PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebuah Negara pada hakikatnya dibangun berdasarkan suatu landasan
yang kemudian dijadikan dasar Negara. Pengertian dasar negara sendiri
yaitu alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan
kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia pun juga
dibangun berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Nilai-nilai essensial yang
terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan serta Keadilan. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta
teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup.
Pancasila sering juga disebut dengan ilmu yang bersifat ilmiah. Ilmu baru
bisa dikatakan ilmiah apabila ilmu itu mempunyai syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat universal
1
Dalam kaitannya dengan sejarah bangsa Indonesia, Pancasila dibagi
menjadi 5 era, yaitu:
Makalah ini akan membahas kajian pancasila dalam ke-5 era tersebut
beserta kekurangan, kelebihan, serta kesimpulannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pancasila Pada Era Pra Kemerdekaan?
2. Bagaimana Pancasila Pada Era Kemerdekaan?
3. Bagaimana Pancasila Pada Era Orde Lama?
4. Bagaimana Pancasila Pada Era Orde Baru?
5. Bagaimana Pancasila Pada Era Reformasi?
C. TUJUAN
1. Untuk mengertaui pancasila pada era pra kemerdekaan.
2. Untuk mengetahui pancasila pada era kemerdekaan.
3. Untuk mengetahui pancasila pada era orde lama.
4. Untuk mengetahui pancasila pada era orde lama.
5. Untuk mengetahui pancasila pada era reformasi.
D. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. ERA PRA KEMERDEKAAN
1. Zaman Pra Kebangsaan
Nilai Religious
Adanya sistem penguburan mayat diketahui dari ditemukannya
kuburan serta kerangka di dalamnya. Selain itu juga ditemukan
alat-alat yang digunakan untuk aktivitas religi seperti upacara
mendatangkan hujan, dll. Adanya keyakinan terhadap pemujaan
roh leluhur juga dan penempatan menhir (kubur batu) di tempat-
tempat yang tinggi yang dianggap sebagai tempat roh leluhur,
tempat yang penuh keajaiban dan sebagai batas antara dunia
manusia dan roh leluhur.
Nilai Perikemanusiaan
Tampak dalam perilaku kehidupan saat itu misalnya
penghargaan terhadap hakikat kemanusiaan yang ditandai dengan
penghargaan yang tinggi terhadap manusia meskipun sudah
meninggal. Hal ini menggambarkan perilaku berbuat baik terhadap
sesama manusia, yang pada hakekatnya merupakan wujud
kesadaran akan nilai kemanusiaan. Mereka juga sudah mengenal
sistem barter antara kelompok pedalaman dengan pantai dan
3
persebaran kapak. Selain itu mereka juga menjalin hubungan
dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini menandakan bahwa mereka
sudah bisa menjalin hubungan sosial.
Nilai Kesatuan
Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa
Austronesia, sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan
kebudayaan. Hal ini sesuai dengan teori perbandingan bahasa
menurut H.Kern dan benda- benda kebudayaan Pra Sejarah Von
Heine Gildern. Kecakapan berlayar karena menguasai pengetahuan
tentang laut, musim, perahu, dan astronomi, menyebabkan adanya
kesamaan karakteristik kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika lautan juga merupakan tempat tinggal
selain daratan. Itulah sebabnya mereka menyebut negerinya
dengan istilah Tanah Air.
Nilai Musyawarah
Kehidupan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama.
Mereka sudah memiliki aturan untuk kepentingan bercocok tanam,
sehingga memungkinkan tumbuh kembangnya adat sosial.
Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga
atau suku yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih
secara musyawarah berdasarkan Primus Inter Pares (yang pertama
diantara yang sama).
Nilai Keadilan Sosial
Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-
royong berarti masyarakat pada saat itu telah berhasil
meninggalkan pola hidup foodgathering menuju ke pola hidup
foodproducing. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu upaya
kearah perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran bersama sudah
ada.
4
2. Zaman Kerajaan Kutai
Menurut Ismaun, Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun
400 M, dengan ditemukan prasasti yang berjumlah tujuh buah yang
berbentuk yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat
diketahui bahwa Raja Mulawarman merupakan keturunan dari Raja
Aswawarman dan keturunan dari Raja Kudungga. Raja Mulawarman
menurut prasasti tersebut mengadakan kenduri dan memberikan
kepada para Brahmana dan para Brahmana membangun yupa itu
sebagai tanda terima kasih para Brahmana kepada Raja Mulawarman
yang sangat dermawan. (Kaelan, 2014 : 20).
Masyarakat Kutai yang membuka zaman sejarah Indonesia
pertama kalinya dengan menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan
ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para
Brahmana. Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat
kewibawaan Raja ini tampak dalam kerajaan yang muncil kemudian di
pulau Jawa dan Sumatera.
3. Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu
kerajaan Wijaya, di bawah kekuasaaan bangsa Syailendra. Hal ini
termuat dalam prasasti Kedudukan Bukit di kaki bukit Sguntang dekat
Palembang yang bertarikh 605 caka atau 683 M. yang ditulis dalam
bahasa melayu kuno huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan
Maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu-lintas
laut di sebelah barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian
selat Malaka (775). Pada zaman itu kerajaan Sriwijaya merupakan
kerajaan besar yang cukup disegani di kawasan Asia Selatan.
Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan pedagang
pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuhan An Vatakvurah
sebagai pengawas dan pengumpul semacam koperasi sehingga rakat
mudah untuk memasarkan dagangannya. Demikian pula dalam sistem
5
pemerintahaannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda,
kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan
gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga pada saat itu
kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan
dengan nilai Ketuhanan.
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu
universitas agama Budha, yang sangat terkenal di negara lain di Asia.
Banyak musafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar terlebih
dahulu di universitas tersebut terutama tentang agama Budha dan
bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan
banyak guru-guru besar tamu dari India yang mengajar di Sriwijaya
misalnya Dharmakitri. Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam
suatu negara adalah tercemin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu
berbunyi ‘marvuat vanua criwijaya dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita
negara yang adil dan makmur).
6
Nilai Sila Keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang
sangat luas, meliputi (Indonesia sekarang) Siam, semenanjung
Melayu.
Nilai Sila Kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan
perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur
4. Kerajaan-Kerajaan Sebelum Kerajaan Majapahit
Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai sebuah kerajaan yang
memancangkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-
kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti. Keraja
Holing pada abad ke- VII, Sanjaya pada abad ke- VIII yang ikut
membantu candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk
pendeta Buddha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan dinasti
Syailendra (abad ke- VII dan abad ke- IX). Refleksi puncak dari Jawa
Tengah dalam periode-periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah
dibangunnya candi Borobudur (candi agama Buddha pada abad ke-
IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindhu pada abad ke- X).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur
muncullah kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke- IX), Darmawangsa
(abad ke- X), demikian juga kerajaan Airlangga pada abad ke- XI.
Raja Airlangga membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja
ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. Agama yang diakui oleh
kerajaan adalah agama Buddha, agama Wisnu dan agama Syiwa yang
hidup berdampingan secara damai.
Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga telah mengadakan
hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala, Chola dan
Champa. Hal ini menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula
Airlangga mengalami penggemblengan lahir dan batin di hutan dan
tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana
bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia
menjadi raja, meneruskan tradisi istana, sebagai nilai-nilai sila
7
keempat. Demikian pula menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037,
raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk
demi kesejahteraan rakyat yang merupakan nilai-nilai sila kelima.
Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari
(pada abad ke- XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan
berdirinya kerajaan Majapahit.
5. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai
zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan
mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dalam
memimpin armadanya untuk menguasai nusantara.
Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab
tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang
buku Sutasoma, dan di dalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan
nasional yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang bunyi lengkapnya Bhinneka
Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda
tapi tetap satu jua.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada
dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri di paseban keprabuan
Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan
seluruh nusantara raya sebagai berikut : ‘saya baru akan berhenti
berpuasa makan pelapa jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah
kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang,
Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan.
Dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk
mengadakan hubungan bertetangga dengan baik dengan kerajaan
Tiongkok, Ayodya, Champa, dan Kamboja. Majapahit menjulang
dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak meninggalkan
nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan
Indonesia 17Agustus 1945.
8
Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti pada
waktu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai,
Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365) yang di dalamnya
telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku
Sutasoma dimana dalam buku itu tedapat seloka persatuan nasional
yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”,
artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan tidak ada agama
yang memiliki tujuan yang berbeda. Hal ini menunjukkan realitas
beragama saat itu. Seloka toleransi ini juga diterima oleh kerajaan
Pasai di Sumatera sebagai bagian kerajaan Majapihit yang telah
memeluk agama Islam.
Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan raja Hayam
Wuruk dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa dan
Kamboja. Mengadakan persahabatan dengan negara-negara tetangga
atas dasar “Mitreka Satata”. Sebagai perwujudan nilai-nilai Sila
Persatuan Indonesia telah terwujud dengan keutuhan kerajaan,
khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada yang
diucapkannya pada sidang Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331
yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya yang
berbunyi : Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jika
seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jika gurun,
Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan
Tumasik telah dikalahkan.
Sila Kerakyatan (keempat) sebagai nilai-nilai musyawarah dan
mufakat yang dilakukan oleh sistim pemerintahan kerajaan Majapahit
Menurut prasasti Brumbung (1329) dalam tata pemerintahan kerajaan
Majapahit terdapat semacam penasehat kerajaan seperti Rakryan I
Hino, I Sirikan dan I Halu yang berarti memberikan nasehat kepada
raja. Kerukuan dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah
9
menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam
memutuskan masalah bersama.
Sedangkan perwujudan sila keadilan sosial adalah sebagai wujud
dari berdirinya kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang
dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita pahami bahwa zaman
Sriwijaya dan Majapahit adalah sebagai tonggak sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
6. Zaman Penjajahan
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad ke- XVI maka
berkembanglah agama Islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersama
dengan itu berkembang pulalah Kerajaan-kerajaan Islam seperti
kerajaan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di
Nusantara,. Mereka itu antara lain orang Portugis yang kemudian di
ikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman
rempah-rempah. Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang awalnya
berdagang adalah orang-orang bangsa Portugis. Namun lama
kelamaan bangsa Portugis mulai menunjukkan peranannya dalam
bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktek penjajahan
misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh Portugis.
Pada akhir abad ke- XVI, bangsa Belanda datang juga ke
Indonesia. Untuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri
(Belanda) kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang
yang bernama Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC), yang
dikalangan rakyat dikenal dengan istilah “Kompeni”.
Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645)
berupaya mengadakan perlawananan dan penyerangan ke Batavia
pada tahun 1628 dan 1629, walaupun tidak berhasil meruntuhkan
namun Gubernur Jendral J. P. Coen tewas dalam serangan Sultan
Agung yang ke dua itu.
10
Beberapa saat setelah sultan Agung mangkat maka mataram
menjadi bagian kekuasaan kompeni. Di Makasar yang memiliki
kedudukan yang sangat vital berhasil juga dikuasai oleh Kompeni
tahun 1667 dan timbullah perlawanan dari rakyat Makasar di bawah
Hasanudin. Menyusul pula wilayah Banten (Sultan Agung Tirtoyoso)
dapat di tundukkan pula oleh Kompeni pada tahun 1684. Perlawanan
Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke- XVII,
nampaknya tidak mampu meruntuhkan kekuasaan Kompeni pada saat
itu. Demikian Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang
strategis yang kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke- XVII dan
nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung
oleh kekuatan militer.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha
dengan keras untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaan di
Indonesia. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka
meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah Nusantara, antara
lain : Pattimura di Maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819),
Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro di
Jawa Tengah (1825-1830), I Ketut Gusti Jelanntik, Panglima Polim,
Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam Perang Aceh (1860), Anak
Agung Made dalam Perang Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja
XII di Tanah Batak (1900) dan masih banyak perlawanan lainnya.
Penghisapan mulai memuncak ketika Belanda mulai
menerapkan sistem monopoli melalui tanam paksa (1830-1870)
dengan memaksakan beban kewajiban terhadap rakyat yang tidak
berdosa. Soekarno pernah mengatakan “Jangan sekali-kali
meninggalkan sejarah”. Dari perkataan tersebut dapat dimaknai
bahwa sejarah mempunyai fungsi yang beragam bagi kehidupan.
Seperti diungkap seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero (106-43
SM) yang mengungkapkan “ Historia Vitae Magistra”, yang
11
bermakna, “sejarah memberikan kearifan”. Pengertian yang lebih
umum yaitu “Sejarah merupakan guru kehidupan”. Sejarah
memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan
suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau jika
konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu
adalah dalam bahaya.
7. Zaman Kebangkitan Nasional
Pada abad ke- XX di panggung politik Internasional terjadilah
pergolakan kebangkitan Dunia Timur dengan suatu kesadaran akan
kekuatan sendiri. Partai Kongres di India dengan tokoh Tilak dan
Gandhi, adapun di Indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran
berbangsa yaitu Kebangkitan Nasional (1908) dipelopori oleh Dr.
Wahidin Sudirohusodo dengan Budi Utomonya. Gerakan inilah yang
merupakan awal gerakan Nasional untuk mewujudkan suatu bangsa
yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuasaannya
sendiri.
Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 inilah
yang merupakan pergerakan Nasional, sehingga segera setelah itu
muncullah organisasi-organisasi pergerakan lainnya. Organisasi-
organisasi pergerakan nasional itu antara lain : Sarekat Dagang Islam
(SDI) (1909), yang kemudian dengan cepat mengubah bentuknya
menjadi gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi Sarekat
Islam (SI) tahun (1911) di bawah H.O.S. Cokroaminoto.
Berikutnya muncullah Indische Partij (1913), yang di pimpin
oleh Tiga Serangkai yaitu : Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo,
Suwardi Suryaningrat (yang kemudian lebih di kenal dengan nama Ki
Hajar Dewantoro), Partai ini sejak awal menunjukkan keradikalannya,
sehingga tidak dapat berumur panjang karena pemimpinnya di buang
di luar negeri (1913).
12
Dalam siuasi yang mengguncangkan itu muncullah Partai
Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927 yang dipelopori oleh
Soekarno, Cipto Mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya.
Perjuangan Nasional Indonesia di titik beratkan pada kesatuan
nasional dengan tujuan Indonesia Merdeka. Tujuan itu kemudian
diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang tokoh-tokohnya
antara lain Muhammad Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro
Purbopranoto, serta tokoh-tokoh muda lainnya. Perjuangan rintisan
kesatuan Nasional kemudian diikuti dengan Sumpah Pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928, satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air
Indonesia. Lagu Indonesia Raya pada saat ini pertama kali
dikumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak kebangkitan
kesadaran berbangsa.
Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti
bentuknya dengan partai Indonesia dengan singkatan Partindo (1931).
Kemudian golongan Demokrat antara lain Moh. Hatta, dan St. Syahrir
mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933),
dengan semboyan Kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan
kekuatan sendiri.
8. Zaman Sebelum Proklamasi
Sebagai realisasi janji dari Pemerintahan Jepang maka pada
hari ulang tahun Kaisar Hirohito tanggal 29 April 1945 Jepang
memberi semacam hadiah ulang tahun kepada bangsa Indonesia, yaitu
janji kedua dari pemerintahan Jepang berupa kemerdekaan tanpa
syarat. Tindak lanjutnya, pada tanggal 29 Mei 1945 dibentuk suatu
badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritu Zyunbi Tioosakai.
Pada hari itu juga di umumkan nama-nama ketua, wakil ketua
serta para anggota sebagai berikut.
13
Ketua : Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda : Itibangase
Ketua Muda : R.P. Soeroso
Enam puluh anggota biasa bangsa Indonesia tidak termasuk
ketua dan ketua muda dan mereka kebanyakan berasal dari Jawa,
tetapi juga ada yang berasal dari Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan
beberapa peranakan Eropa, Cina, dan Arab. Sidang BPUPKI I
dilakukan untuk menentukan dasar Negara Indonesia. Sidang
berlangsung selama empat hari, berturut-turut yang tampil untuk
berpidato menyampaikan usulannya adalah sebagai berikut:
a) Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya 29 Mei 1945, Muhammad Yamin
mengusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia sebagai
berikut :
Peri Kebangsaan
Peri Kemanusiaan,
Peri Ketuhanan,
Peri Kerakyatan (Permusyawaratan, Perwakilan,
Kebijaksanaan)
Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial)
b) Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Prof. Dr. Soepomo mengemukakan teori-teori sebagai berikut.
Teori negara perseorangan (Individualis).
Paham negara kelas (Class Theory)
Paham negara Integralistik , yang diajarkan oleh Spinoza,
Adam Muler Hegel (Abad ke- 18 dan 19).
14
kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah,
keadilan rakyat.
15
sesungguhnya, yang mempersatukan semua kepulauan
Indonesia. Susunan Undang Undang Dasar yang diusulkan
terdiri atas tiga bagian yaitu:
Pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan
dimuka dunia atas Penjajahan Belanda
Pembukaan yang didalamnya terkandung dasar negara
Pancasila
Pasal-pasal Undang Undang Dasar.
B. ERA KEMERDEKAAN
Kemenangan sekutu dalam perang dunia membawa hikmah bagi
bangsa Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945 Jendral Terauci
memberikan tiga cap kepada Ir. Soekarno yaitu:
Soekarno diangkat sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan,
Moh. Hatta sebagai Wakil Ketua, Radjiman sebagai anggota.
Panitia persiapan sudah mulai bekerja pada tanggal
9Agustus1945.
Cepat atau tidak pekerjaan panitia diserahkan sepenuhnya oleh
panitia.
Panitia persiapan kemerdekaan menyelenggarakan Undang Undang
Dasar Negara republik Indonesia dan memilih presiden dan wakil
presiden yang pada hakikatnya sebagai komite nasional memiliki sifat
representatif, atau bersifat perwakilan seluruh rakyat Indonesia. Panitia
persiapan kemerdekaan Indonesia merupakan badan bentukan Jepang,
setelah Jepang jatuh badan berubah menjadi badan nasional.
Era kemerdekaan dimulai dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945.
Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian
sebagai berikut.
16
Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak
berlakunya tertib hukum kolonial, dan saat mulai berlakunya tertib
hukum nasional.
Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa
Indonesia terbatas nasib sendiri dalam suatu Negara Proklamasi
Republik Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda
membuat diamankannya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengas
Dengklok agar tidak dapat pengaruh dari Jepang. Setelah diadakan
pertemuan di Pejambon Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945
diperoleh kepastian bahwa Proklamasi kemerdekaan akan tetap
dilaksanakan di Jakarta, untuk mempersiapkan proklamasi tersebut
Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda untuk merumuskan
naskah proklamasi dan pada akhirnya konsep Soekarno yang diterima
dan diketik oleh Sayuti Melik. Kemudian pada tanggal 17 Agustus
1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at Legi jam
10.00 WIB, Bung Karno dengan didampingi oleh Bung Hatta
membacakan naskah Proklamasi.
Sidang PPKI
a. Sidang PPKI pertama (18 Agustus 1945) Pada sidang pertama ini
PPKI menghasilkan suatu kesepakatan tentang naskah pembukaan
Undang Undang Dasar 1945, memilih presiden dan wakil presiden
pertama.
b. Sidang PPKI kedua (19 Agustus 1945) Sidang PPKI yang kedua
menentukan tentang daerah propinsi dengan pembagian dareah
propinsi Jawa, Sumatra, Borneo, Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil.
c. Sidang PPKI ketiga (20 Agustus 1945) Pada sidang ketiga PPKI
dilakukan pembahasan terhadap agenda tentang Badan Penolong
Korban Perang. Adapun keputusan yang dihasilkan adalah terdiri
17
atas delapan pasal, salah satu dari delapan pasal tersebut yaitu :
pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut Badan Keamanan
Rakyat (BKR).
d. Sidang PPKI keempat (22 Agustus 1945) Pada sidang keempat
PPKI membahas agenda tentang Komite Nasional Partai Nasional
Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.
18
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka
ditanda tangani suatu persetujuan (mantel resolusi) Oleh Ratu
Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada
tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis
anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS,
antara lain :
a) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis)
yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2)
b) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas
demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab
atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen
(pasal 118 ayat 2)
c) Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan
semangat maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi
kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
19
diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta,
walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu
hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah
negara bagian saja yaitu: Negara Bagian RI Proklamasi, Negara
Indonesia Timur (NIT), Negara Sumatera Timur (NST).
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI
tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara
kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17
Agustus 1950.
Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk
menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun
kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang berasas
Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan
penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih
bergantinya kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun.
Hal ini berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang menyusun
program serta tidak mampu menyalurkan dinamika Masyarakat ke
arah pembangunan, bahkan menimbulkan pertentangan –
pertentangan, gangguan – gangguan keamanan serta
penyelewengan – penyelewengan dalam masyarakat.
Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak
berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD 1945,
yang dikenal sebagai Declaration of Independence bangsa
Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga
terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga RIS yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik
Indonesia Serikat.
20
Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak
berujung. Hal inilah yang mendorong Presiden Soekarno
megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka
ditanda tangani suatu persetujuan (mantel resolusi) Oleh Ratu
Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada
tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis
anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS,
antara lain :
d) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis)
yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2)
e) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas
demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab
atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen
(pasal 118 ayat 2)
f) Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan
semangat maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi
kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
21
jawab mengeluarkan dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli
1959, yang isinya :
Membubarkan Konstituante
Menetapkan kembali UUD 45 dan tidak berlakunya kembali
UUD 50
Dibentuknya MPR dan DPR dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya
22
merebut kekuasaan yang sah negara RI, pemberontakan ini
disertai dengan pembunuhan para Jendral yang tidak berdosa.
Pemberontakan PKI tersebut berupaya untuk mengganti secara
paksa ideologi dan dasar filsafat negara Pancasila dengan
ideologi komunis Marxis. Atas dasar tersebut maka pada
tanggal 1 Oktober 1965 diperingati bangsa Indonesia sebagai
“Hari Kesaktian Pancasila”.
Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia
adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten
terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan
UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana
termuat dalam alinea IV, bahwa pemerintah negara…….” yang
melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah
negara Indonesia …..” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan
Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan
rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan
diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta,
walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu
hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah
negara bagian saja yaitu: Negara Bagian RI Proklamasi, Negara
Indonesia Timur (NIT), Negara Sumatera Timur (NST).
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI
tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara
kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17
Agustus 1950.
Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk
menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun
kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang berasas
Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan
23
penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih
bergantinya kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun.
Hal ini berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang menyusun
program serta tidak mampu menyalurkan dinamika Masyarakat ke
arah pembangunan, bahkan menimbulkan pertentangan –
pertentangan, gangguan – gangguan keamanan serta
penyelewengan – penyelewengan dalam masyarakat.
Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak
berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD 1945,
yang dikenal sebagai Declaration of Independence bangsa
Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga
terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga RIS yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik
Indonesia Serikat.
Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak
berujung. Hal inilah yang mendorong Presiden Soekarno
megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka
ditanda tangani suatu persetujuan (mantel resolusi) Oleh Ratu
Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada
tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis
anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS,
antara lain :
g) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis)
yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2)
h) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas
demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab
24
atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen
(pasal 118 ayat 2)
i) Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan
semangat maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi
kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
25
pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan
bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku
presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat
Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan
yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan
serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut
dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
26
diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan
hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut
sebagai sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru
sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan
dasar negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan.
Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru
juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia.
Kepedulian antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat
cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain
penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila
sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan
bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi
masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah
mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman
nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga
materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN),
Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan,
nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada
seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4
untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah
Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah
kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan
Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
27
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila
dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru
dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya
satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan
penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan
kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat
dengan negara dalam prakteknya malah dengan mudahnya
dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan
dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan
pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke
dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur
dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-
nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang
nyata, sehingga banyak masyarakat pun tidak menerima adanya penataran
yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-
rakyat.
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila.
Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya
mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian
setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan
pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto
mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam
berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato
tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”,
menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”,
serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”.
Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober
1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya
dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak
28
ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu,
dan dalam era Orde Baru.
Meskipun dianggap Panccasila hal yang paling luhur dan diagung-
agungkan, pada tahun-tahun akhir pemerintahan Presiden Soeharto malah
banyak timbul KKN dan meningkatnyta inflasi. Hutang Indonesia
semakin banyak dan ekonomi pun terpuruk. Puncaknya yaitu Mei 1998
yang akhirnya menyebabkan Presiden Soeharto mengundurkan diri dan
digantikan oleh wakilnya B.J. Habibie
E. ERA REFORMASI
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki
agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan
akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan,
peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi
kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai
dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat
maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan
hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan
dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila
Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila
pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik
mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita
Indonesia merdeka di implementasikan sebagai berikut :
29
Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan
politik, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan
keputusan.
Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.
Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan
pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke
Tuhanan Yang Maha Esa.
30
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki
kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang
diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar
dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan
aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas
manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari
dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus
dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai proses menggambarkan
suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi,
imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi
mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk,
adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya
ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.
Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah
didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta
kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksiologis, yaitu bahwa dengan
menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek
pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan
dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-
nilai ideal Pancasila.
31
dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang
tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas
perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara
yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya
dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi
yang melekat padanya.
32
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
33