Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Teknik PWK Volume 2 Nomor 2 2013

Online :http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk
__________________________________________________________________

KAJIAN EKSISTENSI PASAR TRADISIONAL


KOTA SURAKARTA

Oleh:
2
Maritfa Nika Andriani¹ dan Mohammad Mukti Ali
1
Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
2
Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
email : maritfaplano@gmail.com

ABSTRACT
Surakarta city covers five districts inhabited by about 588,110 people and as a center of growth by population more than
500 thousand people in the hinterland region so that be the target of the modern market as it has tremendous market share.
The development of modern markets was increasing in Surakarta both located in the city center and located in rural areas
and the border with the surrounding area. It makes traditional markets become marginalized. In fact, hundreds to thousands
of lives traders rely on traditional markets. Traditional markets are spearheading of community economy so that it needs to
get serious attention in order to remain in existence or even can increase their existence so as to support the welfare of trader.
Therefore, it appears research question “How does the existence of the traditional market town of Surakarta?”
The research objects are Legi market and Mojosongo market of Surakarta city. While the limits of the existence that referred
to in this study is the existence of traditional market that have an survive element which recognized by others as the
sustainability activities of the traditional market itself that experiencing growth, stagnation, or even decline depends on the
ability to actualize its potential. The purpose of this study was to determine the existence condition of Legi Markets and
Mojosongo Market, what it is experiencing growth, stagnation or decline? What the attempt can be done to maintain the
existence of both the traditional markets? In assessing the existence of the traditional market of Surakarta city are analyzed
three targets included: analysis of traditional markets existences, determine the condition of traditional markets existences
based on the characteristics of market, traders and visitors perceptions of market to traditional market existences. After
knowing the condition of their existence then next analysis is what the attempt can be done to maintain the existence of
traditional markets through two analyzes include analysis of government policies related to traditional markets and analysis
of social capital as an effort of traders to maintain the existence of the traditional market. Research approach with mixed
method is a method that combines quantitative methods and qualitative methods by using qualitative methods is more
dominant than quantitative methods. The techniques of primary data collection were performed by field observations,
questionnaires to traders and visitors of the market, and interview the parties involved. Secondary data was obtained from a
literature review and survey the agencies.
From the stages of the analysis carried out can be concluded that the existence of Mojosongo market is in a stagnation
existence condition, while the existence of Legi market is in decline existence conditions. The efforts to maintain the existence
of both the traditional markets are with regulatory policy and development of market infrastructure as well as maintain the
social capital consists of norms, beliefs, and bargaining as an effort of traders to maintain the existence of traditional markets.
One of the recommendations given is to provide and improve facilities and infrastructure of markets both located in the
market and in the market Legi Mojosongo so that visitors feel comfortable when shopping and are reluctant to switch to other
markets which the market infrastructure is better than that found in both the traditional markets, and in order to maintain
the social capital consists of the norms, beliefs, and bargaining where social capital can maintain a relationship of buyers trust
and increase loyalty buyers to keep coming back to shop at traditional markets.

Keywords : the existence, traditional markets

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 252


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

I. PENDAHULUAN
Pasar adalah salah satu kegiatan keberadaan pasar tradisional perlu
perdagangan yang tidak bisa terlepas dari mendapatkan tempat khusus ditengah lajunya
kegiatan sehari-hari manusia. Dengan semakin perkembangan kota (Kasdi, dalam Yuniman &
pesatnya perkembangan penduduk maka Wahyudi, 2006).
semakin besar pula tuntutan kebutuhan akan Beberapa hal yang harus menjadi landasan
pasar baik secara kuantitas maupun kualitas. bagi pembuat kebijakan untuk menjaga
Keberadaan pasar tradisional dan pasar kelangsungan hidup pasar tradisional selain dari
modern sudah menjadi bagian yang tidak kebijakan pemerintah yang bersifat regulasi,
terlepaskan dalam kehidupan masyarakat antara lain: pertama, memperbaiki sarana dan
perkotaan. Beberapa pendapat mengungkapkan prasarana pasar tradisional, kedua melakukan
bahwa dengan semakin berkembangnya pasar pembenahan total pada manajemen pasar
modern, mengakibatkan pasar tradisional (Smeru, 2007). Hal tersebut merupakan salah
menjadi semakin terpinggirkan keberadaannya satu faktor pendukung eksistensi pasar
(Djau, 2009). Setiyanto (dalam Djau, 2009) tradisional, selain upaya dari pedagang sendiri
mengemukakan bahwa pasar tradisional untuk mempertahankan eksistensi pasar
memiliki potensi sebagai ikon daerah. Akan tradisional yang menjadi tempat mereka
tetapi, dengan semakin berkembangnya pasar mencari nafkah. Salah satu upaya pedagang
modern, pasar tradisional menjadi semakin adalah mempertahankan modal sosial di pasar
terpinggirkan keberadaannya. Hal ini tradisional yang tercipta oleh adanya tradisi
diperparah oleh kondisi pasar tradisional yang dalam kehidupan berusaha di lingkungan pasar
tidak tertata dengan baik, misalnya banyak tradisional yang menjadi dasar acuan bertindak
terdapat pasar tumpah yang menjalar di para pedagang dalam berjualan sehari-hari di
sekeliling pasar, dan banyaknya tumpukan pasar tradisional. Modal sosial di lingkungan
sampah yang berserakan. pasar tradisional dengan menkembangkan pula
Sebagai upaya untuk menjadikan pasar usaha yang memelihara nilai dan norma
tradisional sebagai salah satu motor penggerak kejujuran, saling mempercayai, kerjasama
dinamika perkembangan perekonomian suatu pedagang kepada konsumen maupun kepada
kota, maka diperlukan adanya pasar yang dapat diantara sesama pedagang di pasar tradisional
beroperasi secara optimal dan efisien serta (Leksono, 2009).
dapat melayani kebutuhan masyarakat. Merujuk riset AC Nielsen yang dilakukan
Efisiensi dan optimasi pelayanan suatu pasar di dilakukan di kota-kota besar seperti pesatnya
antaranya dapat dilihat dari pola penyebaran laju pertumbuhan pasar modern berbanding
sarana perdagangan, waktu pelayanan pasar, terbalik dengan „tingkat pertumbuhan‟ pasar
kondisi fisik pasar, jenis dan variasi barang tradisional. Pertumbuhan pasar modern
yang diperdagangkan, dan sistem pengelolaan sebesar 31,4%, sementara pertumbuhan pasar
pasar (kelembagaan) pasar itu sendiri, tradisional menyusut -8,1% (Riset AC Nielsen
(http://www.pu.go.id). Keberadaan pasar SWA, Edisi Desember 2004 dalam Dept.
tradisional di perkotaan dari waktu ke waktu Perdagangan RI, 2008). Secara nasional sekitar
semakin terancam dengan semakin maraknya 8% dari total 13 ribu pasar tradisional terpaksa
pembangunan pasar modern. Satu hal yang harus tutup. Riset tersebut juga menyatakan
tidak dapat diingkari, daya tarik pasar bahwa kontribusi penjualan pasar tradisional
tradisional menurun akibat buruknya kondisi memang terus merosot. Jika tahun 2003
serta kelengkapan sarana dan prasarana pasar dominasi penjualan di segmen pasar ini sebesar
tradisional, keadaan pasar yang sangat padat 73,7%, maka di tahun 2004 turun menjadi
dengan penataan barang dagangan yang hanya 70%. Sebaliknya, pasar modern yang tiga
meluber dari petak jualan, ruang gerak koridor tahun lalu hanya membukukan angka penjualan
yang sangat terbatas, suasana yang sumpek dan 3%, justru bergerak naik meski fluktuatif
kumuh, yang semua bertolak belakang dengan menjadi 5% pada tahun 2003, dan tahun 2004
keadaan pasar modern (Sulistyowati, 1999). bertambah jadi 7%. Angka ini merupakan
Keberadaan pasar modern tidak akan tertinggi di kawasan Asean (Smeru, 2007).
menggantikan pasar tradisional, karena Setyawarman (2009) mengemukakan
keduanya sama-sama dibutuhkan oleh semua keberadaan pasar modern di Kota Surakarta
lapisan masyarakat. Oleh karena itu, secara signifikan mengalami peningkatan setiap

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 253


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

tahunnya. Keberadaan pasar modern di Kota maraknya pasar modern maka muncul gagasan
Surakarta mengalami peningkatan dari tahun ke untuk mengkaji bagaimana eksistensi pasar
tahun dari tahun 2003, terdapat 18 pasar tradisional di Kota Surakarta.
modern dan sampai saat ini meningkat menjadi Dahulu hampir semua masyarakat
46 buah pada tahun 2008. Hal tersebut berbelanja di pasar tradisional untuk memenuhi
menunjukkan perkembangan pasar modern kebutuhan sehari-hari memang menjadi pilihan
semakin meningkat di Kota Surakarta. utama karena pada waktu itu belum belum
Namun disisi lain, Kota Surakarta juga banyak pilihan berbelanja di pasar modern
terkenal sebagai kota budaya dengan seperti yang terjadi sekarang. Pada saat itu
melestarikan pasar tradisional. Bagi masyarakat hampir semua aktivitas jual beli masih
Kota Surakarta pasar tradisional bukan sekedar dilakukan di pasar tradisional, dengan kondisi
sebagai tempat jual beli semata, namun lebih harga barang belum membumbung tinggi,
dari itu pasar terkait dengan konsepsi hidup omset dan pendapatan pedagang juga masih
dan sosial budaya. Pasar tradisional tidak tergolong cukup dan dan tinggi menjadikan
semata-mata mewadai kegiatan ekonomi, akan kehidupan pedagang pasar menjadi makmur
tetapi pelaku juga dapat mencapai tujuan- dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
tujuan lain. Melihat peran pasar sehari-hari. Namun kini yang terjadi, omset dan
tradisional yang begitu besar namun keuntungan pedagang mengalami penurunan
keberadaanya semakin terancam dengan yang cukup signifikan. Hal tersebut

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 254


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

dikarenakan pengunjung tergoda untuk sehari-hari masyarakat dan sama-sama berada


menikmati berbelanja di pasar modern yang tepat di sebelah pasar modern. Pasar Legi
menawarkan fasilitas yang lebih nyaman berada di samping Luwes Pasar Legi dan Pasar
dibandingkan di pasar tradisional. Beralihnya Mojosongo berada di samping Luwes
pengunjung pasar tradisional ke pasar modern Mojosongo. Dari kedua pasar tradisonal
dimungkinkan karena banyak faktor, mulai dari tersebut banyak pedagang pasar dalam jumlah
faktor internal seperti kurangnya sarana dan ribuan menggantungkan hidupnya di pasar
prasarana pasar, kurangnya manajemen tradisional.
pengelolaan pasar, kondisi kebersihan pasar Batasan materi dalam penelitian ini adalah
yang semakin kotor dan semrawut dan mengkaji eksistensi pasar tradisional di Kota
sebagainya. Selain itu beralihnya pengunjung Surakarta. Eksistensi pasar tradisional dalam
juga dimungkinkan karena faktor eksternal hal ini didefinisikan sebagai keberadaan pasar
misalnya dari semakin menjamurnya pasar tradisional yang mengandung unsur bertahan
modern bahkan dengan jarak yang dekat yang diakui oleh pihak lain karena
dengan pasar tradisional. keberlanjutan aktivitas dari pasar tradisional itu
Hal tersebut menjadikan pasar tradisional sendiri yang kondisinya stagnasi, mengalami
menjadi terpinggirkan dan menurun perkembangan atau kemunduran tergantung
eksistensinya. Maka dari itu, tujuan dari pada kemampuan dalam mengaktualisasikan
penelitian ini adalah mengetahui kondisi potensi-potensinya. Temuan akhir dari
eksistensi pasar tradisional Kota Surakarta, penelitian ini adalah untuk menjawab kondisi
serta upaya apa yang dilakukan untuk eksistensi Pasar Legi dan Pasar Mojosongo
mempertahankan eksistensi pasar tradisional apakah mengalami perkembangan, stagnasi
tersebut. Sasaran yang dilakukan untuk atau sebaliknya mengalami kemunduran, serta
mencapai tujuan antara lain: mengidentifikasi upaya apa saja untuk mempertahankan
wilayah penelitian, menganalisis eksistensi eksisitensi kedua pasar tradisional tersebut.
pasar tradisional, menganalisis kebijakan
pemerintah terkait pasar tradisional, II. TINJAUAN TEORI
menganalisis modal sosial sebagai upaya II.1 Pengertian Eksistensi
pedagang untuk mempertahankan eksistensi Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
pasar tradisional. Eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang
Pada penelitian ini mengkaji dua pasar mengandung unsur bertahan. Sedangkan
yang terdapat di Kota Surakarta, yaitu Pasar menurut Abidin (Dalam kompasiana, 2012)
Mojosongo dan Pasar Legi. Justifikasi “Eksistensi adalah suatu proses yang
pemilihan Pasar Legi dan Pasar Mojosongo dinamis, suatu „menjadi‟ atau „mengada‟. Ini
adalah sebagai obyek penelitian dikarenakan sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri,
lokasi Pasar Legi terletak di jalan Sutan Syahrir, yakni exsistere, yang artinya keluar dari,
Kelurahan Stabelan, Kecamatan Banjarsari „melampaui‟ atau „mengatasi‟. Jadi eksistensi
yang berada di pusat kota dan di kecamatan tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan
tersebut memiliki sebaran retail beragam dari lentur atau kenyal dan mengalami
kelas minimarket, supermarket dan hypermarket perkembangan atau sebaliknya kemunduran,
tergantung pada kemampuan dalam
terdapat 21 pasar modern dengan prosentase
mengaktualisasikan potensi-potensinya”.
terbesar yaitu 34% dari pasar modern terletak
di Kecamatan Banjarsari, sedangkan Pasar Dalam buku kamus ilmiah arti kata
Mojosongo terletak di jalan Brigjen Katamso, eksistensi adalah keberadaan wujud yang
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres yang tampak. Eksistensi juga bisa diartikan
merupakan daerah pinggiran Kota Surakarta keberadaan, dimana keberadaan yang di
dan di kecamatan tersebut didominasi oleh maksud adalah adanya pengaruh atas ada atau
kelas minimarket yakni terdapat 16 minimarket. tidak adanya sesuatu yang diusahakan.
Dengan demikian dapat diketahui Eksistensi merupakan pembuktian akan hasil
bagaimana perbandingan eksistensi pasar kerja (performa) di dalam suatu kejadian.
tradisional Kota Surakarta baik yang terdapat di Eksistensi juga dapat diartikan suatu
pusat kota maupun yang terdapat di pinggiran keberadaan yang -selain diakui oleh diri sendiri-
kota. Selain itu juga dikarenakan kedua pasar diakui juga oleh pihak lain. Kata eksistensi
tersebut sama-sama menyediakan kebutuhan berasal dari kata Latin Existere, dari ex yang

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 255


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

berarti keluar, dan sitere yang berarti membuat komoditas dan aktivitas pasar terdiri dari ragam
berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang barang, kualitas barang, dan aktivitas pasar.
memiliki aktualitas, apa yang dialami. Konsep Masih dalam Adinugroho (2009), selain
ini menekankan bahwa sesuatu itu ada. Dalam dilihat dari karaktersitik pasar tradisonal, juga
konsep eksistensi, satu-satunya faktor yang dilihat dari persepsi konsumen terhadap
membedakan setiap hal yang ada dari tiada eksistensi pasar tradisional dengan variabel
adalah fakta. Setiap hal yang ada itu yang terdiri dari: faktor kenyamanan, faktor
mempunyai eksistensi atau ia adalah suatu keamanan, harga barang, ragam barang,
eksisten. kemudahan pencapaian, kualitas barang, dan
Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, pelayanan. Kajian ketiga adalah persepsi
melainkan lentur dan mengalami pedagang terhadap eksistensi pasar tradisional
perkembangan meningkat, stagnan atau dengan variabel yang terdiri dari: perubahan
sebaliknya mengalami kemunduran, tergantung omset, jumlah pembeli, ragam barang, dan
pada kemampuan dalam mengaktualisasikan harga barang. Sedangkan kajian yang yang
potensi-potensinya. Oleh sebab itu, arti istilan terakhir dilihat dari preferensi konsumen dan
eksistensi analog dengan „kata kerja‟ bukan pedagang terhadap eksistensi pasar tradisional
„kata benda‟. Sumber lain menjelaskan bahwa dengan variabel usulan dan masukan
eksistensi adalah sesuatu yang akan mendapat konsumen dan pedagang untuk
maknanya jika adanya kontinuitas atau mempertahankan eksistensi pasar tradisional.
keberlanjutan dan keberlanjutan tersebut akan II.3 Kebijakan Pemerintah Terkait Pasar
mendapat maknanya jika ada aktivitas sehingga Tradidional
eksistensi juga dapat diartikan sebagai Menurut Dunn (2003), kebijakan
keberlanjutan dari suatu aktivitas. (Kompasiana pemerintah adalah suatu aktivitas intelektual
2012). dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan,
II.2 Variabel Eksistensi PasarTradisional secara kritis menilai dan mengkomunikasikan
Indikator kelangsungan eksistensi pasar pengetahuan tentang proses kebijakan dan di
tradisional ditunjukkan dari keminatan atau dalam proses kebijakan. Dalam kebijakan
kelebihsukaan (preference) konsumen dalam pemerintah terdapat prosedur umum yang
berbelanja. Preferensi konsumen tersebut biasa dipakai untuk memecahkan masalah,
dipengaruhi oleh persepsi seseorang mengenai yaitu perumusan masalah, peramalan,
suatu hal. Selain itu faktor seperti situasi, rekomendasi, pemantauan dan evaluasi.
kebutuhan, keinginan, dan juga kesediaan Terdapat beberapa strategi yang perlu
seseorang terhadap preferensi disebabkan oleh diperhatikan pemerintah dalam menjaga
adanya latar belakang serta tujuan seseorang kebertahanan pasar tradisional : Pembangunan
dalam melakukan atau memutuskan fasilitas dan renovasi fisik pasar, peningkatan
seseuatu.(Adinugroho,2009:51). kompetensi pengelola pasar , melaksanakan
Lebih lanjut Adinugroho (2009) program pendampingan pasar, penataan dan
mengemukakan variabel eksistensi pasar pembinaan pasar yang dikemukakan dalam
tradisional terdiri dari beberapa kajian yang peraturan presiden No.112/2007 dan
dispesifikkan lagi menjadi beberapa variabel, optimalisasi pemanfaatan lahan pasar.
yang pertama dilihat dari karakteristik pasar Persaingan usaha antara pasar modern dan
tradisional dimana karakteristik pasar pasar tradisional memang penuh dinamika.
tradisional dilihat lagi dari beberapa kajian, oleh karena itu memerlukan upaya dalam
yaitu sarana prasarana pasar, karakteristik meningkatkan eksistensi pasar tradisional
konsumen (segmen pasar), komoditas dan antara lain : revitalisasi pasar tradisional,
aktivitas pasar. Variabel dari sarana prasarana pembatasan komoditas barang dari pasar
pasar terdiri dari kondisi fisik pasar dan modern untuk menjaga daya saing pasar
kelengkapan dan kualitas prasarana penunjang tradisional serta regulasi zoning dengan
pasar. Variabel dari karakteristik konsumen pertimbangan ekonomi. Dengan adanya upaya
(segmen pasar) terdiri dari tingkat pendidikan, yang baik serta komitmen yang jelas dari pihak
tingkat pendapatan, lokasi tempat tinggal, jenis pemegang kebijakan, pengelola pasar, pihak
barang kebutuhan, sarana transportasi, dan swasta dan pelaku usaha/pedagang maka
frekuensi aktivitas. Sedangkan variabel dari persaingan pasar modern dan pasar tradisional
tidak harus mematikan. Dengan alasan

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 256


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

ekonomi dan sosial yang unik dan beda pada diciptakan oleh birokrat atau pemerintah.
pasar tradisional.(Djau, 2009) Modal sosial di pasar tradisional tercipta oleh
Seiring dengan meningkatnya persaingan adanya tradisi dalam kehidupan berusaha di
di bisnis ritel, ada beberapa hal yang harus lingkungan pasar tradisional yang menjadi
menjadi landasan bagi pembuat kebijakan dasar acuan bertindak para pedagang dalam
untuk menjaga kelangsungan hidup pasar berjualan sehari-hari di pasar tradisional.
tradisional selain dari kebijakan pemerintah Namun pola, norma yang tumbuh di
yang bersifat regulasi, antara lain: pertama, lingkungan pasar tradisional salah satunya
memperbaiki sarana dan prasarana pasar adalah disebabkan oleh nilai keyakinan yang
tradisional. Masalah keterbatasan dana dianutnya. Sebagai makhluk sosial, seorang
seyogianya dapat diatasi dengan melakukan pedagang dan ataupun pembeli sebagai
kerja sama dengan pihak swasta. Konsep manusia adalah memerlukan orang lain, dan
bangunan pasar pun ketika renovasi harus untuk itu terdapat kecenderungan untuk dapat
diperhatikan sehingga permasalahan seperti bekerjasama dan saling berinteraksi termasuk
konsep bangunan yang tidak sesuai dengan dalam hal bertransaksi. Karenanya untuk ini
keinginan penjual dan pembeli dan kurangnya diperlukan nilai dan norma guna mengatur
sirkulasi udara tidak terulang kembali. Kedua, dalam berperilaku, sehingga mereka dapat
melakukan pembenahan total pada manajemen hidup bersama-sama dan saling
pasar. Sepatutnya, kepala pasar yang ditunjuk menguntungkan.
memiliki kemampuan dan kepandaian Dengan itu maka pemberdayaan peran
manajerial. Oleh sebab itu, sudah saatnya modal sosial di lingkungan pasar tradisional
pemda dan lembaga keuangan setempat dengan menkembangkan pula usaha yang
memerhatikan hal ini.(Smeru, 2007) memelihara nilai dan norma kejujuran, saling
Masih dalam Smeru (2007) mempercayai, kerjasama pedagang kepada
mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah konsumen maupun kepada diantara sesama
yang biasanya ditangani melalui konsep pedagang di pasar tradisional sehingga akan
pengaturan perlindungan ada dua tugas utama terbangun kinerja ekonomi yang unggul di
yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, lingkungan pasar tradisional. Sedemikian
memberikan perlindungan kepada pelaku usaha pentingnya kepercayaan, Glasser et. al (dalam
kecil/tradisional dari ancaman ketersingkiran Laksono S 2009:121) menyatakan bahwa
akibat ketidakmampuan bersaing, misalnya kepercayaan merupakan modal dasar dan dapat
melalui pengaturan zonasi, waktu buka, memperkuat kohesi modal sosial. Kepercayaan
kewajiban melakukan kemitraan, dan adalah sebagai modal dasar merupakan dasar
sebagainya. Hal inilah yang saat ini dicoba dari modal sosial itu sendiri. Dengan adanya
untuk diadopsi oleh pemerintah melalui kepercayaan, maka timbul harapan. Melalui
Rencana Peraturan Presiden tentang harapan yang didasari oleh kepercayaan dapat
Pembinaan Usaha Pasar Modern dan Usaha pula dibangun suatu kerjasama. Bermodalkan
Toko Modern. Kedua, melakukan kepercayaan juga memungkinkan terjadinya
pemberdayaan usaha kecil/tradisional untuk pertukaran. Sebagai benda maupun proses,
memperkuat daya saing mereka sehingga kepercayaan selalu terkait dengan norma dan
mereka mampu mengakomodasi tuntutan jaringan, karena ketiganya adalah inti daripada
masyarakat terhadap aspek-aspek yang lebih modal sosial.
berkaitan dengan psikologi konsumen, seperti Modal sosial adalah sebuah kapabilitas
kenyamanan, rasa aman, dan sebagainya. yang tumbuh bersumber dari kepercayaan
Berbagai bantuan pelatihan manajemen ritel umum dalam suatu lingkungan komunitas
dapat menjadi salah satu alternatif proses masyarakat. Menurut Torvsik (dalam Laksono
pemberdayaan tersebut serta perbaikan unsure S 2009: 123), bahwa dalam kepercayaan
fisik seperti pembangunan sarana prasarana memuat kecenderungan perilkau tertentu yang
pasar. dapat mengurangi resiko yang muncul dari
II.4 Modal Sosial sebagai Upaya perilaku itu. Fungsi semacam ini,
Eksistensi Pedagang Pasar menempatkan kepercayaan adalah sebagai
Fukuyama (dalam Leksono S 2009:121) “asset” sehingga pihak yang terkait tidak
mengemukakan bahwa norma merupakan bersifat opputunistik. Tolok ukur usaha dagang
bagian dari modal sosial yang timbul tidak yang baik dan benar, secara ekonomis adalah

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 257


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

menghasilkan keuntungan, menurut hukum merugikan mereka sendiri. Hubungan


adalah memenuhi sistem hukum dan norma pedagang pasar dengan pembeli membutuhkan
moral sekurang-kurangnya memenuhi tiga suatu hubungan yang khusus dan pedagang
tolok ukur (Bertens, 2000: 27-31) yakni: a) biasanya mempunyai pelanggan tetap atau
tidak bertentangan dengan hati nurani, yakni khusus. Pedagang tergantung pada para
sesuatu (nilai) yang terkait dengan keyakinan pembeli tersebut yang selalu membeli barang di
terdalam; b) untuk obyektivitasnya maka perlu stannya dan menghilangkan kekhawatiran akan
disertai norma lain, yaitu “memperlakukan barang dagangannya. Riuh rendahnya tawar-
orang lain, sebagaimana diri sendiri ingin menawar seakan menjadi „roh‟ dinamika pasar.
diperlakukan, dan sebaliknya”; c) guna Hal-hal seperti itulah yang sangat membedakan
efektivitasnya diperlukan pula „penilaian pasar tradisional dengan pusat perbelanjaan
umum‟ atau penilaian masyarakat yang seluas modern. Hubungan penjual dan pembeli di
dan seterbuka mungkin. Manusia tidak saja pusat perbelanjaan modern tidak bersifat
sekedar menjadi homo economicus, senyatanya impersonal yaitu interaksi sosial seakanakan
pedagang pasar tradisional menyikapi masih diabaikan disini. Pengunjung cenderung ingin
ada aspek lain yang tidak kalah pentingnya mendapatkan barang lalu pergi (Lilananda,
dalam menentukan corak perilaku dan tindakan dalam Yuniman & Wahjudy, 2006).
dalam berdagang. Terdapat nilai dan norma Pasar tradisional dapat dilihat pada
tertentu yang menentukan dan mendorong keunikan hubungan antara pelaku pasar, yang
kinerja dagangannya.(Laksono S : 2009). membedakannya dengan pasar modern. Hal
Bagi pihak yang bertransaksi di pasar yang menarik bila masuk di pasar tradisional
tradisional, proses tawar menawar adalah juga adalah cara tawar menawarnya. Di samping
sebuah modus awal menuju komunikasi yang kebisingannya yang khas, senyum dan
lebih interpersonal sebuah penjajagan, cemberut orang-orang yang akan masuk dan
membuka jaringan, membangun saling yang ada didalamnya. Riuh rendahnya tawar-
kepercayaan disamping untuk memperoleh menawar seakan menjadi 'roh' dinamika pasar.
kepastian harga. Diantara pihak-pihak yang Hal-hal seperti itulah yang sangat membedakan
bertransaksi, terdapat pengalaman bahwa pasar tradisional dengan pusat perbelanjaan
sesuatu pertukaran yang dilakukan adalah amat modern. Banyak orang-orang tidak menyadari
sangat besar kemungkinannya tidak dilakukan khasiat yang tersimpan dalam tawar menawar
sekali, artinya terdapat keberlanjutan, sehingga dalam bidang ekonomi. Tawar-menawar
ada harapan di masa-masa berikutnya dapat sebenarnya mampu memberikan dampak
berlangsung dengan tingkat kepuasan yang psikologis yang penting bagi masyarakat. Setiap
pernah didapatnya. Ketika jual beli itu orang yang berperan pada transaksi jual-beli
berlangsung berulang kali, maka proses akan melibatkan seluruh emosi dan
pertukaran yang berlangsung lebih manusiawi, perasaannya sehingga timbul interaksi sosial,
menjadikan pertukaran lebih bermakna karena tawa, cemberut, bahkan otot-ototan. Penjual
adanya humanisme. Hubungan ekonomi, yang dan pembeli saling mengukur kedalaman hati
merupakan hubungan langganan memiliki masing- masing lalu muncul pemenang dalam
muatan nilai-nilai dan norma-norma dalam penetapan harga. Tarik tambang psikologis itu
bertindak.(Laksono S, 2009). Selanjutnya biasanya di akhiri dengan perasaan puas pada
Lawang ( 2005;83) yang menyatakan tidak keduanya. Hal ini dapat menjalin hubungan
setiap norma itu merupakan modal sosial. sosial yang lebih dekat, para konsumen dapat
Hanya norma yang mampu membentuk menjadi para langganan tetap stan toko pada
kualitas dan kuantitas interaksi sosial saja yang pasar tradisional. (Djau, 2009)
disebut modal sosial. Hubungan ekonomis antar sesama
Gaya hidup pada pasar tradisional sangat pedagang pasar tradisional dengan saling
kental seperti gaya hidup sederhana dan suka meminjam uang atau memberikan hutang
dalam sosialisasi dengan masyarakat lain. barang dagangannya dengan pedagang pasar
Hubungan antara sesama pedagang pasar lain yang cukup mereka kenal, Pembayaran
tradisional mengutamakan rasa toleransi, dilakukan secepat mungkin dan tanpa bunga.
tolong menolong, bercakap-cakap, mengobrol Pada para pedagang yang tidak mereka kenal
untuk membina hubungan baik antara maka para pedagang tidak akan meminjam
pedagang, akan tetapi tidak mau kalau uang dan barang dagangannya. Para pedagang

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 258


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

pasar tradisional saling berebut dalam menarik Dalam kegiatan penelitian yang dilakukan,
para langganannya untuk mencari keuntungan terdapat 3 (tiga) tahap pengumpulan data yang
sebanyak mungkin akan tetapi para pedagang dibutuhkan, tahapan-tahapan tersebut meliputi
masih bersahabat antar pedagangnya tahap pra survei, tahap survei dan tahap pasca
(Lilananda dalam Yuniman & Wahjudy, 2006). survei. Sedangkan teknik pengumpulan data
Hubungan antara sesama pedagang pasar dilakukan dengan survey primer dan survey
tradisional mengutamakan rasa toleransi, sekunder. Survey primer dilakukan dengan
tolong menolong, bercakap-cakap, mengobrol observasi lapangan di Pasar Legi dan Pasar
untuk membina hubungan baik antara Mojosongo, wawancara instansi terkait, serta
pedagang, akan tetapi tidak mau kalau penyebaran kuesioner terhadap pedagang dan
merugikan mereka sendiri. Hubungan pengunjung pasar. Teknik pengumpulan data
pedagang pasar dengan pembeli membutuhkan sekunder diperoleh data-data terkait pasar
suatu hubungan yang khusus dan pedagang tradisional yang sudah diolah oleh pihak-
biasanya berusaha untuk mempunyai pelanggan pihak tertentu
tetap atau khusus. Pedagang tergantung pada III.3 Teknik Sampling
para pembeli tersebut yang selalu membeli Adanya keterbatasan peneliti, maka
barang distannya dan minghilangkan ke dilakukan teknik sampling. Kuesioner terhadap
khawatiran akan barang dagangannya pedagang pasar menggunakan teknik sampling
(Lilananda dalam Yuniman & Wahjudy, 2006). simple random sampling yaitu sampling yang
Secara sosial dapat disimpulkan pasar dalam penentuan sampelnya secara acak yang
tradisional punya keunikan tersendiri hal ini dilakukan kepada pedagang pasar tradisional
sesuai dengan karakter masyarakat indonesia yang menjadi obyek penelitian. Simple random
yang pada umumnya masih tertarik sampling termasuk dalam kelompok teknik
bersosialisasi. Pada umumnya pembeli sudah sampling Probability Sampling yang merupakan
punya langganan pedagang dan begitu teknik penarikan sampel yang memberi
sebaliknya. Jika pun barang yang dibeli tidak peluang /kesempatan yang sama bagi setiap
memuaskan, keluhan bisa langsung unsur atau anggota populasi untuk terpilih
disampaikan kepada si pedagang. tali menjadi sampel. Berdasarkan perhitungan
kekerabatan di pasar tradisional sangat erat dan slovin dengan tingkat kelonggaran
inilah salah satu kekuatan pasar ketidaktelitian sebesar 10% didapatkan jumlah
tradisional.(Djau,2009) responden di Pasar Legi sebanyak 94
responden dan responden di Pasar Mojosongo
III. METODE PENELITIAN sebanyak 54 responden. Sedangkan untuk
III.1 Pendekatan Penelitian kuesioner terhadap pengunjung pasar
Pendekatan dalam penelitian menggunakan Accidental sampling. Accidental
menggunakan pendekatan campuran antara sampling adalah metode pengambilan sampel
pendekatan kualitatif dan pendekatan dengan memilih siapa yang kebetulan
kuantitatif. Metode pendekatan yang ada/dijumpai. Teknik sampling ini memiliki
dugunakan adalah metode campuran atau mixed kelebihan mudah dan cepat digunakan. Namun
method yaitu metode yang menggabungkan juga memiliki kekurangan, salah satunya jumlah
antara metode kuantitatif dengan metode sampel mungkin tidak representatif karena
kualitatif dengan menggunakan metode tergantung hanya pada anggota sampel yang
kualitatif yang lebih dominan daripada metode ada pada saat itu.
kuantitatif. Melalui pengumpulan data kualitatif III.4 Metode Analisis
diolah menjadi kuantitatif, dari analisis Teknik analisis menggunakan teknik
kuantitatif kemudian dijelaskan atau analisis kualitatif deskriptif dan analisis
diinterpretasikan hasil temuan secara kualitatif kuantitatif deskriptif. Tujuannya untuk
(Cresswell dalam Adinugroho, 2009). menggunakan dan menghasilkan data kualitatif
III.2 Tahap dan Teknik Pengumpulan untuk membantu dalam interpretasi penemuan
Data dari data kualitatif. Teknik analisis dengan
Pengumpulan data merupakan langkah analisis deskriptif kualitatif yang lebih dominan
yang paling utama dalam penelitian karena daripada deskriptif kuantitatif. Melalui
tujuan utama dari penelitian adalah pengumplan data kualitatif diolah menjadi
mendapatkan data (Sugiyono, 2009 : 308). kuantitatif, dari analisis kuantitatif kemudian

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 259


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

dijelaskan atau diinterpretasikan hasil temuan - Variabel modal sosial pedagang terdiri dari
secara kualitatif. Terdapat dua alat analisis yang norma, kepercayaan, dan tawar menawar.
digunakan yaitu deskriptif kualitatif dan Berdasarkan variabel-variabel yang
deskriptif kuantitatif dengan terdapat tiga sudah ditentukan di awal tersebut, maka
tahapan analisis yaitu: analisis eksistensi pasar didapatkan temuan studi sebagai berikut:
tradisional, analisis kebijakan pemerintah a. Karakteristik Pasar Legi ditinjau dari sarana
terkait pasar tradisional, dan analisis modal prasarana menunjukkan bahwa mayoritas
sosial sebagai upaya pedagang pasar untuk pengunjung yaitu sebesar 60% menilai
mempertahankan eksistensi pasar tradisional. sarana prasarananya dalam keadaan buruk.
Sedangkan tahapan analisis dari penelitian ini Sedangkan sarana prasarana Pasar
terdiri dari tiga tahapan yaitu: analisis eksistensi Mojosongo mendapat respon positif karena
pasar tradisional, analisis kebijakan pemerintah sebanyak 63% dari total responden
terkait pasar tradisional, dan analisis modal pengunjung Pasar Mojosongo menyatakan
sosial sebagai upaya pedagang pasar untuk kondisinya yang masih bagus. Sementara
mempertahankan eksistensi pasar tradisional. karakteristik Pasar Legi ditinjau dari lokasi
Penelitian ini menguji variabel yang sudah tempat tinggal pengunjung menunjukkan
ditentukan diawal dan variabel-variabel bahwa sebagian pengunjung yaitu sebesar
tersebut sudah membatasi arah penelitiannya. 58% berasal dari luar Kota Surakarta
dimana sebagian besar pengunjung
IV. PEMBAHASAN DAN TEMUAN merupakan tengkulak atau pedagang kecil.
STUDI Hal tersebut diperkuat dengan data
IV.1 Analisis Eksistensi Pasar Legi dan kuesioner segmen Pasar Legi ditinjau dari
Pasar Mojosongo matapencaharian pengunjung yang sebagian
Pada analisis ini akan diperoleh output besar adalah tengkulak atau pedagang
tentang kondisi eksistensi Pasar Legi dan Pasar dengan prosentase 76% yang diikuti dengan
Mojosongo apakah dalam kondisi stagnasi, matapencaharian sebagai ibu rumah tangga
mengalami kemunduran, atau peningkatan. sebesar 16%. Untuk lebih jelasnya dapat
Analisis eksistensi pasar tradisional ditinjau dari dilihat pada grafik berikut:
tiga hal yakni: karakteristik pasar tradisional,
Segmen Pasar Legi Dilihat Dari
persepsi pedagang, dan persepsi pengunjung Mata Pencaharian Pengunjung
terhadap eksistensi pasar tradisional. Variabel
dari setiap komponen tersebut antara lain: PNS
5%
- Variabel karakteristik pasar terdiri dari 16% Ibu rumah
sarana dan prasarana pasar, segmen pasar 3% tangga
Swasta
yang terdiri dari beberapa sub variabel
antara lain: tingkat pendidikan, tingkat 76% Pedagang/teng
kulak
pendapatan, lokasi tempat tinggal, mata
pencaharian, jenis barang kebutuhan, dan
sarana transportasi, serta komoditas dan Sumber: Analisis Peneliti, 2013
Gambar 4.1
aktivitas pasar yang terdiri dari: ragam Grafik Segmen Pasar Legi Dilihat dari Mata
barang, kualitas barang, dan aktivitas pasar. Pencaharian Pengunjung
- Variabel persepsi pedagang pasar terhadap Sedangkan berbeda halnya dengan Pasar
eksistensi pasar tradisional terdiri dari: Legi yang sebagian besar pengunjungnya
perubahan pendapatan, jumlah pembeli, berasal dari luar Kota Surakarta dan
ragam barang, dan harga barang, mayoritas pengunjungnya adalah tengkulak
- Variabel persepsi pengunjung pasar atau pedagang, yang terjadi di Pasar
terhadap eksistensi pasar tradisional terdiri Mojosongo sebagian besar pengunjung
dari: faktor kenyamanan, faktor keamanan, Pasar Mojosongo berasal dari daerah sekitar
harga barang, ragam barang, kemudahan pasar yaitu sebanyak 81%. Mayoritas
pencapaian, kualitas barang, dan pelayanan pengunjung pasar bermatapencaharian
pasar. sebagai ibu rumah tangga yaitu sebesar
- Variabel kebijakan pemerintah terkai pasar 56%, diikuti dengan pengunjung yang
tradisional terdiri dari regulasi perda dan bermatapencaharian pedagang sebanyak
pembangunan sarana dan prasarana pasar. 30% dan sisanya masing-masing yaitu 7%

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 260


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

bermatapencaharian sebagai PNS dan Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa
swasta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari total 94 responden yang berdagang di
pada grafik dibawah ini: Pasar Legi, 53 responden atau 56%
Segmen Pasar Mojosongo Dilihat diantaranya menyatakan bahwa terjadi
Dari Mata Pencaharian Pengunjung perubahan pendapatan setelah maraknya
Ibu rumah
pasar modern yaitu menurun kurang dari
7% 7%
tangga 50%, 33 responden yang lain atau 35%
Pedagang
berpendapat bahwa pendapatan mereka
56%
PNS stabil, dan sisanya yaitu sebesar 8 responden
30% atau 8% menyatakan bahwa terjadi
Swasta
perubahan pendapatan setelah maraknya
Sumber: Analisis Peneliti, 2013 pasar modern yaitu menurun hingga lebih
Gambar 4.2
Grafik Segmen Pasar Mojosongo Dilihat dari dari 50%. Hal tersebut juga dipengaruhi
Mata Pencaharian Pengunjung karena semakin berkurangnya jumlah
Sementara itu sebagian besar dari pembeli sehingga berdampak pada
pengunjung Pasar Legi dan Pasar menurunnya omset penjualan dan
Mojosongo memiliki frekuensi aktivitas pendapatan pedagang. Pedagang Pasar Legi
berkunjung setiap hari dan menggunakan juga mengaku bahwa jumlah pembelinya
kendaraan pribadi untuk mencapainya.
juga berkurang <50% yaitu sebanyak 58
Karaktersitik pasar dilihat dari komoditas
barang dan aktifitasnya, sebagian besar responden atau 62% dari total 94
pengunjung berpendapat bahwa ragam responden pedagang Pasar Legi. Sedangkan
barang di kedua pasar tersebut lebih untuk pedagang Pasar Mojosongo lebih
lengkap dibandingkan pasar modern dan memiliki respon yang positif. Berbeda
kualitas barangnya sama bagusnya dengan dengan Pasar Legi yang sebagian besar
kualitas barang di pasar modern. Sedangkan pedagangnya mengalami penurunan
aktifitas pasar di kedua pasar tersebut dalam
pendapatan dan jumlah pembeli, sebagian
keadaan stabil meskipun beberapa
pengunjung Pasar Legi menyatakan bahwa besar pedagang di Pasar Mojosongo
aktifitas Pasar Legi sudah tidak seramai mengaku bahwa pendapatan dan jumlah
puluhan tahun yang lalu. pembeli mereka dalam keadaan stabil.
b. Persepsi pedagang Pasar Legi lebih Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
memiliki respon yang negatif diihat dari grafik berikut:
beberapa variabel. Sebagian besar pedagang
di Pasar Legi mengeluh karena
pendapatannya yang semakin berkurang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
grafik berikut:

Perubahan Pendapatan Pedagang


Perubahan Pendapatan Pedagang Berdasarkan Persepsi Pedagang
Berdasarkan Persepsi Pedagang PasarMojosongo
Pasar Legi
4% Stabil
9%
Menurun, < 39%
50% 57% Menurun, <50
35% %
56% Stabil
Menurun, >50
%
Menurun >
50%
Sumber: Analisis Peneliti, 2013
Sumber: Analisis Peneliti, 2013 Gambar 4.4
Gambar 4.3 Grafik Perubahan Pendapatan Berdasarkan
Grafik Perubahan Pendapatan Pedagang Persepsi Pedagang di Pasar Mojosongo
Berdasarkan Persepsi Pedagang di Pasar Legi

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 261


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

Dari data tersebut diketahui


data mendapatkan respon positif dari
kuesioner yang didapatkan dari total 54 pengunjung Pasar Legi dan Pasar
responden yang berdagang di Pasar Mojosongo.
Mojosongo, 31 responden atau 57% d. Dari keseluruhan uraian variabel-variabel
diantaranya menyatakan bahwa pendapatan penentu eksistensi pasar tradisional yang
mereka tetap stabil ditengah maraknya pasar telah dijelaskan pada analisis ini didapatkan
modern, 21 responden atau 39% lainnya kesimpulan bahwa Pasar Legi dan Pasar
menyatakan pendapatan mereka menurun Mojosongo sama-sama tetap eksis, hal
kurang dari 50%, dan sisanya sebanyak 2 tersebut dikarenakan kedua pasar
responden atau 4% mengaku tradisional sampai saat ini masih bertahan
penadapatannya menurun hingga lebih dari secara fisik dan memiliki keberlanjutan
50%. Sementara untuk ragam barang dan aktivitas sebagai tempat transaksi jual beli
harga barang, hampir semua pedagang di dan bertemunya pedagang dan penjual.
kedua pasar tradisional tersebut menyatakan Perbedaannya adalah arah eksistensi dari
bahwa bahwa ragam dan harga barang yang kedua pasar tersebut. Pasar Mojosongo
mereka perdagangkan lebih lengkap dan memiliki arah eksistensi yang stagnasi,
lebih murah dibandingkan barang di pasar artinya kondisi eksistensi pasar dalam
modern. keadaan stabil, tidak maju, dan tidak lambat.
c. Persepsi pengunjung Pasar Legi Sedangkan Pasar Legi mengarah pada
menunjukkan respon negatif terhadap eksistensi yang cenderung menurun.
faktor bau dan sampah yang mengganggu IV.2 Analisis Kebijakan Pemerintah
kenyamanan pengunjung. Sebagian besar Terkait Pasar Tradisional
pengunjung Pasar Legi yaitu sebanyak 24 A. Regulasi Pemerintah Terkait Pasar
responden atau 63% menyatakan bahwa Tradisional
faktor bau mengganggu kenyamanan Untuk menjaga eksistensi pasar
pengunjung pada saat berbelanja di Pasar tradisional Kota Surakarta, pemerintah
Legi, sedangkan 9 responden lainnya atau setempat memiliki kebijakan berupa regulasi
24% berpendapat bahwa faktor bau cukup pemerintah terkait pasar tradisional. Regulasi
mengganggu pengunjung dalam beraktivitas untuk menjaga eksistensi pasar tradisional
di Pasar Legi, dan sisanya sebanyak 5 terdiri dari peraturan daerah Kota Surakarta
responden atau 13% menyatakan bahwa nomor satu tahun 2010 tentang pengelolaan
faktor bau tidak mengganggu pengunjung dan perlindungan pasar tradisional dan
dalam beraktivitas di Pasar Legi. Begitu juga peraturan daerah Kota Surakarta nomor lima
halnya dengan masalah persampahan. tahun 2011 tentang penataan dan pembinaan
Berdasarkan data kuesioner yang pusat perbelanjaan dan toko modern.
didapatkan dari total 38 responden Kedua regulasi tersebut merupakan
pengunjung Pasar Legi, 26 responden atau kebijakan yang dimiliki Kota Surakarta dalam
68% diantaranya menyatakan bahwa upaya menyelamatkan pasar tradisional. Dua
timbulan sampah mengganggu dalam hal utama yang diatur dalam perda nomor satu
beraktivitas di Pasar Legi. Sedangkan 11 tahun 2010 adalah pengelolaan dan
responden lainnya atau 29% menyatakan perlindungan pasar tradisional. Pengelolaan
bahwa timbulan cukup mengganggu pasar adalah upaya terpadu yang dilakukan
pengunjung dalam beraktivitas di pasar, dan untuk menata dan membina keberadaan pasar
sisanya sebanyak 1 responden atau 3% yang meliputi kebijakan perencanaan,
menyatakan bahwa timbulan sampah tidak perizinan, penataan, pemanfaatan,
mengganggu mereka dalam beraktivitas di pengembangan, pengendalian, pemeliharaan,
pasar. Sementara pengunjung Pasar pengawasan, pembinaan dan evaluasi serta
Mojosongo sebagian besar memberiakan penegakan hukum. Sedangkan perlindungan
respon positif terhadap kenyamanan pasar pasar adalah upaya terpadu guna membangun
terutama ditinjau dari faktor bau dan daya tahan pasar yang berkelanjutan dan
timbulan sampah. Sedangkan untuk variabel mampu memberdayakan pasar sebagai ruang
yang lain antara lain: harga barang, kualitas kegiatan ekonomi dalam mencapai
barang, ragam barang, kemudahan kesejahteraan usaha masyarakat pasar.
pencapaian, dan pelayanan pasar sama-sama Pengelolaan dan perlindungan pasar

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 262


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, adil sekitar dalam rangka pengembangan UMKM,
dan merata serta memberdayakan Koperasi dan Pasar Tradisional di wilayah yang
perekonomian masyarakat yang berkelanjutan. bersangkutan”.
Pada perda nomor satu tahun 2010 Selain itu peraturan daerah Kota
tentang pengelolaan dan perlindungan pasar Surakarta nomor nomor lima tahun 2011
tradisional, dijelaskan mengenai pengelolaan tentang penataan dan pembinaan pusat
pasar tradisional yang meliputi pengelolaan perbelanjaan dan toko modern, secara lanjut
pasar meliputi fisik dan non fisik. Pengelolaan juga dijelaskan bahwa penyelenggaraan
pasar dari segi fisik meliputi: perencanaan pendirian pasar modern jarak pusat
operasional dan pelaksanaan pengelolaan pasar, perbelanjaan dan toko modern dengan pasar
penguasaan dan penggunaan lahan pada lokasi tradisional paling dekat 500 (lima ratus) meter.
yang telah ditentukan oleh Walikota, serta Dikecualikan pasar tradisional yang terintegrasi
pengadaan, pemanfaatan, pemasaran, dengan pusat perbelanjaan dan toko modern
pemeliharaan serta pengembangan lahan dan selain minimarket. Selain itu juga diharuskan
bangunan sesuai dengan peraturan perundang- jenis barang dagangan pusat perbelanjaan dan
undangan. Sedangkan pengelolaan pasar dari toko modern harus berbeda dengan jenis
segi non fisik meliputi penciptaan situasi dan barang dagangan pasar tradisional serta
kondisi yang memungkinkan terjadinya mengatur mengenai ketentuan lokasi pasar
kegiatan jual beli barang dan/atau jasa secara modern dengan pasar tradisional, juga
wajar, tertib, aman, dan nyaman serta dibutuhkan aturan mengenai jam operasional
berkelanjutan. dari kedua jenis pasar tersebut. Salah satu
Sedangkan untuk peraturan daerah Kota upaya untuk melindungi dan menyelamatkan
Surakarta nomor lima tahun 2011 tentang pasar tradisional adalah dengan mengatur jam
penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan operasional pasar modern dengan jam buka
dan toko modern dilatarbelakangi beberapa hal yang lebih siang dibandingkan pasar
adalah karena keberadaan pasar modern pada tradisional, sehingga pasar tradisional dapat
dasarnya merupakan perwujudan hak memulai jam buka untuk mengawali kegiatan
masyarakat dalam berusaha di sektor jual beli dengan waktu yang lebih pagi
perdagangan yang perlu diberi kesempatan dibandingan jam buka pada pasar modern.
untuk mengembangkan usahanya guna B. Pembangunan Sarana dan Prasarana
meningkatkan perekonomian daerah, namun Pasar Tradisional
semakin lama keberadaan pasar modern Secara umum kebijakan pemerintah
semakin mengancam eksistensi pasar Kota Surakarta berupa pembangunan sarana
tradisional di Kota Surakarta. Selain itu juga prasarana pasar tradisional dapat dalam bentuk
dikarenakan adanya peaturan perundangan merevitalisasi pasar tradisional dengan target
diatasnya yaitu Peraturan Presiden Nomor 112 minimal terdapat dua pasar tradisional yang
Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan direvitalisasi dalam kurun waktu satu tahun.
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Sedangkan untuk sarana dan prasarana pasar
Toko Modern sehingga untuk selanjutnya perlu yang belum terdapat di Legi dan Pasar
pengaturan lebih lanjut di tingkat daerah. Mojosongo akan segera diupayakan untuk
Untuk kedepannya dengan munculnya dibangun dan bagi sarana prasarana pasar yang
perda Kota Surakarta nomor lima tahun 2011 kondisinya sudah tidak layak pakai maka akan
tentang penataan dan pembinaan pusat segera diperbaiki.
perbelanjaan dan toko modern, diharapkan Pasar Legi sudah ada sejak masa
terjadi penertiban lokasi berdirinya pasar pemerintahan Mangkunegoro I (Pangeran
modern. Sesuai dengan peraturan yang tertera Samber Nyawa) dan selama itu pula Pasar Legi
dipasal tujuh perda tersebut, yang berbunyi: belum direnovasi total oleh pemeritah
“Lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan setempat. Perbaikan terhadap sarana dan
Toko Modern wajib mengacu pada Kajian prasarana Pasar Legi terakhir dilakukan pada
Lingkungan Hidup Strategis, Rencana Tata tahun 2008 namun hanya pada beberapa
Ruang Wilayah Kota, dan Rencana Detail Tata bagian pasar yaitu blok ikan asin dan kelapa.
Ruang Kota, termasuk pengaturan zonasinya Kelengkapan sarana dan prasarana Pasar Legi
serta memperhatikan kebutuhan, tingkat memiliki sarana dan prasarana yang lengkap.
perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat Komponen utama sarana dan prasarana pasar

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 263


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

sudah tersedia meskipun secara umum sarana tradisional yang menggantungkan hidupnya di
dan prasarana yang dalam kondisi sudah rusak pasar tradisional.
dan tidak layak pakai. Sedangkan untuk IV.3 Analisis Modal Sosial sebagai Upaya
komponen pendukung sarana dan prasarana Pedagang Untuk Mempertahankan
Pasar Legi yang terdiri dari jaringan Eksistensi Pasar Tradisional
telekomunikasi, space iklan, gudang, pos Memang harus diakui bahwa sebagian
pelayanan tera ulang alat Ukuran Takaran masyarakat yang menjadi pembeli di pasar
Timbangan dan Perlengkapan (UTTP), jalan tradisional memiliki hubungan emosional yang
dan/atau pintu darurat, alat transportasi begitu kuat dengan pedagang pasar tradisional.
(tangga), juga sudah tersedia. Namun untuk Artinya bagaimanapun masyarakat masih
beberapa komponen pendukung yang lain membutuhkan keberadaan pasar tradisional
seperti pos pelayanan terpadu dan pos karena barang yang dperjualbelikan cukup
pelayanan jasa fungsi dan perannya menjajdi bersahabat bagi kantong masyarakat
satu dengan sarana keamanan dan pengamanan kebanyakan. Modal sosial merupakan salah satu
pasar yaitu di pos satpam. Komponen upaya yang dilakukan pedagang pasar untuk
pendukung lain seperti ruang terbuka hijau di mempertahankan eksistensinya. Modal sosial di
area pasar juga belum terdapat di Pasar Legi. pasar tradisional tercipta oleh adanya tradisi
Sedangkan untuk kelengkapan dan dalam kehidupan berusaha di lingkungan pasar
kondisi sarana dan prasarana Pasar Mojosongo tradisional yang menjadi dasar acuan bertindak
masih terdapat kekurangan sarana dan para pedagang dalam berjualan sehari-hari di
prasarana pasar pada komponen utama yaitu: pasar tradisional. Berdasarkan analisis modal
sarana keamanan dan pengamanan atau pos sosial diketahui bahwa pedagang maupun
satpam, sarana bongkar muat barang, dan pengunjung di Pasar Legi dan Pasar
sarana untuk orang yang mengalami Mojosongo sama-sama memiliki modal sosial
keterbatasan fisik. Namun meskipun terdapat yang baik. Ditunjukkan dari hasil kuesioner
beberapa yang belum tersedia, hal tersebut pedagang dan pengunjung di kedua pasar
tidak mengganggu kenyamanan pedagang tradisional tersebut yang menyatakan bahwa
maupun pengunjung pasar. Secara umum hampir semua dari mereka masih menjaga
kondisi sarana dan prasarana komponen utama modal sosial yang terdiri dari norma,
Pasar Mojosongo dalam keadaan baik, hal kepercayaan, dan tawar menawar. Untuk lebih
tersebut dikarenakan Pasar Mojosongo baru jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut:
direnovasi dan mengalami perbaikan fisik pada A. Norma
tahun 2007 yang lalu. Hasil kuesioner pedagang di Pasar Legi
Menurut Pompi Wahyudi (2013) selaku menunjukkan bahwa pedagang pasar
kepala bidang kebersihan dan pemeliharaan memiliki hubungan norma yang baik dengan
sarana prasarana, Dinas Pengelolaan Pasar pelanggannya yaitu sebanyak 78 responden
Kota Surakarta menyatakan bahwa sarana dan atau 83% dari total 94 responden, sedangkan
prasarana pasar yang belum terdapat di pasar sisanya yaitu sebanyak 16 responden atau
tradisional terkait, akan segera diupayakan 17% memilih memiliki hubungan norma
untuk dibangun dan bagi sarana prasarana yang cukup baik. Untuk lebih jelas mengenai
pasar yang kondisinya sudah tidak layak pakai norma pedagang terhadap pembeli di Pasar
maka akan segera diperbaiki. Hal tersebut Legi adalah sebagai berikut:
tentunya menjadi angin segar bagi para
Norma Pedagang Pasar Terhadap
pedagang pasar untuk mendapatkan sarana dan Pembeli di Pasar Legi
prasarana yang baik sehingga pengunjung pasar
akan merasa nyaman dalam beraktivitas di 17%
pasar tradisional yang pada ujungnya
diharapkan pengunjung pasar tetap bertahan Baik
memilih pasar tradisional sebagai tempat 83%
Cukup
berbelanja memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari tanpa tergoda untuk beralih ke pasar
moder. Dengan demikian eksistensi pasar
tradisional bisa terjaga dan dapat terus Sumber: Analisis Peneliti, 2013
Gambar 4.5
menopang kehidupan ribuan pedagang pasar Grafik Norma Pedagang Pasar terhadap Pembeli

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 264


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

di Pasar Legi terhadap Pembeli di Pasar Legi


Sedangkan hasil kuesioner di Pasar Mojosongo
Sedangkan hasil kuesioner pedagang pasar di
menujukkan bahwa sebagian besar pedagang
Pasar Mojosongo menunjukkan bahwa
pasar memiliki kepercayaan yang baik dengan
pedagang pasar memiliki hubungan norma
pelanggannya yaitu sebanyak 43 responden
yang baik dengan pelanggannya yaitu sebanyak
atau 80% dari total 54 responden, sedangkan
47 responden atau 87% dari total 54
sisanya yaitu sebanyak 11 respondenatau 20%
responden, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 7
memilih memiliki kepercayaan yang cukup baik
responden atau 14% memilih memiliki
atau biasa saja terhadap pembelinya. Untuk
hubungan norma yang cukup baik. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:
Hubungan Kepercayaan Pedagang
Norma Pedagang Pasar Terhadap Pasar Terhadap Pembeli di Pasar
Pembeli di Pasar Mojosongo Mojosongo

13%
20%

Baik Mempengaruhi
80%
87% Cukup Biasa saja

Sumber: Analisis Peneliti, 2013


Sumber: Analisis Peneliti, 2013 Gambar 4.8
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Kepercayaan Pedagang Pasar
Grafik Norma Pedagang Pasar terhadap Pembeli di terhadap Pembeli di Pasar Mojosongo
Pasar Mojosongo
Pedagang Pasar Legi dan Pasar
Grafik diatas menunjukkan bahwa sebagian Mojosongo berdasarkan kuesioner didapatkan
besar pedagang Pasar Mojosongo memiliki hasil bahwa hampir semua dari mereka
norma yang baik terhadap pembelinya. memiliki hubungan kepercayaan yang baik.
Pedagang dituntut memiliki norma yang baik Tentu tidak hanya pedagang yang dituntut
untuk mengatur perilaku pedagang dalam memiliki rasa kepercayaan terhadap
melakukan transaksi jual beli. pembelinya, namun untuk bisa mendatangkan
B. Kepercayaan keuntungan dari kedua belah pihak maka
Kepercayaan juga termasuk modal sosial pembeli juga dituntut untuk memiliki
pedagang sebagai upaya untuk kepercayaan dengan pedagang. Dengan
mempertahankan dan meningkatkan demikian maka akan tercipta rasa saling
eksistensinya. Hasil kuesioner pedagang di mempercayai antara kedua belah pihak.
Pasar Legi menunjukkan bahwa pedagang Diharapkan dari modal sosial kepercayaan
pasar memiliki kepercayaan yang baik dengan tersebut dapat mendatangkan keuntungan bagi
pelanggannya yaitu sebanyak 72 responden kedua belah pihak dan diharapkan para
atau 77% dari total 94 responden, sedangkan pembeli tersebut dapat terus bertahan memilih
sisanya yaitu sebanyak 22 responden atau 23% tempat berbelanja di pasar tradisional untuk
memilih memiliki kepercayaan yang cukup baik menjaga dan mempertahankan eksistensi pasar
atau biasa saja. Berikut adalah grafiknya: tradisional.
C. Tawar Menawar
Hubungan Kepercayaan Pedagang
Pasar Terhadap Pembeli di Pasar
Berawal dari sebuah norma yang baik dari
Legi pedagang terhadap pembelinya, dari sebuah
norma yang baik akan mendatangkan
kepercayaan antara dua belah pihak, apabila
23%
Baik
kepercayaan tersebut bisa saling dijaga maka
77% akan mendatangkan suatu jaringan. Jaringan
Cukup yang terjadi dalam transaksi pasar tradisional
tidak bisa terlepas dari hal tawar menawar
antara pedagang dan pembeli. Dari proses
Sumber: Analisis Peneliti, 2013 tawar menawar akan membuka komunikasi
Gambar 4.7
Grafik Hubungan Kepercayaan Pedagang Pasar yang lebih intens antara kedua belah pihak

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 265


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

untuk memulai transaksi jual beli. Salah satu Mojosongo dapat dilihat pada grafik berikut
unggulan pasar tradisional adalah tidak adanya ini:
kepastian harga. Harga barang didapatkan dari
Pengaruh Tawar Menawar Dalam
kesepakatan bersama setelah melaui proses Transaksi Jual Beli
tawar menawar. Berdasarkan data kuesioner di di Pasar Mojosongo
Pasar Legi sebanyak 83 responden atau 88%
dari total 94 menyatakan bahwa proses tawar 13%
menawar mempengaruhi dalam transaksi jual
Mempengaruhi
beli, sedangkan hasil kuesioner yang 87%
Biasa saja
menunjukkan bahwa proses tawar menawar
memiliki pengaruh yang biasa saja dalam
transaksi jual beli antara pedagang dan pembeli,
yaitu sebanyak 11 responden dari total 94 Sumber: Analisis Peneliti, 2013
responden atau sebesar 12%. Untuk lebih Gambar 4.10
Grafik Pengaruh Proses Tawar Menawar Dalam
jelas dapat dilihat pada grafik berikut: Transaksi Jual Beli di Pasar Mojosongo
Pengaruh Tawar Menawar Dalam
Grafik tersebut menunjukkan bahwa
Transaksi Jual Beli di Pasar Legi proses tawar menawar memiliki pengaruh yang
penting dalam transaksi jual beli antara
12% pedagang dan pembeli di Pasar Mojosongo,
yaitu sebanyak 47 responden dari total 54
Mempengaruhi responden atau sebesar 87%. Sementara hasil
88%
Biasa saja kuesioner yang menunjukkan bahwa proses
tawar menawar memiliki pengaruh yang biasa
saja dalam transaksi jual beli antara pedagang
Sumber: Analisis Peneliti, 2013
dan pembeli, yaitu sebanyak 7 responden dari
Gambar 4.9 total 54 responden atau sebesar 13%. Dari
Grafik Pengaruh Proses Tawar Menawar Dalam adanya proses tawar, maka pelanggan
Transaksi Jual Beli di Pasar Legi memperoleh harga yang diinginkan
Grafik tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan kesepakatan pedagang dan
pedagang Pasar Legi menilai bahwa proses pembeli, dan dengan kepuasan yang didapatkan
tawar menawar menjadi hal sangat penting bagi pelanggan tersebut maka akan terbentuk suatu
mereka. Selain karena komoditas barangnya jaringan yang loyal untuk tetap bertahan
yang lengkap dan didukung pula dengan berbelanja di pasar tradisional,
adanya proses tawar menawar sehingga Keberadaan modal sosial begitu penting
menjadikan harga barang di Pasar Legi semakin untuk mempertahankan eksistensi pasar
lebih murah dibandingkan pasar yang lain. Hal tradisional. Bahkan dapat dikatakan bahwa
tersebut menjadi salah satu daya tarik Pasar modal sosial merupakan variabel kunci dalam
Legi sehingga pengunjungnya tetap bertahan eksistensi pasar tradisional mengalahkan
berbelanja di pasar tersebut dan enggan untuk variabel-variabel yang lainnya. Misalnya saja
beralih ke pasar modern sehingga dapat suatu pasar tradisional dengan kondisi sarana
mendorong eksistensi Pasar Legi. Begitu juga dan prasarana yang buruk, namun didalamnya
yang terjadi di Pasar Mojosongo yang masih terdapat modal sosial yang kuat dari
berdasarkan hasil kuesioner pedagang pedagang terhadap pengunjung dan sebaliknya,
menyatakan bahwa sebagian besar dari mereka maka dapat dikatakan pasar tersebut memiliki
menyatakan bahwa proses tawar menawar modal untuk tetap eksis yaitu dengan modal
berpengaruh dalam transaksi jual beli, karena sosial yang terdiri dari norma, kepercayaan, dan
tawar menawar merupakan modus awal untuk tawar menawar. Akan berbeda hal nya apabila
membuka komunikasi dan melakukan suatu pasar tradisional meskipun memiliki
penjajagan kepada calon pembeli. Selain itu sarana dan prasarana pasar yang lengkap dan
tawar menawar juga berperan untuk membuka bagus kondisinya, namun didalamnya sudah
jaringan dan membangun saling kepercayaan tidak terdapat modal sosial maka dapat
disamping untuk memperoleh kepastian harga. dikatakan pasar tersebut memiliki
Untuk lebih jelas mengenai pengaruh tawar kecenderungan untuk mengalami penurunan
menawar dalam transaksi jual beli di Pasar eksistensi dikarenakan dengan hilangnya modal

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 266


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

sosial maka menyebabkan pengunjung menjadi tradisional dalam bentuk regulasi maupun
enggan berbelanja di pasar tradisional tersebut pembangunan sarana dan prasarana pasar.
karena tidak bisa menawar, kurangnya rasa c. Upaya dari pihak pedagang dengan
saling percaya antara pihak pedagang dan mempertahankan modal sosial yang terdiri
pembeli, serta lemahnya norma yang dijaga dari norma, kepercayaan, dan tawar
antara kedua belah pihak. menawar yang dapat memperkuat jaringan
Hal tersebut menunjukkan betapa loyal dari pengunjung pasar untuk tetap
besarnya peran modal sosial sebagai faktor bertahan berbelanja di pasar tradisional
kunci dalam mengukur eksistensi pasar sehingga dapat menjaga eksistensi pedagang
tradisional. Dari norma yang baik yang dan eksistensi pasar tradisional.
dilakukan pedagang untuk mengatur perilaku d. Dari banyak variabel penentu eksistensi
dalam melakukan transaksi jual beli, maka akan pasar tradisional, dapat disimpulkan bahwa
membentuk kepercayaan antara pihak variabel kunci sebagai penentu eksistensi
pedagang dengan pembeli dengan sendirinya. pasar tradisional terletak pada modal sosial
Kepercayaan ditempatkan sebagai “asset” karena perannya yang begitu besar dan
sehingga pihak yang terkait tidak bersifat mengalahkan variabel yang lainnya dalam
opputunistik. Jaringan yang terjadi dalam menentukan eksistensi pasar tradisional.
transaksi pasar tradisional terbentuk dari proses V.2 REKOMENDASI
tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan
Dari adanya proses tawar menawar, maka diatas, maka terdapat beberapa hal yang dapat
pelanggan memperoleh harga yang diinginkan direkomendasikan antara lain sebagai berikut:
berdasarkan kesepakatan pedagang dan 1. Kebijakan terkait regulasi pasar tradisional
pembeli, dan dengan kepuasan barang dan memang sudah ada, namun regulasi
harga yang didapatkan pelanggan tersebut tersebut juga harus diimplementasikan di
maka akan terbentuk suatu jaringan yang loyal lapangan. Sehingga dalam hal ini
untuk tetap bertahan berbelanja di pasar dibutuhkan sosialisasi terhadap pihak-pihak
tradisional. Hal tersebut terbukti dengan data terkait untuk dapat menjalankan aturan
kuesioner terhadap pedagang dan pengunjung sesuai peraturan perundangan yang telah
Pasar Legi dan Pasar Mojosongo sama-sama ditetapkan untuk mewujudkan kepentingan
menunjukkan respon positif terhadap modal bersama yakni mempertahankan eksistensi
sosial yang terjadi di pasar tardisional sebagai pasar tradisional di Kota Surakarta secara
salah satu penguat eksistensi pasar tradisional. umum serta Pasar Legi dan Pasar
Mojosongo secara khususnya.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 2. Menyediakan dan memperbaiki sarana dan
V.1 KESIMPULAN prasarana pasar baik yang terdapat di Pasar
Terdapat beberapa hal yang dapat Legi maupun di Pasar Mojosongo agar
disimpulkan mengenai penelitian ini, antara lain pengunjung merasa nyaman berbelanja dan
sebagai berikut: enggan beralih ke pasar lain yang sarana
a. Pasar Legi dan Pasar Mojosongo sama- prasarana pasarnya lebih baik dari yang
sama tetap eksis, namun terdapat arah terdapat di kedua pasar tradisional tersebut.
perbedaan dari eksistensi kedua pasar 3. Kebijakan pengembangan ekonomi
tradisional tersebut. Pasar Mojosongo sebaiknya jangan hanya berorientasi pada
memiliki arah eksistensi yang stagnasi, peningkatan PAD maupun keuntungan
artinya kondisi eksistensi pasar dalam golongan tertentu, dalam hal ini para pelaku
keadaan stabil, tidak maju, dan tidak lambat. ekonomi baru dengan modal dan
Sedangkan Pasar Legi mengarah pada penawaran yang lebih menguntungkan
eksistensi yang cenderung menurun. untuk peningkatan PAD tetapi juga
b. Untuk menjaga eksistensi pasar kedua pasar mempertimbangkan pelaku ekonomi lama
tradisional tersebut terdapat upaya dari dalam hal ini para pedagang tradisional
pemerintah maupun dari pedagang pasar dengan segala keterbatasannya.
sendiri. Upaya yang dilakukan dari 4. Pemberian kredit kepada pedagang pasar
pemerintah setempat adalah mengeluarkan baik dari lembaga keuangan atau perbankan
kebijakan untuk melindungi pasar agar pedagang memiliki modal yang cukup

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 267


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

untuk mempelancar usahanya dalam Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan
berdagang di pasar tradisional. Publik. Yogyakarta. Gadjah Mada
5. Peningkatan peran dan fungsi paguyuban University Press.
dalam mengayomi para pedagang
Fukuyama, Francis. 1996. Trust: The Sosial Virtues
tradisional misalnya dengan meningkatkan
and the Creation of Prosperity. London:
skala usaha dan kualitas barang, selain itu Penguin Books.
pedagang pasar juga dituntut untuk
memahami permintaan pasar baik dari sisi Hasinta, Faricha. 2012. Eksistensi manusia.
ragam barang, kualitas barang, dan harga http://edukasi.kompasiana.com/2012/03
barang yang terjangkau sehingga pedagang /22/eksistensi-manusia-444068.html.
tidak hanya mengejar keuntungan semata Diakses pada 17 Januari 2013.
tetapi juga mengejar kepuasan pelanggan.
http://kamusbahasaindonesia.org/eksistensi/

http://www.pu.go.id/
DAFTAR PUSTAKA
Laksono S, 2009. Runtuhnya Modal Sosial, Pasar
Abidin, Zaenal. 2012. Definisi Eksistensi. Tradisional. Penerbit Citra Malang
http://Zaenalabidin.wordpress.com/2012
/10/03/definisi-eksistensi/. Diakses pada Lampiran no 22 keputusan menteri Negara
17 Januari 2013. pekerjaan umum nomor :
378/KPTS/1987/ tentang fasilitas
Adinugroho, Dwi. 2009. “Eksistensi Pasar penunjang aktivitas sarana niaga dan
Tradisional Peterongan Berdasarkan industri.
Persepsidan Preferansi Konsumen dan
Pedagang”. Tesis Jurusan Teknik Lawang, Robert, 2005. “Kapital Sosial dalam
Pembangunan Wilayah dan Kota Perspektif Sosiologik”. FISIP UI Press.
Universitas Diponegoro. Universitas Indonesia

Ahmad, Elqorni. 2012. Teknik Pengambilan Sampel. Malano, Herman. 2011. Selamatkan Pasar Trdisional.
http://elqorni.wordpress.com/2012/10/0 Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
3/teknik-pengambilan-sampel/. Diakses
pada 18 Januari 2013. Manek, M Victor. 2006. “Kajian Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Tidak Optimalnya
Bambang Djau, ST, 2009. “Seminar Nasional Fungsi Pasar Tradisional Lolowa Dan
Menuju Penataan Ruang Perkotaan Yang Pasar Tradisional Fatubenao Kecamatan
Berkelanjutan,Berdayasaing, dan Kota Atambua - Kabupaten Belu”. Tesis
Berotonomi”. Jurusan Teknik Pembangunan Wilayah
Seminar Nasional Perencanaan Wilayah da Dan Kota Universitas Diponegoro.
n Kota ITS, ISBN No. 978-979-98808-2-
6 Pasar Tradisional di Era Persaingan Global Traditional
Markets In The Era of Global Competition.
Bungin, Burhan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif 2007. Smeru. No. 22: Apr-Jun/2007.
Komunikasi,
Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor satu tahun
Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial 2010 tentang Pengelolaan Dan
Lainnya. Prenada Media Group. Jakarta. Perlindungan Pasar Tradisional.

Butir-Butir Permikiran Perdagangan Indonesia 2008. Rukiyah, Sih R. 2005. “Simpang Lima Semarang
Departemen Perdangangan RI Jakarta, Lapangan Dikepung Ritel”. Tesis Jurusan
2008. Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro.
Daldjoeni, N. 1980. Geografi Baru dan Organisasi
Keruangan dalam Teori Praktek. Bandung : Setyawarman, Adityo. 2009. “Pola Sebaran dan
Penerbit Alumni Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lokasi
Retail Modern”. Tesis Jurusan Teknik
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta. Pembangunan Wilayah dan Kota
LPFE-UI Jakarta Universitas Diponegoro.

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 268


Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta Maritfa Nika Andriani dan Mohammad Mukti Ali

Sulistyowati, Dwi Yulita. 1999. “Kajian Persaingan


Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan
Berdasarkan Pengamatan Perilaku
Berbelanja di Kotamadya Bandung”.
Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi
Institut Teknologi Bandung.

Suhardi, Rizal. 2012. Analisis Data Penelitian


Tindakan Kelas.
http://rizalsuhardieksakta.blogspot.com/2
012/06/resume-vi-analisis-data-
penelitian.html. Diakses pada 18 Januari
2013.

Sutopo. 2000. Administrasi, Manajemen dan Organisasi.


Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Analisis Kebijakan


dan Manajemen Otonomi Daerah Kontemporer.
Yogyakarta: Penerbit Lukman Offset.

Wojowasito. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Penerbit Balai Pustaka Jakarta.

Yuniman dan Wahyudi. 2006. “Analisa


Perkembangan Pasar Tradisional (Studi
Komparatif Terhadap Penggunaan Ruang
Komersial di Pasar Atum, Pasar Turi dan
Pasar wonokromo)”S. Skripsi Jurusan
Manajemen Universitas Kristen Petra
Surabaya.

Teknik PWK; Vol. 2; No. 2; 2013; hal. 252-269 | 269

Anda mungkin juga menyukai