Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN HASIL DISKUSI MENGENAI JURNAL KOGNISI SOSIAL

(diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Kognitif)

Dosen Pengampu : Ibu Dr. Rina Hidayati Pratiwi

Disusun oleh kelompok 7 :

Yuyun Aprianingsih (20207270046)


Sri Utami (20207270074)
Syahrul Ghufron (20207270120)
Syifa Aulia. S (20207270134)
Yugie Widyastuti Y (20207270154)
M. Budiawan (20207270185)

Kelas : 2n, Non reguler B minggu

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA


FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2020
Jurnal 1

Judul Artikel : Motivasi dan teori kognitif sosial


Penulis : Dale H. Schunk, Maria K. DiBenedetto
Universitas : The University of North Carolina at Greensboro, School of Education,
410 SOEB, 1300 Spring Garden Street, Greensboro, NC 27412, United
States Bryan School of Business and Economics, 401L Bryan Building,
P.O. Box 26170, Greensboro, NC 27402, United States
Sumber Publikasi Jurnal : Contemporary Educational Psychology 60 (2020) 101832

A. Pendahuluan dan Pembahasan


1. Latar Belakang
Jurnal ini berfokus pada teori sosial kognitif terkait peran motivasi yang dikemukakan oleh Bandura
(1986, 1997, 2001) dan pengembangannya oleh beberapa peneliti lainnya yaitu Zimmerman, Schunk,
Pajares, dan Usher yang telah diaplikasikan secara luas pada berbagai disiplin psikologi yaitu di
bidang pendidikan, bisnis, dan juga kesehatan. Motivasi mengacu pada proses yang memicu dan
mempertahankan kegiatan yang mengarah pada suatu tujuan. Motivasi terdiri dari proses personal
yang dimanifestasikan pada tindakan yang mengarah pada suatu tujuan.
Rotter (1954) mengelompokkan dua variabel motivasi yang menonjol yaitu harapan, yang
didefinisikan sebagai keyakinan individu tentang kemungkinan penguatan tertentu akan terjadi setelah
melakukan perilaku tertentu, dan penguatan nilai, atau seberapa besar individu menginginkan hasil
tertentu yang bersifat relatif terhadap hasil potensial lainnya. Kedua variabel ini mendukung beberapa
kesamaan dengan ekspektasi dan proses nilai di teori Bandura.
Bandura mempostulatkan bahwa agar pembelajaran observatif terjadi, seseorang harus hadir
sebagai model, dan observer secara kognitif mempertahankan apa yang dilakukan oleh model
tersebut, kemudian dia mampu menghasilkan perilaku dari model tersebut dan termotivasi untuk
melakukan hal tersebut. Tindakan termotivasi sangat bergantung pada konsekuensi positif yang
diharapkan untuk melakukan tindakan dari seorang model. Hal tersbut merupakan keyakinan kognitif
yang dikembangkan melalui interaksi sosial antara model dan pengamat. Dalam konseptualisasi yang
dinamis, proses motivasional adalah pengaruh pribadi yang selalu berubah, memengaruhi perilaku
dan lingkungan, dan dipengaruhi oleh berbagai hal yang saling berkorelasi tersebut. Teori Bandura
menyatakan bahwa individu berjuang untuk hak pilihan memilih, atau keyakinan bahwa mereka dapat
menggunakan pengaruh yang besar atas peristiwa penting dalam hidup mereka. Inti dari perspektif ini
adalah keegoisan individu, atau kemampuan yang dirasakan oleh seseorang untuk belajar dan
melakukan tindakan di tingkat yang ditentukan.

2. Teori Kognitif Sosial dan Penelitian tentang Motivasi


2.1 Kerangka konseptual interaksi resiprok
Interaksi resiprokal menempatkan fungsi manusia yang bergantung pada tiga set faktor yaitu
kebiasaan, lingkungan, dan pribadi (seperti kognisi dan emosi). Masing-masing set yang
mempengaruhi fungsi manusia tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Sesuatu yang bisa
mempengaruhi perbuatan dan lingkungan akan mengubah pemikiran dan lingkungan, kemudian
lingkungan bisa mempengaruhi pemikiran dan perbuatan seseorang.
Sebagai contoh, seorang siswa yang memiliki keyakinan akan kompetensinya di bidang
matematika akan cenderung memiliki keterlibatan interaktif di dalam pelajaran yang diikutinya
misalnya aktif dalam melaksanakan instruksi, menjawab pertanyaan, dan juga konsisten. Jika guru
di kelas tersebut menghargai kinerja siswa tersebut, maka siswa tersebut akan semakin termotivasi
untuk meningkatkan keaktifannya di kelas sehingga menghasilkan kebiasaan yang produktif.
Seseorang tidak cenderung untuk bersikap berdasarkan pengaruh luar melainkan mereka
umumnya akan memilih lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran mereka. Hal ini sesuai dengan
teori Bandura yang menekankan pada aspek dinamis dan bersiklus dari fungsi manusia.

2.2 Pengaruh pribadi


Pengaruh pribadi dalam hal ini termasuk kognisi, kepercayaan, persepsi, dan juga emosi. Teori
sosial kognitif memprediksi bahwa tujuan bisa memberi energi dan mengarahkan kepada hasil yang
motivatif. Sebuah goal atau tujuan adalah representasi mental dari apa yang diusahakan oleh
seseorang, misalnya meraih nilai yang sempurna atau membuat suatu rekor di bidang tertentu.
Pengamatan dan evaluasi akan suatu perbedaan antara tujuan dengan progress yang dicapai akan
mengarahkan seseorang untuk mengarahkan usahanya sesuai dengan progress yang diperolehnya.
Goal atau tujuan yang terkait dengan suatu performa spesifik tertentu akan memberikan
pengaruh yang lebih besar untuk mengembangkan evaluasi diri seseorang dibandngkan dengan goal
yang bersifat umum. Demikian juga goal yang bersifat jangka pendek, udah diraih membangun
motivasi lebih baik dari goal yang bisa diraih dalam jangka panjang. Dengan kata lain, seseorang akan
lebih termotivasi untuk meraih goal yang menurut mereka sulit tapi bisa diraih dibandingkan goal yang
tidak bisa diraih karena terlalu mudah atau terlalu sulit.
Proses belajar dan proses ketrampilan tidak sama dengan orientasi goal sebagai tujuan. Goal
pembelajaran lebih mengacu pada pengetahuan, keterampilan, dan strategi yang harus diperoleh oleh
siswa, sedangkan goal keterampilan berfokus pada perhatian pada perbandingan sosial dan
pemenuhan berbagai penugasan.
Keyakinan diri merupakan sebuah kunci pengaruh personal dalam model interaksi resiprok
bandura. Seorang pelajar yang memiliki kepercayaan dan keyakinan diri untuk belajar akan
cenderung terlibat seara interaktif secara kognitif dan perilaku yang akan meningkatkan hasil belajar
mereka. Keyakinan dan kepercayaan diri berasal dari pengalaman sebelmnya yang meliputi prestasi
kinerja, pengalaman yang berkesan, persuasi sosial, dan juga emosi dan fisiologi. Prestasi kinerja
merupakansumber yang paling bisa dipercaya karena hal tersebut merupakan indikasi dari apa yang
bisa dilakukan oleh seseorang. Keyakinan dan kepercayaan diri mempengaruhi pilihan aktivitas
seseorang, usaha, konsistensi, pencapaian, dan juga regulasi pribadi. Keyakinan dan kepercayaan
diri juga merupakan pengaruh motivasional bagi deorang guru. Seorang guru yang memiliki keyakinan
dank kepercayaan diri akan lebih mampu membantu siswa untuk belajar dan memotivasi siwanya
untul mencapai capaian yang lebih tinggi.
Perbandingan sosial adalah perbandingan antara seseorang dengan lingkungannya. Seseorang
yang memiliki lebih banyak persamaan dengan ligkungannya lebih mudah dipengaruhi oleh
lingkungan itu sendiri. Nilai atau value mengacu pada penerimaan terhadap nilai penting atau
kebergunaan dari sebuah proses belajar. Seorang siswa akan lebih termotivasi untuk belajar secara
sungguh-sungguh jika mereka melihat tujuan mereka sejalan dengan hasil pembelajaran yang
berguna bagi diri mereka sendiri. Ekspektasi akan hasil merupakan kepercayaan akan konsekuensi
yang akan diberikan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Seseorang akan bertingkah sebagaimana
mereka percaya bahwa Orang-orang bertindak dengan cara yang mereka yakini akan menghasilkan
hasil yang diinginkan dan memperhatikan model yang mereka percaya akan mengajarkan mereka
keterampilan yang berharga.
Ketika kita melihat apa yang dilakukan oleh orang lain, tak jarang kita akan mencoba untuk
mengetahui atau memahami alasan mengapa mereka melakukan perbuatan tertentu. Begitu juga
dengan perilaku yang kita tampilkan di hadapan orang lain. Dalam psikologi sosial, hal ini dinamakan
dengan atribusi. Yang dimaksud dengan atribusi adalah proses dimana individu menjelaskan
penyebab dari berbagai kejadian dan perilaku orang lain.

