PENDAHULUAN
1
dan Pengadilan Negeri untuk yang beragama non-Muslim. Indonesia
merupakan negara yang masih menjunjung tinggi adat ketimuran, dimana
pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Namun demikian, angka
perceraian kerap melonjaktinggi di beberapa Pengadilan Agama di
Indonesia. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan membahas
lebih lanjut mengenai nikah, thalak dan cerai termasuk sampai ke masa
iddah dalam perspektif islam.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami apa itu pengertian nikah, syarat
dan rukun nikah, hikmah dari pernikahan, hak dan kewajiban suami istri
dalam pernikahan, pengertian dari thalak dan cerai, macam-macam thalak
dan cerai, syarat jatuhnya thalak, pengertian masa iddah serta bagaimana
iddah dalam perpektif islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b. Pengertian Menurut Terminologi
Adapun makna tentang pernikahan secara terminologi, masing-masing
ulama fikih berbeda pendapat dalam mendefinisikan pernikahan, antara
lain :
1) Ulama Hana>fiyah mendefinisikan pernikahan sebagai suatu akad yang
berguna untuk memiliki mut‘ah dengan sengaja. Maksudnya adalah
bahwasannya seorang laki-laki dapat mengusai perempuan dengan seluruh
anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kesenangan dan kepuasan.
2) Ulama Sya>fi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad
dengan menggunakan lafal َ حح ُككاkata dua dari dimanaَ , كز َكوا ُحجatau , نِن
tersebut yang menyimpan arti memiliki wat}’i. Artinya dengan adanya
sebuah pernikahan seseorang dapat memiliki atau mendapatkan
kesenangan dari pasangan.
3) Ulama Ma>likiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad
yang mengandung arti mut‘ah untuk mencapai kepuasan dengan tidak
mewajibkan adanya harga.
4) Ulama Hana>bilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad ْننَككا ُحح
lafal menggunakan dengan mendapatkan untukَ ك ْن ْن ُحج ِنوatau اِن
kepuasan. Artinya, bahwasannya seorang laki-laki dapat memperoleh
sebuah kepuasan dari seseorang perempuan begitu juga sebaliknya.
5) Menurut Saleh Al Utsaimin, nikah ditinjau dari segi syariat ialah
pertalian hubungan (akad) antara laki-laki dan perempuan dengan maksud
agar masing-masing dapat menikmati yang lain (istimta’) dan untuk
membentuk keluaga yang salih dan membangun masyarakat yang bersih.
Melihat pengertian-pengertian di atas nampaknya dibuat hanya
melihat dari satu segi saja, yaitu sebuah kebolehan hukum dalam
hubungan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang pada awalnya
dilarang kemudian diperbolehkan. Padahal kita tahu setiap perbuatan
hukum yang kita perbuat itu mempunyai sebuah tujuan dan akibat ataupun
pengaruhnya. Hal-hal inilah yang menjadikan adanya perhatian bagi
manusia pada umumnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
4
Muhammad Abu Ishrah memberikan gambaran lebih luas mengenai
definisi mengenai pernikahan, yaitu sebuah akad yang memberikan faedah
hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria
dan wanita dan mengadakan tolong-menolong dan memberikan batas hak
bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.
Menurut Anwar Haryono, pernikahan adalah suatu perjanjian yang
suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk
keluarga bahagia. Pernikahan itu adalah suatu akad (perjanjian) yang suci
untuk hidup sebagai suami-istri yang sah, membentuk keluarga bahagia
dan kekal.
Menurut Saleh Al Utsaimin, nikah ditinjau dari segi syariat ialah
pertalian hubungan (akad) antara laki-laki dan perempuan dengan maksud
agar masing-masing dapat menikmati yang lain (istimta’) dan untuk
membentuk keluaga yang salih dan membangun masyarakat yang bersih.
5
a) Tidak bersuami
b) Bukan mahram
c) Tidak dalam masa iddah
d) Merdeka (atas kemauan sendiri)
e) Jelas orangnya
f) Tidak sedang ihram haji
3) Wali
Untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a) Laki-laki
b) Dewasa
c) Waras akalnya
d) Tidak dipaksa
e) Adil
f) Tidak sedang ihram haji
4) Ijab kabul
Ijab adalah sesuatu yang diucapkan oleh wali, sedangkan kabul ialah
sesuatu yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh
dua orang saksi.
5) Mahar
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai
wanita, baik dalam bentuk barang atau jasa yang tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Fuqaha>’ sependapat bahwa maskawin itu termasuk
syarat sahnya nikah dan tidak boleh diadakan persetujuan untuk
meniadakannya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa>’ ayat 4:
Artinya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang
hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya. (QS. An Nisa>’:
6
b. Rukun Pernikahan
Rukun adalah sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah atau
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), namun sesuatu itu termasuk dalam
rangkaian pekerjaan tersebut. Adapun rukun dalam sebuah pernikahan,
jumhur ulama sepakat ada empat, yaitu
1) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan. Syarat-
syarat yang harus dipenuhi oleh kedua mempelai adalah:
a) Laki-laki dan perempuan yang melangsungkan pernikahan
haruslah sama-sama beragama Islam.
b) Keduanya harus jelas identitasnya dan bisa dibedakan dengan
orang lain, baik terkait dengan nama, keberadaan, jenis kelamin
dan hal-hal lainnya yang berkenaan dengan dirinya. Dengan
adanya syariat peminangan sebelum berlangsungnya pernikahan
kiranya merupakan suatu syarat supaya kedua calon mempelai bisa
sama-sama tahu dan mengenal satu sama lain secara baik dan
terbuka.
c) Kedua belah pihak telah setuju untuk menikah dan juga setuju
dengan pihak yang mengawininya. Tentang izin dan persetujuan
dari kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan
ulama fikih berbeda pendapat dalam menyikapinya.
2) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah dianggap
sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya,
sabda Nabi saw :
Artinya: Diriwayatkan dari Hasan dari Ibn Lahi’ah dari Ja’far ibn
Rabi’ah dari Ibn Syihab dari ’Urwah ibn al-Zubair dari ’Aisyah berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Perempuan mana saja yang menikah tanpa
seizin walinya maka pernikahannya batal. Jika suaminya telah
menggaulinya, maka maskawinnya adalah untuknya (wanita) terhadap apa
yang diperoleh darinya. Apabila mereka bertengkar, maka penguasa
menjadi wali bagi mereka yang tidak mempunyai wali. (HR. Ahmad).
7
3) Adanya dua orang saksi
Artinya: Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka
rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Al T}ala>q: 2).
Tidak semua orang boleh menjadi saksi, khususnya dalam pernikahan.
4) Sighat akad nikah yaitu ijab dan kabul yang diucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Dalam hukum Islam, akad pernikahan itu bukanlah sekedar
perjanjian yang bersifat keperdataan. Akad dinyatakan sebagai perjanjian
yang kuat yang disebut dengan ungkapan mis|a>qan gali>z}an dalam Al
Quran, yang mana perjanjian itu bukan haya disaksikan oleh dua orang
saksi atau kehadiran orang banyak pada waktu terlangsungnya pernikahan,
akan tetapi juga disaksikan langsung oleh Allah SWT. Oleh karena itu
perjanjian pada akad pernikahan ini sangatlah bersifat agung dan sakral.
8
menolong dalam wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah
berkewajiban untuk mengerjakan tugas didalam rumah tangganya seperti
mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana yang
menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan
baik untuk kepentingan dunia dan akhirat.
Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :
a) Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan
berkembang biak dan berketurunan.
b) Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan
mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang
diharamkan.
c) Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-
duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya.
d) Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat
kewanitaan yang diciptakan.
9
d. Anak yang lahir dari isteri bernasab pada suaminya (apabila pembuahan
terjadi sebagai hasil hubungan setelah nikah).
e. Bergaul dengan baik antara suami dan isteri sehingga tercipta kehidupan
yang harmonis dan damai. Dalam hubungan ini Q.S. An-Nisa:19
memerintahkan,
ِ َْوعَا ِش ُر ه َُّن بِ ْال َم ْعرُو
... ) 19: (النسا... ف
“Dan gaulilah isteri-isteri itu dengan baik……”
Mengenai hak dan kewajiban bersama suami isteri, Undang-Undang
Perkawinan menyabutkan dalam Pasal 33 sebagai berikut, “Suami isteri
wajib cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan
lahir batin yang satu kepada yang lain.”
2. Hak-hak Isteri
Hak-hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat dibagi dua: hak-hak
kebendaan, yaitu mahar (maskawin) dan nafkah, dan hak-hak bukan
kebendaan, misalnya berbuat adil di antara para isteri (dalam perkawinan
poligami), tidak berbuat yang merugikan isteri dan sebagainya.
a. Hak-hak Kebendaan
1) Mahar (Maskawin)
2) Nafkah yang dimaksud dengan nafkah adalah mencukupkan
segala keperluan isteri, meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal,
pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun isteri tergolong kaya.
b. Hak-hak Bukan Kebendaan
Hak-hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap
isterinya, disimpulkan dalam perintah Q.S. An-Nisa: 19 agar para suami
menggauli isteri-isterinya dengan makruf dan bersabar terhadap hal-hal
yang tidak disenangi, yang terdapat pada isteri.
10
a. Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang
baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama,
akhlak, dan ilmu pengetahuan yang diperlukan.
b. Melindungi dan menjaga nama baik isteri
Suami berkewajiban melindungi isteri serta menjaga nama baiknya. Hal
ini tidak berarti bahwa suami harus menutupi-nutupi kesalahan yang
memang terdapat pada isteri. Namun, adalah menjadi kewajiban suami
untuk tidak membeberkan kesalahan-kesalahan isteri kepada orang lain.
Apabila kepada isteri hal-hal yang tidak benar, suami setelah melakukan
penelitian seperlunya, tidak apriori, berkewajiban memberikan keterangan-
keterangan kepada pihak-pihak yang melontarkan tuduhan agar nama baik
isteri jangan menjadi cemar.
c. Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis isteri
Hajat biologis adalah kodrat pembawaan hidup. Oleh karena itu, suami
wajib memperhatikan hak isteri dalam hal ini. Ketentraman dan keserasian
hidup perkawinan anatara lain ditentukan oleh faktor hajat biologis ini.
3. Hak-hak Suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi isteri hanya merupakan hak-
hak bukan kebendaan sebab menurut hukum Islam isteri tidak dibebani
kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan
hidup keluarga. Bahkan, lebih diutamakan isteri tidak usah ikut bekerja
mencari nafkah jika suami memang mampu memenuhi kewajiban nafkah
keluarga dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar isteri dapat mencurahkan
perhatiannya untuk melaksanakan kewajiban membina keluarga yang
sehat dan mempersiapkan generasi yang saleh.
a. Hak Ditaati
Isteri berkewajiban memenuhi hak suami bertempat tinggal di
rumah yang telah disediakan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
a) Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk isteri.
11
b) Rumah yang disediakan pantas menjadi tempat tinggal isteri serta
dilengkapi dengan perabot dan alat yang diperlukan untuk hidup berumah
tangga secara wajar, sederhana, tidak melebihi kekuatan suami.
c) Rumah yang disediakan cukup menjamin keamanan jiwa dan harta
bendanya, tidak terlalu jauh dengan tetangga dan penjaga-penjaga
keamanan.
d) Suami dapat menjamin keselamatan isteri di tempat yang disediakan.
Isteri wajib memenuhi hak suami, taat kepada perintah-perintahnya
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Perintah yang dikeluarkan suami termasuk hal-hal yang ada
hubungannya dengan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, apabila
misalnya suami memerintahkan isteri untuk membelanjakan harta milik
pribadinya sesuai keinginan suami, isteri tidak wajib taat sebab
pembelanjaan harta milik pribadi isteri sepenuhnya menjadi hak isteri
yang tidak dapat dicampuri oleh suami.
b) Perintah yang dikeluarkan harus sejalan dengan ketentuan syari’ah.
Apabila suami memerintahkan isteri untuk menjalankan hal-hal yang
bertentangan dengan ketentuan syari’ah, perintah itu tidak boleh ditaati.
Hadits Nabi riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasai dari Ali
mengajarkan, “Tidak dibolehkan taat kepada seorang pun Dalam
bermaksiat kepada Allah; taat hanyalah dalam hal-hal yang makruf.”
c) Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya yang member hak isteri,
baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat bukan kebendaan.
Isteri wajib berdiam di rumah dan tidak keluar kecuali dengan izin
suami apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk isteri.
b) Larangan keluar rumah tidak berakibat memutuskan hubungan
keluarga-keluarganya, isteri tidak wajib taat. Ia boleh keluar untuk
berkunjung, tetapi tidak boleh bermalam tanpa izin suami.
c) Tidak menerima masuknya seseorang tanpa izin suami. Hak suami agar
isteri tidak menerima masuknya seseorang tanpa izinnya, dimaksudkan
12
agar ketentraman hidup rumah tangga tetap terpelihara. Ketentuan tersebut
berlaku apabila orang yang dating itu bukan mahram isteri.
Macam-macam Kewajiban Suami Istri
1. Kewajiban Suami Istri
Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat.
Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati,
setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara
anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani
maupun kecerdasannya dan pendidikan agaamanya.
Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing
dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh
suami isteri bersama.
2. Kewajiban Suami terhadap Istri
Suaminya adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah
tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga
yang penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama.
Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Suami wajib member pendidikan agama kepada isterinya dan
member kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi agama dan bangsa.
Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung : Nafkah,
kiswah dan tempat kediaman bagi isteri, Biaya rumah tangga,
13
biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak, Biaya
pendidikan bagi anak.
3. Kewajiban Istri Terhadap Suami
Diantara beberapa kewajiban isteri terhadap suami adalah sebagai berikut :
a. Taat dan patuh kepada suami.
b. Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman.
c. Mengatur rumah dengan baik.
d. Menghormati keluarga suami.
e. Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami.
f. Tidak mempersuli suami, dan selalu mendorong suami untuk maju.
g. Ridha dan syukur terhadap apa yang diberikan suami.
h. Selalu berhemat dan suka menabung.
i. Selalu berhias, bersolek untuk atau di hadapan suami.
j. Jangan selalu cemburu buta.
14
mengatakan bahwa suami tidak boleh jimak dengan istrinya yang sedang
menjalani masa iddah, dan perbuatan itu bukanlah pertanda rujuk. karena
menurut mereka, rujuk harus dilakukan dengan perkataan atau pernyataan
dari suami secara jelas, bukan dengan perbuatan.
15
dijatuhkan sebanyak dua kali dan memungkinkan suami rujuk dengan istri
sebelum selesai masa iddah * Talak tiga: pernyataan talak yang bersifat
final. Suami dan istri tidak boleh rujuk lagi, kecuali sang istri pernah
dikawini oleh orang lain lalu diceraikan olehnya.
16
oleh hukum Islam dipandang masih berada dalam perlindungan
kekuasaan suami. Karenanya bila masa ‘iddah itu suami
menjatuhkan talak lagi dipandang jatuh talaknya sehingga
menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak
yang dimiliki suami.
b. Kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad
perkawinan yang sah.
3. Sighat Talak. Sighat talak ialah kata-kata yang di ucapkan oleh
suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu ṣa>rih (jelas)
maupun kinayah (sindiran), baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi
suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
4. Sengaja artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang
dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk
maksud lain. Agar menjadi sah, talak harus memenuhi syarat-syarat
tertentu, baik yang berhubungan dengan muṭalliq, suami yang mentalak,
muṭallaqah istri yang ditalak yang diucapkan.
17
mengetahui apakah perempuan tersebut sedang hamil atau tidak dan
ternyata dia hamil maka akan timbul sebuah pertanyaan “Siapa bapak dari
anak ini?” dan ketika anak tersebut lahir maka dinamakan “anak syubhat”,
yakni anak yang tidak jelas siapa bapaknya dan apabila anaknya adalah
perempuan maka ia tidak sah, karena ia tidak dinikahkan oleh walinya.
18
seluruh akibat perkawinan. Namun demikian ulama Mazhab maliki
menyatakan bahwa perempuan tersebut berhak menempati rumah
suaminya selama dalam masa idaah tersebut, apabila ruamh itu adalah
rumah suaminya.
4. Perempuan tersebut wajib berihdad. Sebagian ulama diantaranya Imam
Malik, Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa istri dalam masa iddah
wafat berhak atas tempat tinggal. Sebagian ulama diantaranya Imam
Ahmad berpendapat bahwa istri dalam iddah wafat yang tidak hamil tidak
berhak atas nafkah dan tempat tinggal, karena Allah hanya menentukan
untuk yang kematian suami itu adalah peninggalan dalam bentuk harta
warisan. Dalam menjalankan masa iddah bagi perempuan yang ditinggal
mati suaminya maka wajib bagi mereka untuk menjalani masa berkabung
atau ihdad dan terdapat perkara-perkara yang dilarang pada saat ihdad,
berikut ini dijelaskan mengenai larangan melakukan perkara tersebut.
Ummu ‘Athiyah meriwayatkan :
“kami diwajibkan berkabung atas kematian suami yaitu empat bulan
sepuluh hari. Selama itu kami dilarang memakai celak, parfum dan
pakaian yang dicelup, kecuali sejenis pakain celup buatan Yaman, apabila
kami suci dari dan mandi sestelah haid, kami diberi keringanan untuk
menggunakan sedikit wewangian. Dan kami dilarang mengiringi
pemakaman jenazah”.
BAB III
PENUTUP
19
3.1 KESIMPULAN
Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan
jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan
dengan perjanjian atau akad. Hikmah dalam pernikahannya itu yaitu :
Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang
biak dan berketurunan, Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam
perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan
dari sesuatu yang diharamkan, Mampu menenangkan dan menentramkan
jiwa denagn cara duduk-duduk dan bercengkramah dengan pacarannya,
Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat
kewanitaan yang diciptakan. Tujuan pernikahan :
a) untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi
b) untuk membentengi ahlak yang luhur
c) untuk menegakkan rumah tangga yang islami
d) untuk meningkatkan ibadah kepada allah
e) untuk mencari keturunan yang shalih
Perceraian hukumnya halal, tapi sangat dibenci oleh Allah. Oleh
karena itu jangan menjadikan perceraian sebuah jalan keluar untuk sebuah
masalah dalam keluarga. Karena bukan hanya suami dan istri
yangmenderita kerugian. Tetapi juga anak hasil pernikahan tersebut.
3.2 SARAN
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta
kekeliruan, baik disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan
sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab
manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
20
Rafi Baihaqi, Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah
press, 2006)
21