Ritel Modern
Ritel Modern
net/publication/325288504
CITATIONS READS
0 820
2 authors, including:
Chaikal Nuryakin
University of Indonesia
22 PUBLICATIONS 17 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Chaikal Nuryakin on 12 October 2018.
[diterima: 12 Mei 2017 — disetujui: 8 Februari 2018 — terbit daring: 7 Maret 2018]
Abstract
This study aimed to analyze the impact of modern retail coexistence with traditional retail on traditional retail’s
performance. Our observation is the 153 markets PD Pasar Jaya spread across DKI Jakarta and the modern retails
(minimarkets, supermarkets, hypermarkets) location based on the retail zoning policy of Jakarta Regional Regulation
No. 2/2002. This study used number of traditional retailers as a proxy of performance variable. The regression results
indicate a non linear relationship between the number of modern retails–especially supermarket–and traditional retails
performance in which the coexistence of one supermarket is positive for traditional market performance and negative
afterwards.
Keywords: Traditional Retail; Modern Retail; Zoning Policy; Performance
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak keberadaan ritel modern terhadap kinerja ritel
tradisional dalam kebijakan zonasi ritel Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No. 2 Tahun 2002. Penelitian
dilakukan terhadap 153 ritel tradisional PD Pasar Jaya di DKI Jakarta dan keberadaan ritel modern
(minimarket, supermarket, dan hypermarket) yang melanggar ketentuan kebijakan zonasi ritel. Penelitian ini
menggunakan data jumlah pedagang ritel tradisional sebagai proksi variabel kinerja ritel tradisional. Hasil
regresi mengindikasikan hubungan tidak linier antara jumlah ritel modern–terutama supermarket– dan
kinerja pasar tradisional yaitu berpengaruh positif jika terdapat satu ritel modern kemudian menjadi negatif
jika melebihi jumlah tersebut.
Kata kunci: Ritel Tradisional; Ritel Modern; Kebijakan Zonasi; Kinerja
tuk pertumbuhan jumlah ritel modern dan sekitar dengan hal tersebut, maka tujuan penelitian yang
6% per tahun untuk pertumbuhan jumlah ritel tra- akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk meng-
disional. Jumlah ritel di wilayah DKI Jakarta sendiri analisis gambaran dan dampak keberadaan ritel
juga cukup banyak dan menyebar hampir di selu- modern yang terkait dengan kebijakan zonasi ritel
ruh wilayah Provinsi DKI Jakarta, serta cukup besar dalam Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2002 terha-
menyerap tenaga kerja yang ada. Hanya dalam wak- dap kinerja ritel tradisional tahun 2015 di wilayah
tu 3 tahun, total semua jenis ritel modern di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Provinsi DKI Jakarta tumbuh sekitar 13% dari jum-
lah sebelumnya di tahun 2011. Dari pertumbuhan
ritel modern dalam 3 tahun terakhir, yang paling Tinjauan Literatur
besar berkembang jumlahnya adalah jumlah outlet
minimarket yang bertambah sebanyak 280 outlet di Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ”ritellier”,
tahun 2014 (atau sekitar 15% pertumbuhan outlet- yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Da-
nya). Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah lam Bahasa Indonesia, kata ritel bisa juga diartikan
ritel tradisional yang tidak mengalami pertumbuh- ”eceran”. Terkait dengan aktivitas yang dijalankan,
an dalam tiga tahun terakhir (Biro Perekonomian maka ritel menggambarkan kegiatan untuk me-
DKI Jakarta, 2015). mecah barang atau produk yang dihasilkan dan
Disinyalir, dengan berkembang pesatnya ritel mo- didistribusikan dalam jumlah besar dan massal un-
dern, akan menimbulkan potensi persaingan usaha tuk dapat dikonsumsi oleh konsumen akhir dalam
yang kurang sehat dan berpotensi dapat mematik- jumlah kecil sesuai dengan kebutuhannya (Utami,
an sektor ritel tradisional jika tidak diatur secara 2010). Penggolongan bisnis ritel di Indonesia dapat
jelas. Hal ini, melatarbelakangi Pemerintah Provin- dikategorikan berdasarkan sifatnya, yaitu ritel yang
si (Pemprov) DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan bersifat tradisional (konvensional) dan yang bersi-
pengaturan perpasaran, terutama dalam hal penga- fat modern. Ciri utama dari ritel tradisional adalah
turan jarak dan zonasi dalam Peraturan Daerah manajemen belum profesional; skala kecil; modal
(Perda) Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2002 ten- kecil; harga tawar-menawar; transaksi tunai, jarang
tang Perpasaran Swasta di Propinsi Daerah Khusus ada program promosi; dikelola Pemerintah; terse-
Ibukota Jakarta. Berdasarkan Perda tersebut, izin bar di kota dan desa; kondisi bangunan umumnya
lokasi usaha ritel modern harus berjarak dari pasar kurang terawat; dan konsumen menengah bawah.
lingkungan, yaitu peritel seluas 100–200 m2 harus Sedangkan ciri utama ritel modern adalah mana-
berjarak 500 meter, peritel seluas 1.000–2.000 m2 ha- jemen modern; teknologi modern; bermodal kuat;
rus berjarak 1.500 meter, peritel seluas 2.000–4.000 harga sudah pasti; fasilitas canggih; pembayaran
m2 harus berjarak 2.000 meter, dan peritel seluas dapat menggunakan kartu kredit, kartu debit, atau
lebih dari 4.000 m2 harus berjarak 2.500 meter. e-money; prinsip swalayan; banyak kegiatan promo-
Namun sejak dikeluarkan kebijakan Perda ini, si, diskon, dan hadiah; umumnya dikelola pihak
ditemukan masih banyak pihak pelaku usaha, khu- swasta; kebanyakan ada di daerah perkotaan; kondi-
susnya di sektor ritel modern, yang tidak menaati si bangunan umumnya bersih dan terawat dengan
dan melanggar ketentuan Perda ini. Berdasarkan baik; dan konsumen menengah atas (Purnomo et
catatan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia al., 2013).
