Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KERAGAMAN BUDAYA

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teori, Proses, dan Konteks Sosial

Budaya Pendidikan

Dosen Pengampu:
Dr. Soeparlan Kasyadi

Disusun Oleh :

Ferry M Yusuf (20207270025)


Sri Utami (20207270074)
Ilsan Rajib Mulqi (20207270096)
Syifa Aulia Sholihah (20207270134)
Syamsudin (20207270151)
Yugie Widyastuti Yusup (20207270154)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MIPA S2
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
JAKARTA
2020

2
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan dan mengajarkan manusia apa
yang belum diketahuinya, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul ”Keberagaman Budaya” ini tepat waktu.
Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada sang pendidik umat, yang telah
membawa manusia dari masa kebodohan kepada masa yang terang benderang oleh ilmu
pengetahuan yakni Nabi Muhammad SAW.  
Kepada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta
serta teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat, serta kepada Bapak
Soeparlan Kasyadi selaku dosen pengampu mata kuliah Sosial Budaya yang telah membantu dan
membimbing kami dalam menyelesakan makalah ini.
Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan baik dari segi bahasa maupun dari segi pembahasannya, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari pembaca akan memperbaiki penulisan ini. 

Jakarta, 25 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Pengertian Keragaman Budaya.............................................................................................3
B. Karakteristik Kebudayaan....................................................................................................4
C. Unsur-Unsur Kebudayaan....................................................................................................6
D. Faktor-Faktor Penyebab Keragaman Budaya.......................................................................9
E. Manfaat Keragaman Budaya..............................................................................................10
F. Masalah Akibat Keragaman Budaya..................................................................................11
G. Cara Mengatasi Akibat Keragaman Budaya.......................................................................13
H. Konsep Multikultural..........................................................................................................14
I. Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural.....................................................................................17
J. Macam-Macam Masyarakat Multikultural.........................................................................18
K. Pandangan tentang Masyarakat Multikultural....................................................................20
L. Hal-Hal Yang Harus Dihindari Oleh Masyarakat Multikultural........................................20
BAB III..........................................................................................................................................23
PENUTUP.....................................................................................................................................23
A. Kesimpulan.........................................................................................................................23
B. Saran...................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi.
Keragaman budaya adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam
konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa,
masyarakat juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang
merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah
tersebut.
Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi.
Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan.
Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa yang
berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses
asimilasi kebudayaan yang ada, sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada.
Keberagaman yang ada memberikan dampak positif maupun dampak negatif yang
berakibat pada terjadinya konflik. Konflik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
perpecahan dan juga disintegrasi bangsa. Salah satu upaya untuk mengatasi dampak negatif
tersebut yaitu dengan adanya multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan
seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang
menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman dan berbagai macam budaya
(multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian keragaman budaya?
2. Apa saja yang menjadi karakteristik dari kebudayaan?
3. Apa saja yang menjadi unsur-unsur dari kebudayaan?
4. Apa saja yang menjadi faktor keberagaman budaya?
5. Apa saja manfaat keberagaman budaya?

1
6. Apa masalah yang muncul akibat keberagaman budaya?
7. Bagaimana cara mengatasi keberagaman budaya yang ada di lingkungan masyarakat?
8. Apa yang dimaksud dengan multikultural dan multkulturalisme?
9. Bagaimana ciri dari masyarakat multikultural?
10. Ada berapa macam masyarakat multikultural?
11. Apa saja pandangan tentang masyarakat multikultural?
12. Apa saja nilai-nilai yang harus dihindari dalam membangun masyarakat multikultural?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian keberagaman budaya
2. Untuk mengetahui karakteristik dari kebudayaan
3. Untuk mengetahui unsur dari kebudayaan
4. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi faktor keberagaman budaya
5. Untuk mengetahui manfaat keberagaman budaya
6. Untuk mengetahui masalah yang muncul akibat keberagaman budaya
7. Untuk menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi masalah yang muncul akibat
keberagaman budaya
8. Untuk mengetahui konsep multikultural dan multikulturalisme
9. Untuk mengetahui ciri dari masyarakat multikultural
10. Untuk mengetahu macam-macam masyarakat multikultural
11. Untuk mengetahui pandangan tentang masyarakat multikultural
12. Untuk mengetahui nilai-nilai yang harus dihindari dalam membangun masyarakat
multikultural

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keragaman Budaya


Istilah keragaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata
ragam yang berarti macam atau jenis. Sedangkan, arti dari keragaman itu sendiri dalam
KBBI adalah perihal beragam-ragam atau perihal berjenis-jenis.
Sedangkan, istilah budaya secara etimologi memiliki pengertian yang beragam. KBBI
merumuskan pengertian budaya sebagai pikiran, akal budi, sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan yang sukar diubah. Kata budaya atau kebudayaan pun sering kali dihubungkan
dengan kata culture dalam bahasa Inggris dan cultuur dalam bahasa Belanda yang maknanya
merujuk pada mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani. Sedangkan menurut
Supartono, mengatakan budaya berasal dari bahasa Sanskerta budh yang berarti akal atau
budhaya diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia (Ura Weruin, 2014:27).
Geert Hofstede memaparkan bahwa budaya merupakan pemrograman bersama atas
pikiran yang membedakan anggota-anggota satu kelompok orang dengan kelompok lainnya.
Linton berpendapat bahwa budaya adalah keseluruhan dari sikap dan pola perilaku serta
pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu
anggota masyarakat tertentu. Sedangkan menurut Selo Soemardjan, kebudayaan merupakan
sebagai hasil semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat (Antara dan Vaigyra, 2:2018).
Dalam hal ini, budaya atau culture selalu merujuk pada segenap hal yang diciptakan
manusia dalam kehidupannya baik dalam hubungan dengan alam maupun dalam
hubungannya dengan sesama dalam dunia sosial, disini termasuk pola-pola prilaku manusia
(patterns of human activity) dan struktur-struktur simbolik (the symbolic structure) yang
memaknai aktivitas-aktivitas manusia tersebut (Ura Weruin, 2014:28).
Keragaman budaya dapat diartikan keseluruhan struktur-struktur sosial, religi yang
mana di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, adat istiadat yang ada
didalam sebuah masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya (Antara
dan Vaigyra, 3:2018).
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa keragaman budaya adalah
berbagai macam bentuk hasil pemikiran manusia yang berisikan struktur-struktur sosial

3
meliputi sikap dan pola perilaku kebiasaan suatu kelompok tertentu yang kemudian
diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.

