BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertambahan penduduk yang cepat dan tidak seimbang akan
mengakibatkan terjadinya tekanan-tekanan yang berat pada sektor
penyediaan pangan, sandang, perumahan, lapangan kerja, fasilitas
kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Untuk kesehatan ibu telah dibuktikan
bahwa makin tua umur, makin banyak anak yang dilahirkan, makin kecil
atau pendek jarak waktu antara kelahiran anak, maka makin banyak dan
tinggi komplikasi kesakitan dan kematian ibu (Mochtar, 1998).
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri
Syarif mengatakan “Jumlah penduduk Indonesia 232,9 juta orang pada
tahun 2007 dan diperkirakan pada tahun 2008 sebanyak 236,4 juta orang
dan akan terus bertambah 3 juta orang setiap tahun, jika tidak ada upaya
pengendalian yang memadai” (BKKBN, 2008).
Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committee 1970,
keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri
untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan
kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara
kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan
umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun,
2008). Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) dan UNFPA (2005) dan pelaksanaan program KB masih
mengalami beberapa hambatan. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2002-2003, masih sekitar 40% Pasangan Usia Subur
(PUS) yang belum menjadi akseptor KB (Saroha, 2009).
Berdasarkan data survey demografi dan kesehatan Indonesia pada tahun
2007 pengguna kontrasepsi IUD menduduki peringkat ke empat, dari
sejumlah 746.702 peserta KB dan yang menggunakan IUD sebanyak
(2,74%) (BKKBN, 2007). Berdasarkan hasil survey Demografi dan
Kesehatan di indonesia tahun 1994, pemakai IUD yang tertinggi adalah
Bali (41,1 %) disusul Yogyakarta dan Sulawesi Utara. Secara nasional
program KB menargetkan pencapaian akseptor pada tahun 1985 sebesar
60 %. Bali sebagai bagian wilayah Indonesia juga melaksanakan program
KB secara resmi sejak tahun 1970. Pada tahun 2002 telah tercapai 75 %
1
2
C. Manfaat Penulisan
1. Pendidikan
Dapat menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa untuk
mengambil langkah-langkah asuhan kebidanan dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan kebidanan khususnya asuhan
kebidanan pada Keluarga Berencana
2. Penulis
Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta dapat
mengembangkan teori Asuhan Kebidanan pada Keluarga
Berencana dan mengaplikasikannya di lapangan (BPM dan
Puskesmas).
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Keluarga Berencana
A. Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah suatu usaha yang mengatur banyaknya
kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu,
bayi, ayah serta keluarga yang bersangkutan tidak akan
menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan
(Maryani, 2008).
B. Tujuan Keluarga Berencana
Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi
suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak, agar
diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya (Maryani, 2008).
C. Sasaran Program Keluarga Berencana
Adapun sasaran program keluarga berencana adalah Pasangan Usia
Subur <20 tahun dengan tujuan menunda kehamilan. Pasangan
Usia Subur 20-35 tahun dengan tujuan mengatur kesuburan dan
menjarangkan kehamilan, Pasangan Usia Subur dengan usia >35
tahun tujuannya untuk mengakhiri kehamilan (Maryani, 2008).
II. Kontrasepsi
A. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata ”kontra” berarti mencegah atau
melawan, sedangkan kontrasepsi adalah pertemuan antara sel telur
(sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang
mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan, sebagai akibat
adanya peertemuan antara sel telur dan sel sperma tersebut
(Maryani, 2008). Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah
terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat
pula bersifat permanen (Wiknjosastro, 2005).
4
5
2. Kerugian
8
a. Usia reproduksi
b. .Nulipara atau multipara
c. .Menghendaki kontrasepsi dengan efektifitas tinggi
d. Tidak menginginkan anak lagi tapi menolak sterilisasi
2. Kontra indikasi
a. Hamil atau diduga hamil
b. Perdarahan dalaman yang tidak diketahui penyebabnya
c. Kanker payudara atau riwayat kanker payudara
d. Mioma uteri
e. Gangguan toleransi glukosa (Saifuddin, 2006)
G. Waktu mulai menggunakan implan :
1. Setiap saat selama siklus haid hari ke -2 sampai hari ke
tujuh, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan
2. Insersi dapat dilakukan setiap saat, dengan syarat diyakini
tidak terjadi kehamilan . Apabila insersi setelah -7 hari siklus haid,
klien dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual, atau
menggunakan metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari saja.
3. Apabila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat,
dengan syarat diyakini tidak terjadi kehamilan, klien dianjurkan tidak
melakukan hubungan sexual atau menggunakan metode kontrsepsi
lain untuk tujuh hari saja.
4. Apabila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan
pascapersalinan, insersi dapat dilakukan setiap saat.
5. Apabila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid
kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat, klien dianjurkan untuk
tidak melakukan hubungan sexual selama tujuh hari atau
menggunakan metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari.
Saat pemsangan yang tepat adalah pada waktu menstruasi atau 1-2
setelah menstruasi. Akseptor sebaiknya berbaring horizontal atau duduk
Selama pemasangan implant untuk mempermudah pemsangan.
1. Lengan yang tidak dominan (lengan kiri) diletakan lurus setinggi
pundak. Tentukan daerah pemsangan biasanya sekitar 8 cm
12
I. Pencabutan Implant
1. Tentukan posisi implant dengan palpasi. Lakukan
desinfeksi di daerah tindakan dan sekitarnya. Lakukan anastesi local
pada tempat insersi dengan bentuk seperti kipas dengan cairan
pembius local.
13
2. Lakukan sayatan 2-3 mm, agar luka tidak perlu dijahit dan
mengurangi kemungkinan infeksi.
3. Tekan Implan dengan jari kea rah sayatan, setelah ujung
tampak, jepit dengan pean dan tarik keluar.
4. Bersihkan implant dari jaringan yang menutupi ujungnya
dengan menggunakan scalpel.
5. Jepit ujung implant yang telah bersih. Tarik keluar implant
perlahan-lahan sampai terlepas seluruhnya. Lakukan hal yang sama
sampai semua implant (6 btg) dikeluarkan. Rapatkan luka, tutup
dengan plester, kasa steril dan balut dengan perban.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membandingkan dengan teori-teori yang ada, yaitu
asuhan yang dilakukan kepada Ny.I Usia 44 tahun P2A0 Akseptor Lama KB
14
Implant, Teori yang disajikan dapat mendukung atau bertentangan dengan kasus
di lahan. Sehingga dari hal itu penulis dapat mengetahui kelebihan, kekurangan
atau kesenjangan pada Asuhan kebidanan keluarga berencana kepada Ny.I Usia
44 tahun P2A0 Akseptor Lama KB Implan Penulis telah melakukan pengkajian
dengan cara mengumpulkan data subyektif yang diperoleh dari ibu. Data
subyektif yang didapat yaitu pada pengkajian data subjektif penulis menemukan
Ny.I ingin menggunakan alat kontrasepsi KB Implant, sebelumnya pernah
menggunakan kb implant lamanya 12 tahun.
Pada Data objektif diperoleh keadaan umum baik, TD 110/80 mmHg, nadi
80x/menit, suhu 36oc , RR 22 x/menit, .Hal ini sesuai dengan teori (BKBBN
2003) Wanita usia reproduktif, Wanita yang telah memiliki anak., Menghendaki
kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektifitas tinggi, Menyusui dan
membutuhkan kontrasepsi yang sesuai ,Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
Analisa Ny.I Usia 44 tahun P2A0 dengan akseptor kb implant dari data subjektif
yaitu ibu usia produktif dan tidak ada yang dikeluhkan dan dari data objektif TD
110/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36oc , RR 22 x/menit
Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu memberikan penkes tentang KB Implant
yaitu efek samping , cara kerja ,cara pemakaian dan memberikan informed
consent , indikasi dan kontraindikasi serta cara merawat luka jahitan Ny.I Usia 44
tahun P2A0 dengan akseptor kb Implant
BAB V
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA