Anda di halaman 1dari 2

Semangat pagi sahabatku semua.

Saya baru saja melihat sebuah video yang sangat


menarik. Sebenarnya ini bukan kali pertama saya melihatnya, namun ketika melihatnya
dalam suasana qurban yang masih diliputi oleh pandemi ini membuat impresi yang saya
peroleh dari video tadi menjadi begitu mendalam.

Digambarkan dalam video tadi ada seorang anak lelaki buta yang sedang mengemis,
mengharapkan belas kasih dari pejalan kaki di trotoar sebuah kota. Di samping anak
tadi terdapat sebuah kardus bertuliskan, "Kasihanilah saya yang buta ini"

Seolah tak hirau dengan keberadaan anak lelaki tadi, para pejalan kaki tetap
bergegas menuju kantor atau rumah mereka. Hanya segelintir yang rela memasukkan
koin receh ke dalam kaleng yang terletak di samping anak lelaki buta tersebut.
Klontang, klonteng.

Tak lama berselang lewatlah seorang pria setengah baya yang setelah memasukkan
beberapa koin ke dalam kaleng, dia berhenti sejenak dan melakukan perubahan pada
tulisan di kardus. Keajaiban terjadi, karena setelah itu bunyi koin yang masuk ke
dalam kaleng makin gemerincing. Krincing krincing krincing. Tentu saja anak lelaki
ini bersorak kegirangan di dalam hatinya.

Keesokan harinya pria setengah baya tersebut sengaja lewat trotoar tempat anak
lelaki buta mengemis. Dia ingin tahu apakah terjadi sesuatu sepeninggalnya kemarin.
Rupanya anak lelaki tadi masih mengenali suara langkah kaki pria setengah baya ini.
Maka ketika langkah kaki itu berhenti di dekatnya, dia mengajukan sebuah
pertanyaan, "Apa yang Tuan lakukan kemarin? Sepeninggal tuan koin yang masuk ke
dalam kaleng saya menjadi berlipat ganda"

Pria tersebut tersenyum kemudian menjawab, "Sebenarnya saya tidak melakukan apapun,
kecuali mengubah tulisan di kardusmu Nak"
"Dan apa tepatnya yang Tuan tuliskan?"
"Hari ini adalah hari yang indah, sayang aku tak bisa melihatnya"

"Tapi, bukankah arti dari tulisan itu sama saja dengan tulisan sebelumnya? Jadi apa
yang membuat orang memberiku koin lebih banyak dari biasanya?", anak lelaki itu
masih belum paham perbedaannya.

"Betul", jawab pria setengah baya itu. "Secara makna memang terkesan sama, namun
secara konteks sangatlah berbeda. Kalimat lama berfokus pada dirimu yang tidak bisa
melihat. Kalimat baru justru menyadarkan orang banyak bahwa mereka tidak buta.
Kalimat ini membuat mereka bersyukur dan mewujudkan rasa syukurnya dengan memberimu
koin lebih dari biasanya"

Anak lelaki itu kini menjadi paham dan ikut bersyukur dengan menghentikan pekerjaan
mengemisnya, untuk kemudian mengikuti kursus ketrampilan bagi tuna netra.
***

Sahabatku yang berbahagia, seringkali kita kurang menghargai apa yang telah kita
miliki sampai kita kehilangannya. Ketika masih memiliki pekerjaan, males-malesan
kita ke kantor. Mengeluh berkepanjangan saja kerjanya. Saat kena PHK barulah sadar
betapa berharganya karirnya tersebut. Ketika masih punya pasangan, tiap hari
dimarjinalkan pasangan tersebut, saat terjadi perpisahan barulah sadar bahwa tak
ada orang yang memahami selain pasangan tadi. Dll. Dsb

Maka sahabatku, marilah kita maknai dan hargai sekecil apapun karunia yang kita
miliki sebelum terlambat. Hayati, cintai kehidupan ini dan selalu tersenyumlah
untuk setiap kejadian yang kita lalui. Bisa jadi semua kejadian yang telah lalu itu
merupakan sebuah kesempatan untuk berbuat baik. Cobalah untuk membantu orang lain,
bisa jadi saat itu hanya kitalah yang berkesempatan menolongnya. Selalu berbuat
baiklah kepada orang lain, yakinlah bahwa suatu saat bantuan itu akan kembali
kepada kita dengan cara yang tak terduga.

Semoga bermanfaat

Tabik
-haridewa-
Happiness Life Coach

Anda mungkin juga menyukai