2.3 Pengaruh Kebiasaan


Kebiasaan kunci yang berpengaruh pada hasil motivatif merupakan pilihan dari aktivitas, usaha,
persisten, pencapaian, dan regulasi lingkungan seseorang. Dibandingkan dengan seseorang dengan
motivasi yang lebih rendah, orang yang memiliki motivasi untuk skses cenderung memilih pada
aktivitas dan tugas yanglebih sulit serta pencapaian yang lebih tinggi.
2.4 Pengaruh lingkungan
Orang cenderung untuk meniru model yang mereka percaya kompeten akan sesuatu. Adanya
persamaan antara model dan observer akan mengarahkan pada perbandingan sosial dan
berpengaruh pada hasil motivatif. Tema sebaya bisa menjadi model yang penting saat seseorang
meragukan kemampuan mereka sendiri. Dengan mengamati teman sebaya yang berhasil dalam
melaksanakan suatu tugas tertentu, akan menimbulkan keyakinan dan kepercayaan diri.

2.5 Regulasi diri


Teori kognitif sosial mempostulatkan bahwa seorang individu menggunakan kemampuan untuk
mengatur diri mereka sendiri untuk mempromosikan kehidupan dan kebebasan hidup mereka sendiri.
Regulasi pribadi ini mengacu pada pemikiran sendiri, efek-efek dan kebiasaan yang secara sistematis
berorientasi pada suatu goal tertentu. Pengaturan diri diperlukan untuk mencapai tujuan. Dalam arti
tertentu, proses motivasi pribadi akan menset mekanisme seseorang untuk meraih suatu keberhasilan
tertentu.

3. Isu-isu kritis terkait teori dan penelitian dalam teori kognitif sosial
Teori kognitif sosial yang dikemukakan oleh Bandura lebih mengarah pada hal motivasi. Teori
tersebut memprediksi bahwa motivasi merupakan bagian internal seperti keyakinan dan kepercayaan
diri, perbandingan sosial, tujuan keberhasilan, harapan, nilai-nilai dan atribusi. Teori tersebut juga
mengemukakan hubungan resiprok antara kebiasaan, lingkungan, dan pengaturan internal. Namun
sebenarnya banyak pertanyaan terkait operasioanl sosial kognitif dalam motivasi, diantaranya adalah
keberagaman dan budaya, metodologi, dan efek jangka panjang sebuah intervensi.
3.1 Keberagaman dan budaya
Sebuah penelitian terkait kepercayaan dan keyakinan diri menunjukkan bahwa populasi siswa
dalam kultur western cenderung memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kultur non western, misalnya Jepang dan Cina. Hal ini menunjukkan bahwa
keyakinan dan kepercayaan diri bisa jadi dipengaruhi oleh variabel budaya.
3.2 Metodologi
Motivasi adalah sesuatu yang dinamis dan berubah-ubah, namun seringkali dinilai oleh sesuatu
yang bersifat statis seperti asesmen sebelum dan sesudah intervensi. Asesmen seperti ini memiliki
kegaglan dalam menangkap fenomena perubahan yang terjadi sepanjang pemberian perlakuan.
Salah satu prioritas utama penelitian sosial kognitif adalah menginvestigasi proses dimana
interaksi resiprok terjadi. Hal ini memungkinkan dilakukan jika penelitian bisa mengeksplorasi
momen-momen perubahan personalitas, kebiasaan, dan pengaruh lingkungan.
3.3 Intervensi jangka panjang
Sebagian besar penelitian dalam sosial kognitif berorientasi pada durasi jangka pendek. Banyak
penelitian yang tidak melibatkan periode lanjutan dari sebuah penelitian untuk meneliti sejauh
mana dan seberapa lama sebuah intervensi membawa perubahan, karena secara alami motivasi
akan berfluktuasi dan bersifat senditif terhadap pegaruh-pengaruh kontekstual.
4. Arah penelitian di masa depan.
Diperlukan area penelitian lain untuk memperluas generalisasi teori bandura, diantaranya terkait hal-
hal berikut:
4.1 Konteks
Penelitian Bandura dilaksanakan pada konteks klinis tertentu, salah satunya adalah penelitian
terkait suatu jenis fobia pada ular yang dialami oleh seseorang. Penelitian ini menghasilkan suatu
kesimpulan yang spesifik terkait motivasi seseorang terkait dengan fobianya secara sppesifik.
Namun banyak penelitian yang berlandaskan pada teori Bandura yang dilaksanakan dengan
konteks sekolah, sehingga diperlukan adanya penelitian-penelitian lain yang berlandaskan sekolah
karena berbagai seklah di dunia memiliki keberagaman dalam hal penggunaan teknologi,
kurikulum, dan instruksi pembelajaran.

4.2 Uraian dan perbedaan konstruksi kognitif sosial


Istilah Efikasi diri berasal dari teori kognitif sosial Bandura (1977) . Definisi asli tentang efikasi
diri adalah adalah keyakinan individu terhadap kemampuan dalam mengerjakan tugas, aktifitas
ataupun usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. setelah itu telah ada perluasan makna ini
sedemikian rupa sehingga saat ini berbagai jenis efikasi diri merujuk dan dinilai, seperti efikasi diri
untuk kinerja (mirip dengan definisi asli Bandura) efikasi diri untuk belajar, dan efikasi diri untuk
pembelajaran mandiri. Hal ini tampaknya dapat diterima selama parameter asli untuk efikasi diri
dipertahankan ( spesifikasi domain; dinilai pada tingkat tugas individu).
Sementara itu, Ada variabel yang secara konseptual serupa dalam literatur motivasi, seperti
konsep diri, keyakinan kemampuan, harapan untuk sukses, persepsi kompetensi, niat, dan
kesabaran (DiBenedetto & Schunk, 2018). Sebagai contoh, Anderman (buku ini) mencatat bahwa
variabel "harapan untuk sukses" dari teori nilai-harapan (Wigfield et al., 2016) dan "keefektifan diri"
dari teori kognitif sosial secara konseptual serupa. Akan menjadi informatif untuk membuat
perbandingan langsung dari utilitas prediktif kedua variabel ini. Perbedaan halus dapat ditarik di
antara mereka berdasarkan umum (keefektifan diri menjadi domain yang lebih spesifik),
Rekomendasi untuk penyelidikan empiris. Sebagai contoh, sebuah penelitian baru-baru ini
meneliti hubungan antara keefektifan diri dan ketabahan serta prediksi pencapaiannya (Usher, Li,
Butz, & Rojas, 2019). Hasil penelitian menunjukkan efikasi diri menjadi prediktor yang lebih kuat
dan efikasi diri memediasi hubungan antara keberanian siswa dan hasil belajar di sekolah. Studi
seperti ini menguji peran pengaruh motivasi kognitif sosial akan membantu untuk menetapkan
tingkat kekhasan mereka.
4.3 Teknologi
Prinsip dasar kognitif sosial dikembangkan dan diuji dalam sebagian besar dengan tatap muka
tanpa teknologi canggih. Penelitian kognitif sosial pada umumnya diperlukan pengaruh dalam
lingkungan teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir, ruang lingkup pengaruh yang dimodelkan
telah berkembang secara dramatis. Saat ini pelajar secara rutin melihat video online dan terhubung
dengan pelajar lain secara elektronik dalam berbagai cara (Azevedo, Taub, & Mudrick, 2018;
Moos, 2018; Nietfeld, 2018).
Menguji prinsip motivasi kognitif sosial dalam lingkungan teknologi membutuhkan jenis
metodologi yang lebih baru. Untuk beberapa waktu, peneliti swa-regulasi telah melakukan
penelitian yang menggembirakan. Para peneliti telah menunjukkan, misalnya, bahwa tutor online
dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan regulasi diri, yang dapat meningkatkan
keefektifan diri, motivasi, dan prestasi (Azevedo et al., 2018; Moos, 2018). Game digital
khususnya, telah terbukti memengaruhi proses regulasi diri dan menyebabkan peningkatan
efisiensi diri pemain (Nietfeld, 2018). Bukti penelitian dengan siswa sekolah menengah mendukung
hubungan antara permainan digital dan motivasi, minat, keterampilan kolaborasi, dan kemampuan
untuk menetapkan tujuan proksimal untuk mencapai tujuan jangka panjang (Shores, Ho ff mann,
Nietfeld, & Lester, 2012).

B. Kesimpulan
1. Interaksi resiprokal menempatkan fungsi manusia yang bergantung pada tiga set faktor yaitu
kebiasaan, lingkungan, dan pribadi (seperti kognisi dan emosi). Masing-masing set yang
mempengaruhi fungsi manusia tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
2. Perbandingan sosial adalah perbandingan antara seseorang dengan lingkungannya. Seseorang yang
memiliki lebih banyak persamaan dengan ligkungannya lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan itu
sendiri.
3. Regulasi diri adalah kemampuan untuk mengatur diri mereka sendiri untuk mempromosikan kehidupan
dan kebebasan hidup mereka sendiri
4. Efikasi diri adalah adalah keyakinan individu terhadap kemampuan dalam mengerjakan tugas, aktifitas
ataupun usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan
Jurnal 2

Judul Artikel : Tinjauan Kognisi Sosial Terhadap Sosial Budaya


Penulis : Tenny Sudjatnika

A. Pendahuluan
Teori kognisisosial diawali dari teori belajar observasional, yang menjelaskan bahwa tingkah laku
manusia diakibatkan atas reaksi yang timbul dari interaksi antar lingkungan, dengan skema kognitif
manusia itu sendiri. Penekanannya bahwa, hasil perilaku bergantung pada ; (1) pengaruh orang lain dan
(2) stimulus, dengan mekanisme moralnya dari proses pembiasaan merespon (conditioning) dan proses
meniru (imitation) dari figure/tokoh (modeling) sebagai contoh berperilaku social dan moral (Muhibin Syah,
1995:74).
Dalam studi islam, kaidah social ditekankan atas dasar pembawaan fitrah, yang mencakup beberapa
potensi seperti beragama, intelek, sosial, ekonomi, seni, kemajuan, keadilan, kemerdekaan, keturunan,
cinta dan sebagainya. (Muhaimin & Mujib, 1993: 25). Potensi-potensi tersebut mendapatkan pengaruh
lingkungan yang dapat melestarikan potensi positifnya sehingga senantiasa hidup lurus sesuai tujuan.
Dalam perkembangannya Fitrah dapat dimodifikasi baik secara positif maupun negatif. Fitrah
bergantung pada factor eksternal, sebaliknya menurut pengamat behavioris, fitrah tidak mengharuskan
manusia untuk berusaha keras terhadap lingkungannya. (Ibid: 26-27).Penyimpangan fitrah merupakan
akibat dari faktor pendidikan (Ahmad, tt: 31). Pendidikan dalam hal ini belajar social dan moral di
dalamnya. Jika itu terjadi akan berdampak pada social budaya.
Berdasarkan uraian di atas maka , bagaimana tinjauan kognisi social perspektif Islam relevansinya
terhadap kinerja individu dan implikasinya terhadap Sosial Budaya?

B. Pembahasan
Sosial learning teory berawal dari paham epistemology tentang pengetahuan.Bahwa satu sisi
pengetahuan adalah; (1) diwariskan, oleh karenanya merupakan komponen natural dari pikiran manusia;
(2) berasal dari pengalaman indrawi dan tidak diwariskan.
Dalam psikologi terdapat mahzab behaviorisme.Pada madzhab behaviorisme menekankan pada
metode eksperimental yang fokus pada variable yang diukur, diamati dan menghindari subjektivitas,
internal dan sifat mentalitas.Pandangan teori behaviorisme, bahwa prilaku harus dijelaskan melalui
pengalaman yang diobservasi bukan dengan proses mental, artinya perilaku sesuatu yang dilakukan dan
bisa dilihat secara langsung.
Sementara oleh para psikolog, mental didefinisikan sebagai suatu pikiran, perasaan dan motif yang
tidak bisa dilihat oleh orang lain (Santrock, alih bahasa Tri Wibowo B.S, 2008: 266).
Watson dan Thorndike mengganggap bahwa belajar hanya berasal dari direct experience
(pengalaman langsung).Mereka berpendapat bahwa belajar terjadi dari interaksi dengan lingkungan, bukan
dari hasil pengamatan. Hal ini menimbulkan empat pendekatan teori psikologi, salah satunya adalah teori
kognitif domain. Teori kognitif domain yang melahirkan teori baru focus pada pendekatan pembelajaran.
Salah satunya adalah teori belajar sosial.
Teori belajar social didasarkan atas bagaimana manusia memperhatikan perilaku model yang menjadi
penguat di lingkungan.Bahwa prilaku manusia dikendalikan oleh motivasi dan respons organisme yang
dapat menstimulasi organisme lain, yaitu generalized imitation, dan imitasi ini dapat menjadi kebiasaan
(Hergenhahn & Olson, alih bahasa oleh Tri Wibowo B.S, 2008: 358- 359).
Kemudian Alber Bandura, melanjutkan penelitian atas dasar pandangan bahwa lingkungan yang
menyebabkan prilaku, tetapi prilaku juga menyebabkan prilaku lingkungan, dunia dan perilaku penyebab
satu sama lain. Bandura menamakan teorinya sebagai teori kognitif social. Sebagian besar arahan teori ini
pada peran social model manusia, pada motivasi pikiran dan tindakan (Wikipedia, tersedia:
http//www.emory.edu/EDUCATION/ mfp/bandurabio.html). Salah satu hasil studi ;
(1) Pembelajaran observasional terjadi sama eksistensinya baik ketika prilaku agresi diperkuat maupun
tidak diperkuat
(2) Studi ini fokus pada perbedaan antara pembelajaran dan kinerja.
Dari semua variasi studinya di atas ditetapkan bahwa faktor lingkungan, faktor kognitif dan faktor
prilaku semuanya berinteraksi untuk menghasilkan prilaku selanjutnya (Bandura, 1986): 24).
Prilaku manusia terdiri dari ;
(1) Self–regulated behavior (prilaku yang diatur sendiri).
Yang dipelajari manusia dari pengalaman langsung atau tidak langsung adalah performance
standards (standar tontonan).Setelah standar tontonan dipelajari standar itu menjadi basis bagi
evaluasi diri. Jika tindakan dalam situasi tertentu memenuhi atau melebihi standar, maka akan dinilai
positif, sebaliknya jika tidak, akan dinilai negatif.
(2) Kedua, Perceived selfefficacy (anggapan tentang kecakapan diri) yaitu keyakinan seseorang pada
kemampuanya dalam melakukan sesuatu dari berbagai macam sumber, seperti prestasi, kegagalan
personal yang pernah dialami, melihat orang-orang yang sukses atau gagal, dan persuasi verbal
(Hergenhahn & Olson, 2008: 370-371). Orang dengan anggapan kecakapan diri yang tinggi
cenderung lebih, punya kendali atas kejadian dalam lingkungan sehingga mereka merasa lebih pasti.
Sebaliknya individu yang cenderung takut terhadap kejadian yang tidak bisa mereka kontrol akan
merasa bersifat tidak pasti. Oleh karena itu, individu yang memiliki anggapan kecakapan diri yang
tinggi akan cenderung kurang merasa takut (Bandura, 1976: 144).
(3) Ketiga, moral code (kode moral) yang berkembang melalui interaksi dengan model. Biasanya orang
memberi contoh aturan moral yang kemudian diinternalisasi oleh orang lain. Setelah itu kode moral
akan menentukan prilaku atau pikiran mana yang akan mendapatkan hukuman dan mana yang tidak.

Determinisme resiprokal (umpan balik positif) ketiga faktor di atas semuanya berinteraksi untuk
menghasilkan prilaku selanjutnya.Istilah yang digunakan dalam arti tindakan umpan balik antara peristiwa
tersebut, merupakan gabungan dari kedua faktor penentu pribadi dan lingkungan.
Istilah person dideskripsikan pada faktor kognitif yang mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi,
pemikiran dan kecerdasan (Santrock, tt: 266). Faktor person adalah self efficacy yaitu keyakinan
seseorang bahwa ia bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif. Self efficacy berpengaruh
besar terhadap prilaku.
Saling ketergantungan pribadi dan pengaruh lingkungan terjadi karena pengaruh yang diberikan oleh
individu dan oleh tingkah lakunya ditunjuk bersama sebagai determinan pribadi. Seperti faktor pribadi
internal dan perilaku juga operan sebagai penentu umpan balik satu samalain. Contoh, harapan
masyarakat mempengaruhi cara mereka berprilaku, dan hasil dari prilaku mereka mengubah ekspektasi
mereka. Keduanya menentukan operasi yang berbeda.Sebagian besar lingkungan merupakan potensi
untuk mewujudkan tindakan yang sesuai.
Demikian pula determinan pribadi, yang berpengaruh hanyalah potensi-potensi yang tidak operan
kecuali bila mereka diaktifkan.Jika mereka berbicara, maka orang-orang yang dapat berbicara tentang isu-
isu tertentu untuk mempengaruhi orang lain, tetapi tidak berpengaruh jika mereka diam, meskipun mereka
memiliki sarana untuk melakukannya (Bandura, 1976: 195). Belajar sosial merujuk pada fakta bahwa kita
membutuhan begitu banyak prilaku dengan mengobservasi dan meniru orang lain dalam konteks sosial.
Fungsi kognitif tidak bisa diabaikan dalam menjalankan, memahami dan memodifikasi prilaku individual
(Gibson, Ivancevich, Donnelly, alih bahasa Nunuk Adiarni, 1996: 223- 224)

C.Hipotesa
Interaksi sosial muncul karena adanya ketertarikan.Ketertarikan muncul karena adanya kesamaan
sikap dan nilai (Ahmadi, 2007: 211).Melalui hal itu manusia dapat mengubah diri sesuai kondisi lingkungan
dengan memahami berbagai faktor dan kondisi yang dapat membentukprilaku dan pemikiran sosialnya.
Dengan kata lain, manusia berinterkasi dalam membentuk prilakunya dipengaruhi oleh proses kognitif,
variabelvariabel lingkungan, konteks budaya dan faktor biologis (Ibid: 10-12).Reaksinya terhadap orang
lain sangat dipengaruhi oleh penampilan luar orang lain. Proses pembentukan prilakunya dipelajari melalui
respons penyaksian cara dan fitur orang atau sekelompok orang dalam sebuah stimulus tertentu.
Prosedur belajar sosial dalam prespektif studi Islam dipengaruhi oleh eksternal, internal dan
personality. Luar dirinya dapat berupa lingkungan (bi’ah/milieu), dalam dirinya berupa fisik dan psikis
(fitrah), al-syakhshiyat/personality dapat berupa kesan yang ditimbulkan individu terhadap orang lain.
Jenis-jenis belajar sosial dalam persfektif studi islam diklasifikasikan, terdiri dari ;
(1) Belajar keteladan islami yaitu belajar untuk menjadi model yang terbaik bagi masyarakat, lingkungan,
agama, bangsa dan negara denganberlandaskan keimanan.
(2) Belajar nilai yaitu belajar untuk meyakini keyakinannya (keimanan), kebajikan, kebenaran dan
kesabaranyang akan menentukan integritas, komitmen, eksistensi dan konsistensi dalam perjalanan
sejarah hidup dan kehidupan.
(3) Belajar pola asuh yaitu belajar membuat model pemikiran dan prilaku yang dapat menciptakan
lingkungan yang kondusif dan positif.
(4) Belajar nalar yaitu belajar untuk mempertimbangkan tentang baik dan buruk yang memungkinkan
untuk berfikir logis (sesuai dengan akal).
(5) Belajar naturalis yaitu belajar menyesuaikan dalam memposisikan dirinya di suatu tempat atau
lingkungan.

Ada tiga jenis belajar pola asuh yaitu ;


(1) Koersif yaitu belajar sosial yang menggunakan sistem paksaan dan kekerasan, hasilnya akan menjadi
tertib tetapi tidak bebas;
(2) Permisif yaitu belajar sosial yang bersifat terbuka, membiarkan, selalu mengijinkan, mempersilahkan,
hasilnya akan menjadi bebas tetapi tidak tertib;
(3) Dialogis yaitu belajar sosial yang bersifat terbuka dan komunikatif, hasilnya menjadi bebas tetapi
tertib.
Pada dasarnya cara belajar sosial di atas sama halnya dengan cara belajar sosial dalam perspektif
pendidikan Islam. Mental dibentuk dari pengalamannya melalui pengindraan sejak lahir sampai meninggal
(Ibid). Insting, meniru akan lebih kuat ketika masa kanak-kanak. Oleh karena itu metode yang paling tepat
dalam sosial learning adalah uswatun hasanah (metode teladan) melalui perkataan, perbuatan, sikap dan
tingkah laku.
Pemberian contoh melalui keagamaan menurut Syarifuddin adalah penting dikarenakan agama
memiliki beberapa faktor, antara lain: (a) Faktor kreatif yang mendorong untuk melakukan kerja produktif,
(b) faktor inovatif yang melandasi cita-cita dan amal perbuatan dalam seluruh aspek kehidupan ; (c) faktor
sublimasi yang dapat meningkatkan dan mengkuduskan dalam segala kegiatan yang bersifat keagamaan;
(d) Faktor integratif yang mempersatukan pandangan dan sikap serta memadukan berbagai kegiatan baik
pribadi maupun kemasyarakatan.
Sofwan Anwar Mufid mengatakan bahwa komunitas Islam terbentuk dari prinsip keteladaanan
Rasulallah SAW.Keteladanan Rasulallah baik secara konseptual maupun tehnis oprasional memberi
komitmen dan integritas ummat dalam setiap aktivitas yang dicontohkan (Mufid, 2010: 276).Secara umum
prinsipketeladan tersebut membentuk komunitas lingkungan religius.
Lingkungan dalam perspektif Islam meliputi kedalam dua jenis. Pertama, lingkungan madiyah (fisik)
seperti iklim, tempat tinggal, pakaian dan makanan. Kedua, lingkungan maknawiyah (non-fisik) seperti
lingkungan pendidikan, budaya, sosial dan religius. Lingkungan Islami adalah suatu lingkungan yang
didalamnya terdapat ciri-ciri keislaman, yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan
baik.
Nurwajah Ahmad menjelaskan bahwa dalam Al Qur’an tidak menjelaskan lingkungan secara tersurat,
tetapi secara tersirat menyebutkan tiga jenis lingkungan yang mempengaruhi sikap seseorang. Jenis
lingkungan itu adalah lingkungan alamiah, lingkungan sosial kultural dan lingkungan religious (Ahmad,
2007: 128-129). Lingkungan alamiah terbentuk dengan sendirinya karena adanya kebutuhan manusia
dalam sebuah ekosistem manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar, Lingkungan sosial kultural
terjadi atas dasar norma, susila dan prinsip sosial dalam keluarga atau masyarakat. Lingkungan sosial
kultural dapat membentuk pribadi seseorang karena manusia berfikir dan ingin tahu serta mencoba-coba
dari lingkungan yang tersedia.
Fitrah jismiah (Fisik) adalah citra penciptaan fisik manusia yang terdiri atas struktur organisme (Ibid:
40). Fitrah jismiah ini merupakan materi abiotik (tidak hidup) yang akan hidup apabila diberi energi
kehidupan (al-hayat) yang bersifat fisik (thaqat al-jismiyat). Fitrah ini meliputi pertama, sistem reseptor
seperti mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk membau, kulit untuk meraba yang
disebut dengan panca indra (sensorik). Fitrah ruhaniah terdiri dari: pertama, fitrah al- munazzalah yaitu
potensi ruhani manusia yang diturunkan/diberikan langsung dari Allah tanpa daya dan pilihan, diciptakan di
alam imateri (‘alam al-arwah), melekat pada diri manusia dan sifatnya sangat gaib, diketahui hanya melalui
informasi wahyu/ilham. Wujudnya berupa al- amanah (titipan). Kedua, fitrah al-gharizat disebut juga fitrah
nafsaniyah (daya insting/bawaan) yang berhubungan dengan fitrah jismiyah. Fitrah nafsaniah yaitu citra
penciptaan psikopisik merupakan gabungan komponen jasad dan ruh. Daya kalbu disebut juga fitrah
ilahiyah atau rabbaniyah karena merupakan esensi manusia yang mampu mengenal lingkungan spiritual,
ketuhanan dan keagamaan. Sehingga mampu menangkap hal-hal yang doktrin untuk memperoleh
hidayah, ketaqwaan, ramah, dan mampu merenungkan sesuatu (Ibid). Daya nafsu dalam pandangan
Islam, adalah suatu daya yang mengikuti prinsip kenikmatan dan berusaha mengumbar keinginan agresif
(al-ghadhab) dan seksual (as- syahwat).

D.Implikasi Belajar Sosial Islam Terhadap Sosial Budaya


Dalam teori-teori kebudayaan, Sulasman bependapat bahwa tsaqafah (pandangan hidup)
dimaknai sebagai suatu konsep pemikiran dan pandangan hidup yang telah membentuk pola pikir dan
prilaku suatu masyarakat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hadharah (persepsi) yang
nantinya akan menjadi mafahim (pemahaman) yang mengantarkan pada terciptanya pada suatu
peradaban (Sulasman, 2013: 22).
Dalam pandangan Islam, adab terbagi dalam tiga bagian: (1) adab kepada Alloh, (2) adab kepada rasul
dan (3) adab kepada makhluk. Artinya bahwa adab adalah agama secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai