Anda di halaman 1dari 11

HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

PROGRAM SARJANA/STRATA 1 (S-1) ILMU HUKUM


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH) LITIGASI
DOSEN PENGAJAR:
AHMAD FACHRI FAQI MARSUKI, SH., LL.M

PERTEMUAN V (KELIMA)
JAKARTA, 22 OKTOBER 2020
Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi
JURISDIKSI (JURISDICTION)
• Kata yurisdiksi (jurisdiction) berasal dari kata Bahasa latin
yurisdictio:
- Yuris (ius/iuris) = hukum atau legalitas;
- Dictio (dicere) = ucapan, sabda atau sebutan.
• Menurut Malcolm Shaw, yurisdiksi adalah kekuasaan dari Negara
terhadap orang, benda dan peristiwa hukum. Yurisdiksi merupakan
refleksi dari prinsip dasar kedaulatan (sovereignty), persamaan
derajat (equality of states) dan prinsip non-intervensi (non-
intervention principle).
• Tiga macam yurisdiksi Negara berdaulat menurut John O’Brien:
- Legislative jurisdiction atau jurisdiction to prescribe;
- Judicial jurisdiction atau jurisdiction to adjudicate ; dan
- Executive jurisdiction atau jurisdiction to enforce.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


PROBLEMATIKA KONSEPTUAL
• Lotus Case 1927 antara France vs. Turkey melahirkan konsep
sehubungan jurisdiksi dalam hukum internasional =
1. negara tidak boleh menjalankan kekuasaannya dalam bentuk apapun di
dalam wilayah Negara lain (“par in parem non habet imperium”);
2. Tetapi hukum internasional menyerahkan kepada Negara diskresi yang
sangat luas untuk menentukan yurisdiksi terhadap orang, barang, dan
tindakan dalam wilayah teritorialnya kecuali ada hukum internasional
yang melarangnya;
• Faktanya, praktik hukum Internasional memungkinkan jurisdiksi
diterapkan kepada Negara lain, misalnya berdasarkan perjanjian
internasional.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


PRINSIP JURISDIKSI DALAM HUKUM
INTERNASIONAL
PRINSIP YURISDIKSI TERITORIAL (THE TERRITORIALITY
PRINCIPLE)
• Berdasarkan prinsip teritorial, suatu Negara memiliki yurisdiksi
terhadap suatu kejahatan kejahatan-kejahatan yang dilakukan di
dalam wilayah atau teritorialnya;
a. Prinsip Teritorial Objektif = Kejahatan tersebut menimbulkan kerugian di
Negaranya meskipun kejahatan tersebut di mulai di Negara lain;
b. Prinsip Teritorial Subjektif = Kejahatan dimulai dari teritorialnya, tetapi
diakhiri atau menimbulkan kerugian di Negara lain.
• Masalah prinsip teritorial dalam hukum pidana internasional adalah
keengganan suatu Negara untuk melakukan penuntutan terhadap
kejahatan yang terjadi di dalam Negaranya atau sejauh mana
Negara tersebut dapat melaksanakan persidangan yang adil (fair
trial).

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


PRINSIP JURISDIKSI DALAM HUKUM
INTERNASIONAL
PRINSIP NASIONALITAS AKTIF (THE NATIONALITY PRINCIPLE)
• Prinsip Nasionalitas Aktif, mengatur bahwa Negara menurut hukum internasional berhak
untuk membuat peraturan yang berkaitan dengan tindakan warga Negaranya di luar
Negeri;
• Prinsip Nasionalitas Aktif memiliki peran penting dalam hukum pidana internasional
sehubungan dengan angkatan bersenjata yang berpangkalan di Negara asing;
• Dalam praktik, Prinsip Nasionalitas Aktif juga dapat diterapkan kepada warga sipil,
misalnya Inggris mengatur bahwa pembunuhan yang dilakukan orang Inggris dilakukan
dimanapun tunduk pada yurisksi Inggris (kecuali untuk Negara common law);
• Prinsip Nasionalitas Aktif bergantung pada hubungan antara warga negara dan Negara.
Hukum Internasional mengenal Nottebohm Test (lih. Kasus Liechtenstein vs. Guetamala)
untuk menentukan kewarganegaraan seseorang.
• Penerapan Prinsip Nasionalitas Aktif di beberapa Negara:
a. Pada saat kejahatan terjadi;
b. Setelah mendapat kewarganegaan;
c. Berdasarkan aktivitas berdasarkan status permanen residen;

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


PRINSIP JURISDIKSI DALAM HUKUM
INTERNASIONAL
PRINSIP PERSONALITAS PASIF (THE PASSIVE PERSONALITY PRINCIPLE)
• Prinsip personalitas pasif (the passive personality principle) adalah jurisdiksi dari Negara
terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap warga Negaranya ketika berada di luar
Negeri;
• Para hakim internasional berpendapat bahwa prinsip personalitas pasif bertentangan
dengan prinsip dalam Lotus Case. Prinsip personalitas pasif misalnya diterapkan oleh
Amerika Serikat berkaitan dengan kejahatan terorisme;
• Dalam hukum pidana internasional, Prinsip personalitas pasif diterapkan sehubungan
dengan kejahatan perang. Dalam Washio Awochi Case, warga negara jepang dituntut
dihadapan pengadilan Belanda dengan dakwaan memaksa perempuan belanda ke
dalam prostitusi di Batavia;
• Hukum internasional memperluas dengan mengizinkan penuntutan atas kejahatan yang
dilakukan terhadap warga negara dari Negara-negara yang sedang berperang. Dalam
Velpke Baby Home Case, Inggris menuntut warga Negara Jerman terhadap pengabaian
dan penganiayaan anak-anak Polandia yang terjadi di Jerman.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


PRINSIP JURISDIKSI DALAM HUKUM
INTERNASIONAL
PRINSIP PERLINDUNGAN (THE PROTECTIVE PRINCIPLE)
• Berdasarkan prinsip perlindungan (the protective principle), jurisdiksi
terhadap kegiatan di luar wilayah territorial suatu Negara yang
mengancam keamanan dan kepentingan Negara tersebut, misalnya
menyebarkan rahasia Negara, menggulingkan pemerintahan,
spionase, pemalsuan mata uang dan dokumen Negara;
• Prinsip perlindungan (the protective principle) juga dapat diterapkan
untuk agresi perang (war of aggression), tetapi dapat tumpang tindih
dengan prinsip teritorial, nasionalitas aktif, dan personalitas pasif;
• Prinsip perlindungan (the protective principle) pernah digunakan oleh
Israel untuk menuntut Adolf Eichmann, tetapi dikritik karena pada
saat kejahatan holocaust terjadi Negara Israel belum ada.
Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi
JURISDIKSI UNIVERSAL (UNIVERSAL
JURISDICTION)
• Jurisdiksi universal merupakan jurisdiksi terhadap suatu kejahatan tanpa memperhatikan
dimana kejahatan itu terjadi, kewarganegaraan pelaku kejahatan dan korban, atau titik
penghubung lain antara kejahatan dan Negara yang melakukan penuntutan;
• Jurisdiksi universal terbatas pada kejahatan tertentu:
a. Perompakan di laut lepas (piracy on the high seas);
b. Kejahatan perang (war crimes);
c. Kejahatan kemanusian (crimes against humanity);
d. Genosida dan penyiksaan (genocide & tortute);
• Tujuan jurisdiksi universal adalah karena penanganan kejahatan internasional seringkali
tidak responsif dan tidak efektif melalui hukum Nasional, maka hukum internasional
memberikan hak kepada seluruh Negara untuk melakukan penuntutan terhadap
kejahatan internasional memberikan dampak terhadap tatanan hukum internasional
secara keseluruhan.
• Keadaan seperti apa hukum Nasional tidak responsif dan tidak efektif menangani hukum
pidana internasional dan apakah setiap Negara wajib menjalakan jurisdiksi universal
tersebut????????

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


JURISDIKSI UNIVERSAL (UNIVERSAL
JURISDICTION)
• Jurisdiksi universal terbagi dalam 2 (dua) sub kategori =
a. Absolute/pure universal jurisdiction (universal jurisdiction in absentia) = Juriskdiksi suatu
Negara terhadap kejahatan internasional baik melakukan penyelidikan atau permintaan ekstadisi
terhadap tersangka bahkan ketika tersangka tersebut tidak berada di Negara yang melakukan
penyelidikan;
b. Conditional universal jurisdiction (universal jurisdiction with presence) = Juriskdiksi suatu
Negara terhadap kejahatan internasional ketika tersangka tersebut telah berada di Negara
bersangkutan.
• Resolusi the Institut de Droit International menyatakan bahwa “terlepas dari tindakan
penyelidikan dan permintaan ekstradisi, pelaksanaan jurisdiksi universal
mempersyaratkan kehadirian pelaku kejahatan di Negara yang melakukan penuntutan
atau bentuk pengendalian sah lainnya terhadap terduga pelaku kejahatan;
• Penerapan jurisdiksi universal dilakukan pada perang dunia ke-II untuk kejahatan perang
(war crimes); Komisi Kejahatan Perang PBB berpandangan bahwa “”hak untuk menuntut
dan mengadili kejahatan perang (war crimes) dimiliki oleh semua Negara berdaulat;
• Pasal 49 Konvesi Geneva I 1949 secara ekplisit mencantumkan jurisdiksi universal bagi
Negara penandatangan untuk memeriksa dan mengadili pelaku pelanggaran berat (grave
breaches)

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


JURISDIKSI UNIVERSAL (UNIVERSAL
JURISDICTION)
• Penerapan jurisdiksi universal
1. Kasus Adolf Eichmann yang diadili oleh Israel;
2. Kasus John Demjanjuk yang diekstadiri Amerika Serikat untuk diadili di Israel, yang kemudian
bebas karena ybs. bukan “Ivan the Terrible” (seorang penjaga kamps di Treblinka);
3. UU Kejahatan Perang Inggris 1991 dan Amandemen UU Kejahatan Perang Australia 1988;
4. ICTY dan ICTR, khususnya untuk pengungsi ke Jerman dan Swiss;
5. Pengadilan Augusto Pinochet oleh pengadilan Eropa untuk pelanggaran HAM, meskipun telah
mendapat imunitas berdasarkan peraturan perundang-undangan di Chile;
6. Legilasi di Belgia mengatur tentang penuntutan terhadap pelanggaran berat (grave breaches),
genocide, dan kejahatan kemanusian (crimes against humanity). Tanpa memperhatikan tempat
terjadinya kejahatan, tanpa kehadiran tersangka, dapat dimohonkan oleh orang pribadi, imunitas
tidak berlaku.
• Pembatasan jurisdiksi universal
1. Yerodia Case, seorang Menteri Luar Negeri Republik Kongo yang ditangkap pada tahun 2000
oleh otoritas Belgia yang digugat oleh Republik Kongo di ICJ;
2. Upaya penuntutan oleh Belgia kepada eks Presiden George H. W. Bush, Wakil Presiden Dick
Cheney and Colin Powell atas kejahatan perang pada perang teluk 1991;
3. Upaya penuntutan oleh Belgia kepada Ariel Sharon, Yasser Arafat, Fidel Castro dan Hashemi
Rafsanjani.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


TERIMA KASIH

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi

Anda mungkin juga menyukai