ........................................................................ 20
3.2.2 Variabel Dependen............................................................................ 20

Universitas Sumatera Utara


BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 21
4.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 21
4.2 Waktu Dan Tempat Penelitian .................................................................... 21
4.3 Populasi Dan Sampel .................................................................................. 21
4.4 Perkiraan Besar Sampel .............................................................................. 21
4.5 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ...................................................................... 22
4.6 Cara Kerja Dan Alur Penelitian .................................................................. 22
4.7 Kerangka Operasional ................................................................................ 23
4.8 Pengolahan Dan Analisa Data ..................................................................... 23
4.9 Ethical Clearance ....................................................................................... 24

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 26


5.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 26
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................... 26
5.1.2 Analisis Univariat ............................................................................. 26
5.1.3 Analisis Bivariat ............................................................................... 29
5.2 Pembahasan ................................................................................................ 29
5.2.1 Analisis Univariat ............................................................................. 29
5.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................... 30

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 32


6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 32
6.2 Saran .......................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


2.3.1 Mekanisme kalsifikasi pembuluh darah pada pasien penyakit ginjal kronik .8
2.3.2 Regulasi dari homeostasis magnesium ........................................................ 10
2.3.3 Peran protektif magnesium terhadap kalsifikasi pembuluh darah ................ 14
2.3.4 Kalsifikasi intima dan media pada penyakit ginjal kronik ........................... 17
2.3.5 Skoring kalsifikasi aorta abdominalis.......................................................... 18
5.1.1 Kadar magnesium responden… .................................................................. 28
5.1.2 Kalsifikasi pembuluh darah responden… .................................................... 28

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


5.1.1 Karakteristik dasar subjek penelitian .......................................................... 26
5.1.2 Hubungan kadar magnesium dengan kalsifikasi pembuluh darah ............... 29
5.1.3 Korelasi kadar magnesium dengan skor AAC ............................................ 29

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Persetujuan Komite Etik

Lampiran 3 Lembar Penjelasan

Lampiran 4 Lembar Persetujuan

Lampiran 5 Jadwal Penelitian

Lampiran 6 Kertas Kerja Profil Penelitian

Lampiran 7 Personalia

Lampiran 8 Prakiraan Biaya, Sumber Dana Penelitian

Lampiran 9 Data Induk

Lampiran 10 Output SPSS

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

AAC : Aortic Abdominal Calcification

AUC : Area Under Curve

BMP2 : Bone Morphogenetic Protein 2

BMP7 : Bone Morphogenetic Protein 7

Ca : Calsium

CAC : Coronary Artery Calcification

CaSR : Calcium Sensing Receptor

CKD : Chronic Kidney disease

CORD : Calsification Outcome in Renal Disease

CT : Computed Tomography

Ca/P : Calsium/Phosphor

dkk : Dan Kawan Kawan

DM : Diabetes Mellitus

EBCT : Electro Beam Computed Tomography

FGF23 : Fibroblast Growth Factor 23

HD : Hemodialisis

KDIGO : The Kidney Disease Improving Global Outcome

L1 : Lumbal 1

L4 : Lumbal 4

LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

Mg : Magnesium

MGP : Matrix GIa Protein

MSCT : Multi Slice Computed Tomography

Universitas Sumatera Utara


OPG : Osteoprotegerin

OR : Odds Ratio

PD : Peritoneal Dialisis

pH : Potential of Hidrogen

Pi : Inorganic Phosphate

Pit1 : Inorganic Phosphate Transporter 1

Pit2 : Inorganic Phosphate Transporter 2

PPi : Inorganic Pyrophosphate

PPI : Proton Pump Inhibitor

PTH : Para Thyroid Hormone

ROC : Receiver Operator Curve

RUNX2 : Runt-Related Transcription factor 2

TRPM7 : Transien Receptor Potential Melastin 7

VSMCs : Vascular Smooth Muscle Cell

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis ataupun peritoneal dialisis. Fakta
menyebutkan bahwa risiko kematian yang disebabkan karena penyakit kardiovaskular pada
pasien penyakit ginjal kronik lebih besar dari pada populasi umum, walaupun sudah disesuaikan
dengan usia dan status diabetik pasien.1 Pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani dialisis
pada pemeriksaan angiografi terbukti mengalami kalsifikasi arteri koroner dua sampai lima kali
lipat lebih banyak jika dibandingkan dengan individu yang usianya sama. 1
Meningkatnya kematian yang disebabkan penyakit kardiovaskular, berhubungan dengan
kalsifikasi pada pembuluh darah besar, seperti aorta, dimana hal ini dapat menyebabkan
kekakuan dinding pembuluh darah arteri serta meningkatkan tekanan pulsasi dan menurunnya
perfusi miokard, pada saat diastole.1 Kalsifikasi yang berhubungan dengan aterosklerosis, lebih
sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium tiga sampai lima, yang belum
menjalani terapi dialisis.1 Kalsifikasi intima maupun media mempunyai peran utama baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap penyakit kardiovaskular dan berhubungan dengan
meningkatnya mortalitas pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. 1 Oleh karenanya,
pencegahan penyakit kardiovaskular menjadi penting, untuk menurunkan angka kejadian
morbiditas dan mortalitas. Walaupun beberapa faktor risiko koroner yang sudah diketahui,
seperti meningkatnya usia, dislipidemia, diabetes dan merokok, memegang peran penting
terhadap penyakit kardiovaskular pada pasien yang menjalani hemodialisis, namun beberapa
faktor risiko lain, yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis juga ikut terlibat, seperti
anemia, toksin uremik, stress oksidatif, serta gangguan metabolisme mineral (kalsium, fosfor,
magnesium) dan tulang.1 Untuk itu, saat ini banyak peneliti yang mencari tahu hubungan antara
gangguan metabolisme mineral dan tulang dengan kalsifikasi pembuluh darah.
Peran magnesium terhadap patogenesis dari kalsifikasi pembuluh darah selama ini masih
sering diabaikan, walaupun sebenarnya magnesium termasuk di dalam metabolisme mineral dan
tulang. Magnesium adalah suatu antagonis kalsium alami. Studi pada hewan maupun manusia

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan bahwa rendahnya kadar magnesium dalam sirkulasi, berhubungan dengan
meningkatnya kalsifikasi pembuluh darah. Studi pada hewan coba, invitro, menunjukkan bahwa
magnesium mempunyai peran protektif terhadap kalsifikasi pembuluh darah melalui berbagai
mekanisme molekular. Beberapa studi invitro membuktikan, bahwa magnesium adalah inhibitor
poten dari proses kalsifikasi.2,3
Pada studi cross-sectional oleh Tzanakis dkk mengenai peran magnesium terhadap
kalsifikasi katup mitral pada pasien yang menjalani kronik hemodialisis, menunjukkan bahwa
40% pasien mengalami kalsifikasi mitral. 1,3 Mereka menemukan tidak adanya perbedaan yang
signifikan antara kadar serum fosfat, kalsium, atau hormon paratiroid pada pasien dengan atau
tanpa kalsifikasi, namun kadar magnesium secara signifikan rendah pada semua pasien dengan
kalsifikasi. Analisa statistik menunjukkan bahwa pasien dengan kadar magnesium < 1,23
mmol/L dua kali lipat beresiko menjadi kalsifikasi katup mitral dibandingkan dengan kadar
magnesium > 1,23 mmol/L.1,3
Kemudian, Tzanaki dkk kembali melakukan studi cross-sectional yang menilai hubungan
antara kadar serum magnesium dengan ketebalan intima/media karotis pada pasien yang
menjalani hemodialisis, mengunakan analisa multivariat. Penelitian ini membandingkan 92
pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dengan 182 orang sehat, yang fungsi
ginjalnya masih baik, sebagai kontrol. Penelitian ini menggunakan ultrasonografi untuk
menunjukkan bahwa ketebalan intima/media dari arteri karotis pada pasien hemodialisis lebih
besar daripada kontrol. Mereka juga menemukan bahwa perubahan 0,5 mmol/L pada kadar
magnesium berhubungan dengan perubahan ketebalan 0,35 mm pada intima/media karotis. 1,3
Studi observasional lain juga telah dilakukan oleh Ishimura dkk, studi ini melibatkan 390
pasien yang menjalani terapi hemodialisis, dengan mengekslusikan pasien diabetes, dan
menggunakan pemeriksaan radiologi tangan untuk mendeteksi adanya kalsifikasi arteri.
Kalsifikasi pembuluh darah arteri phalangeal ditemukan pada 52 pasien (13%). Kadar rata rata
magnesium serum secara signifikan rendah pada pasien yang mengalami kalsifikasi pembuluh
darah, dibandingkan yang tidak mengalami kalsifikasi pembuluh darah. 1,15
Pasien yang menjalani hemodialisis mempunyai angka kejadian kardiovaskular sepuluh
sampai tiga puluh kali lebih besar daripada populasi umum.4 Walaupun banyak bukti yang
meyakinkan bahwa penyakit ginjal kronis adalah faktor risiko dari terjadinya kalsifikasi
pembuluh darah, namun tidak ada studi yang membandingkan kalsifikasi aorta abdominal pada

Universitas Sumatera Utara


pasien dengan atau tanpa penyakit ginjal kronis. Akan tetapi, terdapat empat studi yang telah
menilai faktor risiko terhadap kalsifikasi aorta abdominal pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis.4 Studi ini menunjukkan bahwa kalsifikasi aorta lebih sering terjadi pada pasien yang
sudah menjalani hemodialisis lebih lama.4
Studi cross-sectional yang dilakukan oleh Honkanen dkk telah berhasil membuktikan bahwa
kalsifikasi aorta abdominal dapat dideteksi oleh foto lumbal lateral dengan menggunakan skor
kalsifikasi aorta abdominalis.5
Hubungan antara kadar magnesium dengan angka bertahan hidup pada pasien penyakit ginjal
tahap akhir yang menjalani hemodialisis, telah diteliti oleh Ishimura dkk. Ishimura dkk
melaporkan bahwa angka kematian secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang mempunyai
kadar magnesium rendah.3
Sejauh ini, belum ada data mengenai hubungan kadar magnesium serum dengan kalsifikasi
pembuluh darah pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia
serta faktor yang mempengaruhinya, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2.Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara kadar magnesium serum dengan kalsifikasi pembuluh darah
pada pasien hemodialisis reguler ?

1.3.Hipotesis
Kadar magnesium serum berhubungan dengan kalsifikasi pembuluh darah pada pasien
hemodialisis reguler.

1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1.Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara kadar magnesium serum dengan kalsifikasi pembuluh
darah pada pasien hemodialisis reguler.

1.4.2.Tujuan Khusus
1.4.2.1 Untuk mengetahui prevalensi kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis
reguler.

Universitas Sumatera Utara


1.4.2.2 Untuk mengetahui derajat kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis reguler
1.4.2.3 Untuk mengetahui nilai cut off magnesium pada pasien hemodialisis reguler yang
beresiko terhadap kalsifikasi pembuluh darah.

1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah menambah wawasan penulis mengenai hubungan
kadar magnesium serum dengan kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis reguler.