D. Karakteristik Kebudayaan
Kebudayaan sebagai cermin dari proses realisasi diri manusia memiliki kekhasan yang
sama seperti manusia. Dalam hal ini, setiap kebudayaan secara konseptual atau ideal
memiliki ciri umum yang selalu hadir dalam setiap kebudayaan. Ciri-ciri tersebut adalah :
(Ura Weruin, 2014:37-40).
1. Kebudayaan itu Organik dan Supra-Organik.
Organik dalam arti bahwa kebudayaan itu fakta khas ciptaan manusia. Tetapi,
kebudayaan juga supraorganik karena ia sudah ada sebelum seorang individu lahir dan
tetap ada setelah seorang individu tidak lagi hidup di dunia.
2. Kebudayaan itu Jelas/Kelihatan (Overt) dan Tersembunyi atau Tidak Kelihatan
(Covert)
Kebudayaan umumnya dibedakan menjadi kebudayaan material dan kebudayaan
non-material. Kebudayaan materi itu terdiri dari objek-objek yang dapat disentuh secara
fisik seperti lukisan, alat-alat, mobil, gedung, dan sebagainya. Sedangkan kebudayaan
non-material mencangkup aspek-aspek kebudayaan seperti bahasa, keyakinan, ide,
pengetahuan, sikap, nilai dan sebagainya.
3. Kebudayaan itu Eksplisit dan Implisit
Kebudayaan eksplisit ketika kita bias mengamati tindakan atau aktivitas-aktivitas
tersebut dan mampu menunjukkannya secara konkret. Tertapi kebudayaan itu implisit
ketika kita mampu memahami, mempertimbangkan, bahkan juga percaya dan menghayati
hal-hal tersebut namun tidak bias menjelaskannya secara konkret. Nilai misalnya
merupakan sesuatu yang implisit. Nilai hanya menjadi eksplisit jika dijabarkan ke dalam
norma atau aturan baku yang tertulis secara eksplisit.
4. Kebudayaan itu Ideal dan Aktual
Kebudayaan ideal itu menunjuk pada cita-cita tentang apa yang seharusnya
dilakukan oleh seorang individu. Sementara kebudayaan aktual itu menunjuk pada apa
yang senyatanya dilakukan oleh individu-individu dalam masyarakat.

4
5. Kebudayaan itu Stabil Sekaligus Terus Berubah (Dinamis)
Kebudayaan itu stabil ketika kita melihat apa yang dianggap bernilai terus
diwariskan ke generasi berikut guna menjaga kesinambungannya. Ini terlihat pada nilai
dan norma kebudayaan. Tetapi ketika kebudayaan itu terhubung dengan kebudayaan
lain, ia bisa berubah. Tetapi perubahan kebudayaan itu tidak hanya disebabkan oleh
kontak baik langsung maupun tidak langsung dengan kebudayaan lain melainkan juga
melalui inovasi dan adaptasi dengan lingkungan dan kondisi kehidupan yang baru.
6. Kebudayaan itu Diwariskan dan Dipelajari
Kebudayaan merupakan kekayaan publik dalam suatu kelompok sosial dalam suatu
kelompok sosial. Ia merupakan milik bersama (sosial). Individu-individu memperoleh
pengetahuan budaya kelompoknya melalui sosialisasi. Aspek-aspek biologis, psikologis,
sosial, dan transendental yang terkandung dalam kebudayaan, diperoleh dan diwariskan
tidak secara naluriah melainkan melalui proses pembelajaran. Dalam proses itu
berlangsung transmisi kebudayaan secara selektif dan kreatif. Sebagian pengetahuan dan
perilaku dari generasi pendahulu diteruskan dan dikembangkan sementara yang lain
dimodifikasi atau ditinggalkan dan diganti dengan pengetahuan dan perilaku yang baru
sesuai dengan tuntutan zaman yang baru.
7. Kebudayaan Bercirikan Sosial
Wujud historisitas manusia,upaya penyempurnaan diri manusia. Hasil karya
bersama bukan perorangan.
8. Kebudayaan itu Simbolik dan Non-Simbolik
Kapasitas simbolik itu tampak ketika manusia memberi makna (meaning) pada
sesuatu atau peristiwa secara arbitrer dan mengapresiasinya. Simbol merupakan
komponen sentral kebudayaan. Simbol itu menunjuk pada apa saja yang diberi makna
oleh manusia dan digunakan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Simbol-simbol itu
misalnya tampak pada kata, objek, bunyi, imej/ citra dan sebagainya yang
merepresentasikan sesuatu yang lain di luar dirinya sendiri. Benda-benda, tindakan,
perilaku-perilaku dan sebagainya selalu menunijukkan sesuatu yang lain dari pada
sekedar benda, tindakan atau prilaku itu sendiri. Tetapi benda, tindakan atau perilaku itu

5
sendirí pun nyata-nyata merupakan kebudayaan juga. Ia merupakan komponen non-
simbolik kebudayaan.
9. Kebudayaan itu Manusiawi dan Non-Manusiawi
Yang dimaksud dengan ciri kebudayaan itu non-manusiawi di sini adalah bahwa
dalam penciptaan kebudayaan, manusia tidak hanya bertindak konseptual sebagai titik
pijak untuk berpikir lebih lanjut, termasuk kerangka konseptual tentang kebudayaan,
definisi-definisi tentang kebudayaan yang dikemukakan oleh sejumlah literatur sering
diacu banyak pihak dapat dikemukakan di sini sebagai titik tolak. Namun, pada akhirnya,
setiap orang berdasarkan pemahamannya tentang proses realisasi eksistensi manusia
dalam sejarah kehidupannya, memaknai sendiri kebudayaannya.

E. Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan terdiri dari elemen-elemen atau unsur-unsur yang mengkonstruksikan
esensi suatu masyarakat. Elemen-elemen utama kebudayaan adalah simbol, nilai, norma, dan
bahasa (Henslin and Nelson, 1995; Calhoun et al.1994) dalam Ura Weruin (2014:41-44).
a. Simbol
Simbol merupakan komponen sentral kebudayaan. Simbol menunjuk pada apa saja
yang diberi makna oleh manusia dan digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Termasuk dalam simbol yakni kata, isyarat, objek, sikap, bunyi, atau citra yang
merepresentasikan sesuatu yang lain dari pada objek, kata, tindakan, atau isyarat itu
sendiri. Simbol menunjukkan kebudayaan sebagai sesuatu yang khas pada manusia.
b. Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya
untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Bahasa, khususnya sistem
verbal, merupakan simbol-simbol tertulis dengan aturan bagaimana simbol-simbol ini
dirangkai bersama-sama untuk menyampaikan makna yang lebih kompleks. Bahasa
merupakan kemampuan dan milik khas manusia. Bahasa merupakan elemen kunci
kebudayaan. Melalui bahasa kebudayaan dikomunikasikan dan diwariskan. Tanpa
bahasa, kebudayaan tidak mungkin dikembangkan, diperluas, dan diwariskan kepada
generasi berikutnya.

6
c. Nilai
Nilai merupakan elemen pokok dari kebudayaan non-material. Nilai dipahami
sebagai petunjuk abstrak dan umum yang berguna bagi keputusan-keputusan, tujuan, dan
tindakan dalam kehidupan manusia. Nilai-nilai tidak lain dari cita-cita atau gagasan
suatu kelompok, atau masyarakat yang dianut oleh setiap individu dalam kelompok
tersebut tentang tujuan hidup, apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan yang
salah, apa yang diinginkan dan tidak diinginkan, apa yang etis dan tidak etis, apa yang
bermoral dan tidak bermoral, dan sebagainya.
Nilai bisa dianggap sebagai peta yang mengarahkan hidup setiap individu dalam
suatu masyarakat. Nilai dianut dipelajar dalam kelompok. Nilai bisa positif maupun
negatif. Misalnya, kejujuran, menyampaikan apa yang benar, peduli terhadap yang lain,
bersikap ramah, membantu yang membutuhkan dan lainnya merupakan contoh positif.
Sementara contoh negatif yaitu mencuri, berbohong, kikir dan sebagainya.
Nilai bersifat dinamis. Setiap waktu ada kemungkinan berubah. Tetapi nilai juga
statis dalam arti bahwa maknanya tetap bertahan tanpa modifikasi apa pun. Nilai juga
beragam, berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain, dari suatu tempat
dengan tempat lain, atau dari satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. Dengan kata lain
nilai merupakan kesamaan dasar manusia, dalam hakikat dan keinginannya. Misalnya
tidak membunuh, kebersihan, konsep manajemen praktik, perkawinan dalam keluarga,
kesehatan personal dan sebagainya.
d. Norma
Norma merupakan prinsip dan aturan-aturan eksplisit yang mengatur hubungan,
interaksi, dan kehidupan sosial. Norma-norma menyampaikan kepada kita bagaimana
kita melakukan sesuatu, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Norma-norma dirumuskan dari nilai. Ini berarti untuk norma-norma yang spesifik, ada
nilai-nilai yang memayungi dan menentukan kandungannya. Individu bisa saja tidak
bertindak menurut nilai dan norma dalam suatu masyarakat, maka dia akan mendapatkan
sanksi sosial.
Norma sosial dikelompokkan menjadi dua, yaitu adat istiadat (mores) dan
kebiasaan (folkways).

7
Adat-istiadat merupakan norma-norma social yang penting dan kuat bagi eksistensi,
keamanan, kebaikan dan kontinuitas masyarakat atau kelompok. Pelanggaran terhadap
norma ini akan menuai sanksi dari kelompok masyarakat. Norma yang paling kuat adalah
norma formal, seperti hukum. Hukum formal merupakan kesepakatan atau konvensi yang
ditegakkan untuk mengatur perilaku social. Hukum dianggap sebagai kesepakatan tertulis
antar individu, kelompok, masyarakat bahkan juga antar Negara untuk mengatur perilaku
dan hubungan antar mereka.
Kebiasaan, merupakan cara hidup yang dikembangkan oleh kelompok masyarakat.
Kebiasaan-kebiasaan merupakan instruksi, petunjuk detil dan minor, tradisi, atau aturan-
aturan dalam kehidupan sehari-hari yang membantu kita agar berperan secara efektif dan
sopan atau ramah sebagai anggota masyarakat. Mengabaikan tradisi atau kebiasaan
dalam suatu masyarakat tidak menghasilkan sanksi, tidak seperti halnya norma adat-
istiadat karena kebiasaan tidak berhubungan langsung dengan nilai-nilai moral.
Kebiasaan umumnya dibatasi pada bagaimana orang bertindak atau berperilaku
secara tepat dalam suatu masyarakat seperti : etiket, tata cara berpakaian, berjalan,
berbicara, dan sebagainya. Kesesuaian dengan kebiasaan terjadi secara otomatis dan
berlangsung dari satu generasi ke generasi berikut. Kebiasaan-kebiasaan tidak dipaksa
secara hukum tapi melalui kontrol sosial informal.
Kebiasaan-kebiasaan dibedakan dari hukum dan adat istiadat terletak pada
kenyataan : kebiasaan-kebiasaan dirancang, dipelihara dan diperkuat oleh sentiment
publik, atau adat istiadat, sementara hukum diinstitusionalisasi, didisain, dipertahankan,
dipupuk dan diperkuat oleh otoritas politik dalam masyarakat.
Kebiasaan dibagi dalam dua tipe yakni mode (fashion) dan adat kebiasaan (custom).
Keduanya merupakan suatu bentuk perilaku, suatu tipe kebiasaan yang disetujui pada saat
tertentu tetapi dapat berubah. Adat istiadat (custom) merupakan suatu bentuk kebiasaan
atau bentuk perilaku social yang telah bertahan dalam jangka waktu yang lama sehingga
menjadi tradisi (tradisional) dan mapan dalam masyarakat serta diterima dalam tingkat
penerimaan formal tertentu. Adat istiadat (custom) merupakan pola tindakan yang dianut
oleh mayoritas atau bahkan seluruh anggota suatu masyarakat. Custom merupakan ciri,
sifat atau karakter kelompok. Mode (fashion) dan adat kebiasaan (custom) dapat

8
dibedakan dari tingkat perubahannya. Custom berubah dalam tingkat yang lebih rendah
daripada fashion yang cenderung lebih cepat berubah.

F. Faktor-Faktor Penyebab Keragaman Budaya


Faktor-faktor yang menyebabkan keragaman budaya adalah:
a. Tempat Tinggal
Dimana seseorang itu tinggal, mempengaruhi suatu kebudayaan yang mereka jalani,
misalnya seseorang yang tinggal di daerah pantai mata pencaharian hidupnya tidak
mungkin mencari teh karena tidak sesuai dengan tempat tinggalnya.
b. Pengaruh dari Luar
Pengaruh dari luar ini tidak terbatas. Misalnya bagi daerah Jawa Tengah, lalu
terpengaruh oleh Jawa Timur. Bagi Jawa Tengah, Jawa Timur itu termasuk pengaruh dari
luar. Namun, pengaruh dari luar ini juga termasuk pengaruh dari bangsa asing. Misalnya
di Indonesia bagian timur banyak yang menganut agama kristen, sedangkan di bagian
barat banyak yang menganut agama islam karena terpengaruh Turki, dll.
c. Iklim
Iklim juga mempengaruhi kebudayaan yang dijalani oleh masyarakat. Hawa dan
suhu lingkungan juga dapat menentukan apa yang kita lakukan. Misalnya, bagi orang-
orang yang tinggal di daerah Eropa, udara disana dingin, sehingga mereka membutuhkan
sesuatu yang dapat menghangatkan badannya, salah satunya dengan meminum alkohol.
Sedangkan di Indonesia hal tersebut dilarang untuk dilakukan, karena Indonesia beriklim
tropis sehingga udaranya tidak terlalu dingin dan juga terkadang tidak begitu panas,
sehingga memang tidak membutuhkan alkohol untuk dikonsumsi.
d. Turunan Nenek Moyang
Turunan dari nenek moyang ini, atau bisa katakan semacam tradisi yang diturunkan
kepada setiap anggota keluarganya. Misalnya bahasa Jawa yang berbeda-beda, walaupun
namanya itu sama-sama bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan keturunan dari nenek moyang
kita yang terdahulu. Mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa-bahasa tersebut
sehingga dari generasi ke generasi bahasa yang digunakan berbeda-beda, walaupun
biasanya tingkat kekentalan berbahasa daerah itu semakin berkurang.

9
e. Mobilisasi
Mobilisasi ini dapat menciptakan budaya baru. Misalnya ada orang Jawa yang
tinggal di Palembang. Sehingga apa yang ada di suku Jawa orang tersebut di gabungkan
dengan apa yang ada di Palembang, sehingga terbentuk budaya baru (terjadi akulturasi).
f. Jarak dan Lingkungan
Ketika terjadi jarak dan lingkungan yang berbeda maka juga terjadi perbedaan
budaya. Misalnya budaya di daerah Sumatera Utara berbeda dengan budaya di daerah
Jawa Timur. Bahkan hal ini juga bisa terjadi didalam satu rumah, misalnya kebiasaan si
adik dan si kakak di kamar mereka masing-masing.
g. Kepercayaan
Kepercayaan juga mempengaruhi kebudayaan. Misalnya di daerah Bali kebanyakan
menganut agama Hindu, sedangkan di Medan banyak yang menganut agama kristen.
Ritual-ritual dan upacara agama yang dilakukan disetiap daerah tersebut berbeda-beda,
dan hal ini karena dipengaruhi oleh perbedaan kepercayaan.
Ada juga yang disebut dengan daerah kebudayaan yaitu penggabungan atau
penggolongan dari suku-suku bangsa yang beragam kebudayaannya, tetapi mempunyai
beberapa unsur dan ciri mencolok yang serupa.
Penggolongan beberapa kebudayaan dalam suatu daerah kebudayaan dilakukan
berdasarkan atas persamaan ciri-ciri yang mencolok. Tidak hanya dari ciri-ciri fisik
(misalnya alat-alat berburu, alat-alat bertani, senjata), tetapi juga unsur-unsur kebudayaan
yang lebih abstrak dari sistem sosial atau sistem budaya (misalnya unsur-unsur organisasi
kemasyarakatan, sistem perekonomian, upacara-upacara keagamaan, ataupun adat
istiadat).

G. Manfaat Keragaman Budaya


Keberagaman Budaya pastinya memberikan manfaat bagi sebuah bangsa, berikut
adalah beberapa manfaat dari keberagaman Budaya:
a. Dalam bidang bahasa, kebudayaan daerah yang berwujud dalam bahasa daerah dapat
memperkaya perbendaharaan istilah dalam bahasa.
b. Dalam bidang pariwisata, keberagaman budaya dapat di jadikan objek dan tujuan
pariwisata yang bisa mendatangkan devisa.

10
c. Pemikiran yang timbul dari sumber daya manusia masing-masing daerah dapat pula di
jadikan acuan bagi pembangunan.

H. Masalah Akibat Keragaman Budaya


Selain membawa manfaat, keberagaman budaya pun memiliki dampak negatif.
Mengatur dan mengurus sejumlah orang yang sama ciri-ciri, kehendak dan adat istiadatnya
tentunya lebih mudah daripada mengurus sejumlah orang yang semuanya berbeda-beda
mengenai hal hal tersebut. Potensi terpendam untuk terjadinya konflik karena ketegangan
antar suku bangsa dan golongan tidak bisa diabaikan begitu saja.
a. Tantangan dan Peluang
Jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan persaingan dan pertantangan
(Konflik) dan kerusuhan. Jika diarahkan dengan tepat akan menjadi kekuatan dan potensi
dalam pembangunan bangsa dan negara dan akan menimbulkan integrasi nasional
(penyatuan).
b. Pertentangan Sosial / Konflik Sosial
Munculnya kerusuhan sosial yang diwarnai konflik antar budaya, contoh
diantaranya yang pernah terjadi yaitu di :
- Tasikmalaya : kecemburuan sosial akibat perbedaan SARA
- Situbondo : perbedaan pandangan antara pemerintah dengan massa rakyat
- Ambon dan Poso : pertentangan yang disebabkan perbedaan agama antara Islam dan
Kristen
- Sambas : konflik antara etnis suku dayak (asli) dan Madura (pendatang)
- Aceh dan Papua ; konflik akibat perbedaan kepentingan politik antara pemerintah
pusat dan masyarakat daerah
- Jakarta : adanya sentimen daerah antara betawi dan pendatang (madura)
Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, masalah
yang timbul dalam keberagaman masyarakat antara lain: (Arum Sutrisni Putri, di
Kompas.com)
- Timbulnya pertentangan antar budaya
- Kecemburuan sosial
- Sentimen kedaerahan
- Perubahan nilai-nilai budaya akibat globalisasi

11
Masalah lain yang mungkin muncul dengan adanya keberagaman budaya apabila tidak
diantisipasi dengan baik yaitu :
1. Konflik
Konflik merupakan proses sosial disosiatif yang memecah kesatuan dalam
masyarakat. Meskipun demikian, tak selamanya konflik itu negatif. Misalnya dari konflik
tentang perbedaan pendapat dalam diskusi. Dari konflik pendapat tersebut dapat
memperjelas hal-hal yang sebelumnya tidak jelas, menyempurnakan hal-hal yang tidak
sempurna, bahkan kesalahan dapat diperbaiki dengan cara-cara kritis dan santun.
Berdasarkan tingkatannya, ada dua macam konflik yaitu konflik tingkat ideologi atau
gagasan dan konflik tingkat politik. Berdasarkan jenisnya ada tiga, yaitu konflik rasial,
konflik antarsuku dan konflik antaragama.
Pada era reformasi sekarang ini, dampak negatif akibat adanya keragaman sosial
budaya sebagai berikut.
 Menimbulkan krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan dan sulit diatasi
 Menimbulkan konflik antar elit dan golongan politik
 Menimbulkan konflik antarsuku bangsa, antar golongan , atau antar kelas sosial
 Menimbulkan perubahan sosial dan budaya yang lebih cepat.
2. Integrasi
Integrasi adalah saling ketergantungan yang lebih rapat dan erat antarbagian dalam
organisme hidup atau antar anggota di dalam masyarakat sehingga terjadi penyatuan
hubungan yang dianggap harmonis.
3. Disintegrasi
Disintegrasi atau disorganisasi merupakan suatu keadaan yang tidak serasi pada
setiap bagian dari suatu kesatuan. Agar masyarakat dapat berfungsi sebagai organisasi
harus ada keserasian antar bagian-bagiannya.
4. Reintegrasi
Reintgrasi atau reorganisasi dapat dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai
baru telah melembaga dalam diri warga masyarakat.
Berikut ini merupakan pengaruh kemajemukan Indonesia terhadap potensi politik.
 Hubungan suku bangsa
 Hubungan antar penganut agama
 Hubungan dengan penduduk pendatang

12
I. Cara Mengatasi Akibat Keragaman Budaya
Diantaranya adalah Terus menerus sikap mental yang berpartisipasi terhadap
pembangunan, berupa :
1. Mengembangkan Budaya daerah yang luhur dalam rangka membentuk budaya.
2. Memeratakan pendidikan dan pengajaran keseluruhan wilayah Indonesia.
3. meningkatkan sumber daya manusia menjadi manusia yang cerdas, bertanggungjawab.
Untuk menghadapi dampak negatif keberagaman budaya tentu perlu dikembangkan
berbagai sikap dan paham yang dapat mengikis kesalahpahaman dan membangun benteng
saling pengertian. Gagasan yang menarik untuk diangkat dalam konteks ini adalah
multikulturalisme dan sikap toleransi dan empati. Atau bisa juga dengan :
 Metode Kompetisi (Competition) atau teknik persaingan, yaitu contoh : pihak yang
berkuasa akan memberikan alternatif siapa tidak setuju mundur
 Metode menghindari (Avoidance) yaitu salah satu pihak yang berkonflik menarik diri
atau menghindari konflik. Contoh : elite politik zaman orba menarik diri dan tidak
ikut lagi dalam kegiatan politik pemerintahan reformasi.
 Metode Akomodasi (Accomodation) yaitu menciptakan kondisi damai untuk
sementara, ini diterapkan kalau ada tuntutan dari pihak yang berkonflik dan pihak lain
mengalah. Contoh : konflik Dayak dan madura di Sambas diselesaikan oleh
pemerintah dengan menyediakan penampungan sementara bagi pengungsi suku
Madura sampai ada kesepakatan
 Metode Kolaborasi (Collaboration) yaitu memberikan keuntungan yang sama pada
pihak yang berselisih
 Metode kompromi (Compromise) yaitu melakukan perundingan secara damai untuk
menentukan kesepakatan
Metode Pengurangan konflik yaitu menekan atau mengurangi antagonisme yang
ditimbulkan dengan cara : mengganti tujuan yang menimbulkan konflik dengan tujuan yang
dapat diterima oleh dua pihak yang berkonflik, atau mempersatukan kedua pihak yang
bertentangan dengan menimbulkan ancaman dari luar.

13
J. Konsep Multikultural
Secara etimologis multikultural berasal dari kata multi yang artinya banyak/beragam
dan kultural yang berarti budaya. Keragaman budaya itulah arti dari multikultural.
Keragaman budaya mengindikasikan bahwa terdapat berbagai macam budaya yang memiliki
ciri khas tersendiri, yang saling berbeda dan dapat dibedakan satu sama lain (Aimar,2020:2).
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman budaya, meskipun ada tiga istilah lain
yang biasanya digunakan untuk menggambarkan masyarakat yang mempunyai
keberagaman, baik agama, ras, bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu pluralitas (plurality),
keragaman (diversity) dan multikultural (multikultural). Pada dasarnya ketiga istilah tersebut
mengacu pada satu hal yang sama, yaitu “ketidaktunggalan”, namun secara konseptual
memiliki perbedaan diantara ketiga istilah tersebut. Pluralitas merepresentasikan adanya
kemajemukan, lebih dari itu multikultural memberikan penegasan bahwa dengan segala
perbedaan itu mereka tetap sama di ruang publik (Scott Lash dan Mike Featherstone, 2002:
2-6).
Paham atau ideology mengenai multikultural disebut dengan multikulturalisme.
Multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan
terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat.
Multikulturalisme adalah gerakan pengakuan akan keragaman budaya serta pengakuan
terhadap eksistensi budaya yang beragam. Aspek ‘keragaman’ yang menjadi esensi dari
konsep multikultural dan kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan yang disebut
dengan multikulturalisme, merupakan gerakan yang bukan hanya menuntut pengakuan
terhadap semua perbedaan yang ada, tetapi juga bagaimana keragaman atau perbedaan yang
ada dapat diperlakukan sama sebagaimana harusnya.
Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman
suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena
multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan (Parsudi
Suparlan, 2002:1).

14
Dalam kaitan ini, ada tiga hal pokok yang menjadi aspek mendasar dari
multikulturalisme, yakni:
a. Pertama, sesungguhnya harkat dan martabat manusia adalah sama.
b. Kedua, pada dasarnya budaya dalam masyarakat adalah berbeda-beda, sehingga perlunya
poin (ketiga)
c. Ketiga, yaitu pengakuan atas bentuk perbedaan budaya oleh semua elemen sosial-budaya,
termasuk juga Negara.
Multikulturalisme menekankan prinsip tidak ada kebudayaan yang tinggi, dan tidak
ada kebudayaan yang rendah di antara keragaman budaya tersebut. Semua kebudayaan pada
prinsipnya sama-sama ada. Oleh karena itu, harus diperlakukan dalam konteks “duduk sama
rendah dan berdiri sama tinggi.”
Multikulturalisme sebagai pemahaman, keingintahuan, penilaian, penghargaan dan
penghormatan terhadap kebudayaan seseorang atau kebudayaan etnis tertentu sebagaimana
mengekspresikan diri apa adanya.
H.A.R Tilaar, merumuskan multikulturalisme berdasarkan tujuan adalah upaya
menggali potensi budaya sebagai capital yang dapat membawa suatu komunitas dalam
menghadapi masa depan yang penuh resiko (Tilaar 2004:93-94). Pemikir lain Dwi Cipta
memahami multikulturalisme tidak sebagai doktrin politik dan filosofis atau program kerja
yang keras dan kaku melainkan suatu cara pandang tentang kehidupan manusia yang
menghargai perbedaan-perbedaan.
Dengan demikian tampak jelas bahwa istilah multikulturalisme sebetulnya menunjuk
pada :
1. Kenyataan kemajemukan atau keanekaragaman budaya
2. Menunjuk pada sikap khas terhadap kemajemukan budaya tersebut (Nugroho, 2009:15).
Artinya disatu sisi multikulturalisme merupakan sebuah pemahaman, pemikiran, atau
kesadaran akan perbedaan-perbedaan budaya yang ada dalam masyarakat, tetapi disisi lain
multikulturalisme merupakan suatu pendekatan, upaya, kebijakan dalam mensiasati dan
mengelola perbedaan-perbedaan budaya yang ada di masyarakat secara arif, kreatif dan
inovatif untuk membangun sikap saling menghormati perbedaan-perbedaan yang ada guna
mewujudkan kehidupan bersama dalam masyarakat yang damai dan sejahtera. Jika ada
perbedaan dan tidak dikelola dengan baik maka akan timbul konflik, dan jika dikelola

15
dengan baik maka akan timbul kekayaan dan kekuatan yang produktif bagi kemajuan
masyarakat dan umat manusia.
Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu
pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan
keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai
multikulturalisme tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah
mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri
maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan
menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan
harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain.
Jadi istilah multikulturalisme menunjuk pada keadaan sebuah masyarakat yang terdiri
dari kelompok-kelompok atau suku-suku bangsa yang berbeda kebudayaan, tetapi terikat
oleh suatu kepentingan bersama yang bersifat formal di dalam sebuah wilayah. Di dalam
masyarakat multikultural ada bermacam-macam kebudayaan yang hidup berrsama dan
saling berdampingan serta saling berinteraksi dalam suatu masyarakat. Dengan adanya
keanekaragaman kebudayaan tersebut diperlukan adanya sikap saling menghormati, saling
menyesuikan diri antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dan unsur-unsur kebudayaan
yang lain dengan tetap berpegang kepada nilai, norma dan kepribadian bangsa sehingga
kehidupan masyarakat akan tetap seimbang, tentram, dan damai. Dengan adanya
keanekargaman unsur-unsur budaya tersebut, pastilah akan terjadi interaksi, baik langsung
maupun tidak langsung antar unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan unsur-unsur
kebudayaan yang lain: interaksi dari masing-masing budaya itu saling membawa
pengaruh, secara sadar dan tidak sadar ternyata akan menyebabkan perubahan-perubahan.
Untuk membangun multikulturalisme bersumber dari : (Sudjarwo, 2015:65).
1. Asimilasi, yaitu munculnya budaya baru dari perubahan/peleburan budaya lama,
asimilasi muncul karena adanya kesadaran bersama dari para pelaku untuk membangun
budaya baru.
2. Akulturasi, yaitu bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru
tanpa menghilangkan unsur kebudayaan awal.

16
3. Sintesis, yaitu bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat terbentuknya suatu
kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan aslinya.
4. Penetrasi, yaitu masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak.
Contoh masuknya kebudayaan penjajah kepada yangdijajah.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari
kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi
geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana setiap pulau tersebut dihuni oleh
sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut
terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini
berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam. Dalam
konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang
berlandaskan Bhineka Tunggal Ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang
menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia.
Tiga dekade sejak digulirkan, multikulturalisme sudah mengalami dua gelombang
penting, yaitu: Pertama, multikulturalisme dalam konteks perjuangan pengakuan budaya
yang berbeda. Prinsip kebutuhan terhadap pengakuan (needs of recognition) adalah ciri
utama dari gelombang pertama ini. Kedua, adalah gelombang multikulturalisme yang
melegitimasi Internalisasi Multikulturalisme dalam, keragaman budaya, sehingga
berimplikasi pada semakin kokohnya gerakan multikulturalisme dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.

K. Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural


Ciri masyarakat multikultur, menurut Anne Ahira (2011) meliputi: (Sudjarwo, 2015 :
66).
1. Primordial
Memiliki kecenderungan menjadi masyarakat primordial. Karena tampak
masyarakat multikultur bersatu karena mereka memiliki ikatan emosional dengan teman
seetnik, bahkan sekerabat. Anggota masyarakat seetnik ini cenderung mengikatkan diri
pada ikatan-ikatan primordial kedaerahan.

17
2. Kepemimpinan Tradisional
Memiliki kekhasan dalam kepatuhan terhadap pemimpin. Mereka menghormati
pemimpin dari latar belakang etnik mereka. Oleh karena itu keberhasilan membangun
relasi sosial pada masyarakat multikultur juga ditentukan dari kepiawaian membangun
hubungan dengan para pemimpin informal masyarakat multikultur.
3. Sulit dalam Bersepakat
Sulit dalam mencapai kata sepakat dalam suatu perbedaan, karena terdapat
perbedaan yang tajam dalam persepsi. Para kelompok akan menghitung keuntungan
secara sosial ekonomis. Jika mereka tidak mendapat keuntungan dari kesepakatan itu,
maka mereka tidak akan mengambil kesepakatan itu. Nah disini peran pengambil
keputusan sangat menentukan.
4. Rawan Konflik
Hal ini berawal dari sulitnya mencapai sepakat. Perbedaan persepsi yang terbangun
dalam interaksi sosial dapat mengakibatkan konflik.
5. Dominasi Politik
Adanya dominasi politik dari kelompok tertentu kepada kelompok lainnya. Pola
relasinya bisa searah, atau dapat juga multiarah. Pola dominasi inilah yang sering menjadi
bibit konflik sosial.

L. Macam-Macam Masyarakat Multikultural


Keragaman struktur budaya dalam masyarakat menjadikan multikulturalisme terbagi
menjadi beberapa bentuk (lihat Hasan, A. M. (2016) dan Mubit, R. (2016)), yaitu: (Suardi,
2017 : 4-5)
1. Multikulturalisme Isolasi
Masyarakat jenis ini biasanya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam
interaksi yang saling mengenal satu sama lain. Kelompok-kelompok tersebut pada
dasarnya menerima keragaman, namun pada saat yang sama berusaha mempertahankan
budaya mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya. Contohnya masyarakat
suku Kajang yang ada di Kabupaten Bulukumba yang masih mengisolasi diri dan
mempertahankan budaya mereka dari budaya luar, namun tetap menerima keragaman
masyarakat selain masyarakat mereka seperti tetap berinteraksi dengan masyarakat lain.

18
2. Multikulturalisme Akomodatif
Masyarakat ini memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian-penyesuaian
dan akomodasi- akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat
multikultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan
ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, serta memberikan kebebasan kepada
kaum minoritas untuk mengembangkan/ mempertahankan kebudayaan mereka.
Sebaliknya, kaum minoritas tidak menentang kultur dominan. Contohnya suku Jawa yang
ada di daerah Palopo.
3. Multikulturalisme Otonomi
Dalam model ini kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan
kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom
dalam kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Prinsip-prinsip pokok
kehidupan kelompok- kelompok dalam multikultural jenis ini adalah mempertahankan
cara hidup mereka masing-masing yang memiliki hak-hak sama dengan kelompok
dominan. Mereka juga menentang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu
masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar. Contohnya
kelompok feminis yang memperjuangkan kesetaraan gender.
4. Multikulturalisme Kritikal/Interaktif
Jenis multikulturalisme ini terjadi pada masyarakat plural di mana kelompok-
kelompok yang ada sebenarnya tidak terlalu menuntut kehidupan otonom, akan tetapi
lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang menegaskan perspektif-perspektif
distingtif (membedakan) mereka. Kelompok dominan dalam hal ini tentunya menolak,
bahkan berusaha secara paksa menerapkan budaya dominan mereka dengan
mengorbankan budaya kelompok-kelompok minoritas. Contohnya kelompok lesbian,
gay, biseksual dan transeksual (LGBT) sebagai kelompok minoritas yang ingin diakui
eksistensi oleh kelompok mayoritas atau masyarakat luas, sebagai kelompok yang ingin
mendapatkan perlakuan yang sama dengan kelompok yang lain.
5. Multikulturalisme Kosmopolitan
Kehidupan dalam multikulturalisme jenis ini berusaha menghapus segala macam
batas-batas kultural untuk menciptakan masyarakat yang setiap individu tidak lagi terikat
pada budaya tertentu. Bisa juga sebaliknya, yaitu tiap individu bebas dengan kehidupan-

19
kehidupan lintas kultural atau mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Contohnya kehidupan di kota Makassar yang hidup berdampingan dengan kultur yang
berbeda.
M. Pandangan tentang Masyarakat Multikultural
Masyarakat Indonesia memiliki agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa yang berbeda-beda. Tiap-tiap agama dan kepercayaan tersebut memiliki tata cara
beribadah yang berbeda-beda pula. Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial
muncul tiga kelompok sudut pandang yang berkembang (Sudharto, S. (2012, Isnaini, M),
yaitu: (1) Pandangan Primordialisme. Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang
berasal dari genetika seperti suku, ras, agama merupakan sumber utama lahirnya benturan-
benturan kepentingan etnis maupun budaya. (2) Pandangan Kaum Instrumentalisme.
Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan
individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik dalam bentuk materiil
maupun nonmateriil. (3) Pandangan Kaum Konstruktivisme. Kelompok ini beranggapan
bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum
primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi
pergaulan sosial. Oleh karena itu, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki
manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka persamaan adalah
anugerah dan perbedaan adalah berkah. Kenyataan ini menjadikan suatu tantangan baru bagi
bangsa untuk mewujudkan masyarakat multikultural yang damai (Suardi, 2017 : 6).

N. Hal-Hal Yang Harus Dihindari Oleh Masyarakat Multikultural


Nilai-nilai yang harus dihindari dalam membangun masyarakat multikultural
(Gunawan, K., & Rante, Y. (2011) adalah sebagai berikut :
1. Primordialisme.
Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Menganggap suku bangsanya
sendiri yang paling unggul, maju, dan baik. Di suatu sisi primordialisme merupakan hal
yang baik karena hakikatnya ingin melestarikan budaya yang ada di tempat individu itu
lahir, namun juga sikap ini tidak baik untuk dikembangkan di masyarakat yang
multikultural seperti Indonesia karena merupakan suatu bentuk embrio konflik, apabila

20
sikap ini ada dalam diri warga suatu bangsa, dan kecil kemungkinan mereka untuk bisa
menerima keberadaan suku bangsa yang lain.
2. Etnosentrisme.
Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan
kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan
masyarakat dan kebudayaan yang lain karena menganggap bahwa kebudayaannya lebih
baik dengan menggunakan ukuran budaya sendiri.
3. Diskriminatif.
Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga
negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain.
Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati
terhadap sesama warga masyarakat, seperti perbedaan perlakuan antara orang miskin dan
orang kaya dalam mendapatkan layanan kesehatan.
4. Stereotip.
Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang
subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa dan
masing-masing suku bangsa memiliki ciri khas. Tidak tepat apabila perbedaan itu kita
besar-besarkan hingga membentuk sebuah kebencian atau stereotip bagi suku tersebut.
Pendapat yang lain seperti yang dikemukakan oleh Hidayati, M. (2008) meletakkan
masyarakat Indonesia yang modern dan tugas besar untuk membangun kerjasama dan saling
penghormatan antaragama dan antarperadaban, sebuah perjalanan yang mengajak perbedaan
untuk masuk mewujudkan perbedaan dan mensyukuri perbedaan, perdamaian yang
merupakan buah karya keadilan. Dalam hubungannya dengan tindakan-tindakan politik dan
hukum, toleransi menuntut undang-undang yang adil dan tidak memihak, penegakan hukum
dan proses pengadilan dan administratif. Pengucilan dan marjinalisasi dapat mengarah pada
frustrasi, permusuhan, dan fanatisme. Agar masyarakat memiliki sikap dan tindakan yang
toleran, UNESCO menyarankan negara-negara agar meratifikasi konvensi-konvensi hak-hak
asasi manusia internasional yang sudah ada dan menyusun undang-undang baru untuk
menjamin kesamaan perlakuan dan kesempatan untuk semua kelompok dan perseorangan di
masyarakat. (Ghazali, A. M. 2017). Lain halnya dengan Hans yang lebih menekankan pada
dialog dalam memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan masyarakat mulitikultural.

21
Hans Kung dalam Ahmad, H. A. (2016) no ordering ofthe world without a world ethic; no
peace among the nations without peace among the religions; no peace among the religions
without dialogue among the religions. Artinya bahwa tidak ada suatu tatanan dunia yang
sukses jika tidak dilengkapi dengan etika dunia; tidak ada perdamaian antar negara-negara
tanpa adanya perdamaian antar agama-agama; tidak ada perdamaian antar agama-agama
tanpa adanya dialog antar agama-agama). Keragaman (heterogenitas) tidak dapat dihindari
khususnya di era globalisasi ini, bahkan sudah menjadi suatu yang intens dalam kehidupan
masyarakat sehingga perlu pembinaan agar kehidupan yang kaya dengan keragaman tetap
hidup harmonis, toleran dan saling menghargai keragaman budaya, etnik, golongan dan
agama. Salah satu solusi untuk menjaga konflik antar suku, budaya, aliran/agama adalah
pendidikan multikultural, khususnya yang terjadi di Indonesia yang secara realitas plural
(Firman, F. 2016) dalam Suardi (2017:9-10).

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keragaman budaya adalah berbagai macam bentuk hasil pemikiran manusia yang
berisikan struktur-stuktur sosial meliputi sikap dan pola perilaku kebiasaan suatu kelompok
tertentu yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan
sebagai cermin dari proses realisasi diri manusia memiliki kekhasan yang sama seperti
manusia. Dalam hal ini, setiap kebudayaan secara konseptual atau ideal memiliki ciri umum
yang selalu hadir dalam setiap kebudayaan.
Kebudayaan terdiri dari elemen-elemen atau unsur-unsur yang mengkonstruksikan
esensi suatu masyarakat. Elemen-elemen utama kebudayaan adalah simbol, nilai, norma, dan
bahasa. Selain membawa manfaat, keberagaman budaya pun memiliki dampak negatif.
Mengatur dan mengurus sejumlah orang yang sama ciri-ciri, kehendak dan adat istiadatnya
tentunya lebih mudah daripada mengurus sejumlah orang yang semuanya berbeda-beda
mengenai hal tersebut. Potensi terpendam untuk terjadinya konflik karena ketegangan antar
suku bangsa dan golongan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Untuk menghadapi dampak negatif keberagaman budaya perlu dikembangkan
berbagai sikap dan paham yang dapat mengikis kesalahpahaman dan membangun benteng
saling pengertian. Gagasan yang menarik untuk diangkat dalam konteks ini adalah
multikulturalisme dan sikap toleransi dan empati.

O. Saran
Berdasarkan hal tersebut penulis menyerankan beberapa hal untuk diperhatikan seperti
berikut ini :
1. Bagi masyarakat harus selalu toleransi demi berlangsungnya persatuan dan kesatuan
dalam keberagaman.
2. Penulis menganggap bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat mendidik sangat
diharapkan demi perbaikan makalah di kemudian hari

23
DAFTAR PUSTAKA

Aimar. 2020. “Makalah Multikultural”.


(https://www.academia.edu/34016413/MAKALAH_MULTIKULTURAL). Diakses pada
tanggal 25 September 2020.

Amanda, Larissa. “Penyebab Terjadinya Keanekaragaman budaya”


(https://www.kompasiana.com/larissa.amanda/5528b5db6ea83421108b45ab/penyebab-
terjadinya-keanekaragaman-budaya.) Diakses pada tanggal 25 September 2020.

Anonim. “Konflik yang Dipicu Keberagaman Budaya Indonesia.”


(https://nasional.tempo.co/read/668047/konflik-yang-dipicu-keberagaman-budaya-
indonesia/full&view=ok.) Diakses pada tanggal 25 September 2020.

Anonim. 2015. “Makalah Kenekaragaman Budaya.”


(http://makalahpariwisata.blogspot.com/2015/07/makalah-keberagaman-budaya-normal-
0.html. Diakses pada tanggal 25 September 2020.)

Anonim. 2020. “Faktor Penyebab Masalah Keberagaman”


(https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/19/190000569/faktor-penyebab-masalah-
keberagaman?page=all.) Diakses pada tanggal 25 September 2020.

Antara, Made dan Made Vairagya, “Keragaman Budaya Indonesia Sumber Inspirasi Inovasi
Industri.”
(https://simdos.unud.ac.id/uploads/filepenelitian1dir/db7cc0c7f6477f8e3a4b9e813a75a1a2.
pdf

Julaiha, Siti. Internalisasi Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam. STAIN Samarinda.

Kamus versi online Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). “Arti Kata Keberagaman”
https://kbbi.web.id/keragaman. Diakses pada tanggal 25 September 2020.

Kamus versi online Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). “Arti Kata budaya”
https://kbbi.web.id/budaya. Diakses pada tanggal 25 September 2020.

24
Mulyasari, Dewi. “Alternatif Penyelesaian Masalah Akibat Keberagaman Budaya”
(https://slideplayer.info/slide/2788592/.) Diakses pada tanggal 25 September 2020.

Ningsih, Rahmi Ajeng. 2011. “Makalah Keberagaman Budaya di Indonesia”.


(http://rahmiajengefrianingsih.blogspot.com/2011/10/makalah-keberagaman-budaya-di-
indonesia.html.) Diakses pada tanggal 25 September 2020.

Sopiah. “Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Islam.” Forum Tarbiyah. Vol. 7, No. 2,
2009.

Suardi. 2017. Masyarakat Multikulturalisme Indonesia.


(https://www.researchgate.net/publication/321728030MASYARAKAT_MULTIKULTUR
ALISME_INDONESIA)

Sudjarwo. 2015. Proses Sosial dan Interaksi Sosial dalam Pendidikan. Bandung : Mandar Maju
Cet I.

Weruin, Urbanus Ura. 2014. Manusia, Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Mandiri.

Ziaul, Muhammad. 2016. “Makalah Kenekaragaman Budaya.”


(http://ziaulmuhammad.blogspot.com/2016/02/makalah-keanekaragaman-budaya-di.html.)
Diakses pada tanggal 25 September 2020.

25

Anda mungkin juga menyukai