(APPSI), sebanyak 30 gerai ritel dianggap melang- Perkembangan ritel modern dari tahun ke tahun
gar kebijakan zonasi ritel dalam Perda DKI Jakarta yang semakin berkembang pesat dan tidak terben-
No. 2 Tahun 2002. Akibat pelanggaran tersebut, dung melatarbelakangi Pemerintah mengeluarkan
setidaknya 75 ritel tradisional terancam karena ri- kebijakan dan regulasi agar kondisi dalam industri
tel yang melanggar perda tersebut. APPSI juga bisnis ritel ini menjadi lebih baik, yaitu salah satu-
mencatat, secara umum ritel tradisional di Jakarta nya dengan kebijakan zonasi ritel. Zonasi terhadap
mengalami penurunan jumlah omzet sebesar 35% lahan terkait dengan pengaturan lokasi ritel meru-
dari tahun ke tahun serta penurunan tingkat hunian pakan kebijakan yang dibuat guna menghindarkan
kurang dari 80%, bahkan ada yang tingkat huni- persaingan head to head antara ritel modern dengan
annya hanya 30% (Tempo.co, 2009). Hal inilah yang ritel tradisional. Hal ini disebabkan ukuran kedua-
kemudian membuat beberapa ritel tradisional mu- nya yang berbeda apabila dibandingkan dari sudut
lai merasakan ketidaknyamanan, bahkan beberapa kapital, sehingga kemampuan menciptakan value
ritel kecil/tradisional terancam tutup. Sehubungan creation keduanya pun berbeda. Zonasi dalam hal
JEPI Vol. 17 No. 2 Januari 2017, hlm. 195–208
Hikmawati, D. & Nuryakin, C. 197
ini merupakan sebuah upaya untuk menciptakan ritel modern kepada kinerja pasar tradisional dalam
equal playing field, sehingga persaingan diharapkan jangka menengah dan panjang.
berlangsung dalam suasana yang sangat sehat (fair Sedangkan variabel bebas yang termasuk dalam
competition) karena berada dalam ”kelas” yang sama. penelitian ini adalah jumlah ritel modern yang ter-
Sesungguhnya dengan melakukan zonasi, ketika dekat dengan ritel tradisional yang melanggar kebi-
zona-zona ditetapkan untuk ritel modern, adalah jakan zonasi pengaturan jarak dalam Perda DKI No.
sebenarnya ditujukan untuk membatasi menjamur- 2 Tahun 2002. Peneliti juga menambahkan variabel
nya jumlah ritel modern di suatu wilayah. Melalui revitalisasi pasar dan potensi pasar. Revitalisasi pa-
zonasi, market power yang dimiliki ritel modern ti- sar terbukti efektif terhadap pengembangan ritel
dak akan berkembang sangat pesat seperti yang tradisional yang juga berdampak pada peningkat-
terjadi belakangan ini (Marhaendradjaja, 2010). an kinerja dan daya saing ritel tradisional yang
Beberapa penelitian telah dilakukan guna menge- dilihat dari pangsa pasar (Adiyadnya, 2015). Po-
tahui dampak keberadaan ritel modern terhadap tensi pasar juga tidak kalah penting memengaruhi
ritel tradisional di suatu wilayah. Effandi (2010) kinerja ritel tradisional. Potensi pasar merupakan
meneliti pengaruh pola distribusi sebaran minimar- salah satu poin penting yang harus diperhatikan
ket dengan kinerja usaha toko pengecer tradisio- oleh para pedagang ritel tradisional di tahap awal
nal. Suryadarma et al. (2007) melakukan penelitian dalam mempertimbangkan lokasi di mana akan
untuk mengukur dampak supermarket pada pe- memulai kegiatan bisnis ritelnya. Hal ini sesuai
dagang pasar tradisional di pusat-pusat perkotaan dengan teori yang dikemukakan oleh Boone dan
di Indonesia dengan hasilnya adalah, secara sta- Kurtz (2003), bahwa dalam menjalankan sebuah bis-
tistik, keberadaan supermarket hanya berdampak nis, langkah yang paling penting dilakukan adalah
pada pasar tradisional melalui jumlah karyawan analisis potensi pasar. Dengan demikian maka mo-
yang bekerja di pasar tradisional (jumlah pedagang del kerangka pemikian penelitian ini digambarkan
pasar tradisional). Marhaendradjaja (2010) juga me- pada Gambar 1.
lakukan penelitian serupa, namun ritel modern
yang diteliti dikhususkan pada ritel minimarket
dengan faktor yang berpengaruh terhadap penu- Metode
runan kinerja dari ritel tradisional sebagai akibat
keberadaan ritel modern minimarket (salah satu- Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan
nya adalah jarak). Fongkam (2015) juga melakukan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan da-
penelitian mengenai faktor-faktor yang memenga- lam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif
ruhi tingkat persaingan ritel tradisional di Chiang dan analisis regresi berganda dengan metode He-
Mai, Thailand. Dari beberapa variabel yang diteliti teroskedasticity and Autocorrelation Consistent (HAC)
menunjukkan bahwa tingkat persaingan ritel tradi- Standard Errors & Covariance Newey-West. Untuk
sional di Chiang Mai, Thailand, dipengaruhi oleh mengukur sejauh mana dampak keberadaan ritel
jumlah tenaga kerja/pedagang tradisional, produk modern terhadap kinerja sektor ritel tradisional da-
yang ditawarkan, lokasi ritel, layout store ritel, varia- lam kebijakan zonasi ritel Perda DKI Jakarta No. 2
si produk dan servis, hubungan dengan kompetitor, Tahun 2002, maka model persamaan regresi dalam
harga, keuntungan, promosi, dan distribusi. penelitian ini terbagi menjadi dua model, yaitu mo-
Berangkat dari penelitian-penelitian yang dise- del agregat dan model persamaan sederhana per
butkan sebelumnya, maka variabel yang digunakan variabel.
dalam penelitian ini adalah jumlah pedagang ritel Model Agregat:
tradisional sebagai proksi dari variabel kinerja sek-
tor ritel tradisional (Effandi, 2010; Suryadarma et al., kiner jatradisionali = a1 + b1 ritelmoderni
2007). Jumlah pedagang selalu menjadi indikator + b2 ritelmodern2i
(1)
outcome dari adanya persaingan antara ritel tradi- + b3 revitalisasipasari
sional dengan ritel modern. Secara mikroekonomi, + b4 potensipasari + e
dengan adanya keterbatasan skala usaha, jumlah
pedagang menjadi ukuran yang tepat sebagai indi- Model Sederhana:
kator kinerja pasar tradisional dalam jangka mene-
ngah dan panjang. Dengan demikian, penelitian ini kiner jatradisionali = a2 + c1 ritelminimarketi
(2)
dapat dikatakan menganalisis dampak keberadaan + c2 ritelminimarket2i + e
JEPI Vol. 17 No. 2 Januari 2017, hlm. 195–208
198 Keberadaan Ritel Modern dan Dampaknya ...
dilakukan pada satu waktu tertentu saja dengan nya tuntutan pelanggan, ritel tradisional di Provinsi
sejumlah objek penelitian yang menjadi fokus uta- DKI Jakarta dikelola langsung oleh Badan Usaha Mi-
ma yang diteliti. Data yang bersifat cross-section ini lik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta, yaitu PD
sangat rentan terhadap pelanggaran terhadap uji Pasar Jaya. Pasar Jaya adalah Perusahaan Daerah
asumsi klasik. Oleh karena itu, peneliti menggu- (PD) milik Pemprov DKI Jakarta yang melaksana-
nakan metode Heteroscedasticity and Autocorrelation kan pelayanan umum dalam bidang pengelolaan
Consistent (HAC) Standard Errors & Covariance un- area pasar, membina pedagang pasar, ikut memban-
tuk mendapatkan validitas eksternal serta menghi- tu stabilitas harga, dan kelancaran distribusi barang
langkan heteroskedastisitas dan autokorelasi yang dan jasa.
terdapat di dalam model persamaan ekonometri- Saat ini, PD Pasar Jaya mengelola 153 pasar di se-
ka, sehingga model persamaannya dapat bersifat luruh wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan omzet
robust. bisnis yang diperdagangkan lebih dari 150 triliun
rupiah per tahun dengan total 117.519 tempat usa-
ha. Berdasarkan hasil survei, pasar/ritel tradisional
Hasil dan Analisis yang dikelola oleh PD Pasar Jaya dikunjungi lebih
dari 2 juta pengunjung setiap harinya, atau kurang
Ritel merupakan salah satu bagian pokok yang me- lebih dari 20% dari penduduk DKI Jakarta (Pasar
nunjang masyarakat dalam memenuhi kebutuhan Jaya, 2015). Gambar 2, 3, 4, dan 5 serta Tabel 1, 2,
hidup sehari-hari. Ritel sebagian besar muncul dari dan 3 memaparkan analisis deskriptif yang berka-
kebutuhan masyarakat umum yang membutuhkan itan dengan variabel-variabel yang diteliti, mulai
tempat untuk menjual barang yang dihasilkan ser- dari jumlah ritel tradisional PD Pasar Jaya, jumlah
ta konsumen yang membutuhkan barang-barang pedagang, jumlah ritel yang telah dilakukan revi-
tertentu untuk kehidupan sehari-hari. Semakin ber- talisasi, potensi pasar, hingga mapping jarak antara
kembangnya jumlah populasi dan kepadatan pen- ritel modern yang terdekat dengan ritel tradisional
duduk di suatu wilayah, akan berdampak pada dan melanggar ketentuan zonasi ritel.
semakin meningkatnya permintaan kebutuhan hi- Berdasarkan Tabel 1, untuk jenis ritel modern
dup masyarakat. Hal ini berdampak pada demand minimarket, dari 153 ritel tradisional yang ada, selu-
masyarakat akan fasilitas yang mampu menyedi- ruhnya (100%) dikelilingi oleh jaringan minimarket
akan kebutuhan hidup juga semakin tinggi. Hal kurang dari radius 500 m. Rata-rata (mean) kese-
tersebut menjadi salah satu peluang yang diman- luruhan jumlah minimarket di DKI Jakarta yang
faatkan bagi masyarakat atau pelaku bisnis untuk mengelilingi ritel tradisional dalam jarak kurang
membangun dan mengembangkan ritel. Sebagian dari radius 500 m adalah sebanyak 7 minimarket
besar masyarakat yang memiliki modal terbatas a- untuk setiap ritel tradisional.
kan lebih banyak bergerak di bidang ritel tradisio- Pada Tabel 2, untuk jenis ritel modern super-
nal, sedangkan untuk pelaku usaha atau pelaku market, dari 153 ritel tradisional yang ada, sebesar
bisnis yang memiliki modal besar akan bergerak 69% ritel tradisional dikepung oleh jaringan su-
banyak di bidang ritel modern. permarket kurang dari radius 2.000 m. Rata-rata
Sektor ritel tradisional, yang merupakan cikal (mean) keseluruhan jumlah supermarket di DKI
bakal ritel tradisional di Provinsi DKI Jakarta, awal- Jakarta yang mengelilingi ritel tradisional dalam
nya berasal dari pasar kaget dan pasar inpres yang jarak kurang dari radius 2.000 m adalah sebanyak 1
sering berada di lingkungan masyarakat. Dengan supermarket untuk setiap ritel tradisional.
bergulirnya waktu, pasar akan terus berkembang. Pada Tabel 3, untuk jenis ritel modern hypermar-
Pada mulanya, pasar merupakan tempat bertemu- ket, dari 153 ritel tradisional yang ada, sebesar 90%
nya pedagang dan pembeli serta terjadinya transak- ritel tradisional dikepung oleh jaringan hypermarket
si langsung. Seiring berjalannya waktu dan tuntutan kurang dari radius 2.500 m. Rata-rata (mean) kese-
konsumen pasar yang terus berubah, maka pasar luruhan jumlah hypermarket di DKI Jakarta yang
tidak hanya sekedar menjadi tempat bertemunya mengelilingi ritel tradisional dalam jarak kurang
pedagang dan konsumen. Pasar (dalam hal ini ritel dari radius 2.500 m adalah sebanyak 3 hypermarket
tradisional) sudah merupakan entitas bisnis yang untuk setiap ritel tradisional.
lengkap dan kompleks dengan kenyamanan dan Analisis ekonometrika yang dilakukan dalam pe-
kepuasan pelanggan yang menjadi tujuan utama. nelitian ini adalah menggunakan analisis regresi
Oleh karena itu, untuk mengakomodir meningkat- berganda dengan metode HAC Newey West untuk
JEPI Vol. 17 No. 2 Januari 2017, hlm. 195–208
Hikmawati, D. & Nuryakin, C. 201
Gambar 2: Distribusi Ritel Tradisional PD Pasar Jaya di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Sumber: PD Pasar Jaya (2015c), diolah
Gambar 3: Distribusi Jumlah Pedagang Ritel Tradisional PD Pasar Jaya di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Sumber: PD Pasar Jaya (2015d), diolah
Tabel 1: Distribusi Jumlah dan Rata-Rata Minimarket yang Terdekat dengan Ritel Tradisional dan Melanggar Ketentuan
Zonasi Ritel Perda DKI No. 2 Tahun 2002 Periode Tahun 2015
Total Jumlah Minimarket yang Terdekat Rata-rata Jumlah Minimarket yang Terdekat
Wilayah dengan Ritel Tradisional dengan Ritel Tradisional
Jumlah Minimarket Terdekat % Proporsi Rata-rata Jumlah Minimarket Terdekat % Proporsi
Jakarta Pusat 309 28% 8 23%
Jakarta Barat 249 23% 9 26%
Jakarta Utara 186 17% 7 20%
Jakarta Selatan 141 13% 5 14%
Jakarta Timur 212 19% 6 17%
Total 1.097 100% 7 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Gambar 4: Distribusi Jumlah Ritel Tradisional PD Pasar Jaya di Provinsi DKI Jakarta yang Sudah Direvitalisasi Hingga
Tahun 2015
Sumber: PD Pasar Jaya (2015a), diolah
Tabel 2: Distribusi Jumlah dan Rata-Rata Supermarket yang Terdekat dengan Ritel Tradisional dan Melanggar
Ketentuan Zonasi Ritel Perda DKI No. 2 Tahun 2002 Periode Tahun 2015
Total Jumlah Supermarket yang Terdekat Rata-rata Jumlah Supermarket yang Terdekat
Wilayah dengan Ritel Tradisional dengan Ritel Tradisional
Jumlah Supermarket Terdekat % Proporsi Rata-rata Jumlah Supermarket Terdekat % Proporsi
Jakarta Pusat 62 29% 2 29%
Jakarta Barat 38 18% 1 14%
Jakarta Utara 43 20% 2 29%
Jakarta Selatan 32 15% 1 14%
Jakarta Timur 38 18% 1 14%
Total 213 100% 1 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Tabel 3: Distribusi Jumlah dan Rata-Rata Hypermarket yang Terdekat dengan Ritel Tradisional dan Melanggar Ketentuan
Zonasi Ritel Perda DKI No. 2 Tahun 2002 Periode Tahun 2015
Total Jumlah Hypermarket yang Terdekat Rata-rata Jumlah Hypermarket yang Terdekat
Wilayah dengan Ritel Tradisional dengan Ritel Tradisional
Jumlah Hypermarket Terdekat % Proporsi Rata-rata Jumlah Hypermarket Terdekat % Proporsi
Jakarta Pusat 143 28% 4 24%
Jakarta Barat 102 20% 4 24%
Jakarta Utara 60 12% 2 12%
Jakarta Selatan 112 22% 4 24%
Jakarta Timur 85 17% 3 18%
Total 502 100% 3 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
galkan oleh konsumennya (masyarakat). dari penurunan jumlah pedagang ritel tradisional
yang berjualan. Pada awalnya, asumsi peneliti juga
memikirkan hal yang sama, bahwa terdapat hu-
Pengaruh Jumlah Ritel Modern yang Ja- bungan linier antara variabel ritel modern (super-
raknya Terdekat dengan Ritel Tradisio- market) dengan kinerja ritel tradisional, sehingga
nal peneliti menambahkan variabel ritelmodern2 untuk
model agregat dan ritelsupermarket2 untuk model
Variabel pengaruh jumlah ritel modern yang jarak-
persamaan sederhana, guna mengetahui linier atau
nya terdekat dengan ritel tradisional memberikan
tidak linier hubungan di antara variabel tersebut.
dampak yang signifikan terhadap kinerja sektor
ritel tradisional. Adapun dari ketiga jenis ritel mo- Dari hasil penambahan variabel tersebut mem-
dern yang ada, jenis ritel modern supermarketlah buktikan bahwa hubungan antara jumlah ritel mo-
yang paling signifikan memberikan pengaruhnya dern, khususnya ritel supermarket, hubungannya
terhadap kinerja sektor ritel tradisional (dengan tidak linier (non-linier). Pada awalnya, ritel super-
proksi pendekatan jumlah pedagang). Hal ini di- market dan tradisional masih bersaing secara sehat
dukung dengan penelitian sebelumnya yang dila- dan bersifat saling melengkapi karena karakteristik
kukan oleh SMERU Research Institute tahun 2007 bisnis dan barang yang dijual hampir sama, se-
dengan hasil penelitiannya secara statistik bahwa, hingga secara tidak langsung dapat menstimulus
dampak supermarket (yang diwakilkan variabel peningkatan jumlah pedagang di ritel tradisional.
jarak dengan ritel supermarket terdekat) pada jum- Namun, apabila melebihi batas maksimum jumlah
lah pedagang di ritel tradisional secara statistik supermarket (jumlah maksimum = 1 outlet), maka
signifikan. Selain itu, hasil dalam penelitian ini juga kinerja ritel tradisional akan menurun. Jika jumlah
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh supermarket banyak berdiri di sekitar wilayah ritel
Marhaendrajaja (2010), yang dari hasil penelitian- tradisional dan jaraknya sangat berdekatan, maka
nya didapatkan bahwa faktor yang berpengaruh akan timbul aglomerasi ritel di antara kedua jenis
terhadap kinerja dari ritel tradisional sebagai akibat ritel tersebut.
keberadaan ritel modern adalah salah satunya jarak, Menurut Hotelling, dua perusahaan yang men-
yaitu jarak terdekat antara ritel modern dengan ritel jual barang yang homogen akan beraglomerasi di
tradisional yang ada. pusat pasar. Chamberlin (1933) dalam Eppli dan
Walaupun variabel jumlah ritel modern yang ja- Benjamin (1994) menyebutkan bahwa tiga perusa-
raknya terdekat dengan ritel tradisional memberi- haan yang menjual barang homogen dan beraglo-
kan dampak yang signifikan terhadap kinerja sektor merasi di pusat pasar akan saling tumpang-tindih
ritel tradisional, namun jika dilihat dari tanda koe- dalam menangkap pelanggan, sehingga tidak akan
fisien variabel berdasarkan hasil regresi berganda tercapai ekuilibrium. Hal tersebut juga berpoten-
dengan metode HAC Newey West, memiliki hubung- si memunculkan persaingan yang ketat di antara
an yang tidak linier dan bertanda positif. Hal ini kedua jenis ritel tersebut. Kondisi yang demikian
berbeda dengan dua penelitian sebelumnya yang tidak sejalan dengan tujuan Pasal 3 poin (b) Undang-
menyatakan bahwa dengan adanya ritel modern Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larang-
(khususnya ritel supermarket), justru akan menu- an Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
runkan kinerja sektor ritel tradisional yang dilihat Sehat yang menyatakan bahwa tujuan pembentuk-
JEPI Vol. 17 No. 2 Januari 2017, hlm. 195–208
Hikmawati, D. & Nuryakin, C. 205
an undang-undang ini untuk mewujudkan iklim ini memiliki banyak celah untuk dilanggar. Sank-
usaha yang kondusif melalui pengaturan persaing- si yang kurang tegas dan beberapa aturan yang
an usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya tidak secara jelas menjadi celah untuk dilanggar.
kepastian kesempatan berusaha bagi pelaku usaha Dalam Perda DKI No. 2 Tahun 2002 tidak secara
besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha tegas memberikan larangan ataupun ketentuan ter-
kecil. Bahkan dalam Pasal 3 poin (b) tersebut dinya- hadap proses berdirinya sebuah ritel. Banyak ritel
takan bahwa tujuan pembentukan UU ini adalah modern di DKI Jakarta umumnya beroperasi tanpa
untuk mencegah praktek monopoli. Oleh karena mempertimbangkan rencana tata ruang yang ada,
itu, ketentuan jarak zonasi ritel inilah yang menjadi jarak terdekat dengan ritel tradisional, serta perlu
barrier atau hambatan di dalam persaingan guna dilakukan kajian kelayakan seperti dampak terha-
melindungi sektor ritel tradisional. Apabila tidak dap ekonomi masyarakat sekitar yang berprofesi
diatur secara jelas, maka kekuatan ritel modern sebagai pedagang ritel tradisional.
tidak dapat diimbangi oleh ritel tradisional dengan Berbicara tentang pelaksanaan hukum atau pene-
kondisi saat ini, dan ritel tradisional akan kalah gakan hukum dalam rangka mengimplementasik-
bersaing. an suatu kebijakan publik (dalam hal ini kebijakan
Di sisi lain, fenomena menjamurnya ritel mo- zonasi ritel Perda DKI No. 2 Tahun 2002) adalah
dern yang jaraknya sangat dekat dan pada rentang suatu proses untuk mewujudkan keinginan hukum
tertentu akan berpotensi menurunkan kinerja ritel menjadi kenyataan. Kebijakan dibuat sebenarnya
tradisional, juga berkaitan erat dengan Central Place adalah untuk dilaksanakan. Faktor-faktor yang da-
Theory dari Walter Christaller (1933) dalam Eppli pat memengaruhi berfungsinya suatu kebijakan
dan Benjamin (1994). Prinsip yang dikemukakan dalam masyarakat dapat bersumber dari berbagai
oleh Christaller adalah mengenai range (jarak) dan hal (Kupita dan Bintoro, 2012) di antaranya ada-
threshold (ambang batas). Dari komponen range dan lah (a) faktor hukum/peraturan; (b) faktor penegak
threshold, lahir prinsip optimalisasi pasar (market hukum; (c) faktor sarana dan fasilitas; (d) faktor ma-
optimizing principle), bahwa dengan adanya optima- syarakat/pemegang peran; dan (e) faktor budaya.
lisasi pasar dalam suatu wilayah akan terbentuk Oleh karena itu, dalam hal ini peran Pemerintah
wilayah tempat pusat (central place). Pusat terse- sangat berkontribusi di dalam implementasi Perda
but menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi DKI No. 2 Tahun 2002, terutama terkait pemberian
penduduk sekitarnya. Apabila sebuah pusat dalam izin pendirian ritel modern.
range dan threshold yang membentuk lingkaran ber-
temu dengan pusat yang lain yang juga memiliki Pengaruh Revitalisasi Pasar
range dan threshold tertentu, maka akan terjadi dae-
rah yang bertampalan. Penduduk yang bertempat Revitalisasi pasar adalah suatu proses yang harus
tinggal di daerah yang bertampalan akan memiliki dilaksanakan oleh ritel tradisional dalam persaing-
kesempatan yang relatif sama untuk pergi ke dua an era globalisasi. Banyaknya ritel modern dengan
pusat pasar itu. Pasar dalam hal ini adalah ritel. fasilitas yang memadai akan mengurangi peran
Namun pada kenyataannya, umumnya konsumen ritel tradisional. Permasalahan umum yang diha-
hanya akan memilih salah satu di antara dari dua dapi ritel tradisional antara lain terkait faktor fisik,
pasar/ritel tersebut. Konsumen diasumsikan berada rendahnya kesadaran pedagang untuk mengem-
pada tingkat pendapatan yang sama akan tersebar bangkan usahanya, dan permasalahan lainnya yang
merata di seluruh wilayah, sehingga jarak adalah mendorong Pemerintah melakukan berbagai upaya
satu-satunya hambatan bagi konsumen dalam me- untuk melindungi sektor ritel tradisional, yaitu di
lakukan perjalanan. Dengan demikian, faktor jarak antaranya dengan program revitalisasi. Oleh karena
merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam itu, revitalisasi merupakan suatu upaya yang dila-
pendirian ritel modern guna melindung ritel tra- kukan untuk memvitalkan kembali suatu kawasan
disional yang ada sejak lama. Oleh karena itu, su- yang dulunya pernah hidup namun mengalami
dah seharusnya jumlah ritel modern yang jaraknya degradasi oleh perkembangan zaman.
berdekatan dengan ritel tradisional dibatasi dan Variabel pengaruh revitalisasi pasar dalam pe-
dibendung karena akan berpotensi menurunkan nelitian ini menunjukkan hasil yang tidak signi-
kinerja sektor ritel tradisional. fikan secara statistik terhadap kinerja sektor ritel
Adanya pelanggaran terhadap ketentuan jarak tradisional. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
pendirian ritel mengindikasikan bahwa kebijakan dengan adanya revitalisasi pasar, tidak serta merta
JEPI Vol. 17 No. 2 Januari 2017, hlm. 195–208
206 Keberadaan Ritel Modern dan Dampaknya ...
mampu menaikkan jumlah pedagang di ritel tra- ritel tradisional. Berubahnya preferensi dan peri-
disional. Hal ini bertolak belakang dari penelitian laku berbelanja konsumen ke ritel modern pada
sebelumnya yang dilakukan oleh Adiyadnya (2015), umumnya lebih dikarenakan pada faktor kondisi
bahwa dengan adanya program revitalisasi tradi- fisik ritel dan kelengkapan produk. Hal tersebut
sional akan meningkatkan jumlah pedagang dan dapat terjadi karena terdapat perubahan pola kon-
efektif meningkatkan daya saing ritel tradisional. sumsi yang erat kaitannya dengan peningkatan
Hal ini mungkin dapat disebabkan karena pende- pendapatan rata-rata masyarakat (Komisi Penga-
katan dalam menggunakan indikator kinerja antara was Persaingan Usaha/KPPU, 2007).
penelitian ini dengan penelitian Adiyadnya berbe-
da. Dalam penelitian ini, indikator kinerja yang
digunakan hanya menggunakan pendekatan dari Jika pendapatan rata-rata masyarakat meningkat,
jumlah pedagang ritel tradisional saja, sedangkan maka kurva budget line akan shifting. Untuk men-
penelitian Adiyadnya menggunakan omzet penjual- dapatkan kepuasan maksimum, pergeseran kurva
an sebagai indikator kinerja, sehingga dampak anta- budget line harus menyinggung dengan indifferen-
ra revitalisasi pasar dengan jumlah pedagang tidak ce curve, sehingga didapatkan utilitas maksimum
berdampak signifikan. Namun demikian, program yang diinginkan oleh konsumen atau masyarakat.
revitalisasi perlu dilaksanakan agar ritel tradisional Meningkatnya pendapatan akan memengaruhi da-
memiliki daya saing, baik dari sisi revitalisasi fisik ya beli masyarakat dan tentunya ekspektasi untuk
maupun non-fisik. mendapatkan utilitas maksimum dalam berbelan-
ja juga akan semakin meningkat. Secara perlahan,
Pengaruh Potensi Pasar preferensi konsumen akan bergeser dan lambat la-
un ritel tradisional berpotensi banyak kehilangan
Potensi pasar merupakan salah satu poin penting pelanggan.
yang harus diperhatikan oleh para pedagang ritel
tradisional di tahap awal dalam mempertimbangk-
an lokasi di mana para pedagang akan memulai Hasil penelitian yang dilakukan Sunanto (2012)
kegiatan bisnis ritelnya. Para pedagang akan cen- pada beberapa faktor yang memengaruhi berubah-
derung memilih lokasi ritel yang memilliki potensi nya preferensi konsumen dalam berbelanja di ritel
pasar yang tinggi dengan harapan akan menda- adalah terkait dengan product availability, product
patkan keuntungan atas bisnis ritel yang dijalankan. quality, dan product prices. KPPU (2004) juga mela-
Dalam penelitian ini, secara statistik didapatkan kukan survei terhadap masyarakat untuk mengeta-
hasil bahwa, antara variabel potensi pasar ritel tradi- hui tingkat preferensi konsumen, yakni sebesar 69%
sional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat atau konsumen yang disurvei memilih
kinerja sektor ritel tradisional yang diwakili proksi ritel modern dibandingkan dengan ritel tradisio-
pendekatan jumlah pedagang. Berdasarkan hasil uji nal. Alasannya adalah harga yang murah (24%),
koefisien variabel juga didapatkan hubungan yang produk yang dijual lengkap (23%), dan suasana
positif antara potensi pasar dengan kinerja ritel yang nyaman (16%) ditawarkan oleh ritel modern.
tradisional. Artinya, semakin tinggi potensi pasar Sedangkan alasan utama tidak memilih berbelanja
yang ada di ritel tradisional, maka jumlah pedagang di ritel tradisional lebih dikarenakan kondisi ritel
(kinerja) ritel tradisional juga akan meningkat sebe- tradisional yang tidak nyaman (33%), tidak bersih
sar koefisiennya. Hal ini sesuai dengan teori yang (33%), dan kualitas barangnya yang rendah (17%).
dikemukakan oleh Boone dan Kurtz (2003), bahwa Di sisi lain, Marhendrajaja (2010) mengemukakan
dalam menjalankan sebuah bisnis, langkah yang bahwa sebesar 7,2% yang menyatakan bahwa jam
paling penting dilakukan adalah analisis potensi operasional berpengaruh terhadap keputusan me-
pasar. milih ritel modern. Karena pada umumnya untuk
jenis ritel modern, jam buka pelayanan operasio-
Analisis Consumer Behavioral nalnya lebih panjang dibandingkan dengan ritel
tradisional, bahkan ada banyak gerai ritel modern
Tidak hanya terkait dengan aspek jarak yang ber- yang buka hingga 24 jam. Sedangkan jam pelayanan
pengaruh terhadap kinerja ritel tradisional, namun operasional di ritel tradisional pada umumnya di-
preferensi dan perilaku dari berbelanja konsumen lakukan dari pagi hingga sore hari (rata-rata hanya
juga dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja di bawah jam 18.00).
JEPI Vol. 17 No. 2 Januari 2017, hlm. 195–208
Hikmawati, D. & Nuryakin, C. 207
bandingan dan melihat tren, sehingga analisa yang of Economics, Business and Management, 3(2), 297–301. doi:
akan didapat lebih komprehensif. Selain itu, karena 10.7763/JOEBM.2015.V3.198.
[8] KPPU. (2004). Kajian Persaingan dalam Industri Ritel. La-
periode yang digunakan dalam penelitian ini ha- poran. Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
nya satu tahun, maka data ini bersifat cross-sectional [9] KPPU. (2007). Saran Pertimbangan terhadap Rancangan Pera-
yang sangat rentan terhadap pelanggaran terhadap turan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar
uji asumsi klasik. Oleh karena itu, dalam penelitian Modern dan Usaha Toko Modern. www.kpu.go.id. Tanggal
akses 12 Februari 2015.
ini peneliti menggunakan metode Heteroscedasti- [10] Kupita, W., & Bintoro, R. W. (2012). Implementasi Kebi-
city and Autocorrelation Consistent (HAC) Standard jakan Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern (Studi
Errors & Covariance untuk mendapatkan validitas di Kabupaten Purbalingga). Jurnal Dinamika Hukum, 12(1),
eksternal serta menghilangkan heteroskedastisitas 45–59. doi: http://dx.doi.org/10.20884/1.jdh.2012.12.1.201.
[11] Marhaendradjaja, B. (2010). Dampak Keberadaan Ritel
dan autokorelasi yang terdapat di dalam model Modern (Minimarket) terhadap Ritel Tradisional (Toko
persamaan ekonometrika, sehingga model persa- Kelontong dan Warung) di DKI Jakarta. Tesis. Program Ma-
maannya dapat bersifat robust. gister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Ketiga, dalam penelitian ini, untuk mapping jarak [12] PD Pasar Jaya. (2015a). Data Pasar Tradisional yang Sudah
ritel modern dengan ritel tradisional menggunakan Dilakukan Revitalisasi di DKI Jakarta Sepuluh Tahun Ter-
aplikasi Googlemaps dengan skala tertentu. Maka akhir. Laporan Internal. Jakarta: Perusahaan Daerah (PD)
untuk penelitian selanjutnya, dibutuhkan data ja- Pasar Jaya.
[13] PD Pasar Jaya. (2015b). Data Potensi Pasar di Pasar Tradi-
rak yang spesifik untuk dilakukan analisis secara sional PD Pasar Jaya. Laporan Internal. Jakarta: Perusahaan
mendalam, sehingga dapat diketahui signifikansi Daerah (PD) Pasar Jaya.
pengaruh sejauh mana variabel jarak yang sesung- [14] PD Pasar Jaya. (2015c). Jumlah dan Lokasi Pasar Tradisional
PD Pasar Jaya di DKI Jakarta. Laporan Internal. Jakarta:
guhnya terhadap kinerja ritel tradisional. Keempat,
Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya.
dibutuhkan survei lapangan secara langsung terha- [15] PD Pasar Jaya. (2015d). Laporan Aktivitas Produksi Tempat
dap masyarakat guna mengetahui apakah dalam Usaha Periode 2013–2015. Laporan Internal. Jakarta: Perusa-
memilih tempat tinggal masyarakat juga memper- haan Daerah (PD) Pasar Jaya.
[16] Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2002). Peraturan Daerah
timbangkan keberadaan fasilitas ritel modern dan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2002
tradisional. Hal ini dilakukan guna mengkaji lebih tentang Perpasaran Swasta di Propinsi Daerah Khusus Ibu-
dalam terkait dengan penjelasan hubungan yang kota Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus
non-linier antara jumlah keberadaan ritel modern Ibukota Jakarta.
[17] Purnomo, S. D., Serfiyani, C. Y., & Hariyani, I. (2013). Sukses
yang jaraknya terdekat dengan ritel tradisional de- Bisnis Ritel Modern. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
ngan kinerja ritel tradisional itu sendiri (khususnya [18] Suryadarma, D., Poesoro, A., Budiyati, S., Akhmadi, & Ro-
penjelasan hubungan awal yang positif di kedua sfadhila, M. (2007). Impact of supermarkets on traditional
variabel tersebut). markets and retailers in Indonesia’s urban centers. SMERU
Research Report August 2007. The SMERU Research Institu-
te. Diakses dari http://www.smeru.or.id/sites/default/files/
publication/supermarket eng.pdf. Tanggal akses 13 April
2015.
Daftar Pustaka [19] Sunanto, S. (2012). Modern Retail Impact on Store Preferen-
ce and Traditional Retailers in West Java. Asian Journal of
[1] Adiyadnya. (2015). Analisis Tingkat Efektivitas dan Da- Business Research, 2(2).
ya Saing Program Revitalisasi Pasar Tradisional di Pasar [20] Tempo.co. (2009, 18 November). 30 Gerai Ri-
Agung Peninjoan Desa Peguyangan Kangin. Tesis. Program tel di Jakarta Langgar Aturan Jarak Pasar.
Studi Ilmu Ekonomi, Universitas Udayana. Tempo.co. Diakses dari http://www.tempo.co/
[2] Basri, M. C., dkk. (2012). Rumah Ekonomi Rumah Budaya. read/news.https://bisnis.tempo.co/read/208934/
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 30-gerai-ritel-di-jakarta-langgar-aturan-jarak-pasar.
[3] Biro Perekonomian DKI Jakarta. (2015). Rekapitulasi Perpa- Tanggal akses akses 13 Februari 2015.
saran Swasta di DKI Jakarta Tahun 2014. Laporan Internal. [21] Utami, C. W. (2010). Manajemen Ritel: Strategi dan Imple-
[4] Boone, L. E., & Kurtz, D. L. (2003). Comtemporary Business. mentasi Operasional Bisnis Ritel Modern di Indonesia. Jakarta:
South Western: Thomson. Penerbit Empat Salemba.
[5] Effandi, F. (2010). Pola Sebaran Minimarket dengan Kiner-
ja Usaha Toko Pengecer Tradisional di Kota Kecil (Studi
Kasus: Kota Soreang, Tanjungsari, dan Lembang). Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, 21(3), 183–196.
[6] Eppli, M., & Benjamin, J. (1994). The evolution of shopping
center research: a review and analysis. Journal of Real Estate
Research, 9(1), 5–32.
[7] Fongkam, P. (2015). Factors Affecting Traditional Retail
Stores Competitiveness in Chiang Mai, Thailand. Journal