1.5.2. Manfaat Bagi Unit Hemodialisis dan Peneliti Lain


Manfaat penelitian ini bagi unit hemodialisis adalah berkontribusi dalam kualitas pelayanan
hemodialisis, khususnya yang berkaitan dengan kalsifikasi pembuluh darah dan kadar
magnesium.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lebih
lanjut apakah kadar magnesium yang rendah dapat dilakukan intervensi, sehingga dapat
memperbaiki angka kejadian penyakit kardiovaskular pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis reguler.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Ginjal Kronik


2.1.1 Definisi Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, yang umumnya berakhir dengan gagal
ginjal.6 Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. 6
Kriteria penyakit ginjal kronik adalah (1) kerusakan yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, dengan
manifestasi kelainan patologis, terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan. (2) laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60 ml/mnt/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. 6

2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik


Klasifikasi penyakit ginjal kronis didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas
dasar laju filtrasi glomerulus (LFG), yang dihitung berdasarkan rumus kockcroft-Gault, sebagai
berikut6 :
LFG = (ml/mnt/1,73m2) = (140-umur) x berat badan
-------------------------------- *
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut sebagai berikut :
1. Derajat 1, kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑, LFG ≥ 90
2. Derajat 2, kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan, LFG 60-89
3. Derajat 3, kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang, LFG 30-59
4. Derajat 4, kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat, LFG 15-29

Universitas Sumatera Utara


5. Derajat 5, Gagal ginjal, LFG < 15 atau dialisis.

2.1.3 Penatalaksaan Penyakit Ginjal Kronik


Sekitar 1 dari 9 orang di Amerika serikat mempunyai manifestasi penyakit ginjal kronis,
mulai dari proteinuria dengan fungsi ginjal yang masih baik sampai dengan fungsi ginjal yang
sudah menurun, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. 8 Pada tahun 2002, 406.000
orang menjalani terapi pengganti ginjal (dialisis ataupun transplantasi) di Amerika serikat. 8
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi; terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya,
pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan fungsi ginjal,
pencegahan dan terapi pada penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap
komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. 6

2.2. Hemodialisis
Hemodialisis dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengubahan komposisi solut darah
oleh larutan lain (cairan dialisat) melalui membran semipermiabel (membran dialisis). 7 Saat ini
terdapat berbagai definisi hemodialisis , tetapi pada prinsipnya hemodialisis adalah suatu proses
pemisahan atau penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu membran yang
semipermiabel yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal baik yang kronik
maupun akut.7
Hemodialisis merupakan gabungan dari proses difusi (pergerakan zat terlarut melalui
membran semipermiabel berdasarkan perbedaan konsentrasi zat atau molekul) dan ultrafiltrasi
(aliran konveksi (air dan zat terlarut) yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik
maupun tekanan osmotik). Selain kemampuan difusi dan ultrafiltrasi, membran dialisis yang
sintetik mempunyai kemampuan untuk mengabsorpsi protein seperti sitokin, interleukin, dan
lain-lain.
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan
(dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan
ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermiabel buatan (artifisial) dengan
kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi
larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme
nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena

Universitas Sumatera Utara


zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai
konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat
berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan
tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut
ultrafiltrasi.7

2.2.1 Penyebab Kematian Hemodialisis


The American Heart Association menyatakan bahwa telah terdapat banyak bukti kuat yang
mendukung pasien dengan penyakit ginjal kronis dimasukkan kedalam kelompok resiko tinggi
untuk penyakit kardiovaskular, dan oleh karenanya dibutuhkan pencegahan untuk menurunkan
angka kejadian penyakit kardiovaskular. 8
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis yang menjalani hemodialisis, dengan angka mortalitas sepuluh sampai tiga puluh
kali lebih besar dari pada populasi umum, setelah disesuaikan dengan usia, dan status diabetik. 8
Hal ini disebabkan karena (1) adanya aterosklerosis, gagal jantung pada pasien yang menjalani
hemodialisis (40-70%) dan (2) infark miokard akut.8 Penyebab pasien menjalani hemodialisis
terbanyak adalah diabetes diikuti dengan hipertensi. Selain karena dimulainya hemodialisis pada
usia rata-rata 50 tahun, yang menyebabkan resiko kardiovaskular pada pasien hemodialisis jadi
meningkat, terdapat studi cross-sectional yang mengatakan bahwa terdapat faktor resiko lain
yang menyebabkan terjadinya kardiovaskular. 8 Yang terbaru adalah peran dari kalsifikasi arteri
pada pasien yang menjalani hemodialisis dalam hal meningkatnya angka mortalitas
kardiovaskular pada pasien penyakit ginjal kronik.

2.3 Kalsifikasi Pembuluh Darah Pada Penyakit Ginjal Kronik


2.3.1 Patogenesis Kalsifikasi Pembuluh Darah
Patogenesis kalsifikasi pembuluh darah pada pasien penyakit ginjal kronis, masih belum
dimengerti sepenuhnya, dan seperti pada populasi umum, kalsifikasi pembuluh darah
dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada pasien penyakit ginjal kronis, terlihat adanya hubungan
antara gangguan metabolisme mineral (kadar serum kalsium, magnesium, phosphor), kelainan
tulang (osteodistrofi renal), dan kalsifikasi pembuluh darah. 1 (gambar 2.3.1).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3.1.Mekanisme kalsifikasi pembuluh darah pada pasien penyakit ginjal kronis.

Progresifitas dari kalsifikasi pembuluh darah dipengaruhi oleh vascular smooth muscle cells
(VSMCs), yang berada di lapisan medial dinding pembuluh darah. Kalsifikasi pembuluh darah
dikendalikan oleh proses aktif yang diperantarai oleh sel, sehingga mengakibatkan perubahan
fenotipe VSMCs menjadi sel pembentuk tulang. 17 Pada awalnya, terjadi deposit dari soluble
amorphous calcium-phosphate complex jika terdapat kelebihan mineral kalsium fosfat. Deposit
ini tidak akan membahayakan jika ada protein inhibitor fetuin A, carboxylated matrix GLa
protein (MGP), osteopontin, pyrophosphate dan juga magnesium.1,17 Menurut tiga studi yang
terbaru, bahwa awal terjadinya kalsifikasi dan diferensiasi sel pembuluh darah dimulai dari
adanya formasi nanocrystals.1 Nanocrystals ini diambil oleh VSMCs dengan cara endositosis.
Degradasi lisosom dari kristal yang sudah terendositosis menyebabkan pelepasan kalsium dan
phosphor dari dalam sel. Selain itu, fosfat inorganik akan berakumulasi di dalam sel melalui
sodium-dependent phosphate transporter Pit-1 (dan Pit-2). Dalam usaha untuk kompensasi
kelebihan Ca/P, maka VSMCs akan membentuk matrix vesicles yang berisi produk Ca/P maupun
inhibitor mineral, seperti fetuin A dan MGP. Pemecahan kalsium didalam sel, yang diinduksi
oleh nanocrystal terendositosis dan uptake fosfat ke dalam sel, akan memicu apoptosis dari
VSMC, sehingga menghasilkan pembentukan Ca/P yang berisi apoptotic bodies. Apoptotic
bodies dan matrix vesicles akan menyebabkan mekanisme umpan balik positif, sehingga terjadi
pelepasan nanocrystal ke sekitarnya, sehingga meningkatkan proses kalsifikasi. Selanjutnya, jika
terjadi ketidakseimbangan antara inhibitors (termasuk didalamnya magnesium) dan promotors,

Universitas Sumatera Utara


maka amorphous calcium phosphate dan/atau nanocrystals bisa berubah menjadi bentuk stable
hydroxyapatite crystal. (gambar 2.3.3)
Deposit kalsium fosfat, dalam bentuk carbonate dan hydroxyapatite, yang merupakan
senyawa mineral dari tulang, adalah penanda dari kalsifikasi, dan dapat terjadi pada pembuluh
darah, miokard dan katup jantung.1

2.3.2 Peranan Magnesium Pada Kalsifikasi Pembuluh Darah


Magnesium adalah kation divalent intraseluler kedua yang paling melimpah jumlahnya dan
berfungsi sebagai modulator alosterik beberapa enzim, atau jembatan struktur molekul-molekul
yang berbeda. Total tubuh menyimpan magnesium (Mg) adalah sekitar 25 gram: 66% dari
jumlah ini didalam tulang (tidak dapat ditukarkan secara bebas), 33% adalah intraselular dan 1%
adalah ekstraseluler. Mg ekstraselular dapat diukur sebagai Mg total, dimana 55% dalam bentuk
bebas atau terionisasi dan aktif secara fisiologis, 15% terikat ke anion, dan 30% terikat albumin.
Tidak ada tes untuk Mg terionisasi yang tersedia secara klinis. Kadar Mg serum yang normal
berkisar 1,8-3,0 mg/dl (1,4-2,1 mEq/L).9,10
Ginjal memiliki peran penting dalam homeostasis magnesium (gambar 2.3.2). Regulasi
ekskresi magnesium ditentukan oleh filtrasi dan reabsorpsi. Pada individu dengan fungsi ginjal
normal, sekitar 74-100 mmol (1800-2400 mg) magnesium disaring sehari-hari. Sekitar 70-80%
dari magnesium plasma dapat difiltrasi, dan 95% dari magnesium yang difiltrasi akan
direabsorpsi oleh tubular dan 5% diekskresikan melalui urin. 9,10
Regulasi magnesium oleh ginjal tergantung sejauh mana konsentrasi magnesium plasma;
pada hipermagnesemia, ekskresi fraksi magnesium tinggi, sedangkan pada hipomagnesemia,
ekskresinya rendah. Karena ekskresi magnesium ginjal memiliki kemampuan untuk beradaptasi,
gangguan fungsi ginjal telah lama diketahui sebagai prasyarat penting untuk berkembangnya
kejadian hipermagnesemia.9

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3.2. Regulasi dari homeostasis magnesium.

