Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan II

Disusun Oleh:

NAUVA ERZA ERDIA PERMANA


16612791

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan tentang Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa


Surakarta yang disusun oleh mahasiswa D3 Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo sebagai salah satu tugas Praktek Klinik Keperawatan Ii
yang telah diperiksa oleh

Ponorogo, Januari 2019

Penyusun

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan


LAPORAN PPENDAHULUAN

“ISOLASI SOSIAL”

A. DEFINISI ISOLASI SOSIAL


Menurut Depkes RI (2000) dalam [ CITATION Dir11 \l 1033 ], kerusakan
interaksi social merupakan satu gangguan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptive
dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social.
Menurut Balitbang (2007) dalam [ CITATION Dir11 \l 1033 ], merupakan
upaya menghindari suatau hubungan komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dlam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanisfestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi
pengalaman.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam [ CITATION Dir11 \l 1033 ],
keruskaan interaksi social adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak
fleksible, tingkah maladaptive dan mengganggu fungsi individu dalam
hubungan sosialnya.
Menurut Townsend (1998) dalam, kerusakan interaksi social adalah keadaan
dimana seorang berpartisipasi dalam pertukaran social dalam kwantitas dan
kwalitas yang tidak efektif. Klien dalam berinteraksi dengan orang lain salah
satunya mengarah pada menarik diri.
Menurut Rawlins, 1993 dikutip keliat (2001) dalam [ CITATION Dir11 \l
1033 ], menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
B. ETIOLOGI ISOLASI SOSIAL
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh factor predisposisi
diantaranya perkembangan dan social budaya. Kegagalan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang
lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mamapu
merumuskan keinginnginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain , lebih
menyukai berdiam diri, menghindari dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari
terabaikan [ CITATION Dir11 \l 1033 ].
C. FAKTOR PREDISPOSISI ISOLASI SOSIAL
1. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial [ CITATION Dir11 \l 1033 ].
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah [ CITATION Dir11 \l 1033 ].

Tahap perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya


Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal
perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa
tanggung jawab dan hatri nurani
Masa sekolah Belajar berkompetensi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesame jenis
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis
atau bergantung
Masa dewasa muda Menajdi daling bergantung antara orang
tua dan teman, mencari pasangan, menikah
dan mempunyai anak
Mas tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah di lalui
Mas dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan ketertarikan
dengan budaya

2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini
yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulakan
ketidak jelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang slaing betentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi di dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga
[ CITATION Dir11 \l 1033 ].
3. Faktor Social Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial . hal ini disebabkan oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga
yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya [ CITATION
Dir11 \l 1033 ].
4. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan salah stau factor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizofernia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atrofi
otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah
kortikal [ CITATION Dir11 \l 1033 ].

D. FAKTOR PRESIPITASI ISOLASI SOSIAL


Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh
factor internal dan eksternal seseorang. Factor stressor presipitasi dapat
dikelompokkan sebagi berikut [ CITATION Dir11 \l 1033 ] :
a. Faktor eksternal
Contohnya dalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang di
timbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat
ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatsan kemampuan individu untuk mengatasinya. Anisetas
ini dapat terjadi akibat tuntuttan dengan berpisah dengan oarng terdekat
atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

E. TANDA DAN GEJALA ISOLASI SOSIAL


Berikut adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi social [ CITATION Dir11 \l
1033 ] :
1. Kurang spontan
2. Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
5. Tidak ada kurang komunikasi verbal
6. Mengisolasi diri
7. Tidak atau kurang sdar terhadap lingkungan sekitarnya
8. Asupan makan dan minuman terganggu
9. Rentensi urin dan feses
10. Aktivitas menurun
11. Kurang energy (tenaga)
12. Rendah diri
13. Postur tubuh berubah, mislanya sikap fetus/janin (khususnya pada pososi
tidur).
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya
rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain.
Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut maka akan menyebabkan
perubahan presepsi sensori ; halusianasi dan resiko menciderai diri, orang lain
bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bias
menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh terhadap
ketidakmampuan untuk melkukan perawatan secara mandiri [ CITATION
Dir11 \l 1033 ].
Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan
oleh ketidak mampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya,
sehingga ornag tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak
efektif). Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu
menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik
(koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki
harga diri rendah [ CITATION Dir11 \l 1033 ].

F. RENTANG RESPONDEN

Adatif Maladatif

- Merasa sendiri -- menarik diri


- Menyendiri
- Otonomi - Dependensi - ketergantungan
- Bekerjasama - maniulasi
- Curiga
- Interdependen
- curiga

Berikut ini akan di jelaskan tentang respons yang terjadi pada


isolasisosial [ CITATION Dir11 \l 1033 ] :
1. Respon adatif
Respon adatif adalah respon yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan
kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respon
sadatif.
a. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk mengungkan
apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan meyampaikan
ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerjasama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
d. Interdependen, saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
2. Respon maladatif
Respon maladatif adalah respon yang menyimpang dari norma
sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respons maladatif [ CITATION Dir11 \l 1033 ].
a. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan social secara
mendalam.
d. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.

G. POHON MASALAH
Risti menciderai diri, orang lain, dan
lingkungan

Deficit perawatan diri GPS : Halusinasi

Intoleransi aktifitas Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis


Koping keluarga tidak
Koping individu tidak efektif efektif

H. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Isolasisosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Kopingin idividu tidak efektif
5. Koping keluarga tidak efektif
6. Intoleransi aktivitas
7. Deficit perawatan diri
8. Resiko tinggi mencederai diri.

I. DATA YANG PERLU DIKAJI


Respon perilaku individu terhadap sensor bervariasi sesuai dengan
kondisi masing masing. Salah satu respon perilaku yang muncul adalah
isolasi social yang merupakan salah satu gejala negative pasien psikotik.
Bagian ini berisi pedoman dalam merawat pasien isolasi social dan
keluarganya dengan menggunakan pendekaan beik secara individu
maupun kelompok.[ CITATION Kel14 \l 1033 ]

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Isolasisosial Subjektif:
1. Klien mengatakan malas bergaul
dengan orang lain.
2. Klien mengatakan dirinya tidak
ingin ditemani dengan perawat
dan meminta utuk sendirian.
3. Klien mengatakan tidak mau
berbicara dengan orang lain
4. Tidak mau berkounikasi
5. Data tentang klien biasanya
didapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien
(suami, isteri, anak, ibu, ayah,
atau teman dekat)
Objektif:
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap
lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri
5. Tidak ada atau kurang
komunikasi verbal
6. Mengisolasi diri
7. Tidak atau kurang sadar
terhadap lingkungan sekitarnya
8. Asupan makan dan minum
terganggu
9. Retensi urin dan feses
10. Aktivitas menurun kurang
energy atau bertenaga
11. Rendah diri
12. Postur tubuh berubah, misalnya
sikap fetus atau janin
(khususnya pada posisi tidur )
[ CITATION Dir11 \l 1033 ]
f. Diagnose keperawatan
Isolasisosial
g. Rencana tindakan keperawatan
[ CITATION Dir11 \l 1033 ]
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu setelah ……x SP 1
- Menyadari pertemuan, pasien  Identifikasi
penyebab mampu: penyebab
isolasisosial - Membina - Siapa yang satu
- Berinteraksi hubungan rumah dengan
dengan orang saling percaya pasien
lain. - Meyadari - Siapa yang dekat
penyebab dengan pasien
isolasisosial, - Siapa yang tidak
keuntungan dan dekat dengan
kerugian pasien
berinteraksi  Tanyakan
dengan orang keuntungan dan
lain keuntungan dan
- Melakukan kerugian
interaksi berinteraksi
dengan orang dengan orang lain
lain secara - Tanyakan
bertahap pendapat pasien
tentang kebiasaan
berinteraksi
dengan orang lain
- Tanyakan apa
yang
meneybabkan
pasien tidak ingin
berinteraksi
dengan orang lain
- Diskusikan
keuntungan bila
psien memiliki
banyak teman dan
bergaul akrab
dengan mereka
- Diskusikan
keugian bila
pasien hanya
mengurangi diri
dan tidak bergaul
dengan orang lain
- Jelaskan pengaruh
isolasi sosial
terhadap
kesehatan fisik
pasien
 Latihan
berkenalan
- Jelaskan kepada
klien cara
berinteraksi
dengan orang lain
- Berikan contoh
cara berinteraksi
dengan orang lain
- Beri kesempatan
pasien
mempraktekkan
cara berinteraksi
dengan orang lain
dilakukan
dihadapan
perawat
- Mulailah bantu
pasien
berinteraksi
dengan satu orang
teman/ anggota
keluarga.
- Bila pasien sudah
menunjukkan
kemajuan,
tingkatkanllah
interaksi dengan
2,3,4, orang dan
seterusnya
- Beri pujian di
setia kemajuan
interaksi yang
telah dilakukan
oleh pasien
- Siap
mendengarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
pasien melakukan
interaksi dengan
orang lain,
mungkin pasien
akan
mengungkapkan
keberhasilanatau
kegegalanya, beri
dorongan terus
menerus agar
pasien tetap
semangat
meningkatkan
interaksinya.
- Masukkan jadwal
kegiatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. (2011). asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Keliat, B. A. (2014). Nidel Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai