Anda di halaman 1dari 13

HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

PROGRAM SARJANA/STRATA 1 (S-1) ILMU HUKUM


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH) LITIGASI
DOSEN PENGAJAR:
AHMAD FACHRI FAQI MARSUKI, SH., LL.M

PERTEMUAN VI (KEENAM)
JAKARTA, 06 NOVEMBER 2020
Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi
KERJASAMA ANTAR NEGARA DALAM
PENANGANGAN KEJAHATAN
INTERNASIONAL
• Kerjasama dalam proses pidana antar satu Negara dengan Negara
lain merupakan “voluntary undertaking” berdasarkan suatu
“agreement” (dhi. Perjanjian Internasional);
• Perlunya kerjasama antar Negara antara lain Karena meningkatnya
aktivitas kejahatan lintas batas negara dan perkembangan HAM. Hal
tersebut menjadi perhatian seluruh Negara dan karenanya
dibutuhkan usaha bersama dalam penanganannya;
• Kerjasama antar Negara diperlukan dalam hal:
a. Suatu Negara ingin melaksanakan jurisdiksinya terhadap kejahatan yang
terjadi di Negara lain;
b. Negara ingin melakukan penyelidikan dan penuntutan terhadap kejahatan
yang terjadi dalam wilayahnya sendiri
• Salah satu bentuk klasik kerjasama antar Negara adalah “ekstradisi”,
yang sesuai dengan “aut dedere, aut judicare principle”;
Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi
KERJASAMA ANTAR NEGARA DALAM
PENANGANGAN KEJAHATAN
INTERNASIONAL
• Hukum internasional, traktat, dan kebiasaan internasional belum
mengembangkan rezim khusus tentang kerjasama antar Negara
sehubungan dengan kejahatan internasional kategori serious crimes;
• Oleh karenanya penanganan kejahatan internasional kategori
serious crimes perlu merujuk kepada “general principles” dan
ketentuan hukum internasional dan hukum nasional.
• Bentuk-bentuk kerjasama di bidang hukum antar Negara =
a. Extradition);
b. Mutual legal assistance;
c. Transfer of criminal proceedings;
d. Enforcement of foreign penalties;
e. Bentuk-bentuk kerjasama formal lainnya antara penegak hukum dari
berbagai Negara, seperti INTERPOL, EUROPOL, EUROJUST, dan EURO
For Contact Point.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


PERJANJIAN INTERNASIONAL
• Ekstradisi adalah bentuk klasik atau paling pertama dari bentuk
kerjasama hukum yang diatur dengan perjanjian internasional baik
bilateral maupun multilateral;
• Banyak Negara mempersyaratkan untuk kerjasama berdasarkan
suatu perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral dan
diberlakukan secara timbal balik (reciprocity), tetapi Negara juga
dapat memberikan bantuan secara unilateral;
• Kuantitas dan kualitas perjanjian internasional dan hukum Nasional
tentang kerjasama tidak merata di seluruh dunia;
• Tidak ada rezim ektradisi dan bantuan hukum timbal balik (mutual
legal assistance) untuk diterapkan secara umum dan banyak Negara
bergantung pada instrumen yang belum sempurna, ketinggalan
zaman (outdated), dan terbatas pada kejahatan-kejahatan tertentu.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


PERJANJIAN INTERNASIONAL
• Untuk membantu Negara-Negara, UN telah mengembangkan ”Model Treaties” tentang bentuk-
bentuk kerjasama =
a. Resolusi 45/116, diamandemen dengan Resolusi 52/88;
b. Resolusi 45/117, diamandemen dengan Resolusi 53/112,
c. Resolusi 45/118;
d. Resolusi 45/119.
• Contoh perjanjian internasional yang mengatur kerjasama hukum =
a. The 1948 Genocide Convention;
b. The 1977 Additional Protocol I of Geneca Convention;
c. The 1984 Torture Convention;
d. The 1988 Drug Trafficiking Convention;
e. The 2000 Transnational Organized Crime Convention;
f. The 2004 Corruption Convention;
g. The 1997 Terrorist Bombing Convention; dan
h. The 1999 Terrorist Financing Convention.
• Khusus terkait dengan terorisme, UN Security Council pernah memerintahkan suatu Negara untuk
menyerahkan terduga pelaku untuk dilakukan penuntutan di Negara lain, tanpa adanya perjanjian
internasional;

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


EXTRADITION
• Ekstradisi adalah ”penyerahan orang yang diduga melakukan kejahatan oleh
suatu negara kepada negara lain yang diatur dalam perjanjian antara kedua
negara yang bersangkutan”;
• Ekstradisi adalah bentuk gangguan terhadap kebebasan seseorang, tetapi
ekstradisi dibenarkan berdasarkan kepentingan bersama antar bangsa-bangsa
dalam memberantas kejahatan dengan cara menarik buronan dari “tempat
persembunyiannya”;
• Istilah dalam ekstradisi adalah “penyerahan (surrender)” dan “pemindahan
(transfer)”;
• Syarat umun dari Ekstradisi =
a. The principle of double criminality;
b. The rule of Specialty;
c. Kejahatan merupakan kategori yang dapat diekstradisi
• Di Uni Eropa dikenal the european arrest warrant, berdasarkan the principle of
mutual recognition of judicial decisions.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


EXTRADITION
• Ekstradisi adalah ”penyerahan orang yang diduga melakukan
kejahatan oleh suatu negara kepada negara lain yang diatur dalam
perjanjian antara kedua negara yang bersangkutan”;
• Ekstradisi adalah bentuk gangguan terhadap kebebasan seseorang,
tetapi ekstradisi dibenarkan berdasarkan kepentingan bersama antar
bangsa-bangsa dalam memberantas kejahatan dengan cara
menarik buronan dari “tempat persembunyiannya”;
• Syarat umun dari Ekstradisi =
a. The principle of double criminality;
b. The rule of Specialty;
c. Kejahatan merupakan kategori yang dapat diekstradisi
• Istilah-istilah lazim dalam ekstradisi adalah “penyerahan (surrender)”
dan “pemindahan (transfer)”.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


EXTRADITION
• Secara umum, proses ekstradisi harus berdasarkan hukum dan praktik
dari Negara yang diminta (requested state) dan perjanjian ekstradisi yang
berlaku =
a. Negara peminta (requesting state) meminta dilakukan penangkangkapan dan
ekstradisi, atau meminta dilakukan penangkapan sementara yang akan
ditindaklanjuti dalam waktu tertentu berdasarkan surat permintaan penyerahan (a
surrender request), terhadap terduga pelaku kejahatan;
b. Negara yang diminta (requested state) melaksanakan proses untuk memenuhi
permintaan tersebut;
c. Di banyak Negara, lembaga eksekutif dan lembaga judikatif memiliki peran yang
sangat besar dalam proses ekstradisi, dimana pengadilan akan
mempertimbangkan syarat-syarat formil sedangkan penangkapan dan penyerahan
terduga pelaku dilakukan oleh lembaga eksekutif (penegak hukum).
• Untuk Indonesia diatur di dalam UU Nomor 01 Tahun 1979 Tentang
Ekstradisi.
Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi
EXTRADITION
• Ektradisi pada umumnya terbatas pada pelanggaran serius, misalnya Genosida,
Kejahatan Perang, Kejahatan Serius, Angresi, dan kejahatan transnasional (terorisme,
narkoba, kejahatan siber, dll.);
• UU No. 01 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi menentukan 32 jenis kejahatan yang dapat
dilakukan ekstradisi;
• Pelanggaran yang dikecualikan dari Ekstradisi seperti kejahatan politik, pelanggaran
militer berdasarkan hukum militer, dan pelanggaran di bidang fiskal (perpajakan).
• Beberapa Negara melarang ekstradisi terhadap warga negaranya sendiri;
• Beberapa Negara juga menolak melakukan ekstradisi karena ancaman hukuman di
Negara yang meminta (requesting state) dianggap melanggar HAM;
• Negara yang meminta (requesting state) tidak boleh melakukan ekstradisi ke Negara lain
(re-extradition) tanpa persetujuan dari Negara yang diminta sebelumnya (previous
requested state);
• Upaya lain selain Ekstradisi, seperti abduction, Rendition, dan Expulsion.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


MUTUAL LEGAL ASSISTANCE
• Bantuan hukum timbal balik merupakan perkembangan dari Surat Rogatori (Letter of
Rogatory), yaitu surat dari negara lain yang berisi permintaan pemeriksaan untuk
mendapatkan keterangan terkait pemeriksaan pengadilan yang dilakukan di bawah
sumpah dan di hadapan penyidik, penuntut umum, atau hakim di suatu Negara;
• Di Eropa terdapat adalah “the 1959 Council of Mutual Assistance in Criminal Matters dan
Protokol Tambahannya tahun 1978 dan 2001;
• Di ASEAN terdapat “the 2004 Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters”;
• Di tingkat global, terdapat the 1998 Drug Trafficking Convention, the 2000 Convention
against Transnational Organized Crime, the 2003 Corruption Convetion, the 1984 Torture
Convention, the 1999 Terrorist Financing Convention;
• Prosedur bantuan hukum timbal balik di setiap negara berbeda sehingga menimbulkan
permasalahan, misalnya proses lama karena harus melalui pengadilan dan kurangnya
kemampuan bahasa asing dan kualitas terjemahan yang buruk.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


TRANSFER OF CRIMINAL
PROCEEDINGS
• Akibat banyaknya pandangan jurisdiksi menurut hukum internasional
dan permasalahan dalam kerjasama hukum, pemindahan proses
pidana dari satu Negara ke Negara lainnya merupakan salah satu
alternatif.
• Pemindahan proses pidana dapat dilakukan sepanjang 2 (dua)
Negara yang ingin melakukan proses tersebut memiliki jurisdiksi
atas kejahatan dan terpenuhinya syarat Prinsip tindak pidana ganda
(double criminality);
• Latar belakang pemikiran perlunya pemindahan proses pidana
adalah karena terduga pelaku kejahatan memiliki ikatan yang kuat
dengan Negara yang meminta (requesting state) atau proses hukum
di Negara yang meminta (requesting state) lebih cocok dan tepat.

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


ENFORCEMENT OF FOREIGN
PENALTIES
• Suatu negara secara prinsip tidak akan mengakui secara formal putusan
pidana dari Negara asing, tetapi kerjasama untuk melaksanakan eksekusi
hukuman penjara dan hukuman lainnya dapat dilakukan;
• Pelaksanaan eksekusi hukuman ini berdasarkan perjanjian bilateral dan
multilateral, misalnya di Eropa berdasarkan the 1970 European
Convention on the International Validity of Criminal Judgements dan the
1983 Convention on the Transfer of Sentenced Persons (dan Protokol
Tambahannya tahun 1997);
• Di Indonesia diatur dalam UU 01 Tahun 1979, tetapi dikategorikan sebagai
Ekstradisi;
• Kerjasama pelaksanaan eksekusi hukuman di Uni Eropa berdasarkan “the
principle of mutual recognition” terhadap hukuman penjara dan non-
penjara, denda, dan penyitaan;
• Syarat Prinsip tindak pidana ganda (double criminality) harus terpenuhi;

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi


TERIMA KASIH

Ahmad Fachri Faqi Marsuki, SH., LL.M - STIH Litigasi

Anda mungkin juga menyukai