Regulasi dan eliminasi magnesium pada pasien dengan penyakit ginjal sebenarnya tidak
terlalu dipelajari. Meskipun dengan pemahaman yang tidak begitu lengkap, kita tahu dan
sepakati bahwa kadar magnesium serum meningkat bila laju filtrasi glomerulus (LFG) turun
dibawah 20-30 ml/menit, namun kita tidak tahu pasti bagaimana konsentrasi magnesium serum
pada pasien dengan penurunan LFG yang lebih ringan (misal: penyakit ginjal kronis/Chronic
Kidney Disease (CKD) stadium 1-3; LFG> 30 ml/menit).9
Selain itu, perlu juga dipertimbangkan hubungan antara kadar magnesium serum dan kadar
magnesium tubuh total, karena diketahui bahwa magnesium adalah kation intraselular
predominan. Obat-obat oral yang mengandung magnesium (pencahar dan antasida tertentu)
dapat menyebabkan hipermagnesemia, terutama pada pasien dengan disfungsi ginjal, dan
sebaliknya, penggunaan diuretik juga dapat menurunkan kadar magnesium. 9
Meskipun ekskresi magnesium melalui ginjal sangat adaptif, kemampuan ini akan memburuk
ketika fungsi ginjal menurun secara signifikan. Pada stadium ringan sampai sedang (stadium 1-
3), meningkatnya fraksi ekskresi merupakan kompensasi dari menurunnya fungsi ginjal sehingga
kadar magnesium dipertahankan dalam kisaran normal. Pada stadium lanjut (stadium 4-5)
mekanisme kompensasi ginjal sudah tidak memadai lagi, sehingga hipermagnesemia sering
berkembang pada pasien dengan klirens kreatinin kurang dari 30 ml/menit, dan lebih turun lagi
pada klirens kreatinin < 10 ml/menit. Pada pasien dialisis, konsentrasi magnesium bergantung
terutama pada magnesium dialisat. Magnesium melintasi dialisis dan membran peritoneal dengan
mudah. Berbagai konsentrasi magnesium dialisat telah diselidiki pada pasien yang menjalani
hemodialisis (HD) atau peritoneal dialisis (PD). Konsentrasi magnesium dialisat 0.75 mmol/L
mungkin menyebabkan hipermagnesemia ringan, sedangkan konsentrasi 0.25 mmol/L sebagian

Universitas Sumatera Utara


besar menyebabkan hipomagnesemia. Konsentrasi magnesium dialisat 0.5 mmol/L, hasilnya
sering tidak konsisten, tetapi sebagian besar konsentrasi magnesium dalam kisaran normal. 9,11
Hasil yang tidak konsisten dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor lain,
seperti nutrisi dan suplemen magnesium (seperti antasida, pengikat fosfat), juga memainkan
peranan penting dalam menentukan kadar magnesium serum pada pasien dialisis. Lebih jauh
lagi, penyerapan magnesium di usus dapat dipengaruhi oleh kalsium dan sebaliknya. Konsentrasi
kalsium usus yang tinggi telah dilaporkan mengurangi penyerapan magnesium, tetapi temuan ini
tidak bisa dikonfirmasi oleh penemuan lain. Selain itu, vitamin D dapat mempengaruhi
penyerapan magnesium di usus, meskipun data saling bertentangan. Dosis tinggi dari 1,25
dihidroksi vitamin D meningkatkan penyerapan magnesium, namun magnesium juga diserap
secara independen melalui reseptor vitamin D di usus. 9,10,11
Pada populasi normal, konsentrasi serum magnesium total dan terionisasi biasanya terletak
antara 0,65-1,05 mmol/L dan 0,45-0,74 mmol/L, sedangkan pada pasien hemodialisis dan
peritoneal dialisis, konsentrasi magnesium baik total dan terionisasi sering sedikit lebih tinggi
diatas rentang normal dan telah terbukti sangat bergantung kepada sisa fungsi ginjal, asupan
farmakologis, atau diet serta eliminasi dialitik. Hipermagnesemia ringan sering dijumpai ketika
menggunakan konsentrasi magnesium dialisat 0,75 mmol/L baik pada pasien hemodialisis dan
peritoneal dialisis, sedangkan pada konsentrasi magnesium dialisat rendah (0,5 dan/atau 0,25
mmol/L), hasil yang digunakan tidak konsisten. Beberapa studi telah menyelidiki serum
magnesium terionisasi pada pasien dialisis dibandingkan dengan kontrol yang sehat, untuk
menilai kegunaan tes magnesium terionisasi dan jumlah magnesium untuk menilai kelebihan
magnesium. Rendahnya kadar fraksi magnesium terionisasi bisa disebabkan tingginya kadar
fraksi magnesium kompleks (fosfat, sitrat, sulfat) pada pasien dialisis dibandingkan dengan
orang sehat, sedangkan berkurangnya kadar albumin, sering dijumpai pada pasien dialisis, dan
hal ini menyebabkan jumlah fraksi magnesium terionisasi lebih tinggi. Fraksi magnesium
terionisasi pada pasien dialisis tampaknya bervariasi pada 60-70% dari total magnesium.
Magnesium kompleks, menyumbang 16% dari jumlah magnesium pada pasien peritoneal
dialisis.9,11
Konsentrasi magnesium dialisat merupakan salah satu penentu utama keseimbangan
magnesium pada pasien yang menjalani hemodialisis dan peritoneal dialisis. Magnesium
melintasi dialisis dan membran peritoneal dengan mudah, dan jumlah yang dieliminasi

Universitas Sumatera Utara


tergantung pada ultrafiltrasi dan gradient konsentrasi magnesium yang berdifusi antara serum
dan cairan dialisis pada pasien hemodialisis dan peritoneal dialisis. Konsentrasi magnesium
terionisasi berkisar antara 60-70% dari total magnesium serum. Nilainya tergantung dari
konsentrasi protein dan persentase kompleks magnesium. 9,11
Fakta bahwa dengan menggunakan 0,75 mmol/L atau 0,5 mmol/L sebagai cairan dialisis
menyebabkan kadar magnesium serum yang konsisten. Hasil ini ditekankan pada suatu studi
epidemiologi pada 27.544 pasien dimana konsentrasi magnesium dialisat yang diberikan
memiliki korelasi/hubungan yang lemah dengan magnesium serum pasien, dan nutrisi dan
suplemen magnesium (misalnya antasida) juga dapat memainkan peranan penting dalam
menentukan kadar magnesium pada pasien dengan penyakit ginjal kronis tahap akhir. 9,11
Fakta juga menyebutkan bahwa terdapat variasi yang luas dalam keseimbangan magnesium
pada pasien dialisis, sehingga tidak mengejutkan bila kadar magnesium normal ataupun rendah
pada pasien dialisis, hal ini dapat disebabkan karena intake yang rendah dan terdapatnya
gangguan absorbsi di usus.12 Beberapa studi observasional juga mulai mencari hubungan antara
penggunaan proton pump inhibitor (PPI) dengan hipomagnesemia pada pasien hemodialisis,
walaupun masih dalam perdebatan. 19 Sampai saat ini masih terdapat pertanyaan yang belum
dapat dijawab tentang keseimbangan magnesium serta efeknya terhadap pasien penyakit ginjal
kronik dan pasien dialisis.12
Pada pasien yang menjalani hemodialisis, kadar Mg yang rendah dilaporkan terkait dengan
peningkatan kejadian aterosklerosis pada arteri karotis. Dalam suatu studi, ketebalan tunika
intima-media pada kedua arteri carotid dinilai dengan ultrasound B-mode pada 93 pasien dengan
hemodialisis kronis stabil dan 182 kontrol yang sehat. Pasien hemodialisis memiliki ketebalan
karotis intima-media rata-rata secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Para
penulis menyimpulkan bahwa efek yang menguntungkan dari Mg pada ketebalan carotis intima-
media mungkin disebabkan karena menurunnya kadar serum hormon para tiroid. Selain itu, Mg
mengandung pengikat fosfat yang telah terbukti efektif sebagai pengendali fosfor serum dan
hiperparatiroidisme pada pasien penyakit ginjal kronis tahap akhir. 1,3
Studi eksperimental juga menunjukkan hipomagnesemia terkait dengan kejadian kalsifikasi
ektopik pada model binatang. Ini juga telah menunjukkan bahwa pada model invitro Mg adalah
inhibitor poten dari proses kalsifikasi, dan bahwa pada percobaan eksperimental, kekurangan Mg
dapat menyebabkan kalsifikasi pembuluh darah. 2

Universitas Sumatera Utara


Beberapa studi berhasil membuktikan bahwa magnesium mempunyai efek inhibitor terhadap
pembentukan hidroxyapatite dan presipitasinya, serta proses kalsifikasi. Benett dkk menemukan
bahwa magnesium dapat menghambat pembentukan calcium pyrophosphate dehydrate crystal
formation, in vitro. Sekarang ini, telah diketahui bahwa magnesium mempunyai efek didalam
transformasi VSMC menjadi osteoblast-like cells dan kalsifikasi. Dengan penambahan
magnesium 2.0-3.0 mM ke high-phosphate medium, dapat mencegah differensiasi osteogenik
dan kalsifikasi, dengan cara mengembalikan aktifasi transien receptor potential melastin 7
(TRPM7).1 Magnesium juga meningkatkan ekspresi dari protein anti kalsifikasi, yaitu
osteopontin dan MGP. Kemudian magnesium dapat menstimulasi calcium-sensing receptor
(CaSR), dimana stimulasi CaSR dapat menurunkan deposit mineral di VSMCs dan dapat
memperlambat progresi kalsifikasi dan atherosclerosis. Mekanisme yang mendasari, belum
sepenuhnya diketahui, namun diduga bahwa magnesium mempengaruhi VSMC melalui CaSR;
magnesium dapat melindungi kalsifikasi pembuluh darah melalui berbagai mekanisme
molekular.1
Beberapa studi menunjukkan peran protektif magnesium pada kalsifikasi pembuluh darah
oleh beberapa mekanisme molekular; (gambar 2.3.3) Pertama; magnesium menghambat
pembentukan kristal apatit (menghambat transformasi amorphous Ca/P menjadi carbonate
hydroxyapatite) dan membentuk deposit yang mudah larut; kedua, magnesium sebagai antagonis
kalsium, sehingga menghambat masuknya kalsium kedalam sel; ketiga, magnesium di dalam sel,
melalui TRPM7, mengembalikan keseimbangan antara ekspresi promotor kalsifikasi dan
inhibitor, dengan cara mengembalikan peran inhibitor kalsifikasi, seperti MGP dan BMP7, yang
dihambat oleh adanya fosfat di dalam sel, selain itu magnesium dapat menekan fosfat dan Ca/P
nanocrystal, (meningkatkan ekspresi RUNX2, BMP2, sebagai promoter kalsifikasi), sehingga
dapat mencegah konversi VSMCs menjadi osteoblast dan kalsifikasi. Magnesium juga bekerja
pada CaSR dan aktivasi CASR dapat menghambat kalsifikasi VSMC. 1,9

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3.3. Peran protektif magnesium terhadap kalsifikasi pembuluh darah.

2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kalsifikasi Pembuluh Darah


2.3.3.1 Usia
Proses aterosklerosis dimulai semenjak masa kanak-kanak, dan berlanjut membentuk
atheroma dengan berbagai lesi sehingga akan menjadi kalsifikasi. 4 Oleh karenanya, usia diduga
sebagai faktor penentu yang penting terhadap adanya kalsifikasi di aorta abdominalis. Terdapat
lima studi yang meneliti hubungan antara kalsifikasi pembuluh darah dengan usia. Semua studi
ini membuktikan adanya hubungan yang positif antara usia dengan kalsifikasi pembuluh darah.
Studi yang paling besar, dilakukan oleh Reaven dan Sack, yang mengikuti 245 partisipan,
dengan mengunakan pemeriksaan electron beam computed tomography (EBCT). Studi ini
menemukan bahwa orang tua usia diatas 61 tahun, mempunyai kalsifikasi aorta yang berat. 4
Studi yang dilakukan oleh Allison dkk menyatakan bahwa pasien dengan usia dibawah 50
tahun, prevalensi kalsifikasi aorta abdominalis 16% (perempuan), 20%(laki-laki), dan hal ini
menjadi meningkat sampai 93% (perempuan), 98% (laki-laki) ketika usia diatas 70 tahun.4Semua
ini membuktikan bahwa usia merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya
kalsifikasi aorta abdominalis.

Universitas Sumatera Utara


2.3.3.2 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus berhubungan dengan kalsifikasi pembuluh darah arteri, intima maupun
media.4 Terdapat enam studi yang meneliti hubungan kalsifikasi aorta abdominalis dengan
diabetes mellitus.4 Dua studi menggunakan diabetes mellitus sebagai variabel satu-satunya dalam
menghubungkan dengan kalsifikasi pembuluh darah, sementara studi lainnya menganalisa
diabetes mellitus sebagai salah satu penentu yang dapat dipertimbangkan. Kelima studi
mendukung hubungan antara kalsifikasi pembuluh darah dengan diabetes mellitus.
Terdapat satu studi yang membandingan kalsifikasi pembuluh darah pada pasien diabetes
mellitus dengan pasien non diabetes mellitus. Niskanen dkk mengidentifikasi kalsifikasi aorta
29% (diabetes) dan 17% (non diabetes) dalam 5 tahun follow up.4 Matsushita dkk dalam studinya
tidak menemukan hubungan antara diabetes mellitus dengan kalsifikasi pembuluh darah. 4
Namun, studi retrospektif ini merupakan studi kecil jika dibandingkan studi lain.

2.3.3.3 Lama Hemodialisis


Terdapat empat studi yang meneliti beberapa faktor resiko terhadap kalsifikasi aorta
abdominalis pada pasien dengan penyakit ginjal kronik. Studi ini telah menunjukkan bahwa
kalsifikasi aorta lebih sering terjadi pada pasien yang telah menjalani dialisis lebih lama, baik
pada pasien yang menjalani peritoneal dialisis maupun hemodialisis.
Kawaguchi dkk menemukan bahwa rata-rata lama dialisis pada pasien dengan grade 1
kalsifikasi abdominal adalah 41 bulan, sementara untuk pasien dengan grade 3 kalsifikasi, telah
menjalani dialisis selama 68 bulan (p<0,001).4 Kimura dkk dalam penelitiannya yang melibatkan
137 pasien juga mendukung penemuan ini. Mereka menemukan bahwa kalsifikasi aorta lebih
banyak terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis lebih lama. (p<0,01). 4

2.3.3.4 Kadar Kalsium dan Fosfor Serum


Angka kejadian yang tinggi terhadap kalsifikasi pembuluh darah terlihat pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik. Diduga bahwa parameter metabolik seperti hiperfosfatemia dan
peningkatan produk kalsium fosfor memegang peran penting pada kalsifikasi pembuluh darah
pada pasien penyakit ginjal kronik.4
Mortalitas pada pasien dengan penyakit ginjal kronik tahap akhir berkorelasi dengan
peningkatan kadar fosfor serum >5,5 mg/dl. 20

Universitas Sumatera Utara


Saat ini sudah banyak studi yang berhasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
peningkatan kadar kalsium serum >10,5 mg/dl dengan kalsifikasi pada pasien dengan penyakit
ginjal kronik.20
Mekanisme yang mendasari kalsifikasi aorta pada pasien dengan penyakit ginjal kronik
belum sepenuhnya dimengerti. Pasien dengan penyakit ginjal kronik, pada umumnya diberikan
terapi pengikat fosfat yang mengandung kalsium. Bukti dari studi terhadap hewan percobaan
ataupun pada manusia, menyatakan bahwa pengobatan ini justru meningkatkan kejadian
kalsifikasi aorta. Namun masih dibutuhkan studi yang lebih besar untuk membuktikannya.

2.3.4 Diagnosis Kalsifikasi Pembuluh Darah


Pengertian tentang histopatologi dari kalsifikasi pembuluh darah penting untuk dipahami,
agar dapat mendeteksi adanya kalsifikasi, melalui modalitas pencitraan. Klasifikasi kalsifikasi
pembuluh darah menurut lapisan arteri (dimana kalsifikasi terjadi) dibagi menjadi dua yaitu,
intima dan media.4 Kedua tipe ini dapat diamati melalui aorta abdominal. 4 Kalsifikasi media
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal dan diabetes mellitus, sehingga diduga kalsifikasi ini
timbul akibat adanya gangguan metabolik, elektrolit dan keseimbangan pH.4 Kalsifikasi media
lebih sering terjadi pada aorta abdominalis dibandingkan dengan arteri koronaria. 4 Penilaian dari
kalsifikasi arteri dapat menjadi suatu alat untuk memprediksi clinical events.
Terdapat beberapa metode pencitraan dalam mendeteksi kalsifikasi pembuluh darah, mulai
dari pemeriksaan radiografi yang simpel, ultrasound dua dimensi, sampai multi-slice computed
tomography (MSCT). MSCT, adalah generasi terbaru dari electron beam CT, sering digunakan
untuk diagnosis dan follow-up dari progresi kalsifikasi pembuluh darah. 17 Namun, MSCT tidak
dapat membedakan antara kalsifikasi intima dan media. Ultrasonografi digunakan secara luas,
tidak mahal, sehingga dapat memberikan pilihan alternatif. Ultrasonografi berguna untuk
mendeteksi kalsifikasi pembuluh darah superficial, seperti arteri carotis dan arteri femoralis. 17
Tidak ada satupun modalitas pencitraan yang dapat dipakai sebagai gold standard dalam menilai
kalsifikasi pembuluh darah.4

Universitas Sumatera Utara


2.3.5 Peranan Foto Lateral X-ray
Foto lateral abdominal atau lateral lumbal adalah metode yang paling sederhana dalam
menilai kalsifikasi aorta abdominalis. Pencitraan ini lebih disukai dalam hal mendeteksi
kalsifikasi pembuluh darah karena biayanya rendah, waktu pemeriksaaan cepat, digunakan
secara luas serta radiasi yang lebih rendah dibandingkan dengan CT. 13
Pada beberapa tahun terakhir, pemeriksaan radiografi semakin banyak digunakan untuk
mendeteksi kalsifikasi pembuluh darah. Kalsifikasi pada pembuluh darah besar, seperti aorta
dapat dinilai dengan menggunakan lateral abdominal atau lateral lumbal radiografi. Perbedaan
antara kalsifikasi intima dan media dapat ditentukan dengan pemeriksaan radiografi, dimana jika
terdapat gambaran dengan distribusi irregular dan patchy, disebut kalsifikasi intima, sementara
jika ditemukan gambaran seperti rail-road track maka disebut sebagai kalsifikasi media. (gambar
2.3.4) Semenjak diketahui bahwa kalsifikasi media sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal
kronik, maka digunakan pemeriksaan radiografi untuk menentukan adanya kalsifikasi. 17

Gambar 2.3.4. Kalsifikasi intima dan media pada penyakit ginjal kronik. (A) distribusi irregular dan patchy (kalsifikasi
intima); (B dan C) rail-road track (kalsifikasi media); (D) Terdapat gambaran keduanya (kalsifikasi intima dan media).

Metode penilaiannya simpel, yaitu dengan menggunakan sistim skoring. Kauppila dkk,
dalam studinya yang berjudul kalsifikasi aorta abdominalis pada pasien hemodialisis, menilai
kalsifikasi dengan menggunakan abdominal aorta calcification scores (AAC scores),
penilaiannya menggunakan segmen aorta abdominalis yang berada di depan dari vertebrae
lumbal satu sampai keempat, dimana grade 0 artinya tidak ada deposit kalsifikasi di depan
vertebrae; grade 1 terdapat deposit kalsifikasi kurang dari 1/3 dari dinding aorta; grade 2 1/3-2/3

Universitas Sumatera Utara


dari dinding aorta kalsifikasi; dan grade 3 lebih dari 2/3 dinding aorta kalsifikasi. Dengan
menggunakan sistem grading ini, maka nilai skor mulai dari minimal 0 sampai maksimum 24
point. Pasien dikatakan tidak ada kalsifikasi, jika skornya 0, kalsifikasi ringan skor 1-4,
kalsifikasi berat, jika skor diatas 4. 5 (gambar 2.3.5) Studi yang dilakukan oleh Shantha dkk
menyatakan bahwa AAC scores mempunyai sensitifitas 83% dan spesifisitas 75% jika
dibandingkan dengan menggunakan ultrasonografi dan echocardiogram pada pasien dialisis
dalam mendeteksi adanya kalsifikasi pembuluh darah dan kalsifikasi katup. 18 Tehnik ini juga
menunjukkan korelasi yang tinggi dengan skor yang digunakan dalam EBCT. 17 Pada studi yang
dilakukan oleh Kawaguchi dkk,4 grade 1 sama artinya dengan tidak ada kalsifikasi; grade 2
patchy kalsifikasi (hanya sebagian); grade 3 menandakan adanya kalsifikasi di sepanjang aorta
abdominalis, sehingga membentuk seperti gambaran pipa. Namun dikatakan bahwa pemeriksaan
dengan menggunakan foto polos radiografi sangat subjektif dan kurang sensitif jika
dibandingkan dengan MSCT.17
Walaupun terdapat kontroversi dalam hal ini, The Kidney Disease Improving Global
Outcome (KDIGO) mengusulkan lateral abdominal radiografi untuk dapat digunakan dalam
mendeteksi ada atau tidaknya kalsifikasi pembuluh darah (2C (weak and low quality of
evidence)) sebagai suatu alternatif pemeriksaan. 17

Gambar 2.3.5. Skoring kalsifikasi aorta abdominalis (AAC scores).

Universitas Sumatera Utara


2.4. Kerangka Teori

Penyakit ginjal kronik


yang menjalani
hemodialisis reguler

Gangguan
metabolisme mineral
(Ca, P, Mg) dan
tulang

Kalsifikasi pembuluh
darah

Universitas Sumatera Utara


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kadar Magnesium Kalsifikasi Pembuluh


Serum Darah

Variabel Independen Variabel Dependen

Penelitian ini akan melihat hubungan kadar magnesium serum terhadap kalsifikasi pembuluh
darah pada pasien hemodialisis reguler. Kadar magnesium serum merupakan variabel
independen, sementara kalsifikasi pembuluh darah merupakan variabel dependen.

3.2 Variabel dan Definisi Operasional


3.2.1. Variabel Independen
Kadar Magnesium
Definisi Operasional : Kadar magnesium dalam serum
Cara Ukur : automatic (turbidimetri)
Alat Ukur : cobas
Hasil Ukur : mg/dl atau mEq/L
Skala Ukur : numerik
3.2.2Variabel Dependen
Kalsifikasi Pembuluh Darah
Definisi Operasional : Kalsifikasi aorta abdominalis
Cara Ukur : skoring kalsifikasi aorta abdominalis
Alat Ukur : X-ray lateral lumbal
Kategori : - Tidak ada kalsifikasi : -skor 0
- Ada kalsifikasi : -ringan : skor 1-4
: -berat : skor >4
Skala Ukur : Nominal

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan studi cross-sectional untuk mengetahui hubungan kadar magnesium
dengan kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis reguler.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di unit hemodialisis Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida
Medan mulai bulan Maret 2016 sampai jumlah sampel terpenuhi.

4.3 Populasi dan Sampel


Populasi adalah seluruh pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler.
Sampel adalah semua populasi penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
reguler di unit hemodialisis Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

4.4. Perkiraan Besar Sampel


Untuk menentukan jumlah sampel yang diambil dapat dihitung dengan menggunakan rumus
estimasi proporsi :
𝒁𝒂𝟐 . 𝑷 𝑸
𝒏=
𝒅𝟐
n = besar sampel minimum
𝑍𝑎2 = nilai distribusi normal baku (table z) pada 𝛼 tertentu
P = proporsi pada populasi
Q = 1-P
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Perhitungan besar sampel :


𝑍𝑎 = 1,96
P = 0,815
d = 0.1

Universitas Sumatera Utara


(1,96)2 . 0,81 . (1 − 0,81)
𝑛=
(0,1)2

= 59,122224
Dengan demikian, besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 60
orang.

4.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


kriteria inklusi pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler (≥ 3 tahun) 4
b. Usia > 18 tahun
c. Subjek menerima informasi serta memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian
secara sukarela dan tertulis (informed concent)
d. Menggunakan dialisat dengan konsentrasi magnesium 0,5 mmol/L

Kriteria eksklusi pada penelitian ini sebagai berikut:


a. Hemodialisis tidak teratur (tidak rutin menjalani hemodialisis 2x dalam 1 minggu)
b. Pasien dalam keadaan tidak stabil (hemodinamik tidak stabil)

4.6. Cara Kerja dan Alur Penelitian


Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
-Setelah mendapatkan persetujuan dari komite etik, maka subjek yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi dilakukan penjelasan dan diminta memberikan persetujuan tertulis (informed
consent) untuk mengikuti penelitian. Kemudian dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
a. Pasien dilakukan pengambilan sampel darah pada daerah fossa cubiti subjek penelitian untuk
dilakukan pemeriksaan kadar magnesium serum. Pengambilan darah dilakukan oleh laboran.
b. Pasien dilakukan pemeriksaan foto lateral lumbal. Pembacaan hasil dilakukan oleh dokter
spesialis radiologi, yang tidak mengetahui latar belakang klinis pasien.
Kemudian setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data dan analisa data.

Universitas Sumatera Utara


4.7. Kerangka Operasional

Komite etik

Pasien Hemodialisis
reguler

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Sampel Penelitian
`
Pemeriksaan foto
Pemeriksaan
lateral lumbal
kadar magnesium
serum

Analisa Data

4.8. Rencana Pengolahan dan Analisa Data


-Pengumpulan data; pengumpulan data diperoleh secara primer dari hasil kadar magnesium
serum subjek dan data hasil pemeriksaan foto lateral lumbal.
-Pengolahan data; data penelitian akan diolah dengan prosedur sebagai berikut :
a. Editing : memeriksa ketepatan dan kelengkapan data pada lembar pengamatan subjek
penelitian.
b. Coding : pemberian kode dan penomoran.
c. Entry : memasukkan data ke dalam komputer.
d. Cleaning : memeriksa semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer untuk
menghindari kesalahan dalam pemasukan data
e. Saving : penyimpanan data

Universitas Sumatera Utara


f. Analisis data : analisa data meliputi:
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel yang diteliti,
baik variabel independen maupun variabel dependen.
a. Variabel Independen : Kadar magnesium dalam serum
Data disajikan dengan menggunakan grafikal kemudian diinterpretasikan berdasarkan
hasil yang diperoleh.
b. Variabel Dependen : Kalsifikasi pembuluh darah
Data disajikan dengan menggunakan tabular kemudian diinterpretasikan berdasarkan
hasil yang diperoleh.

2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap 2 variabel, yaitu variabel
dependen dan variabel independen. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5% (𝛼 =
0,05) dengan nilai confidence interval yang ditetapkan adalah 95%. Keputusan dari hasil
uji statistik menggunakan nilai p. Jika nilai p ≤ 𝛼 maka ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Jika nilai p > 𝛼 maka tidak ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Pada analisa bivariat digunakan uji
t/mann whitney karena variabel independen merupakan data numerik dan variabel
dependen merupakan data nominal dikotom.

4.9 Ethical Clearance


Ethical clearance atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh komisi
etik penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup serta manusia, hewan dan
tumbuhan, dimana dinyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi
persyaratan tertentu. Penelitian ini akan dilakukan jika sudah mendapatkan izin pelaksanaan
penelitian dari pembimbing penelitian, persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang
Kesehatan Fakultas Kedokteran USU, dan setelah mendapat izin dari pimpinan unit hemodialisis
Klinik Ginjal dan Hipertensi rasyida Medan.
Sebagai pertimbangan etik, peneliti meyakini bahwa responden akan terlindungi hak-haknya
dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


1. Self Determination
Dalam penelitian ini responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah akan ikut
berpartisipasi atau tidak. Responden juga diberi kebebasan untuk mengundurkan diri dari
penelitian ini jika responden menghendaki. Saat penelitian ini dilakukan, seluruh responden
tidak ada yang drop out atau mengundurkan diri sebagai responden penelitian.
2. Informed Consent
Sebelum menyatakan bersedia menjadi responden, pasien terlebih dahulu diberikan informasi
tentang tujuan penelitian dan manfaatnya, kemudian responden yang bersedia untuk ikut serta
dalam penelitian ini diminta untuk menandatangani lembar persetujuan subjek penelitian.
3. Privacy
Semua informasi pasien yang diperoleh selama penelitian dijamin kerahasiaannya dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.
4. Anonymity and Confidentiality
Lembar pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kode responden, sehingga
informasi yang didapatkan dalam penelitian hanya digunakan untuk keperluan analisis data,
dan tidak dapat diketahui secara luas untuk publikasi.
5. Protection from Discomfort
Sebelum penelitian berlangsung, peneliti menekankan kepada responden bahwa apabila
selama penelitian responden merasa tidak aman dan tidak nyaman, maka responden diberi
kebebasan untuk menyampaikan ketidaknyamanannya selama proses penelitian berlangsung
dan dapat memilih untuk melanjutkan atau menghentikan partisipasinya dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan yang
beralamat di Jalan D.I Panjaitan No. 144, Medan. Klinik ini telah berdiri sejak tanggal 10
November 1995. Semula berbentuk badan hukum yayasan dan kemudian diubah menjadi badan
hukum perseroan terbatas dan terdaftar dengan nama “PT. NURANI UMMI RASYIDA
MEDAN”. Sejak November 2010, Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida telah terakreditasi
Manajemen Mutu ISO 9001:2008 oleh SAI GLOBAL.

5.1.2. Analisis Univariat


5.1.2.1 Data Karakteristik Dasar Subyek Penelitian

Tabel 5.1.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian


Frekuensi
Variabel (%) Mean±SD/Median
Pasien 60(100)
Jenis Kelamin :
Pria 38(63,3)
Wanita 22(36,7)
Lama HD (bulan) 56,00(36,00-142,00)
3-5 tahun (36-60 bulan) 33(55,0)
> 5 tahun (>60 bulan) 27(45,0)
DM :
Ya 13(21,7)
Tidak 47(78,3)
Penggunaan PPI
Ya 35(58,3)

Universitas Sumatera Utara


Tidak 25(41,7)
Hipertensi :
Ya 40(66,7)
Tidak 20(33,3)
Usia (tahun) 56,00(26,00-69,00)
< 50 Tahun 24(40,0)
50-60 Tahun 17(38,3)
> 60 Tahun 19(37,3)
IMT (kg/m²) 23,00(18,50-43,00)
Kadar Magnesium (mg/dl) 2,15(1,55-2,74)
Kadar Magnesium Koreksi (mg/dl) 2,12±0,29
Kadar Kalsium (mg/dl) 9,85(8,20-10,90)
Kadar Kalsium Koreksi (mg/dl) 10(8,40-11,60)
Kadar Fosfor (mg/dl) 5,40±0,66
Kadar Albumin (g/dl) 3,95±0,34
Skor AAC 4(0-21)
Kalsifikasi :
Tidak ada 21(35,0)
Ada : 39(65,0)
-Ringan 12(20,0)
-Berat 27(45,0)

Subjek berjenis kelamin pria sebanyak 38 pasien (63,3%) dan berjenis kelamin wanita
sebanyak 22 pasien (36,7%). Nilai tengah indeks massa tubuh pada penelitian ini adalah
23,00(18,50-43,00) kg/m2 dengan rerata kadar albumin 3,95±0,34 g/dl. Nilai tengah skor AAC
pada penelitian ini adalah 4(0-21). Sebagian besar pasien berusia dibawah 50 tahun (40%),
pasien yang berusia diatas 60 tahun sebanyak 32%, sedangkan sisanya berusia antara 50-60
tahun (28%). Responden yang menjalani HD 3-5 tahun sebanyak 55%, sisanya menjalani HD
lebih dari 5 tahun sebanyak 45%. Sebagian besar pasien tidak memiliki penyakit diabetes
mellitus (78,3%), sisanya sebanyak 21,7% memiliki penyakit diabetes mellitus. Nilai tengah
kadar kalsium koreksi serum 10 mg/dl dengan kadar paling rendah 8,4 mg/dl dan kadar tertinggi

Universitas Sumatera Utara


11,6 mg/dl, sementara kadar rata-rata fosfor serum adalah 5,4 mg/dl. Pasien yang menggunakan
ppi sebanyak 35 (58,3%), sedangkan yang tidak menggunakan PPI 25 orang (41,7%).

A. Variabel Independen: Kadar magnesium dalam serum

mg/dl
3

1 mg/dl

0
Mean Minimum Maximum

Gambar 5.1.1 : Kadar magnesium responden

Dari data responden didapatkan bahwa kadar rata-rata magnesium 2,12 mg/dl dengan
kadar paling rendah 1,52 mg/dl dan kadar tertinggi 2,77 mg/dl.

B. Variabel Dependen : Kalsifikasi Pembuluh Darah

Kalsifikasi Tidak ada


Berat kalsifikasi
45% 35%
Kalsifikasi
Ringan
20%

Gambar 5.1.2 : Diagram Kalsifikasi Pembuluh Darah Responden

Dari data responden didapatkan bahwa sebagian besar pasien mengalami kalsifikasi berat
(45%), sedangkan yang tidak memiliki kalsifikasi sebanyak 35%, sisanya mengalami kalsifikasi
ringan (20%).

Universitas Sumatera Utara


5.1.3. Analisis Bivariat
t-independen

Tabel 5.1.2 Hubungan Kadar Magnesium dengan Kalsifikasi Pembuluh Darah


Kalsifikasi
Variabel Tidak Ada Ada P
n (%) Mean±SD n (%) Mean±SD
Magnesium 21 (35%) 2,13±0,33 39 (65%) 2,12±0,27 0,870
a
Signifikan ( p value < 0.05)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
dari kadar magnesium kelompok yang tidak ada kalsifikasi dengan yang ada kalsifikasi dengan p
value 0,870 (>0,05).

Uji Korelasi Spearman

Tabel 5.1.3 Korelasi Kadar Magnesium dengan Skor AAC


No Variabel Koefisien korelasi (r) P
1. Magnesium
-0,026 0,845
2. Skor AAC

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa koefisien korelasi sebesar -0,026 dengan p
value 0,845, artinya tidak ada korelasi antara kadar magnesium dengan skor AAC.

5.2 Pembahasan
5.2.1 Analisis Univariat
Pada penelitian ini melibatkan responden dengan jenis kelamin pria (63,3%) lebih banyak
daripada wanita (36,7%), sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Ishimura dkk, dimana
penelitiannya melibatkan responden pria lebih banyak 226 (57,9%) daripada wanita 164
(42,1%).15
Pada penelitian ini usia responden lebih muda (52,88±11,16 tahun) dibandingkan
penelitian yang dilakukan oleh Ishimura dkk (59±13 tahun).15

Universitas Sumatera Utara


Prevalensi kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis menurut calcification
outcome in renal disease (CORD) study adalah 81%.5 Pada penelitian ini dilaporkan prevalensi
kalsifikasi pembuluh darah sedikit lebih kecil jika dibandingkan CORD study yaitu 65%.
Pada penelitian ini lama HD responden lebih lama (66,2±26,9 bulan) dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Okasha dkk (36,4±3,6 bulan).22
Pada penelitian yang dilakukan Okasha dkk melaporkan rata-rata kadar fosfor responden
6,0±0,64 mg/dl22 lebih tinggi dari kadar rata-rata fosfor pada penelitian ini, yaitu 5,4±0,6 mg/dl.
Pada penelitian ini kadar rata-rata kalsium 9,81±0,66 mg/dl, sementara pada penelitian
Okasha kadar rata-rata kalsium 9,3±0,3 mg/dl.22
Pada penelitian ini kadar rata-rata magnesium 2,12±0,29 mg/dl lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ishimura dkk 2,69±0,28 mg/dl dan Okasha
2,36±0,26 mg/dl.15,22
Pada penelitian ini melibatkan pasien DM sebanyak 13 (21,7%), sementara pada
penelitian yang dilakukan oleh Ishimura dkk tidak melibatkan pasien DM. 15
Pada penelitian ini pasien yang menggunakan ppi sebanyak 35 (58,3%) hampir sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Misra dkk, dimana pasien yang mengunakan ppi
sebanyak 55%.19

5.2.2 Analisis Bivariat


Pada penelitian ini melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari
kadar magnesium kelompok yang tidak ada kalsifikasi (2,13±0,33 mg/dl) dengan yang ada
kalsifikasi (2,12±0,27 mg/dl) dengan p value 0,870 (>0,05). Hasil penelitian ini berbeda dengan
beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Tzanaki dkk, ishimura dkk, dan Okasha
dkk.15,22
Pada penelitian yang dilakukan oleh Okasha dkk melaporkan bahwa kadar rata-rata
magnesium serum pada kelompok yang mengalami kalsifikasi pembuluh darah adalah 2,36±0,26
mg/dl, sementara pada kelompok yang tidak mengalami kalsifikasi dilaporkan memiliki kadar
rata-rata magnesium 3,21±0,32 mg/dl, (p value 0,001).22 Hasil tersebut sekaligus menyimpulkan
bahwa kadar rata-rata magnesium serum secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang
mengalami kalsifikasi pembuluh darah dibandingkan yang tidak mengalami kalsifikasi pembuluh
darah. Kesimpulan yang sama juga dilaporkan oleh Ishimura dkk dan Tzanaki dkk.

Universitas Sumatera Utara


Walaupun hasil penelitian ini melaporkan hasil yang berbeda dengan penelitian yang
dilakukan sebelumnya, akan tetapi pada penelitian ini mengambarkan adanya kecenderungan
kalsifikasi pada kadar magnesium yang lebih rendah, dimana dilaporkan bahwa kadar rata-rata
magnesium yang lebih tinggi yaitu 2,13±0,33 mg/dl tidak terjadi kalsifikasi pembuluh darah,
sementara kalsifikasi baru terjadi pada kadar rata-rata magnesium yang lebih rendah, yaitu
2,12±0,27 mg/dl, meskipun hasil ini secara statistik tidak bermakna. Selain itu pada penelitian ini
didapatkan adanya arah korelasi yang negatif, artinya terlihat bahwa adanya berlawanan arah
antara kadar magnesium dengan skor AAC (semakin besar skor AAC, semakin rendah kadar
magnesium) walaupun kekuatan korelasinya masih sangat lemah, yaitu -0,026 dan secara
statitistik tidak bermakna dengan p value 0,845 (>0,05).
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah jika dibandingkan
penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih kecil, karena hanya melibatkan 60 pasien, sementara
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh ishimura dkk melibatkan 390 pasien. 15 Selain itu
penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, dimana desain penelitian ini tidak
mempunyai dimensi waktu, pengukuran berbagai variabel hanya dilakukan satu kali. Oleh
karena itu masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar ataupun
dengan desain studi yang berbeda, seperti studi observasional analitik (kasus kontrol), dimana
memiliki kekuatan hubungan sebab akibat yang lebih kuat daripada studi cross sectional.
Keterbatasan lain yang ada pada penelitian ini adalah penelitian ini mengikutsertakan
pasien yang menggunakan ppi, dimana telah dilaporkan bahwa adanya hipomagnesemia yang
disebabkan penggunaan ppi.19 Penelitian ini juga tidak mengukur asupan magnesium lewat
makanan. Selain itu penelitian ini menggunakan kadar magnesium total, dan tidak melihat secara
spesifik kadar fraksi magnesium terionisasi. Penelitian ini juga tidak menentukan apakah
kalsifikasi intima atau media, semenjak diketahui bahwa kalsifikasi media sering ditemukan pada
pasien penyakit ginjal kronik, akibat adanya gangguan metabolik, elektrolit dan keseimbangan
pH.4 Terakhir, penelitian ini hanya melibatkan satu dokter ahli radiologi dalam pembacaan hasil
radiologi.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut :
1.Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar magnesium serum kelompok yang tidak
ada kalsifikasi dengan yang ada kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis reguler.
2. Prevalensi kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis reguler yang menjalani HD ≥
3 tahun adalah sebagai berikut; 45% mengalami kalsifikasi berat dan 20% mengalami kalsifikasi
ringan.

6.2. Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar ataupun dengan desain
studi yang berbeda (kasus kontrol).

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Massy Z, Drueke T. Magnesium and outcomes in patients with chronic kidney disease : focus
on vascular calsification, atherosclerosis and survival. Clin Kidney J. 2012;5(suppl 1):i52-
i61.
2. Foege J. Magnesium in CKD : more than a calcification inhibitor. J Nephrol. 2015;28:269-
277.
3. Epstein M. Should we target magnesium levels in patients with CKD. 2015. Medscape
Nephrolgy. 2015.
4. Jayalath R, Mangan S, Golledge J. Aortic calsification. Eur J Vasc Endovasc Surg.
2005;30:476-488.
5. Honkanen E, Kaupilla L, Wikstrom B, Rensma P, Krzesinski J, Aasarod K, et al. Abdominal
aortic calsification in dialysis patients. Nephrol Dial Transplant. 2008;23:4009-4015.
6. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. In: Buku Ajar Penyakit Dalam. 6th ed. 2014. p. 2159-6.
7. Suhardjono. Hemodialisis : Prinsip dasar dan pemakaian kliniknya. In: Buku Ajar Penyakit
Dalam. 6th ed. 2014. p. 2192-6.
8. Chen N, Moe S. Pathophysiology of vascular calsification in chronic kidney disease. Circ
Res. 2004;95:560-567.
9. Rodriguez M, L.M.de Francisco A. Magnesium : its role in CKD. Nefrologia.
2013;33(3):389-99.
10. Ketteler M, Jahnen-Dechent W. Magnesium basics. Clin Kidney J. 2012;5 (suppl 1):i3-i14.
11. Cunningham J, Rodriguez M, Messa P. Magnesium in chronic kidney disease stages 3 and 4
and in dialysis patients. Clin Kidney J. 2012;5(suppl 1):i39-i51.
12. Nassiri A, Hakemi M. Serum magnesium level and cardiovascular disease in dialysis
patients. Iranian Journal of Kidney Diseases. 2013;7:2-4.
13. Lillemark L, Ganz M, Barascuk N, Dam E, Nielsen M. Growth patterns of abdominal
atherosclerotic calsified deposits from lumbar lateral x-rays.
14. Bickle I, Kelly B. Abdominal x rays made easy : calsification. Student BMJ. 2002;10:272-
274.

Universitas Sumatera Utara


15. Ishimura E, Okuno S, Kitatani K, Tsuchida T, Yamakawa T, Shioi A, et al. Significant
association between the presence of peripheral vascular calsification and lower serum
magnesium in hemodialysis patients. Clin Nephrol. 2007;68(4):222-7.
16. Louvet L, Buchel J, Steppan S, Passlick-Deetjen J, Massy Z. Magnesium prevents phosphate
induced calcification in human aortic vascular smooth muscle cells. Nephrol Dial Transplant.
2013;28:869-878.
17. Disthabanchong S. Vascular calsification in chronic kidney disease: pathogenesis and clinical
implication. World J Nephrol. 2012;1(2):43-53.
18. Shantha G, Kumar A, Mancha A, Christopher M, Koshi R, Abraham G. Is abdominal aortic
calcifation score a cost-effective screening tool to predict atherosclerotic carotid plaque and
cardiac valvular calcification in patients with end-stage renal disease? Indian J Nephrol.
2012;22(6):431-437.
19. Misra P, Alam A, Lipman M, Nessim S. The relationship between proton pump inhibitor use
and serum magnesium concentration among hemodialysis patients. BMC Nephrology.
2015;16:136.
20. Shanahan C, Crouthamel M, Kapustin A, Giachelli C. Arterial calcification in chronic kidney
disease. Circ Res. 2011;109:697-711.
21. Sakaguchi Y, Fujii N, Shoji T, Hayashi T, Rakugi H, Isaka Y. Hypomagnesemia is a
significant predictor of cardiovascular and non-cardiovascular mortality in patients
undergoing hemodialysis. Kidney International. 2013;85:174-181.
22. Okasha K, Bendary A, Mourad A. Evaluation of peripheral vascular calcification and serum
magnesium level in a group of egyptian hemodialysis patients. Arab Journal of Nephhrology
and Transplantation. 2010;3(1):11-6.
23. Dellegrottaglie S, Sanz J, Rajagopalan S. Vascular calcification in patients with chronic
kidney disease. Blood Purif 2006;24:56-626.
24. Bellasi A, Ferramosca E, Muntner P et al. Correlation of simple imaging tests and coronary
artery calcium measured by computed tomography in hemodialysis patients. Kidney Int
2006; 70:1623-1628.
25. Okuno S, Ishimura E, Kitani K et al. Presence of abdominal aortic calcification is
significantly associated with all-cause and cardiovascular mortality in maintenance
hemodialysis patients. Am J Kidney Dis 2007;49:417-425.

Universitas Sumatera Utara


26. Adeney K, Siscovick D, Joachim H et al. Association of serum phosphate with vascular and
vascular calcification in moderate CKD, J. Am Soc Nephrol.2009;20(2):381-387.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Renti Woro Sismiastuti


Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta / 03 Maret 1981

Agama : Islam
Alamat : Jl. Prof Zulkarnaen, SH, no 14, Kecamatan medan baru 20154
Riwayat Pendidikan : 1. SD Ora et Labora, Jakarta (1987-1993)
2. SMPN XIII, Jakarta (1993-1996)
3. SMUN VI, Jakarta (1996-1999)
4. FK Universitas Kristen Indonesia, Jakarta (1999-2006)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN

Assalamualaikum Wr Wb

Selamat pagi Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari Yth

Saya Renti Woro Sismiastuti, saat ini sedang menjalani pendidikan Pasca-Sarjana Ilmu
Penyakit Dalam / Magister Klinik FK USU Medan, dan sedang melakukan penelitian yang
berjudul :

Hubungan Kadar Magnesium Serum Dengan Kalsifikasi Pembuluh Darah Pada Pasien
Hemodialisis Reguler

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar magnesium serum
dengan kalsifikasi pembuluh darah pada pasien hemodialisis reguler.

Adapun manfaatnya penelitian ini adalah sebagai masukkan bagi praktisi medis untuk
dapat membantu menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kalsifikasi pembuluh darah
pada pasien hemodialisis reguler.

Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:


Pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di Klinik Ginjal dan Hipertensi
Rasyida Medan dan bersedia dengan sukarela berpartisipasi pada penelitian ini nantinya akan
diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara untuk mengetahui
usia, riwayat penyakit diabetes sebelumnya, serta lama hemodialisis dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan darah sebanyak 15 cc (1 sendok makan) yang akan diambil
dari lengan oleh ahlinya untuk menilai kadar magnesium serum, kemudian dilakukan
pemeriksaan foto rontgen pinggang, sampai jumlah sampel terpenuhi sejumlah 60 orang.

Universitas Sumatera Utara


Pada lazimnya penelitian ini tidak menimbulkan hal-hal yang berbahaya baik secara
langsung maupun tidak langsung pada Bapak/Ibu/Saudara/Saudari sekalian dan tidak
menimbulkan efek samping pada Bapak/Ibu/Saudara/Saudari. Namun bila terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan selama penelitian berlangsung atau ada hal yang kurang jelas yang ingin
ditanyakan, Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat menghubungi saya Renti Woro Sismiastuti (Hp
081808604517).

Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang telah ikut


berpartisipasi dalam penelitian ini.

Medan, Maret 2016

(Renti Woro Sismiastuti)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Lembar Persetujuan

Saya yang bertandatangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
No telp :
Alamat :
Dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk menjadi sampel
dalam penelitian “Hubungan Kadar Magnesium Serum Dengan Kalsifikasi Pembuluh
Darah Pada Pasien Hemodialisis Reguler” dan disertakan dalam data penelitian.
Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat buruk terhadap saya dan
keluarga saya serta kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Medan, Maret 2016


Responden,

( )

*coret yang tidak perlu.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

KERTAS KERJA PROFIL PESERTA PENELITIAN

1. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Kode : X / Y
Tempat/Tanggal Lahir :
No.rekam medis :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
No. Telp/HP :
Riwayat Diabetes Mellitus :
Lama Hemodialisis :

1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

mg/dl
Kadar magnesium serum

2. PEMERIKSAAN FOTO LUMBAL LATERAL

Skor 0 Skor 1-4 Skor > 4


(tidak ada (kalsifikasi (kalsifikasi
kalsifikasi) ringan) berat)
Kalsifikasi
pembuluh
darah

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6

JADWAL PENELITIAN

No Uraian Januari Februari Maret April Mei


Kegiatan 2016 2016 2016 2016 2018
1. Persiapan X X
2. Proposal X
3. Pengumpulan X X
Data
4. Analisa Data X
5. Seminar hasil X

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7

PERSONALIA

1. Peneliti Utama : dr. Renti Woro Sismiastuti


2. Pembimbing I : dr. Syafrizal Nasution, M.Ked(PD), SpPD, KGH
NIP : 1968 0525 200003 1 001
3. Pembimbing II : dr. Alwi Thamrin SpPD, KGH
NIP : 1968 0710 201412 1 003
4. Pembimbing III : dr. Riri Andri Muzasti, M.Ked(PD), SpPD
NIP : 1979 1224 200812 2 001
5. Peneliti Pembantu: Peserta PPDS-1 Ilmu Penyakit Dalam, stase Divisi Nefrologi dan
Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUPHAM.
6. Konsultan radiologi : dr. Nety Lubis Sp.Rad

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8

PRAKIRAAN BIAYA

No Uraian Kegiatan Besar Biaya.


1 Fase persiapan :
a. Pengadaan literatur. Rp. 500.000,-
b. Pengadaan alat tulis dan photocopy Rp. 200.000,-
2 Seminar proposal Rp. 1.000.000,-
3. Fase pengumpulan data Rp. 2.000.000,-
4. Penulisan laporan Rp. 500.000,-
5. Seminar hasil penelitian Rp. 1.000.000,-
6. Penggandaan tulisan Rp. 800.000,-
7. Biaya tidak terduga Rp. 1.000.000,-
Total Biaya. Rp. 5.500.000,-

SUMBER DANA

Peneliti sendiri

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9
Pria = 1 1 = SD 1 = < 50
Wanita = 2 2 = SMP 2 = 50-60
3 = SLTA/SMA 3 = > 60
4 = D3
5 = S1/IPDN
6 = S2

No No sampel Jenis Kelamin Pendidikan Usia


1 23 1 5 3
2 38 2 3 1
3 110 1 5 2
4 101 1 6 2
5 18 2 3 2
6 40 1 3 3
7 74 1 5 2
8 42 2 3 3
9 15 1 5 1
10 28 1 5 2
11 41 1 3 2
12 9 1 3 1
13 6 1 5 1
14 4 1 5 1
15 56 1 3 1
16 49 2 3 2
17 57 1 3 3
18 117 1 6 3
19 29 1 5 1
20 71 2 3 1
21 78 2 3 2
22 30 2 2 3
23 39 1 5 2
24 62 1 3 2
25 20 1 4 3
26 100 1 6 2
27 36 2 3 2
28 104 1 5 1
29 22 1 5 2
30 31 1 5 1
31 79 1 5 1
32 107 1 5 1

Universitas Sumatera Utara


33 102 1 3 1
34 50 1 5 1
35 109 2 3 1
36 51 2 1 3
37 32 2 5 1
38 103 2 4 2
39 24 2 4 1
40 70 2 4 1
41 69 2 3 1
42 111 1 5 3
43 82 1 5 2
44 58 1 3 3
45 43 2 3 2
46 52 2 1 3
47 53 1 6 3
48 118 1 3 2
49 14 1 3 3
50 75 1 3 1
51 65 1 5 1
52 16 1 3 3
53 98 1 3 3
54 35 1 3 1
55 7 2 5 1
56 26 1 5 3
57 3 2 5 1
58 33 2 3 3
59 66 2 5 3
60 63 2 3 3

Universitas Sumatera Utara


No sampel Pekerjaan Lama HD Kalsium Fosfor Magnesium
(bulan)

23 PNS 50 10.9 5.8 1.85

38 Wiraswasta 43 10.6 5.9 1.55

110 PNS 88 9.9 5.6 2.11

101 Pensiunan 75 10.4 6 2.37

18 IRT 36 9.4 4.5 1.7

40 Wiraswasta 44 10.4 6.2 2.15

74 PNS 129 9.1 4.8 1.75

42 IRT 88 9 4.4 2.15

15 Wiraswasta 108 10.2 6 2.5

28 PNS 73 8.7 4.9 2.32

41 Wiraswasta 37 10.4 5.7 1.95

9 Wiraswasta 43 10.2 6.8 2.1

6 Wiraswasta 42 10.1 6.2 1.77

4 PNS 94 10.4 6.6 2.3

56 petani 45 9.6 5.1 1.95

49 Wiraswasta 72 9 4.9 2.3

57 Wiraswasta 54 8.8 4.7 1.84

117 Pensiunan 110 10.5 6.1 2.35

29 Wiraswasta 43 8.9 5.4 2.14

71 IRT 45 9.3 5.8 2.31

78 IRT 88 10.8 5.9 2.45

30 IRT 45 8.7 4.1 1.83

39 Wiraswasta 42 10.8 5.9 1.9

Universitas Sumatera Utara


62 Wiraswasta 48 9 4.9 1.92

20 Pensiunan 102 10.3 5.1 2.44

100 Pensiunan 38 10.4 4.4 2.34

36 IRT 38 9.8 5.7 2.15

104 teknisi 48 10 4.6 2.48

22 Swasta 70 10.2 5.3 2.6

31 PNS 65 8.9 5.2 1.75

79 PNS 55 9.8 6 1.8

107 polri 38 10.3 5.7 2.54

102 Wiraswasta 56 10.2 5 2.55

50 PNS 100 8.7 5.1 1.74

109 IRT 40 9.5 4.9 2.5

51 IRT 125 8.9 5.6 2.18

32 PNS 98 8.2 4.2 1.68

103 PNS 142 10.4 4.2 2.74

24 Wiraswasta 37 9.4 6.2 2.15

70 perawat 84 9.8 5 2.18

69 IRT 66 9.8 4.8 1.94

111 Pensiunan 44 9.4 5.6 2.41

82 Wiraswasta 46 10.3 5.7 2.54

58 Wiraswasta 108 9.8 5 2.3

43 IRT 99 9.7 5.4 1.9

52 IRT 39 9.2 4.9 1.88

53 dosen 56 9.5 5.1 2.1

118 anggota polri 70 10.3 5.8 2.34

Universitas Sumatera Utara


14 Wiraswasta 84 10.1 6.3 1.95

75 mahasiswa 54 8.8 5.8 2.14

65 PNS 59 10.4 4.4 2.34

16 Wiraswasta 41 10.7 6.2 2.15

98 Pensiunan 87 10.1 5.5 2.46

35 Wiraswasta 41 10.3 6.6 1.77

7 dokter 56 10.4 5.4 1.6

26 PNS 46 9.4 6 2.33

3 pearawat 87 10.9 6.3 1.89

33 Wiraswasta 74 9 4.9 1.8

66 Pensiunan 86 8.9 5.5 1.86

63 IRT 51 9.9 4.8 2.3

Universitas Sumatera Utara


1 = ya 1 = ya 1 = tidak ada kalsifikasi

0 = tidak 0 = tidak 2 = kalsifikasi ringan

3 = kalsifikasi berat

No sampel DM HT Kalsifikasi

23 1 1 2

38 0 1 2

110 0 1 3

101 0 0 3

18 1 0 2

40 0 1 3

74 0 1 3

42 1 0 2

15 0 1 1

28 1 1 3

41 0 1 3

9 0 1 3

6 1 0 2

4 0 1 1

56 0 1 1

49 1 1 2

57 0 1 1

117 0 1 3

Universitas Sumatera Utara


29 0 1 2

71 0 1 3

78 0 0 3

30 1 1 1

39 0 1 3

62 0 1 1

20 0 1 3

100 0 1 2

36 0 1 2

104 0 1 1

22 1 1 1

31 0 1 1

79 0 1 1

107 1 0 1

102 0 1 1

50 0 1 1

109 0 0 1

51 0 1 3

32 0 0 1

103 0 0 2

24 0 0 2

70 0 1 1

69 0 0 3

111 0 0 3

82 0 1 1

Universitas Sumatera Utara


58 1 0 3

43 0 0 3

52 1 1 3

53 0 1 3

118 1 1 3

14 0 0 3

75 1 1 1

65 0 0 3

16 0 0 3

98 0 1 2

35 0 0 1

7 0 1 3

26 0 1 1

3 0 0 1

33 0 1 3

66 0 1 3

63 0 0 3

Universitas Sumatera Utara


Calsium Magnesium
no IMT Albumin AAC koreksi Koreksi PPI
sampel
26.38 4.0 4 10.9 1.85 tidak
23

38
43.00 4.4 1 10.3 1.518 ya

110
20.12 3.9 18 10 2.118 tidak

101
34.00 3.5 12 10.8 2.41 tidak

18
19.8 4.0 4 9.4 1.7 tidak

40
30.25 4.1 13 10.3 2.142 ya

74
23.2 3.7 12 9.3 1.774 ya

42
24.15 3.8 2 9.2 2.166 ya

15
23.00 3.9 0 10.3 2.508 ya

28
18.5 3.7 10 8.9 2.344 tidak

41
22.00 4.5 7 10 1.91 ya

9
22.35 4.2 11 10 2.084 tidak

6
23.00 4.0 4 10.1 1.77 ya

4
20.37 4.1 0 10.3 2.292 tidak

56
23.00 4.0 0 9.6 1.95 ya

49
24.40 4.1 1 8.9 2.292 ya

57
24.20 3.9 0 8.9 1.848 ya

117
24.00 4.0 5 10.5 2.35 tidak

29
27.4 3.9 4 9 2.148 ya

71
23.1 3.9 8 9.4 2.318 tidak

78
24.8 4.8 11 10.2 2.386 tidak

30
20.26 3.7 0 8.9 1.854 ya

39
34.6 4.4 6 10.5 1.868 ya

Universitas Sumatera Utara


62
22.4 3.8 0 9.2 1.936 ya

20
23.8 3.6 8 10.6 2.472 ya

100
21.89 4.1 2 10.3 2.332 tidak

36
27.34 4.2 3 9.6 2.134 ya

104
21.00 3.9 0 10.1 2.488 ya

22
23.00 3.7 0 10.4 2.624 ya

31
22.14 4.0 0 8.9 1.75 ya

79
30.11 3.5 0 10.2 1.84 tidak

107
25.45 4.3 0 10.1 2.516 ya

102
23.00 3.6 0 10.5 2.582 ya

50
23.71 4.3 0 8.5 1.716 tidak

109
24.23 4.2 0 9.3 2.484 ya

51
22.2 3.9 8 9 2.188 ya

32
19.1 3.8 0 8.4 1.696 ya

103
18.6 3.6 5 10.7 2.772 tidak

24
24.00 3.5 3 9.8 2.19 tidak

70
24.2 3.9 0 9.9 2.188 ya

69
22.9 3.7 5 10 1.964 tidak

111
29.20 4.3 19 9.2 2.386 tidak

82
25.2 4.3 0 10.1 2.516 tidak

58
20.00 3.8 16 10 2.316 ya

43
22.91 4.0 12 9.7 1.9 ya

52
21.00 3.7 11 9.4 1.904 ya

53
20.41 4.0 7 9.5 2.1 tidak

Universitas Sumatera Utara


118
25.3 4.2 6 10.1 2.324 tidak

14
22.00 4.3 6 9.9 1.926 ya

75
22.4 3.9 0 8.9 2.148 ya

65
41.5 4.1 5 10.3 2.332 ya

16
22.4 2.9 6 11.6 2.238 ya

98
22.8 3.2 2 10.7 2.524 tidak

35
22.3 4.9 0 9.6 1.698 tidak

7
22.48 4.1 21 10.3 1.592 tidak

26
30.6 3.6 0 9.7 2.362 ya

3
21.00 4.5 0 10.5 1.85 tidak

33
26.9 3.7 6 9.2 1.824 ya

66
26.07 3.7 14 9.1 1.884 ya

63
21.00 3.8 11 10.1 2.316 tidak

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10

Uji normalitas numerik

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kalsium 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Magnesium 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Fosfor 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Lama_HD1 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Usia1 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Albumin 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

IMT 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

kalsium_koreksi 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Magnesium_koreksi 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Kalsium Mean 9.7800 .08797

95% Confidence Interval for Lower Bound 9.6040


Mean
Upper Bound 9.9560

5% Trimmed Mean 9.7889

Median 9.8500

Variance .464

Std. Deviation .68142

Minimum 8.20

Universitas Sumatera Utara


Maximum 10.90

Range 2.70

Interquartile Range 1.25

Skewness -.303 .309

Kurtosis -.986 .608

Magnesium Mean 2.1230 .03761

95% Confidence Interval for Lower Bound 2.0477


Mean Upper Bound 2.1983

5% Trimmed Mean 2.1233

Median 2.1500

Variance .085

Std. Deviation .29134

Minimum 1.55

Maximum 2.74

Range 1.19

Interquartile Range .47

Skewness -.017 .309

Kurtosis -1.031 .608

Fosfor Mean 5.4067 .08540

95% Confidence Interval for Lower Bound 5.2358


Mean Upper Bound 5.5776

5% Trimmed Mean 5.4056

Median 5.4500

Variance .438

Std. Deviation .66150

Minimum 4.10

Maximum 6.80

Range 2.70

Interquartile Range 1.00

Skewness -.047 .309

Kurtosis -.785 .608

Lama_HD1 Mean 66.2000 3.48474

Universitas Sumatera Utara


95% Confidence Interval for Lower Bound 59.2271
Mean Upper Bound 73.1729

5% Trimmed Mean 64.1852

Median 56.0000

Variance 728.603

Std. Deviation 26.99265

Minimum 36.00

Maximum 142.00

Range 106.00

Interquartile Range 43.75

Skewness .877 .309

Kurtosis -.088 .608

Usia1 Mean 52.8833 1.44153

95% Confidence Interval for Lower Bound 49.9988


Mean Upper Bound 55.7678

5% Trimmed Mean 53.3333

Median 56.0000

Variance 124.681

Std. Deviation 11.16607

Minimum 26.00

Maximum 69.00

Range 43.00

Interquartile Range 18.50

Skewness -.434 .309

Kurtosis -.759 .608

Albumin Mean 3.9517 .04463

95% Confidence Interval for Lower Bound 3.8624


Mean Upper Bound 4.0410

5% Trimmed Mean 3.9500

Median 3.9000

Variance .119

Std. Deviation .34567

Universitas Sumatera Utara


Minimum 2.90

Maximum 4.90

Range 2.00

Interquartile Range .47

Skewness .035 .309

Kurtosis 1.367 .608

IMT Mean 24.3403 .61070

95% Confidence Interval for Lower Bound 23.1183


Mean Upper Bound 25.5623

5% Trimmed Mean 23.7985

Median 23.0000

Variance 22.377

Std. Deviation 4.73045

Minimum 18.50

Maximum 43.00

Range 24.50

Interquartile Range 3.27

Skewness 2.174 .309

Kurtosis 5.760 .608

Descriptives

Statistic Std. Error

kalsium_koreksi Mean 9.8183 .08532

95% Confidence Interval for Lower Bound 9.6476


Mean
Upper Bound 9.9891

5% Trimmed Mean 9.8148

Median 10.0000

Variance .437

Std. Deviation .66089

Minimum 8.40

Maximum 11.60

Range 3.20

Universitas Sumatera Utara


Interquartile Range 1.08

Skewness -.032 .309

Kurtosis -.333 .608

Descriptives

Statistic Std. Error

Magnesium_koreksi Mean 2.1269 .03831

95% Confidence Interval for Lower Bound 2.0502


Mean
Upper Bound 2.2035

5% Trimmed Mean 2.1264

Median 2.1480

Variance .088

Std. Deviation .29672

Minimum 1.52

Maximum 2.77

Range 1.25

Interquartile Range .49

Skewness -.033 .309

Kurtosis -.956 .608

Descriptives

Statistic Std. Error

AAC Mean 5.1500 .72049

95% Confidence Interval for Lower Bound 3.7083


Mean
Upper Bound 6.5917

5% Trimmed Mean 4.6481

Median 4.0000

Variance 31.147

Std. Deviation 5.58091

Minimum .00

Maximum 21.00

Universitas Sumatera Utara


Range 21.00

Interquartile Range 8.00

Skewness 1.014 .309

Kurtosis .298 .608

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kalsium .131 60 .012 .948 60 .012

Magnesium .128 60 .016 .965 60 .080

Fosfor .095 60 .200* .977 60 .310

Lama_HD1 .181 60 .000 .890 60 .000

Usia1 .127 60 .017 .941 60 .006

Albumin .094 60 .200* .973 60 .195

IMT .212 60 .000 .786 60 .000

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kalsium_koreksi .125 60 .021 .973 60 .200

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

AAC .178 60 .000 .855 60 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Universitas Sumatera Utara


Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Magnesium_koreksi .111 60 .063 .968 60 .117

a. Lilliefors Significance Correction

Analisis Univariat

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pria 38 63.3 63.3 63.3
Wanita 22 36.7 36.7 100.0
Total 60 100.0 100.0

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 50 Tahun 24 40.0 40.0 40.0
50-60 Tahun 17 28.3 28.3 68.3
> 60 Tahun 19 31.7 31.7 100.0
Total 60 100.0 100.0

Lama HD
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3-5 Tahun 33 55.0 55.0 55.0
> 5 Tahun 27 45.0 45.0 100.0
Total 60 100.0 100.0

DM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 47 78.3 78.3 78.3
Ya 13 21.7 21.7 100.0
Total 60 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


HT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 20 33.3 33.3 33.3
Ya 40 66.7 66.7 100.0
Total 60 100.0 100.0

Kalsifikasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Ada 21 35.0 35.0 35.0
Kalsifikasi Ringan 12 20.0 20.0 55.0
Kalsifikasi Berat 27 45.0 45.0 100.0
Total 60 100.0 100.0

Kalsifikasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Ada 21 35.0 35.0 35.0

Ada 39 65.0 65.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Calsium 60 8.20 10.90 9.7800 .68142

Posphor 60 4.10 6.80 5.4067 .66150

Magnesium 60 1.55 2.74 2.1230 .29134

Valid N 60
(listwise)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Usia 60 25.00 68.00 52.7833 11.15088
Lama HD 60 36.00 142.00 66.2000 26.99265
Valid N (listwise) 60

Universitas Sumatera Utara


Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

AAC 60 .00 21.00 5.1500 5.58091

Valid N 60
(listwise)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

kalsium_koreksi 60 8.40 11.60 9.8183 .66089

Valid N (listwise) 60

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Magnesium_koreksi 60 1.52 2.77 2.1269 .29672

Valid N (listwise) 60

Analisis Bivariat

t-independen

Group Statistics

Kalsifikasi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Magnesium_koreksi Tidak Ada 21 2.1355 .33947 .07408

Ada 39 2.1222 .27564 .04414

Universitas Sumatera Utara


Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equal

Sig. (2-
F Sig. t df tailed) Mean Difference

Magnesium_koreksi Equal variances 4.201 .045 .164 58 .870


assumed

Equal variances not .154 34.437 .878


assumed

Korelasi Spearman
Korelasi Magnesium dengan Skor AAC

Correlations

Magnesium_kore
skor_AAC ksi

Spearman's rho skor_AAC Correlation Coefficient 1.000 -.026

Sig. (2-tailed) . .845

N 60 60

Magnesium_koreksi Correlation Coefficient -.026 1.000

Sig. (2-tailed) .845 .

N 60 60

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai