Anda di halaman 1dari 13

Kedatangan Islam ke Nusantara 

Kedatangan Islam ke Nusantara mempunyai sejarah yang panjang. Satu


di antaranya adalah tentang interaksi ajaran Islam dengan masyarakat di Nusantara yang kemudian
memeluk Islam. Terdapat berbagai pendapat mengenai proses masuknya Islam ke Kepulauan Indonesia,
terutama perihal waktu dan tempat asalnya. Pertama, sarjana-sarjana Barat—kebanyakan dari Negeri
Belanda—mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Kepulauan Indonesia berasal dari Gujarat sekitar
abad ke-13 M atau abad ke-7 H. Pendapat ini mengasumsikan bahwa Gujarat terletak di India bagian
barat, berdekatan dengan Laut Arab. Letaknya sangat strategis berada di jalur perdagangan antara timur
dan barat. Pedagang Arab yang bermahzab Syafi’i telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal
tahun Hijriyah (abad ke-7 M). Orang yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah
dari orang Arab langsung, melainkan para pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang
ke dunia Timur. Pendapat J. Pijnapel kemudian didukung oleh C. Snouck Hurgronye, dan J.P. Moquetta
(1912). Argumentasinya didasarkan pada batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah
831 H atau 1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim
yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan batu nisan yang
terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta kemudian berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari
Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas
Gujarat.

Kedua, Hoesein Djajadiningrat mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal Persia (Iran
sekarang). Pendapatnya didasarkan pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara
masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau
Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, seperti yang berkembang dalam
tradisi tabot di Pariaman di Sumatra Barat dan Bengkulu.
Ketiga, Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) mengatakan bahwa Islam berasal dari tanah
kelahirannya, yaitu Arab atau Mesir. Proses ini berlangsung pada abad-abad pertama Hijriah atau abad
ke-7 M. Senada dengan pendapat Hamka, teori yang mengatakan bahwa Islam berasal dari Mekkah
dikemukakan Anthony H. Johns. Menurutnya, proses Islamisasi dilakukan oleh para musafir (kaum
pengembara) yang datang ke Kepulauan Indonesia. Kaum ini biasanya mengembara dari satu tempat ke
tempat lainnya dengan motivasi hanya pengembangan agama Islam.
Semua teori di atas bukan mengadaada, tetapi mungkin bisa saling melengkapi. Islamisasi di Kepulauan
Indonesia merupakan hal yang kompleks dan hingga kini prosesnya masih terus berjalan. Pasai dan
Malaka, adalah tempat dimana tongkat estafet Islamisasi dimulai. Pengaruh Pasai kemudian diwarisi
Aceh Darussalam. Sedangkan Johor tidak pernah bisa melupakan jasa dinasti Palembang yang pernah
berjaya dan mengislamkan Malaka. Demikian pula Sulu dan Mangindanao akan selalu mengingat Johor
sebagai pengirim Islam ke wilayahnya.
Sementara itu Minangkabau akan selalu mengingat Malaka sebagai pengirim Islam dan tak pernah
melupakan Aceh sebagai peletak dasar tradisi surau di Ulakan. Sebaliknya Pahang akan selalu
mengingat pendatang dari Minangkabau yang telah membawa Islam. Peranan para perantau dan penyiar
agama Islam dari Minangkabau juga selalu diingat dalam tradisi Luwu dan Gowa Tallo.
Nah, marilah kita pelajari awal masuknya Islam di Nusantara.Pada pertengahan abad ke-15, ibukota
Campa, Wijaya jatuh ke tangan Vietnam yang datang dari Utara. Dalam kenangan historis Jawa, Campa
selalu diingat dalam kaitannya dengan Islamisasi. Dari sinilah Raden Rahmat anak seorang putrid Campa
dengan seorang Arab, datang ke Majapahit untuk menemui bibinya yang telah kawin dengan raja
Majapahit. Ia kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel salah seorang wali tertua.
Sunan Giri yang biasa disebut sebagai ‘paus’ dalam sumber Belanda bukan saja berpengaruh di
kalangan para wali tetapi juga dikenang sebagai penyebar agama Islam di Kepulauan Indonesia bagian
Timur. Raja Ternate Sultan Zainal Abidin pergi ke Giri (1495) untuk memperdalam pengetahuan agama.
Tak lama setelah kembali ke Ternate, Sultan Zainal Abidin mangkat, tetapi beliau telah menjadikan
Ternate sebagai kekuatan Islam. Di bagian lain, Demak telah berhasil mengislamkan Banjarmasin. Mata
rantai proses Islamisasi di Kepulauan Indonesia masih terus berlangsung. Jaringan kolektif keislaman di
Kepulauan Indonesia inilah nantinya yang mempercepat proses terbentuknya nasionalisme Indonesia.
Uji Kompetensi
Tugas Individu
1. Bagaimana pendapat kamu tentang adanya berbagai teori tentang masuknya Islam ke Indonesia? Jelaskan
pendapat kamu!
2. Proses Islamisasi di Indonesia berlangsung dalam waktu yang panjang bahkan masih terus berlangsung.
Berikan penjelasan!
3. Sebutkan beberapa peran tokoh pengembang agama Islam di Indonesia!
4. Mengapa Islam bisa cepat diterima oleh masyarakat di Indonesia?
5. Coba kamu diskusikan tentang upacara tabot di Bengkulu atau tabuik di Pariaman.
Tugas Kelompok
Setelah kamu memahami proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia, coba amati dan
perhatikan beberapa fenomena sosial yang terkait dengan Islam di sekitar tempat tinggal kamu. Buatlah
kelompok dan catatan atas permasalahan berikut ini:
1. Buatlah denah dan peta tentang proses kedatangan Islam di Indonesia!
2. Di lingkungan masyarakat di Indonesia terutama di pedesaan masih sering ada kegiatan kenduri atau
selamatan untuk suatu kegiatan, peristiwa atau peringatan kejadian tertentu yang disertai dengan doa-doa secara
Islam, sementara kalau dilihat asal usulnya di ajaran Islam tidak ada. Mengapa dan bagaimana pendapat anda?[gs]

3. Kedatangan Islam ke Nusantara telah mengundang banyak perhatian para ilmuwan


daripada pengaruhnya terhadap masyarakat pribumi. Kedatangan Islam tentu saja dibawa
oleh pedagang muslim dari luar kawasan nusantara. Tanpa keberhasilan niaga saudagar
muslim, orang-orang Indonesia tidak akan pernah sama sekali berhadapan dengan pilihan
yang bernama Islam, dan tanpa dukungan kekuasaan Negara pilihan ini tidak akan mampu
menjangkau mereka yang berada di luar pusat-pusat perdagangan.
Para sarjana dan peneliti bersepakat tentang proses kedatangan dan penyebaran Islam di
Nusantara terjadi melalui jalan damai. Selain itu agama Islam dapat diterima dengan mudah
di Nusantara oleh para penguasa Nusantara karena mereka mempunyai tujuan tertentu.
Menurut Van Leur, Islam dapat secara baik dilihat sebagai sebuah “Alat politik menghadapi
perdagangan India.”

Menurut Profesor O.W. Wolters, di dalam pikiran raja Malaka pra-Muslim, Islam, telah
menghadirkan diri sebagai suatu “Sarana siap pakai untuk menarik para pedagang Muslim ke
pelabuhannya.” Lebih jauh, penerimaan doktrin-doktrin Muslim tertentu akan memungkinkan
para penguasa Nusantara untuk merumuskan fungsi-fungsi kuno mereka dalam istilah-istilah
yang dapat dipahami oleh para pedagang Muslim yang juga merupakan para warga
potensial pemerintahan penguasa mereka.
4.
5. Thomas W. Arnold, dengan buku klasiknya, The Preaching of Islam (1950), menyimpulkan
bahwa penyebaran dan perkembangan historis Islam di Asia Tenggara berlangsung secara
damai; dalam istilah Arnold di sebut Penetration Pacifigure. Penyebaran Islam secara damai
di Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timur Tengah, Asia
Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut Fath (atau
futuh), yakni pebebasan, yang sering melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di
kawasan-kawasan yang disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan
penduduk setempat untuk memeluk Islam, akhirnya wilayah ini mengalami Islamisasi yang
lebih intens.

6.
7. Sebaliknya penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut futuh yang disertai
kehadiran kekuatan militer Muslim dari luar. Hasilnya, Asia Tenggara sering disebut sebagai
wilayah Muslim yang The Least Arabicized atau paling kurang mengalami Arabisasi. Itu
sebabnya para pengamat luar menganggap Islam di Asia Tenggara mempunyai watak atau
karasteristik yang khas, yang berbeda dengan Islam di kawasan lain, khususnya di Timur
Tengah. Karasteristik terpenting Islam di Asia Tenggara itu, misalnya, watak yang lebih
damai, ramah, dan toleran.
8.
9. Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusanrata, terdapat diskusi dan perdebatan yang
panjang di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok, yaitu: tempat asal kedatangan
Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Beberapa teori yang mencoba
menjawab pertanyaan-pertanyaan itu tampaknya tidak memberi jawaban yang menyakinkan
bukan hanya karena kurangnya data pendukung untuk memperkuat teori tersebut,
melainkan juga karena suatau teori yang dikemukakan oleh para ulama cenderung hanya
mempertimbangkan satu hal, sedangkan hal yang lain tidak.
10.
11. Penyebaran Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah
Indonesia, tapi juga yang paling tidak jelas. Tampaknya, para pedagang muslim sudah ada
di sebagian wilayah Indonesia selama  beberapa abad sebelum Islam menjadi agama yang
mapan dalam masyarakat-masyarakat lokal. Kapan, mengapa, dan bagaimana konversi
penduduk Indonesia ini mulai terjadi telah diperdebatkan oleh para ilmuwan. Tetapi,
kesimpulan pasti tidak mungkin dicapai karena sumber-sumber yang ada tentang Islamisasi
sangat langka dan sering sangat tidak informatif.

Secara umum, ada dua proses yang mungkin telah terjadi. Pertama, penduduk pribumi
mengalami kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang
asing Asia (Arab, India, Cina, dll.) yang telah memeluk agama Islam tinggal secara tetap di
suatu wilayah Indonesia, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup lokal
sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, Melayu, atau suku lainnya.

Kedua proses ini mungkin sering terjadi bersama-sama. Dan, apabila sedikit petunjuk yang
masih ada tadi menunjukkan, misalnya, bahwa suatu dinasti muslim telah berkedudukan
mapan di suatu wilayah, maka seringkali mustahil untuk mengetahui mana yang lebih
berperan di antara kedua proses itu.
12.
13. Bukti yang paling dapat dipercaya mengenai penyebaran Islam dalam satu masyarakat lokal
Indonesia adalah berupa Prasasti Islam (kebanyakan batu-batu nisan) dan sejumlah catatan
para musafir, namun belum menunjukkan bahwa Negara-negara Islam lokal telah berdiri,
tidak juga telah terjadi perpindahan agama dari penduduk lokal dalam tingkat yang cukup
besar. Selain itu, Islam di nusantara juga menyajikan bukti-bukti dari dalam maupun dari luar
mengenai sejarahnya, sama seperti tradisi keagamaan lainnya.
14.
15.
Peristiwa sejarah yang lebih jelas merupakan bagian dari rencana Tuhan kepada manusia
merupakan bukti dari dalam, dan karena itu hampir seluruh kronik Asia Tenggara
menggambarkan peristiwa-peristiwa gaib yang menyertai peralihan sebuah Negara menjadi
Islam, namun perbedaan di antara jenis campur tanganIlahiah itu tentu perlu pula
diperhatikan.
16.
17. Kronik-kronik ini tidak ragu menggambarkan kekuasaan para penguasa dan asal-usul
Negara dengan menggunakan konsep kekuatan magis (kesaktian) yang berasal dari masa
pra-Islam. Dalam tradisi Islam jawa dan tradisi Banjar yang menjadi turunannya, kita
menemukan unsur-unsur kepercayaan pra-Islam secara lebih terang-terangan. Selain itu,
terdapat sumber-sumber sejarah yang di dalamnya menjelaskan mengenai sejarah
kedatangan Islam di Nusantara. Sumber-sumber itu berupa naskah-naskah dan cerita-cerita,
seperti anekdot, primbon dan sebagainya.

Fungsi dari primbon adalah sebagai buku pedoman untuk memperhitungkan waktu baik dan
buruk melaksanakan perhelatan serta upacara. Di daerah pedesaan pada abad ke-19 juga
masih hidup aliran tradisional seperti Ratu Adilisme, Milenarisme, Nativisme, Revavilisme
dan lain sebagainya. Dalam sejumlah artikel mengenai Sufisme atau Mistikisme di Asia
Tenggara, A.H. Johns telah menunjukkan bahayanya menafsirkan Islamisasi hanya dalam
pengertian politis atau perdagangan, dokumen-dokumen Melayu maupun Eropa
menunjukkan bahwa masalah-masalah spiritual merupakan urusan kenegaraan yang juga
penting bagi raja Melayu.
18.
19. Terdapat berbagai sumber di Nusantara yang menjelaskan kedatangan dan penyebaran
islam, sumber-sumber tersebut antara lain:
20.
21. Babad Tanah Jawi

22.
23.
24. Babad Tanah Jawi merupakan judul umum yang mencakup sejumlah besar naskah
berbahasa Jawa yang beraneka ragam susunan dan uraiannya, dan tak satu naskah pun
terdapat dalam salinan dari masa sebelum abad XVII. Naskah-naskah ini menisbahkan
sejarah tentang Jawa, peng-Islaman orang-orang jawa.

Menurut Hoesein Djajadiningrat, Babad Tanah Jawi di pilah menjadi tiga tahap, yaitu:
Pertama, Zaman keraton Mataram dan masa sebelumnya sampai tahun 1677; selesai
disusun oleh pangeran Adi Langu II, sesaat sesudah tahun 1705. Kedua, Zaman keraton
Kartasura dari tahun 1677 sampai 1718; diselesaikan oleh Carik Bajra semasa
pemerintahan Sunan Mangkurat IV (1718-1727). Ketiga, Zaman keraton Kartasura dari
tahun 1718 sampai 1743; selesai sesudah tahun 1757 di bawah pemerintahan Sunan
Pakubuwana III (1749-1792), sangat boleh jadi juga disusun oleh Carik Bajra.
25.
26. Hikayat Raja-raja Pasai
27.
28.
29. Menceritakan raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Pasai dan bagaimana agama
Islam masuk di Sumatra, yang ditulis oleh Dulaurier. Selain itu menceritakan tentang batu
nisan sultan yang pertama, Malik as-Salih, yang bertarikh 1297 M.
30.
31. Babad Diponegoro
32.

33.
34. Ditulis oleh pangeran Diponegoro selama masa pembuangannya (1830-1855). Naskah ini
dimulai dengan kisah manusia pertama, Adam, lalu kemudian dilanjutkan dengan sejarah
tanah Jawa, kesultanan Yogyakarta, dan riwayat pangeran Diponegoro sendiri. Ditulis oleh
Pangeran Diponegoro.
35.
36. Sejarah Banten
37.
38. Sejarah tanah jawa lainnya yang berisi cerita-cerita peng-islaman. Sebagian besar naskah
kronik ini bertarikh akhir abad XIX, tetapi dua di antaranya merupakan salinan dari naskah
asli yang ditulis pada tahun 1730-an dan 1740-an. Selain itu, buku ini menceritakan tentang
kronik sistematis tentang generasi yang turun-temurun.
39.
40. Babad Petjina
41.
42. Sejarah jawa yang mengisahkan runtuhnya kraton Kartasurya oleh para pemberontak
bangsa Cina dan para pengikutnya (1743).
43.
44. Babad Gianti
45.

46.
47. Sejarah mengenai peperangan Surakarta dan Yogyakarta, dan pengalaman Mangkubumi
dan pangeran Mangkunegara (1757-1796). Ditulis oleh Raden Ngabehi Jasadipura.
48.
49. Hikayat Malaka
50.
51. Mengisahkan pendiri kota itu oleh seorang petualang Jawa, tentang kedatangan bangsa
Portugis serta pertempuran bangsa melayu melawan Albuquerque dan para komandan
Portugis lainnya.
52.
53. Hikayat Upu Daeng Menambon
54.
55. Sejarah yang menceritakan tentang Riwayat pangeran Upu Daeng Menambon. seorang
Raja Mempawah yang dikenal humanis dan menghargai keberagaman.
56.
57. Hikayat Achi
58.
59. Sejarah yang menceritakan tentang Aceh.
60.
61. Hikayat Hang Tuah

62.
63.
64. Mengenai seorang pemimpin melayu selama pemerintahan raja Malaka yang terakhir; dan
cerita tentang suatu delegasi melayu yang dikirim ke Mekkah dan Istambul untuk memohon
bantuan melawan bangsa Portugis.
65.
66. Sejarah Melayu
67.
68. Merupakan naskah berbahasa Melayu selain Hikayat Raja-raja Pasai, yang menceritakan
suatu kisah mengenai masuk Islamnya Raja Malaka. Selain itu, juga menjelaskan tentang
penguasa malaka juga di Islamkan oleh Sayyid Abd Al-Aziz, sorang Arab dari Jeddah.
Begitu masuk Islam penguasa itu Paraweswara, mengambil nama dan gelar sultan
Muhammad Syah.
69.
70. Babad Pasir (Naskah)
71.
72. Sejarah tentang Banyumas, yang ditulis oleh J. Knebel, pada tahun 1900 M.
73.
74. Hikayat Pahang
75.
76. Keterangan tentang benda-benda kerajaan, upacara-upacara dan adat kebiasaan kerajaan
Pahang, yang ditulis oleh Sir Richard Winstedt, pada tahun 1919 M.
77.
78. Babad Cirebon
79.
80.
81. Sejarah yang menjelaskan tentang sejarah Cirebon. Yang ditulis oleh D.A. Rinkes (1911)
82.
83. Babad Tawangaloen
84.
85. Menjelaskan tentang kerajaan Blambangan, kerajaan Hindu kuno kecil yang terletak di ujung
timur Jawa (1932).
86.
87. Sejarah Dalem
88.
89. Menceritakan tentang sejarah para raja semenjak zaman nabi Adam hingga periode Keraton
Yogyakarta.
90.
91. Hikayat Merong Mahawangsa
92.
93. Meriwayatkan bahwa seorang syaikh Abd Allah Al-Yamani datang dari Makkah ke Nusantara
dan meng-Islamkan penguasa setempat, Merong Mahawangsa, para menterinya dan
penduduk Keddah. Bicara mengenai sumber, telah diketahui bahwa layak atau tidaknya
suatu proyek penulisan sejarah amat tergantung pada tersedianya sumber. Ini berlaku bagi
penulisan sejarah lokal sebagai sejarah mikro. Sementara itu, untuk melakukan ekspansi
sangat dibutuhkan alat-alat analitis yang canggih berupa konsep-konsep, teori, dan lain
sebagainya.
94.

95. Teori-teori tentang Islamisasi Nusantara


96.
97. Ada banyak diskusi di kalangan para sarjana dan para peneliti tentang tiga pertanyaan
mendasar yang berkaitan dengan perkembangan awal islam di kepulauan Melayu-
Indonesia, yaitu sumber Islam atau dari mana datangnya, para pembawa islam pertama,
dan waktu kedatangannya. Beberapa teori yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan
itu tampaknya tidak memberi jawaban yang meyakinkan bukan hanya karena kurangnya
data pendukung untuk memperkuat teori tersebut, melainkan juga karena satu teori yang
dikemukakan oleh mereka cenderung hanya mempertimbangkan satu hal, sedangkan hal
lainnya tidak. Oleh karena itu, setiap teori nyaris gagal mengungkap kompleksitas dan
kerumitan proses konversi dan Islamisasi. Tidak aneh kalau kemudian satu teori tertentu
tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan menantang yang diajukan teori lain yang
muncul sebagai teori tandingan.
98.
99. Sejumlah peneliti dan sarjana, memegang teori bahwa asal-muasal Islam di nusantara
adalah anak benua India, bukannya Persia atau Arabia. Para peneliti dan sarjana yang
mengemukakan teori ini adalah:
100.
101. Pijnappel, 1872 (Leiden, Belanda), dia mengkaitkan asal-muasal Islam di
nusantara dengan wilayah Gujarat dan Malabar dengan alasan bahwa orang-orang Arab
bermazhab Syafi’i yang berimigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian
membawa Islam ke Nusantara pada abad ke-12 M.
102.

Snouck Hurgronje
103. Snouck Hurgronje, 1924 (Leiden, Belanda), yang menyatakan bahwa asal-
usul Islam di nusantara di kota pelabuhan Anak benua India pada abad 12 M. Sejumlah
muslim Deccan banyak yang hidup di sana sebagai pedagang perantara dalam
perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara. Kemudian mereka disusul orang-orang arab
keturunan nabi Muhammad Saw. Karena menggunakan gelar Sayyid atau Syarif.
104.
105. Moquette (didukung oleh beberapa ahli, yaitu: Kern, Winstedt, Bousquet,
Vlakka, Gonda, Schrike dan Hall), 1912 (Leiden, Belanda). Yang menyatakan bahwa tempat
asal Islam di Nusantara adalah Gujarat, yang dibawa oleh para pedagang dari Gujarat
sekitar ± abad 15 M. Ia mendasarkan pada persamaan bentuk batu nisan di Pasai dan di
makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik dengan batu nisan di Cambay, Gujarat. Dan
persamaan batu nisan di Bruas, Pasai dan Gresik yang diduga impor dari Gujarat. 
106.
107. Fatimi, 1963 (Pakistan), yang berargumen bahwa bentuk batu dan gaya batu
nisan Malik Al-Shalih berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan
batu-batu nisan lain yang ditemukan di Nusantara. Fatimi berpendapat, bahwa bentuk dan
gaya batu nisan ini justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal. Oleh karena itu,
dia menyimpulkan bahwa asal-usul islam di kepulauan ini adalah daerah Bengal. Yang
diiimpor oleh pedagang dari Bengal pada ± abad 11 M.

108. Marrison, 1951, berargumen meski batu-batu nisan yang ditemukan I tempat-
tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat, tetapi itu tidak selalu berarti
bahwa Islam juga dibawa dari sana ke kawasan ini. Kesimpulannya, Marrison
mengemukakan teorinya  bahwa Islam diperkenalkan di kepulauan ini oleh para juru dakwah
muslim dari Coromandel pada akhir abad ke-13.23
109.
110. Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya asal Islam dibawa, tetapi
juga di Arabia. Dalam pandangannya, para pedagang Arab juga menyebarkan Islam ketika
mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Hal ini
diperjelas karena adanya persamaan Mazhab Fiqih (Syafi’i) dan sumber Cina yang
menyebutkan bahwa adanya seorang pedagang Arab yang menjadi pimpinan pemukiman
pada abad 7 M.  
111.
112. Crawfurd, teori bahwa Islam juga dibawa langsung dari Arabia. Meskipun dia
menyatakan bahwa interaksi penduduk Nusantara dengan kaum muslim yang berasal dari
pantai timur India juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.
113.
114. Keyzer, memandang Islam di Nusantara berasal dari Mesir atas dasar
pertimbangan kesamaan kepemelukan penduduk muslim di kedua wilayah kepada mazhab
Syafi’i.
115.
116. Nienmann dan de Hollander, mereka menggunakan “Teori Arab”
dengan sedikit revisi dan memandang bukan Mesir sebagai sumber Islam di nusantara,
melainkan Hadhramaut. Sebagian ahli Indonesia setuju dengan “Teori Arab” ini. Dalam
seminar pada tahun 1969 dan 1978 tentang kedatangan Islam ke Indonesia mereka
menyimpulkan, Islam datang langsung dari Arabia, tidak dari India; tidak pada abad ke-12
atau ke-13 melainkan dalam abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M.
117.
118. Naguib Al-Attas, menentang “Teori India” tentang asal-usul Islam di
Nusantara. Dia berpendapat bahwa bukti paling penting yang dapat dipelajari ketika
mendiskusikan kedatangan Islam kepulauan nusantara adalah karakeritik internal Islam itu
sendiri di kawasan ini. Dia menggagas hal yang dia sebut sebagai teori umum Islamisasi
kepulauan Nusantara yang umumnya didasarkan atas sejarah literatur Islam Melayu dan
sejarah pandangan dunia (worldview) Melayu-Indonesia sebagai mana yang dapat dilihat
melalui perubahan konsep dan istilah kunci dalam literature Melayu, misalnya: Hikayat raja-
raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat Merong Mahawangsa, dll. Pada abad ke-10 sampai ke-
11/ ke-16 sampai ke-17.
119.
120. Schrike, dia menjelaskan bahwa asal-usul Islam di Nusantara karena Adanya
perkawinan antara para pedagang Muslim dengan para keluarga bangsawan, dan adanya
penguasa-penguasa daerah yang memeluk agama Islam pada abad ke-12 dan ke-13 M.
121.
122. A.H. John, berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara dengan adanya
literature sejarah Melayu-Indonesia dan beberapa sejarah lokal yang dibawa oleh sufi
pengembala pada abad ke-13 M.

Anda mungkin juga menyukai